You are on page 1of 21

REFERAT

Low Vision Aids

Pembimbing:
dr. Yusuf Wijaya, SpM

Disusun oleh:
1.

Hendra Gorbi Tito Manurung

(1061050142)

2.

Novina Dwi Putri Anggraeni

(1061050143)

3.

Isty Qomariah

(1061050144)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata


Periode 26 Januari 28 Februari 2015
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia
Jakarta

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas referat mengenai topik Low Vision Aids sebagai
salah satu tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yusuf
Wijaya, SpM yang telah membimbing penulis dalam kepaniteraan Ilmu Penyakit
Mata, serta kepada dokter-dokter asisten sebagai asisten pembimbing penulis,
khususnya dalam penyelesaian referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kami mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada dan
penulis juga menerima adanya kritik dan saran yang membangun atas isi dari
pada referat ini.
Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna bagi para pembaca. Sekian dan
terima kasih.

Penulis.

DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR ...................................................................i
2. DAFTAR ISI .................................................................................ii
3. BAB I PENDAHULUAN .............................................................1
4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................3
2.1.

Definisi .......................................................................3

2.2.

Klasifikasi ..................................................................3

2.3.

Etiologi dan Gejala ...................................................4

2.4.

Diagnosa ....................................................................4

2.5.

Tatalaksana ...............................................................8

2.6.

Low Vision Aids ......................................................10

5. KESIMPULAN ...........................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Mata merupakan panca indera manusia yang berfungsi sebagai alat


penglihatan. Dengan mata, kita dapat melihat sesuatu dan mampu melakukan
setiap jenis pekerjaan. Untuk itu, sangat diperlukan kemampuan penglihatan yang
baik agar mendapatkan hasil yang diiinginkan.1,2
Berdasarkan World Health Organization (WHO), seseorang dinyatakan
memiliki penglihatan kurang (low vision) yaitu yang mengalami gangguan fungsi
penglihatan bahkan setelah dilakukan tindakan optimal seperti pengobatan
dan/atau koreksi refraksi standar, dan memiliki ketajaman penglihatan kurang dari
20/60 hingga persepsi cahaya (light perception), atau lapangan pandang kurang
dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan
untuk melihat.3
Pasien-pasien dengan penglihatan kurang mungkin mengalami penglihatan
berkabut, penyempitan lapangan pandang, atau skotoma yang luas. Mungkin
terdapat keluhan fungsional lain seperti meningkatnya kepekaan terhadap silau
(glare sensitivity), kelainan persepsi warna, atau berkurangnya kontras. Beberapa
pasien mengalami diplopia. Keluhan yang sering diutarakan pasien adalah
bingung akibat menumpuknya bayangan-bayangan yang berbeda, yang dihasilkan
dari tiap-tiap mata.4
Semua pasien berpenglihatan kurang memiliki penglihatan yang berfungsi
hingga derajat tertentu walaupun penurunan peglihatannya mungkin bermakna.
Mereka hendaknya tidak dianggap buta, kecuali jika mereka tak lagi
mempunyai penglihatan yang berfungsi.4

