Professional Documents
Culture Documents
Biologi UNM
Alat tulis
Meteran
Alat fotografi
Perangkat lunak R
Perangkat komputer.
Lebar
0.5
0.5
1
1
2
2
4
4
8
8
Panjang
0.5
1
1
2
2
4
4
8
8
16
Sp Baru
1
1
1
1
1
5
6
3
2
1
1. #--- Kurva spesies area ----------------------------2. #---------------------------------------------------3. #--- Programmer: Muhammad Wiharto Caronge ----------4. #--- Makassar 4 Oktober 2013 ---------------------5. rm(list=ls(all=TRUE))
6. #--- Ambil data --------------------------------------7. #--- Penentuan lokasi direktori ----------------------8. setwd('D:/Buku
Pelajaran/Ecology/Pengantar
Ekologi
Tumbuhan/Ektum Praktikum Buku')
9. dataku<-read.table("kurva
sep = ",", dec = ".")
spesies.csv",header
TRUE,
10. dataku
11. #--Mengatur
----------------
angka
di
belakang
12. options(digits=3)
13. #--------------------------------------14. #-- Fungsi menghitung luas plot -------15. #-- dalam meter persegi ----------------
koma
41. {(x/y)*100}
42. persentase <-persen(dataku$Sp.Baru[-1],akumulasi)
43. persentase
44. #-------------------------------------45. #-- Menggabungkan data ---------------46. dataku
<data.frame(dataku,Luas.m,Luas.ha,akumulasi,persentase)
47. dataku
48. #-----------------------------------------49. #--- Menyimpan data di EXCEL -------------50. write.table(dataku, file = "kurva.sp1.csv", append =
FALSE, sep = ",",dec = ".", row.names = FALSE,
col.names = TRUE)
51. #--- membuat grafik------------------------52. #------------------------------------------53. plot(dataku$Kode,dataku$akumulasi,type='n',ylim=c(1,25
),pch=16,col=3, cex=1.5, ylab = 'Akumulasi Spesies',
xlab='Ukuran Plot')
54. #----- membuat grid -----------------------55. grid(lty = 1, lwd = 1)
56. lines(dataku$Kode,dataku$akumulasi,col='red')
57. points(dataku$Kode,dataku$akumulasi,col='blue')
58. #--- Membuat sumbu x perhatikan berapa banyak
59. #--- plot yang dibuat ----------------------60. axis(1,
at=1:10,
lab=c("1","2","3","4","5","6","7","8","9","10"))
61. #------------------------------------------62. #---- species accumulation curve -----------
Lebar
0.5
0.5
1
1
2
2
4
4
8
8
Panjang
0.5
1
1
2
2
4
4
8
8
16
Sp.Baru
1
1
1
1
1
5
6
3
2
1
Luas.m
0.25
0.5
1
2
4
8
16
32
64
128
Luas.ha
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.001
0.002
0.003
0.006
0.013
akumulasi
1
2
3
4
5
10
16
19
21
22
persentase
100.00
50.00
33.33
25.00
100.00
60.00
18.75
10.53
4.76
4.55
10
11
12
P
16
H
26
Cr
6
Th
13
13
14
15
6. Hitunglah total rata-rata derajat penutupan besaran BraunBlanquet setiap bentuk hidup untuk setiap plot. Selanjutnya
tentukan rerata derajat penutupan tajuk setiap bentuk hidup
terhadap luas plot pengamatan.
7. Jumlahkan rata-rata derajat penutupan semua spesies
tumbuhan yang tergolong ke dalam tipe bentuk hidup yang
sama. Hasil yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah
ulangan yang dilakukan pada setiap tegakan.
