You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kakao adalah salah satu komoditas yang menjanjikan dalam dunia industri. Kebutuhan dunia
akan kakao sangatlah banyak. Indonesia yang termasuk ke dalam negara ASEAN masuk sebagai
pengekspor terbanyak ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Pertumbuhan produksi kakao di
Indonesia mencapai 6% setiap tahunnya,menyamai produksi kakao di Ghana.
Pasar kakao dunia secara umum dapat dibagi atas dua segmen berdasarkan mutu bijinya,
yaitu segmen pasar untuk biji kakao bermutu tinggi yang dicirikan oleh biji fermentasi
sempurna atau Well Fermented CocoaBeans (WFCB) dan segmen pasar untuk biji kakao dengan
mutu fisik yang cukup baik tetapi tidak difermentasi atauFair Average Quality (FAQ). Standar mutu
untuk kategori WFCB sangat ketat, tetapi permintaan pasar dunia sangat besar, yaitu sekitar 2,4 juta
ton per tahun atau sekitar 80% dari total produksi kakao dunia. Sebaliknya, biji kakao kategori FAQ
tidak terlalu ketat memperhatikan mutu biji dan permintaan dunia untuk kakao kategori ini relatif
kecil yaitu sekitar 600.000 ton per tahun atau sekitar 20% dari total produksi dunia. Kakao Indonesia
hanya mampu bersaing pada pasar WFCB sekitar 2% dari total ekspor.
Indonesia kurang mampu bersaing pada WFCB karena sebagian besar produksi kakao
Indonesia masih belum melakukan

penanganan

pascapanen

dengan

baik,

terutama

belum

dilaksanakannya proses fermentasi biji. Hingga sekarang, ekspor kakao dari negara-negara penghasil
kakao sebagian besar masih dalam bentuk biji. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah dari proses
pengolahan biji kakao masih dinikmati oleh negara-negara pengimpor seperti Eropa, Amerika Serikat,
Malaysia, dan Australia. Negara-negara produsen biji kakao seperti Indonesia telah sadar akan
pentingnya melakukan pengolahan untuk menciptakan nilai tambah. Akan tetapi,

negara-negara

penghasil kakao belum sepenuhnya dapat melakukan pengolahan menjadi produk-produk setengah
jadi atau produk jadi.
1.2 Rumusan Masalah
- 1.2.1 Bagaimana menambah nilai dari komoditas olahan kakao?
- 1.2.2 Apa kendala yang dihadapi Indonesia dalam penambahan nilai mutu kakao?

1.3 Tujuan
- 1.3.1 Meningkatkan mutu dan kuantitas hasil olahan komoditas kakao.
- 1.3.2 Mengetahui kendala yang dihadapi Indonesia dalam penambahan nilai mutu kakao.
BAB II
PEMBAHASAN
1

2.1 Produksi Pengolahan Kakao


Kakao diproduksi oleh lebih dari lima puluh negara di kawasan tropis. Indonesia termasuk
ke dalam salah satu dari lima negara penghasil kakao terbesar di dunia bersama dengan Pantai Gading,
Ghana, Nigeria, dan Brazil. Empat dari lima negara tersebut konstan dalam produksi, kecuali Ghana
yang naik drastis hingga 100% sejak tahun 2003. Tahun 2002, Indonesia menempati posisi kedua
sebagai produsen kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading, namun tergeser oleh Ghana pada
tahun 2003. Salah satu penyebab tergesernya posisi Indonesia ke bawah adalah serangan hama
pengerek buah kakao.Selain itu, mutu produk kakao yang masih rendah akibat dari pengembangan
produk hilir yang belum maksimaldisebabkan oleh benih yang kurang berkualitas.
Menurut Balitbang Pertanian Departemen Pertanian (2005), pada tahun 2002, perkebunan
kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar sembilan ratus ribu
kepala keluarga petani yang mayoritas di Daerah Indonesia Timur serta memberikan sumbangan
devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US$
701 juta meskipun sempat menurun pada tahun 2005 (US$ 664,35 juta) karena fluktuasi rupiah
terhadap dolar serta diterapkannya peraturan WTO yang memberikan hak kepada negara importir
untuk mengklaim mutu kakao yang diimpor.
Kakao Indonesia dikelola oleh tiga sektor, yakni perkebunan rakyat, perkebunan besar
negara, dan perkebunan besar swasta. Luas lahan perkebunan rakyat meningkat pesat sejak awal kakao
dikenal di Indonesia. Perkebunan rakyat hanya menerapkan treatment ala kadarnya,tidak adanya
kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah, dan tidak diolah secara baik (tidak difermentasi),
sehinggakakao Indonesia bermutu lebih rendah dari negara lain. Biji kakao Indonesia ketika sudah
terfermentasi akan memiliki kualitas dan cita rasa yang tinggi, setara dengan kakao Ghana.
Kelebihannya, kakao Indonesia tidak mudah meleleh, sehingga cocok untuk blending. Peluang yang
terbuka luas untuk menambah devisa negara.
Tabel 1 Perkembangan konsumsi biji kakao dunia (ribu ton)
Eropa
Jerman
Belanda
Lainnya
Afrika
Pantai Gading
Lainnya
Amerika
Brazil
USA
Lainnya
Asia&Oceania
Indonesia