Di Amerika Serikat, lebih dari 6 juta orang mengalami gangguan


penglihatan tetapi secara legal tidak diklasifikasikan buta. Lebih dari 75% pasien
yang berobat berusia 65 tahun atau lebih. Degenerasi makula terkait- usia semakin
banyak menjadi penyebab kasus-kasus tersebut. Penyebab penglihatan kurang
yang juga sering ditemukan adalah katarak berpenyulit, distrofi kornea, glaukoma,
retinopati diabetik, atrofi optik, stroke yang menimbulkan hemianopia, myopia
degeneratif, dan retinitis pigmentosa. Sekitar 9% dari populasi penglihatan-kurang
pada anak-anak disebabkan oleh kelainan mata kongenital atau trauma.4
Penatalaksanaan penglihatan kurang yang efektif dimulai segera setelah
pasien mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Rencana
penatalaksanaan harus mempertimbangkan tingkat fungsi penglihatan, tujuantujuan intervensi yang realistik, dan beragam alat yang dapat membantu. Pasien
harus menghadapi kenyataan bahwa penurunan penglihatan biasanya bersifat
progresif. Semakin cepat mereka beradaptasi dengan alat bantu penglihatan
kurang, semakin cepat mereka dapat menyesuaikan diri dengan teknik-teknik baru
untuk menggunakan penglihatan tersebut. Evaluasi penglihatan kurang tidak
boleh ditunda kecuali jika seseorang sedang berada dalam fase aktif tindakan
medis atau bedah.4
Kinerja penglihatan dapat ditingkatkan dengan menggunakan alat-alat
optis dan non-optis. Tujuan penulisan referat ini berpusat pada penilaian teknikteknik dan penjabaran alat-alat bantu yang berguna untuk pasien dengan
penglihatan kurang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Defenisi
Low vision yaitu yang mengalami gangguan fungsi penglihatan bahkan

setelah dilakukan tindakan optimal seperti pengobatan dan/atau koreksi refraksi


standar, dan memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/60 hingga persepsi
cahaya (light perception), atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari titik
fiksasi tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan untuk melihat.3
Low vision tidak sama dengan kebutaan. Tidak seperti orang yang
mengalami kebutaan, seseorang yang mengalami low vision masih dapat
mempergunakan penglihatannya. Namun, low vision biasanya mempengaruhi
kegiatan atau aktifitas sehari-hari seperti membaca dan menyetir. Seseorang
dengan low vision mungkin tidak dapat mengenali gambar pada kejauhan atau
kesulitan membedakan warna yang hampir serupa.3,4
2.2.

Klasifikasi
The International Classification of Diseases, Revisi ke-9, Clinical

Modification (ICD-9-CM) membagi low vision menjadi 5 kategori yaitu:3


-

Moderate visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat

dikoreksi yaitu kurang dari 20/60 to 20/160


Severe visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi
yaitu kurang dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter lapangan pandang

kurang lebih 20.


Profound visual impairment. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat
dikoreksi yaitu kurang dari 20/400 sampai 20/1000, atau diameter lapangan
pandang kurang lebih 10.

Near-total vision loss. Ketajaman penglihatan terbaik yang dapat dikoreksi

yaitu kurang dari sama dengan 20/1250.


Total blindness. No light perception.

2.3.

Etiologi dan Gejala


Low vision dapat diakibatkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi

mata dan sistem visual. Kelainan kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi 4
(empat) bagian besar yang dapat membantu dalam memahami kesulitan dan
keluhan pasien serta memilih dan mengimplementasikan strategi untuk
rehabilitasinya.3,4,5
Masalah-masalah low vision dapat diklasifikasikan dalam empat golongan
yaitu :3,4
-

Penglihatan sentral dan perifer yang kabur atau berkabut, yang khas akibat

kekeruhan media (kornea, lensa, corpus vitreous).


Gangguan resolusi fokus tanpa skotoma sentralis dengan ketajaman perifer

normal, khas pada oedem makula.


Skotoma sentralis, khas untuk gangguan makula degeneratif atau inflamasi

dan kelainan-kelainan nervus optikus.


Skotoma perifer, khas untuk glaukoma tahap lanjut, retinitis pigmentosa dan
gangguan retina perifer lainnya.
Adapun ciri-ciri umum penderita low vision yaitu sebagai berikut :5

1. Menulis dan membaca dalam jarak dekat.


2. Hanya dapat membaca huruf berukuran besar.
3. Memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya
yang terang.
4. Terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu.
5. Kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih pada
bagian luar.
2.4.

