Professional Documents
Culture Documents
Teori Perkembangan Menurut Ericcson1
Teori Perkembangan Menurut Ericcson1
MATA KULIAH
OLEH
MUHADIS MAHAMERU (8146132050)
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Sri Milfayetty, M.S.Kon
1. Kasus I
A. Landasan Teori
Perkembangan perilaku berdasarkan teori Erikson :
Eric Erikson mengembangkan teori psikososial sebagai pengembangan teori
psikoanalisis dari Freud. Di dalam teori psikososial disebutkan bahwa tahap
perkembangan individu selama siklus hidupnya, dibentuk oleh pengaruh sosial yang
berinteraksi dengan individu yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Secara
umum inti dari teorinya adalah :
1. Perkembangan emosional sejajar dengan pertumbuhan fisik.
2. Adanya interaksi antara pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis.
3. Adanya keteraturan yang sama antara pertumbuhan fisik dan perkembangan
psikologis.
4. Dalam menuju kedewasaan, perkembangan psikologis, biologis, dan sosial akan
menyatu.
5. Pada setiap saat anak adalah gabungan dari organisme, ego, dan makhluk sosial.
6. Perkembangan manusia dari sejak lahir hingga akhir hayat dibagi dalam 8 fase,
dengan tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada setiap fase.
Prinsip prinsip pertumbuhan dan perkembangan :
1. Tumbang manusia akna berjalan sesuai dengan yang diprediksikan, berkelanjutan dan
berurutan.
2. Tumbang neuromuskular mengikuti / sesuai dengan pola cephalo-caudal atau
proximodistal
3. Setiap perkembangan terkini adalah diyakini sebagai tanda telah selesainya tugas
perkembangan yang sebelumnya, dan sebagai dasar untuk mengembangankan
keahlian baru.
4. Tumbang mungkin untuk sementara akan gagal atau menurun selama periode kritis.
5. Pola tumbang setiap individu berbeda tergantung genetik. Lingkungan yang
mempengaruhi selama masa kritis
Teori perkembangan yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori
yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Erik erikson menyimpulkan bahwa
perkembangan anak itu mengalami delapan tahap dan setiap tahapnya menawarkan
potensi kemajuan dan potensi kemunduran ( Human Development;1978).
Teori Erikson dikatakan juga sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena
didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif
dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu
aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya
perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan
yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam
mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat
memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah
lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari
mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern
seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus
atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa,
maupun lansia.
Delapan tahap/fase perkembangan menurut Erikson memiliki ciri utama setiap
tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang
berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap
perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust-mistrust. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya.
Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak
akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku
oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang
asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan
sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan
autonomy-shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa
berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri
tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu
dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari
orang tuanya.
3. Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiativeguilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapankecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena
kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk
sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
4. Kerajinan vs Inferioritas
Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry-inferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat
aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan
berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasanketerbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi
kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat
menyebabkan anak merasa rendah diri.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa
puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai
adanya kecenderungan identity-Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki
oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence)
ditandai adanya kecenderungan ego integrity-despair. Pada masa ini individu telah
memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah
menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh
usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau
tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan
untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus
berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan
dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.
B. Jawaban Soal
Jadi perkembangan perilaku psikososial siswa di SMA termasuk dalam kategori
perkembangan Identitas vs Kekacauan Identitas; hal ini merupakan tahap adolesen
(remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun.
Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity-Identity Confusion.
Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapankecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan
identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan
identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga
tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan.
Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa
setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok
sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh
terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
2. Kasus II
A. Landasan Teori
1) Teori Kognitif Piaget; pada perkembangan siswa SMP.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang
berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1. Periode sensorimotorik (usia 02 tahun)
2. Periode praoperasional (usia 27 tahun)
secara
fisiologis,
kognitif,
penalaran
moral,
perkembangan
Dorongan
untuk
mengatahui
dan
berbuat
terhadap
3. Kasus III
A. Landasan Teori
1) Identitas diffusion. Orang tipe ini, yaitu orang yang mengalami kebingungan
dalam mencapai identitas. Ia tidak memiliki krisis dan juga tidak memiliki tekad
untuk menyelesaikannya. Ciri seseorang yang memiliki identitas ini adalah :
tidak mempunyai pilihan-pilihan yang dipertimbangkan secara serius, tidak
mempunyai komitmen, tidak yakin pada dirinya sendiri, cenderung menyendiri,
orang tua tidak mendiskusikan mengenai masa depan dengannya, mereka sering
bicara semua terserah mereka, beberapa dari mereka tidak mempunyai tujuan
hidup, cenderung tidak bahagia, sering menyendiri karena kurangnya pergaulan.