8. Langkah berikutnya adalah menghitung persentase masingmasing bentuk tidup dengan rumus sebagai berikut:
Kelas
Besaran
Braun Blanquet
5
5
4
3
2
Kisaran
Penutupan
Tajuk
75-100
75-100
50-75
25-50
5-25
Rata-rata
derajat
penutupan
87.5
87.5
62.5
37.5
15
Bentuk hidup
spesies
P
P
P
G/Cr
H
6
7
8
9
Plot
F
G
H
I
2
Nama
No Spesies
1
A
2
B
3
D
4
F
5
H
6
J
7
K
8
L
Plot3
Nama
No Spesies
1
B
2
C
3
D
4
E
5
I
6
L
7
M
8
N
9
O
16
1
1
+
R
1- 5
15
<1
<< 1
2.5
2.5
0.1
-
H
G/Cr
G/Cr
Th
Kelas
Besaran
Braun Blanquet
3
3
3
1
1
1
1
+
Kisaran
Penutupan
Tajuk
25-50
25-50
25-50
1- 5
1- 5
1- 5
1- 5
<1
Rata-rata
derajat
penutupan
37.5
37.5
37.5
2.5
2.5
2.5
2.5
0.1
Bentuk hidup
spesies
P
P
G/Cr
H
G/Cr
G/Cr
G/Cr
G/Cr
Kelas
Besaran
Braun Blanquet
4
4
3
1
1
r
1
r
1
Kisaran
Penutupan
Tajuk
50 -75
50 -75
25 -50
15
15
<< 1
15
<< 1
15
Rata-rata
derajat
penutupan
62.5
62.5
37.5
2.5
2.5
2.5
2.5
Bentuk hidup
spesies
P
P
G/Cr
H
Th
G/Cr
Th
Th
Th
Rata-rata
derajat
penutupan
87.5
87.5
62.5
237.5
17
Rata-rata
derajat
penutupan
0
Rata-rata
derajat
penutupan
15
2.5
17.5
Rata-rata
derajat
penutupan
37.5
2.5
0.1
40.1
Rata-rata
derajat
penutupan
0
1
Plo
No
1
2
3
4
5
Plo
No
1
Spesies
F
Braun Blanquet
1
Penutupan Tajuk
1- 5
Jumlah:
t 2. Bentuk hidup Geofit/Cryptofit (G/Cr)
Kelas Besaran
Nama
Braun Kisaran
Spesies
Blanquet
Penutupan Tajuk
D
3
25-50
H
1
1- 5
J
1
1- 5
K
1
1- 5
L
+
<1
Jumlah:
t 2. Bentuk hidup Therofit (Th)
Kelas Besaran
Nama
Braun Kisaran
Spesies
Blanquet
Penutupan Tajuk
Jumlah:
18
derajat
penutupan
2.5
2.5
Rata-rata
derajat
penutupan
37.5
2.5
2.5
2.5
0.1
45.1
Rata-rata
derajat
penutupan
0
bentuk hidup
Rata-rata
derajat
penutupan
62.5
62.5
125.0
Rata-rata
derajat
penutupan
0
Rata-rata
derajat
penutupan
2.5
2.5
Rata-rata
derajat
D
L
Blanquet
3
R
25-50
<< 1
Jumlah:
19
penutupan
37.5
0
37.5
Rata-rata
derajat
penutupan
2.5
2.5
0
2.5
7.5
Bentuk Hidup
Plot (Ulangan)
Phanerofit (P)
1
2
3
Jumlah :
437.5 : 3 =
Plot (Ulangan)
Rata rata :
Bentuk Hidup
Kamaefif (Ch)
Rata rata :
Bentuk Hidup
Hemikriptofif
(H)
Total
penutupan.
237.5
75 .0
125.0
437.5
145.83
Total
penutupan.
0
0
0
0
0
Total
penutupan.
17.7
2.5
1
2
3
Jumlah :
Plot (Ulangan)
rerata
rerata
rerata
Rata rata :
Bentuk Hidup
Geofit/Kriptofi
t (G/Cr)
Rata rata :
Bentuk Hidup
Therofit
Rata rata :
3
Jumlah :
22.7 : 3 =
Plot (Ulangan)
1
2
3
Jumlah :
87.7 : 3 =
Plot (Ulangan)
1
2
3
Jumlah :
7.5 : 3 =
20
2.5
22.7
7.57
Total
penutupan.
40.1
10.1 45.1
37.5
87.7
29.23
Total
penutupan.
0
0
7.5
7.5
2.5
rerata
rerata
=
=
=
=
=
145.83
0
7.57
29.23 40.9
2.5
185.13
Phanerofit (P)
Kamaefit (Ch)
Hemikriptofit (H)
Geofit (G)
Therofit (Th)
=
=
=
=
=
78.77
0
4.19
15.79
1.35
80
21
78.78
70
60
50
40
30
Penutupan Raunkiaer
20
26
Penutupan tegakan ternaung
15.81
16
9
10
0
P
0
Ch
4.06
H
13
1.35
Cr
Th
Bentuk Hidup
Gambar
#----------------------------------------------------------#----------------------------------------------------------#
SPEKTRUM LIFE FORM
#----------------------------------------------------------#-- Programmer: Muhammad Wiharto Caronge -----------------#-- Makassar 19 Oktober 2014
----------------------------#----------------------------------------------------------1. rm(list=ls(all=TRUE))
2. setwd('D:/R Data')
3. dataku<-read.table("spektrumBHR.csv",header
sep = ",", dec = ".")