Diagnosa
Diagnosa pasien dengan low vision dilakukan secara komprehensif

meliputi (1) anamnesis mengenai onset keadaan mata yang dialami dan efek
penurunan penglihatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari; (2) pemeriksaan
ketajaman penglihatan terbaik setelah koreksi, lapangan pandang, sensivitas

kontras, persepsi warna (dan kepekaan terhadap silau bila hal itu berkenaan
dengan keluhan pasien); (3) evaluasi penglihatan dekat dan kemampuan
membaca.3,4
a. Anamnesis4,5
Pemeriksaan low vision dimulai dengan anamnesis yang lengkap. Pasien
harus ditanyai mengenai gambaran spesifik onset, terapi yang diberikan, dan
pengobatan saat ini. Respon pasien menunjukkan pemahaman tentang kondisi
mereka sendiri. Catat adanya sikap yang tidak realistis dan tidak masuk akal.
Apakah individu ini memahami keterbatasan dari apa yang akan dicapai
dengan rehabilitasi penglihatan kurang? Anamnesis perlu merujuk pada daftar
aktivitas sehari-hari pasien yang tidak dapat dikerjakan secara efisien, seperti:
berbelanja, menyiapkan cemilan, membedakan uang, membaca tulisan/ teks,
menulis, menekan tombol telepon, menyebrang jalan, mencari tanda taksi dan
bus, membaca label obat, membaca huruf dikompor, menyesuaikan
thermostat,

menggunakan

komputer,

membaca

petunjuk,

menonton

pertandingan olah raga.


b. Pemeriksaan4,5
Penilaian fungsi penglihatan merupakan kunci rehabilitasi low vision
dimana

menjadi

penujuk

dalam

usaha-usaha

memaksimalkan fungsi

penglihatan melalui latihan-latihan dan penggunaan alat-alat bantu.


Pemeriksaan terhadap pasien low vision berbeda dari pemeriksaan
ophthalmologi yang lazim diterapkan.
1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Merupakan uji yang pertama di dalam penilaian fungsi penglihatan.
Ketajaman penglihatan menunjukkan pengenalan gambaran yang berbeda
dengan kemampuan pengenalan benda. Aktivitas sehari-hari sering
membutuhkan

pengenalan

detil

seperti

pengenalan

wajah

dan

mengidentifikasi uang.
Untuk pemeriksaan pasien low vision, snellen chart sering tidak
memuaskan sehingga tidak dijadikan standar pengukuran tetapi dianjurkan
menggunakan The Early Treatment Retinopaty Charts (ETDRS),
colenbrander 1-m chart, Bailey-Lovie Chart, LEA chart.

Gambar 1. LEA chart


Ketajaman penglihatan yang telah terkoreksi maksimum diukur pada
jarak 4 m, 2 m atau 1 m dengan ETDRS, yang memiliki baris-baris
(masing-masing dengan lima huruf). Jarak pemeriksaan 4 m digunakan
untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/200 dan jarak
pemeriksaan 1 m untuk ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/400.
Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan-kelainan yang sangat
bervariasi sehingga tidak spesifik terhadap suatu gangguan.
2. Pemeriksaan lapangan pandang
Kisi-kisi Amsler merupakan

pemeriksaan

tradisional

untuk

mengevaluasi lapangan pandang sentral. Walaupun relatif tidak sensitive,


pemeriksaan ini justru bermanfaat untuk digunakan pada pasien
berpenglihatan kurang, terutama untuk mencari mata yang dominan. Pada
jarak periksa 33 cm, pasien terlebih dahulu harus melihat grafik secara
binokular. (Dapatkah anda melihat titik tersebut?) perhatikan adanya
pergerakan mata atau kepala. Bila titik yang dimaksud terlihat, pasien
mungkin menggunakan makulanya yang aktif atau suatu daerah eksentrik
yang bias melihat. Ini dikonfirmasi dengan suatu pergerakan mata atau
pemiringan kepala. Minta pasien untuk melaporkan adanya distorsi atau
daerah-daerah gelap yang terlihat secara binokular. Kemudian lakukan