2) Identitas foreclosure; identitas ini ditandai dengan tidak adanya suatu krisis,
tetapi ia memiliki komitmen atau tekad. Sehingga individu seringkali beranganangan tentang apa yang ingin dicapai dalam hidupnya, tetapi seringkali tidak
sesuai dengan kenyataan yang dihadapinya. Akibatnya, ketika individu
dihadapkan pada masalah realitas, tidak mampu menghadapi dengan baik.
Bahkan kadang-kadang melakukan mekanisme pertahanan diri seperti ;
rasionalisasi, regresi pembentukan reaksi dan sebagainya. (Dariyo, 2004 : 84).
Ciri seseorang yang memiliki identitas ini : komitmennya dibuat setelah
menerima saran dari orang lain, keputusan dibuat tidak sebagai hasil dari krisis,
yang akan melibatkan pertanyaan dan eksplorasi pilihan-pilihan yang mungkin,
berpikiran kaku, bahagia, yakin pada diri sendiri, bahkan mungkin puas dengan
diri sendiri, menjadi dogmatis ketika opininya dipertanyakan, hubungan keluarga
dekat, patuh, cenderung mengikuti pemimpin yang kuat, tidak mudah menerima
perselisihan pendapat.
3) Identitas moratorium ; identitas ini ditandai dengan adanya krisis, tetapi ia tidak
memiliki kemauan kuat (tekad) untuk menyelesaikan masalah krisis tersebut.
Ciri seseorang yang memiliki identitas moratorium adalah : dalam keadaan
krisis, ragu-ragu dalam membuat keputusan, banyak bicara, percaya diri, tetapi
juga mudah cemas dan takut, pada akhirnya mungkin akan keluar dari krisis
dengan kemampuannya membuat komitmen.
4) Identitas achievement ; seorang individu dikatakan telah memiliki identitas, jika
dirinya telah mengalami krisis dan ia dengan penuh tekad mampu
menghadapinya dengan baik. Justru dengan adanya krisis akan mendorong
dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya mampu menyelesaikannya dengan
baik. Walaupun kenyataannya ia harus mengalami kegagalan, tetapi bukanlah
akhir dari upaya untuk mewujudkan potensi dirinya. Ciri orang yang memiliki
identitas ini : mampu membuat pilihan dan komitmen yang kuat, pilihan dibuat
sebagai hasil proses periode krisis dan pencurahan banyak pikiran serta
perjuangan emosi, orang tua mendorongnya untuk membuat keputusannya
sendiri, orang tua mendengarkan ide-idenya dan memberi opini tanpa tekanan,
flexible strength, banyak berpikir, tetapi tidak terlalu mawas diri, mempunyai
rasa humor, dapat bertahan dengan baik dibawah tekanan, mampu menjalin
hubungan yang intim, dapat bertahan meskipun membuka diri pada ide baru,
lebih matang dan lebih kompeten dalam berhubungan daripada mereka dari tiga
kategori status identitas lainnya.
B. Jawaban Soal
Seorang
guru
haruslah
memahami
setiap
taraf
identitas
agar
dapat
4. Kasus IV
A. Landasan Teori
1) Teori Kognitif Piaget; pada perkembangan siswa SD termasuk dalam tahap
Tahapan Operasional Konkrit. Tahapan ini adalah muncul antara usia enam
sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
B. Jawaban Soal
Untuk mengatasi gap atau jarak antara perkembangan psikologis guru dengan
siswa Sekolah Dasar yaitu dengan cara guru harus lebih memahami perkembangan
kognitif, afektik dan psikomotorik siswa Sekolah Dasar tersebut sehingga dapat
menerapkan treatmen-treatmen yang tepat dalam proses pembelajaran berdasarkan
perkembangan psikologis pada tahap siswa Sekolah Dasar.