TRUE,
22
23
70
20
30
40
50
60
Life.Form.Pengamatan
Raunkiaer
10
P e rs e n ta s e P e n u tu p a n L ife F o rm
data.grafik
#--- (2) Tranformasi data ---------------------------------#--- baris jadi kolum, kolum jadi baris -------------------data.grafik <-t(data.grafik)
data.grafik
#----------------------------------------------#-- (3) Grafik Bar Plot -----------------------#----------------------------------------------barplot(data.grafik,
col
=
heat.colors(length(rownames(data.grafik))), beside = TRUE,
width
=
2,
xlab='Bentuk
Hidup
(Life
Form)',
ylab='Persentase Penutupan Life Form')
legend(16.5,73.5,
fill
=
heat.colors(length(rownames(data.grafik))),
legend
=
rownames(data.grafik))
#----------------------------------------------
G/Cr
Th
Ch
Daftar Pustaka.
Bloch-Petersen, M., J. Brandt., & M.Olsen. 2006. Integration of
European habitat monitoring based on plant life form
composition as an indicator of environmental change and
change in biodiversity. Danish Journal of Geography
106(2): 61-74
Distribusi frekuensi Raunkiaer Untuk dibuat.
24
25
26
27
C. DOMINANSI
Dominansi dalam pengertian ekologi vegetasi dapat
merujuk pada : (1) penutupan tajuk (cover); (2) basal area (luas
penampang melingtang batang); (3) produktivitas; dan (4)
biomassa. Spesies tumbuhan yang dominan dapat menunjukkan
bahwa spesies tumbuhan tersebut menempati areal yang paling
luas pada suatu wilayah. Hal ini ditunjukkan oleh penutupan
tajuk atau luas basal area. Juga dapat menunjukkan produktivitas
tertinggi. Ide dari spesies tumbuhan dominan ini adalah bahwa,
spesies tumbuh-tumbuhan itu menguasai sumberdaya paling
banyak pada suatu wilayah.
Pada kondisi tegakan tertentu, istilah tumbuhan dominan
dapat tidak merujuk pada ketiga hal di atas, tetapi pada
kerapatan. Hal ini dapat terjadi pada tegakan semak dimana
pohon-pohon sangat jarang dan luas penutupan tajuknya hanya
10-30% dari luas seluruh wilayah, sedangkan tumbuhan bawah
berupa semak menutupi lebih dari 30% luas wilayah. Pada
keadaan ini, istilah kerapatan yang menunjukkan dominansi jauh
lebih tepat.
1. Penutupan Tajuk.
Penutupan tajuk, adalah persentase proyeksi vertikal dari
tajuk suatu spesies tumbuhan pada suatu areal. Estimate of the
area of influence of the plant. Including potential influence of the roots.
Ignores gaps in the canopy. Vertical projection of the outermost perimeter
of the natural spread of foliage of plants. Does not require determining
number of individuals within a species (usually estimated by species). For
any area, the total canopy cover can exceed 100% because plants can
overlap. Cover is expressed as % of area.
Pengukuran penutupan tajuk biasanya dilakukan pada
tumbuh-tumbuhan bawah seperti tumbuhan herba dan semak,
sedangkan pada tumbuhan pohon pengukuran penutupan tajuk
sangat jarang dipakai tetapi digunakan pengukuran basal area.
Untuk keperluan praktis pada pengukuran tajuk, maka lubanglubang yang mungkin terdapat pada suatu tumbuhan yang
diamati dianggap tidak ada, dan tajuk-tajuk tersebut secara
imajiner dianggap bulat.
Pengukuran lus tajuk untuk vegetasi strata pohon jarang
dilakukan dan biasanya dilakukan hanya pada vegetasi starata
semak dan anakan pohon. Metode pengukuran penutupan tajuk
28
dan
anakan
pohon
29
30
31
ketinggiannya.
Pohon-pohon
yang
ditebang
kemudian
dikeringkan di dalam oven sampai mencapai berat konstan.
Selanjutnya dilakukan perhitungan regresi antara basal area
pohon dengan berat kering pohon atau biomassa pohon.
Berikutnya pohon-pohon di dalam plot yang belum ditebang
diukur diameter setinggi dada. Data yang diperoleh kemudian
disubtitusikan ke dalam permaan regresi untuk menduga
biomassa dari pohon-pohon yang tersisa tersebut, yang pada
akhirnya dapat diperoleh dugaan biomassa dari seluruh pohon di
dalam plot pengamatan.
KEKERAPAN (FREKUENSI)
Nilai Kekerapan diperoleh dengan mencatat hadir atau
tidak hadirnya suatu spesies pada sejumlah kuadrat atau plot
pengamatan. Idealnya kekerapan kehadiran suatu spesies
tersebar secara acak pada seluruh plot pengamatan.
Pengamatan kekerapan tidak melibatkan perhitungan jumlah
individu sama sekali. Kekerapan dinyatakan dalam bentuk
pesentase, misalnya sejenis spesies hadir pada 10 dari 15 plot
pengamatan maka kekerapan spesies tersebut adalah 1,67 %.