pemeriksaan ini secara monocular dan sekali lagi minta pasien untuk
melapor bila melihat titik fiksasi di pusat dan bila terdapat distorsi atau
skotoma. Bila pemeriksaan dilakukan dengan cara ini, pasien mengerti apa
yang diharapkan dan pemeriksaan tersebut dapat menyediakan data yang
bermanfaat. Contohnya, bila suatu skotoma yang besar di mata dominan
menumpuk mata nondominan yang lebih baik, pasien mungkin perlu
menutup (melakukan oklusi) mata yang dominan. Apabila mata yang
dominan adalah mata yang lebih baik, mata tersebut akan menindih mata
dominan yang lebih buruk; koreksi binokular akan bermanfaaat bagi
pasien-pasien ini.
3. Pemeriksaan kontras
Pemeriksaan kontras lebih akurat dalam mengekspresikan tingkat
fungsional sensitivitas retina dibandingkan pemeriksaan lainnya,
termasuk pemeriksaan visus. Di antara semua uji yang tersedia untuk
sensitivitas kontras, uji MARS yang baru-baru ini dikembangkan
(dengan menggunakan huruf-huruf yang disusun di atas tiga buah
grafik berukuran 14 x 19 dalam 8 baris yang setiap barisnya terdiri atas
6 huruf) dinyatakan memenuhi syarat. Kontras masing-masing huruf
berkurang sesuai nilai konstanta 0,04 log unit, menjadikannya
pemeriksaan kontras klinis yang paling sensitif. Hasil pemeriksaan
mengidentifikasi derajat kehilangan kontras sebagai: sangat berat,
berat, sedang, dan sensitivitas kontras dewasa yang normal. Ini
merupakan metode yang cepat dan akurat untuk mengukur fungsi
penglihatan yang penting. Sensitivitas kontras merupakan suatu
kemampuan untuk memprediksi respons retina terhadap pembesaran.
Tanpa melihat ketajaman penglihatannya, apabila kontras di bawah
normal atau termasuk dalam derajat kehilangan sangat berat, pasien
akan sulit untuk merespon pembesaran optis.
4. Pemeriksaan uji identifikasi warna
Uji identifikasi warna sederhana dilakukan bila keluhan pasien
mencakup kesulitan mengenali warna.
5. Pemeriksaan Penglihatan Dekat dan Kemampuan Membaca

Setelah ditentukan ketajaman penglihatan jarak jauh, dilakukan


pengukuran ketajaman pengukuran penglihatan jarak dekat (membaca).
Terdapat perbedaan jarak standar baca. Beberapa menggunakan 33 cm dan
yang lain menggunakan 14 inchi atau 40 cm. Tetapi ukuran ini tidak dapat
digunakan untuk mengukur jarak baca pasien low vision.
Pemilihan uji baca yang tepat adalah penting. Kartu bacaan dengan
ukuran-ukuran huruf yang geometrik dan dengan pencatatan ukuran
symbol lebih disukai karena dilengkapi dengan perhitungan. Kartu yang
memenuhi standar diatas adalah The Minnesota Low Vision Reading Test
(MNReadtest),

dimana

setiap

kalimat

disesuaikan

jarak

dan

penempatannya. Colenbrander 1-m chart juga mempunyai segmen-segmen


pembacaan yang sama. Rangkaian rangkaian ini mengikuti perhitungan
dan perbandingan dari kecepatan baca ketepatan didalam hubungannya
dengan ukuran huruf.
Jenis uji baca lain adalah papper visual skills for reading test, the
Morgan Low Vision Reading Comprehension Assesment.
2.5. Tatalaksana5,6
a. Pemilihan Alat Bantu dan Instruksi Pasien
Rentang dioptri dipilih dari hasil uji ketajaman penglihatan, modifikasi sesuai
hasil pemeriksaan kisi-kisi Armsler dan pemeriksaan sensitivitas kontras. Prinsip
umum untuk menentukan daya dioptric awal adalah dengan menghitung
ketajaman penglihatan misalnya, visus 20/160 (160/20) mengisyaratkan lensa
pembuka senilai 8 dioptri. Perlu diingat bahwa ketajaman penglihatan bukanlah
suatu ukuran fungsi yang sangat sensitive. Skrotoma di dalam lapangan baca dan
sensitivitas kontras retina paramakular memiliki peranan yang lebih besar pada
kemampuan membaca cetakan yang diperbesar oleh suatu lensa optis.
Setelah rentang dioptrik disetujui, tiga katagori utama alat bantu ditampilkan
berurutan dengan kekuatan yang ditentukan. Lensa-lensa kacamata ditampilkan
dan dievaluasi pertama kali, diikuti dengan kaca pembesar genggamam, dan,
ketiga, kaca pembesar berdiri. Teleskop dan alat-alat yang didesain

dengan

komputer dan televise semakin banyak diresepkan dengan semakin canggihnya


populasi dalam menggunakan teknologi tinggi.

b. Instruksi
Bagian dari manajemen yang efektif pada pasien penglihatan kurang adalah
instruksi untuk terampil menggunakan alat. Aktivitas sehari-hari perlu mendapat
perhatian; aktivitas tersebut mungkin dapat dijalani dengan lensa untuk
penglihatan kurang, tetapi pengidapnya juga memerlukan rujukan ke suatu agensi.
Pasien menggunakan berbagai alat di bawah pengawasan seorang instruktur
terlatih sampai ia mahir. Selama masa instruksi, dilakukan pembahasan tentang
mekanika alat-alat bantu, semua pertanyaan pasien dijawab, dan tujuan pemakaian
alat tersebut diperjelas. Pasien diberi cukup waktu untuk mempelajari teknikteknik yang benar selama satu sesi atau lebih, dan mungkin dapat diberi lensa
pinjaman untuk dicoba saat bekerja atau di rumah. Pasien-pasien yang lebih tua
biasanya memerlukan lebih banyak waktu adaptasi dan dukungan dibandingkan
pasien muda atau penderita dengan gangguan penglihatan kongenital.
Dokter dan staf memperoleh manfaat dari program-program pelatihan, yakni
mempelajari bagaimana menangani pasien berpenglihatan kurang di tempat
praktik.
Instruksi merupakan kunci keberhasilan rehabilitasi penglihatan. Lebih dari
90% pasien berhasil dengan instruksi, sedangkan angka keberhasilan 50% (tak
lebih dari sekedar kebetulan)

dicapai dengan peresepan alat bantu tanpa

dilakukan pelatihan.

c. Tindak Lanjut
Dalam dua sampai tiga minggu, kemajuan pasien ditinjau, dilakukan
penyesuaian, dan peresepan dibereskan. Bila timbul masalah kecil di hari-hari
pertama, biasanya dapat diatasi melalui telepon.
2.6. Low Vision Aids 3,4,5
Terdapat lima jenis alat bantu penglihatan kurang (low vision aids) :
1. Alat bantu lensa konveks
Kacamata dan kaca pembesar genggam maupun berdiri diresepkan untuk
lebih dari 90% pasien. Berbagai tambahan memiliki kelebihan dan
kekurangan. Apabila pasien menggunakan kacamata, bahan bacaan harus
dipegang pada jarak fokus lensa, misal 10 cm untuk lensa 10-dioptri.
Semakin kuat lensanya, semakin dekat jarak bacanya sehingga cenderung