Nilai kekerapan sangat tergantung pada ukuran kuadrat
yang digunakan. Jika kuadrat yang digunakan sangat besar maka
sebagian besar spesies yang ada akan memiliki kekerapan 100 %
dan jika sebaliknya yaitu kuadrat yang digunakan sangat kecil
maka sebagian besar spesies akan memiliki kekerapan 0 %.
Daubenmire (1968) mengusulkan untuk mengurangi ukuran
kuadrat yang digunakan jika 1 atau 2 spesies memiliki kekerapan
100 %.
Cain dan Castro (1959) mengusulkan berbagai ukuan
kuadrat untuk digunakan dalam pengamatan vegetasi sebagai
berikut:
Tabel 2. Jenis komunitas dan luas kuadrat
Jenis Komunitas
Luas Kuadrat
Lapisan Lumut
0,01 - 0,1 m2
Lapisan Herba
1 - 2 m2
Semak rendah dan herba
4 m2
tinggi
Semak tinggi
16 m2
Pohon
100 m2
32
Densitas Mutlak =
33
Secara teori Burkholder dalam Barbour et. al., (1987) telah menyusun berbagai
kemungkinan interaksi diantara dua spesies tumbuh- tumbuhan. Berbagai
kemungkinan interaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Dengan menggunakan
perhitungan matematika maka akan diperoleh 81 kemungkinan interaksi, tetapi
menurut Burkholder hanya 10 dari interaksi tersebut yang secara logika dapat
diterima.
Tabel 3. Tipe-tipe Interaksi Antara Dua Spesies Tumbuh-Tumbuhan Menurut
Burkholder.
Jenis Interaksi
Netralisme
Kompetisi
ON
A
0
-
OFF
B
0
-
A
0
0
B
0
0
Mutualisme
Tanpa Nama
Protokoperasi
Komensalisme
Tanpa Nama
Amensalisme
Parasit, Predasi, Herbivori
+
+
+
+
+
0 atau +
+
+
+
+
0
0
-
34
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
35
c. Tentukan derajat kepecayaan, dalam hal ini = 0,99, dan derajat bebas
adalah 2-1 = 1
d. Model tabel contigency adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Model tabel contigency
Tumbuhan 2
Hadir
Tidak Hadir
Jumlah
Tumbuhan 1
Hadir
Tidak hadir
A
B
C
D
(a+c)
(b+d)
(a+b)
(c+d)
n =a+b+c+d
Ammophila brevugulata
Hadir
Tidak hadir
8
47
75
20
83
67
55
95
150
36
ad bc
a b c d a c b d
37
38
39
yang akan dikerja: (Cek ludwig dan Reynold, Krebs, dan satu lagi
Buku Coklat dari copy Pak Sunarto).
Interaksi spesies
Pola distribusi spesies
Quarter Method
Keanekaragaman Spesies (banyak macam keanekaragaman)
b. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat
berguna untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk
mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui
tingkatan
suksesi
atau
kestabilan
suatu
komunitas.
Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener :
dimana : H = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu jenis ke-n
N = Total jumlah individu
a. Indeks Kekayaan Jenis dari Margallef (R1)
dimana :
R1 = Indeks kekayaan Margallef
S = Jumlah jenis
N = Total jumlah individu
a. Indeks Kemerataan Jenis
Dimana :
E = Indeks kemerataan jenis
H = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 < 3.5
menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah, R1 = 3.5
5.0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R 1
tergolong tinggi jika > 5.0.
Besaran H < 1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis
tergolong rendah, H = 1.5 3.5 menunjukkan keanekaragaman
jenis tergolong sedang dan H > 3.5 menunjukkan
keanekaragaman tergolong tinggi.
Besaran E < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong
rendah, E = 0.3 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan E
> 0.6 maka kemerataaan jenis tergolong tinggi.
a. Koefisien Kesamaan Komunitas
40
Maka nilai kesamaan komunitas (IS) = ((2 x 55) / (224 + 84)) x 100%
= 35.71%.
Nilai di atas menunjukkan bahwa antara kondisi primer dan setelah
ditebang dari segi jumlah individu (kerapatan) hanya mempunyai tingkat
kesamaan sekitar 35.71% artinya setelah dilakukan penebangan terjadi
kehilangan jumlah individu sekitar 64.29%.
f. Indeks Dominasi
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan
penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada
satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan sebaliknya jika
41
Dimana :
C : Indeks dominasi
ni : Nilai penting masing-masing jenis ke-n
N : Total nilai penting dari seluruh jenis
Daftar Pustaka:
Soerianegara, I dan Andry Indrawan. 2005. Ekologi Hutan Indonesia.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Spesies Indikator
Preferansi Relung
uji t
uji regresi
Ordinasi Polar
Ordinasi non Polar
Klasifikasi dengan Analisis Kluster
42