menghalangi cahaya. Keuntungan memakai kacamata adalah kedua tangan


tetap bebas untuk memegang bahan bacaan. Lampu dengan gagang yang
fleksibel dapat disesuaikan untuk menghasilkan penerangan yang seragam.
Pasien dengan kemampuan binocular dapat menggunakan kacamata
berkekuatan 4-14 dioptri dengan prisma base-in untuk membantu
konvergensi. Di atas 14 dioptri, diperlukan lensa monocular pada mata yang
lebih baik.
Kaca pembesar genggam nyaman digunakan untuk berbelanja, membaca
tombol dan label, mengenali uang, dll. Pada orangtua sering menggunakan
alat tersebut bersamaan dengan kacamata baca mereka untuk memperbesar
tulisan. Keuntungan lensa genggam adalah adanya jarak kerja yang lebih
besar antara mata dan lensa. Namun, memegang lensa mungkin tidak
menguntungkan bagi pasien dengan tangan gemetar atau kaku sendi. Kaca
pembesar tersedia mulai dari 4 sampai 68 dioptri.
Kaca pembesar berdiri adalah lensa konveks yang dipasang pada suatu
tonggak yang kaku, yang tingginya disesuaikan dengan kekuatan lensa,
misalnya lensa 10 dioptri hanya setinggi 10 cm dari halaman bacaan( gambar
1.). Karena lensa yang berdiri dapat menghalangi cahaya, lensa yang
dilengkapi dengan lampu bertenaga baterai dapat menjadi pilihan terbaik.
Perkembangan terbaru alat-alat ini adalah penggunaan suatu sumber cahaya
LED, yang memungkinkan pencahayaan yang lebih baik dan kornea dan
lensa mungkin tidak tahan terhadap cahaya silaudari alat penerang.

Gambar

2. Sistem teleskop.
Sistem teleskop adalah satu-satunya alat dapat difokuskan dari jarak yang tak
terhingga ke jarak dekat.bagi individu berpenglihatan kurang, alat yang paling
sederhana adalah teleskop monocular-genggam untuk melihat dalam waktu
singkat, khususnya melihat papan petunjuk. Bagi pasien dengan kegemaran atau
hobi tertentu, supaya praktis digunakan teleskop Galilean atau keplerian (system
prisma internal) dalam sebuah bingkai kacamata. Yang baru-baru ini
dikembangkan adalah teleskop autofocus monocular. Rentang kekuatan untuk
alat-alat genggam adalah 2-8x. Teleskop kacamata sulit digunakan dengan
kekuatan di atas 6x. kerugian yang dimilikii seluruh teleskop adalah diameter
lapangan pandang yang kecil dan dangkalnya bagian tengah lapangan
pandangnya.

Gambar 2

3. Alat-alat non-optis (adaptif)


Banyak alat-alat praktis yang meningkatkan atau menggantikan fungsi alatalat bantu. Alat-alat ini dulu disebut alat non-optis, tetapi alat adaptif mungkin
merupakan istilah yang lebih sesuai. Dalam kehidupan sehari-hari, kesulitan
membaca bukanlah satu-satunya pengalaman tak menyenangkan yang dialami
oleh individu dengan penglihatan kurang. Memasak, mengatur termustat, dan
tombol kompor, mengukur, membaca skala, memakai make up, mengatur
pencahayaan yang tepat, mengenali uang kertas dan bermain kartu hanyalah
sejumlah kecil hal yang kurang di syukuri oleh individu yang dapat melihat.
Alat-alat non-optis yang digunakan yaitu seperti huruf berukurang besar,
berbaikan pencahayaan, penyangga baca, alat penanda, alat yang dapat berbicara
(jam, pengatur waktu, dan timbangan).

Tabel 2.1. Aktivitas sehari-hari yang sangat terganggu akibat gangguan


penglihatan dan alat-alat bantu penglihatan kurang yang disarankan. 4
Aktivitas
Berbelanja
Menyiapkan

Alat Bantu Optis


Kaca pembesar genggam
Kacamata bifokus

Alat Bantu Non-optis


Cahaya, petunjuk warna
Petunjuk warna, rencana

cemilan
Makan di luar
Membedakan
uang

Kaca pembesar genggam


Kacamata bifokus, kaca
pembesar genggam

Membaca
tulisan/ teks

Kacamata berkekuatan
tinggi, kacamata bofokus,
kaca pembesar genggam,
kaca pembesar berdiri
(stand magnifier), closed
circuit television (CCTV)
Kaca pembesar genggam

Menulis

Menekan tombol Teleskop


telepon

penyimpanan yang
konsisten
Senter, lampu meja
Menyusun dompet dalam
kompartemenkompaetemen
Cahaya, teks berkontras
tinggi, teks berukuran
besar, lubang kaca (
reading slit)

Cahaya, pena berujung


besar, tinda hitam
Angka telepon berukuran
besar, catatan dengan
tulisan tangan
Tongkat, menanyakan arah

Menyemberang
jalan
Mencari tanda
taksi dan bus
Membaca label
obat
Membaca huruf
dikompor
Menyesuaikan
termostat
Menggunakan
komputer

Teleskop

Membaca
petunjuk
Menonton
pertandingan
olah raga

Kacamata

Model dengan huruf


berukuran besar
Warna kontras tinggi,
program dengan huruf
berukuran besar
Mendekati petunjuk

Teleskop

Duduk dibaris depan

Kaca pembesar genggam


Kaca pembesar genggam
Kaca pembesar genggam
Kaca pembesar genggam
Kacamata tambahan
berkekuatan sedang

Kode warna, huruf


berukuran besar
Kode warna

4. Pewarna dan Pelapisan


Banyak pasien berpenglihatan kurang mengeluhkan kurangnya kontras dan
silau (glare), yang mencegah mereka berpergian sendiri. Prinsip dasarnya adalah
mempertimbangkan efek sinar matahari pada media buram yang menimbulkan
silau dan mengingat bahwa kontras juga dipengaruhi oleh waktu, cuaca, serta
tekstur dan warna lingkungan sekeliling. Biasanya diresepkan lensa abu-abu cerah
atau agak gelap untuk mengurangi intensitas cahaya. Untuk meningkatkan kontras

dan mengurang efek berkas cahaya gelombang pendek (short-wave), disarankan


penggunaan lensa kuning atau kuning kecoklatan (amber). Perusahaan-perusahaan
seperti Corning dan NoIR mendesain dan memproduksi lensa-lensa yang
diperuntukkan secara khusus bagi pasien berpenglihatan kurang. Perlu
dipertimbangkan tambahan lapisan anti pantul bagi pasien-pasien yang cenderung
peka terhadap silau.
5. Sistem membaca elektronik
Alat-alat elektronik adalah satu-satunya peralatan yang mendukung posisi
membaca yang alami. Mesin closed circuit television (CCTV) terdiri atas sebuah
monitor televisi beresolusi tinggu dengan kamera built-in (sebagain model
memiliki camera genggam), sebuah lensa zoom, sebuah lampu aksesoris, dan
suatu landasan membaca X-Y. Pasien duduk dengan nyaman di depan layar,
mengerakkan teks maju mundur di atas landasan. Pembesaran dapat berkisar dari
1,5x sampai 45x dengan penyesuaian ukuran huruf, dan latar belakangnya dapat
diubah-ubah dari putih sampai abu-abu gelap. Beberapa model mempunyai
pilihan warna teks. Perkembangan yang terbaru meliputi sebuah kamera genggam,
Mouse-Cam, yang dapat dibawa dan dipasangkan dalam televisi manapun,
komputer dengan keluaran suara dan teks yang dapat digeser; dan optical scanner
yang dapat membaca teks dengan keras. Komputer rumah standar dapat
dimodifikasi dengan mudah agar programnya menggunakan huruf yang besar.
Kontras dan ukuran layar komputer laptop tidak memadai bagi rata-rata pasien
berpenglihatan kurang.

Gambar 3

BAB III
KESIMPULAN
World Health Organization (WHO) menyatakan seseorang memiliki
penglihatan kurang (low vision) yaitu yang mengalami gangguan fungsi
penglihatan bahkan setelah dilakukan tindakan optimal seperti pengobatan
dan/atau koreksi refraksi standar, dan memiliki ketajaman penglihatan kurang dari
20/60 hingga persepsi cahaya (light perception), atau lapangan pandang kurang
dari 10 derajat dari titik fiksasi tetapi sisa penglihatan masih dapat digunakan
untuk melihat.
Gejala awal pasien penglihatan kurang biasanya bersangkutan pada
aktivitas sehari-hari pasien yang tidak dapat dikerjakan secara efisien, seperti:
berbelanja, menyiapkan cemilan, membedakan uang, membaca tulisan/ teks,
menulis, menekan tombol telepon, menyebrang jalan, mencari tanda taksi dan bus,
membaca label obat, membaca huruf dikompor, menyesuaikan thermostat,
menggunakan komputer, membaca petunjuk, menonton pertandingan olah raga
Pasien dengan penglihatan kurang mungkin mengalami penglihatan
berkabut, penyempitan lapangan pandang, atau skotoma yang luas. Mungkin
terdapat keluhan fungsional lain seperti meningkatnya kepekaan terhadap silau
(glare sensitivity), kelainan persepsi warna, atau berkurangnya kontras. Beberapa
pasien mengalami diplopia. Keluhan yang sering diutarakan pasien adalah
bingung akibat menumpuknya bayangan-bayangan yang berbeda, yang dihasilkan
dari tiap-tiap mata
Penatalaksanaan penglihatan kurang yang efektif dimulai segera setelah
pasien mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Rencana
penatalaksanaan harus mempertimbangkan tingkat fungsi penglihatan, tujuantujuan intervensi yang realistik, dan beragam alat yang dapat membantu. Semakin
cepat mereka beradaptasi dengan alat bantu penglihatan kurang, semakin cepat
mereka dapat menyesuaikan diri dengan teknik-teknik baru untuk menggunakan
penglihatan tersebut.

Kinerja penglihatan dapat ditingkatkan dengan menggunakan alat-alat


optis dan non-optis. Terdapat lima jenis alat bantu penglihatan kurang, yaitu (1)
alat bantu lensa konveks, seperti kacamata, kaca pembesar genggam, dan kaca
pembesar berdiri; (2) sistem teleskop, dapat dipasang di kacamata atau
digenggam; (3) alat-alat non optis (adaptif), seperti huruf berukuran besar,
perbaikan pencahayaan, penyangga baca, alat penanda, alat yang dapat berbicara (
jam, pengatur waktu, dan timbangan); (4) pewarnaan dan filter, termasuk lensa
anti pantul; dan (5) sistem membaca elektronik yang mencakup mesin pembaca
closed-circuit television, optical print scanner, komputer yang mampu mencetak
tulisan dalam ukuran besar, dan komputer yang dilengkapi dengan perintah suara
untuk mengakses program.

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton A.C and Jhon E.H. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11th. Jakarta: EGC, 2007. Hal 669-680.
2. Sherwood L. Susunan Saraf Tepi: Divisi Aferen; Indera Khusus. Dalam:
Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi: 6th. Jakarta: ECG, 2011. Hal
211-230.
3. Skuta G. L., Louis B.C., Jayne S.W., et al. Vision Rehabilitation. In : Clinical
Optics section 3 Basic Clinical Science Course American Academy of
Ophthalmology. Singapore : American Academy of Ophthalmology, 2011.
Page 285-307.
4. Faye E E. Penglihatan Kurang. Dalam: Vaughan & Asbury Oftalmologi
Umum. Edisi 17th. Jakarta: EGC, 2009. Hal 407-415.
5. Monteiro M.M, Rita De Casia IM, Keila MM, et al. Optical and nonoptical

aids for reading and writing in individuals with acquired low vision. Arq Bras
Oftalmol. 2014; 77(2): 91-4.

You might also like