2001/02
1282
195
418
669
421
290
131
767
173
403
192
416
105

(%)
44,4

14,6
26,6

14,4

2002/03
1320
193
450
677
447
315
131
814
196
410
208
499
115

(%)
42,9

14,5
26,4

16,2

2003/04
1346
225
445
676
446
335
131
852
207
410
235
575
120

(%)
41,6

14,4
26,3

17,7

2004/05
1375
235
460
680
493
364
130
853
209
419
225
622
115

(%)
41,4

14,8
25,5

18,6

2005/06
1462
302
470
690
507
360
147
856
223
426
207
651
120.
2

(%)
42,1

14,6
24,6

18,7

Malaysia
105
150
203
250
Lainnya
206
234
252
257
Total dunia
2885
3079
3228
3343
Sumber: Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur (2009)

250
281
3476

Tabel 2 Perkembangan produksi biji kakao dunia (ribu ton)


2001/02 (%)
2002/03 (%) 2003/04 (%)
2004/05 (%)
Afrika
1952
68,1 2231
70,4 2250
72,1 2379
70,3
Kamerun
131
160
162
184
Pantai Gading
1265
1352
1407
1286
Ghana
341
497
737
599
Nigeria
185
173
180
200
Lainnya
31
50
64
110
Amerika
377
13,2 428
13,5 462
13,1 443
13,1
Brazil
124
163
163
171
Ecuador
81
86
117
116
Lainnya
173
179
182
157
Asia&Oceania
538
18,7 510
16,1 525
14,8 560
16,6
Indonesia
455
410
430
460
Malaysia
25
36
34
29
Papua
New 38
43
39
48
Guinea
Lainnya
19
21
22
23
Total dunia
2867
3169
3537
3382
Sumber: Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur (2009)

2005/06
2577
168
1387
741
170
112
447
162
115
170
568
470
30
46
20
3592

Tabel 1 menjelaskan fluktuasi banyaknya konsumsi kakao di dunia. Konsumsi kakao Belanda,
Pantai Gading, dan Amerika yang cenderung meningkat tiap tahunnya merupakan pasar yang bagus
untuk Indonesia sebagai salah satu produsen kakao terkemuka di dunia (seperti pada Tabel 2). Tabel 2
menjelaskan produksi kakao dalam satuan ribu ton di berbagai belahan dunia (wilayah Afrika,
Amerika, dan Asia dan Oceania) yang berada di wilayah tropis beberapa tahun terakhir. Terlihat bahwa
Indonesia sangat berpotensial untuk meningkatkan produksi. Namun permasalahan teknologi, modal,
kebijakan pemerintah, dan SDM selama ini menjadi penghambat sektor agroindustri (penambahan
nilai mutu) kakao tersendat.

2.2 Teknologi Pengolahan Kakao


Pengolahan kakao untuk menjadi aneka produk cokelat memiliki tiga tahap. Tahap primer
adalah pascapanen yang menghasilkan biji kakao kering yang terfermentasi. Tahap sekunder adalah
pengolahan antara atau intermediate yang menghasilkan pasta, lemak, dan bubuk coklat. Tahap tersier
adalah pengolahan produk hilir cokelat berupa aneka produk makanan, minuman, komestika,dan lainlain. Pembentukan kakao menjadi cokelat untuk dikonsumsi secara langsung biasanya dibentuk mulai
dari cokelat compound atau cokelat couverture. Perbedaan dari kedua cokelat tersebut adalah cokelat
compound menggunakan lemak yang tidak berasal dari lemak kakao, sedangkan cokelat couverture
menggunakan lemak kakao asli yang membutuhkan proses tempering.
3

(%)
71,8

12,4

15,8

Saat ini, pengolahan biji kakao memerlukan teknologi untuk menghasilkan aneka produk
cokelat. Teknologi pada intinya memiliki arti suatu aplikasi yang berbasis sains. Teknologi diciptakan
dengan maksud mempermudah kegiatan manusia dalam berbagai hal, salah satunya dalam pengolahan
biji kakao. Contohnya dalam proses pembentukan cokelat diperlukan alat ball mill yang dilengkapi
dengan pemanas, pompa sirkulasi, dan motor pengaduk. Alat ini berfungsi untuk mencampur dan
menghaluskan adonan. Penggunaan alat ini dapat mengefisiensikan waktu dalam pengolahan kakao.
Selain itu, diperlukan juga alat grindometer yang berfungsi menentukan tingkat kehalusan campuran
cokelat. Alat ini biasanya digunakan untuk pembuatan cokelat compound. Teknologi yang tidak kalah
penting dalam pengolahan biji kakao adalah teknologi fermentasi. Teknologi fermentasi diperlukan
dalam membentuk cita rasa cokelat, mengurangi rasa pahit dan sepat yang terdapat dalam biji kakao,
melepaskan pulp dari keeping biji, dan mempermudah terlepasnya kulit buji dari keping biji pada
proses pengeringan atau penyangraian biji kakao.
Proses pembuatan cokelat couverture diperlukan suatu proses yang bernama proses tempering.
Proses ini diperlukan karena pada cokelat couverture lemak yang digunakan adalah lemak kakao,
sehingga proses tempering digunakan untuk mendapatkan kristal beta yang stabil untuk
mempertahankan kilap (gloss) yang tepat dan snap lapisan yang baik. Proses tempering intinya proses
penyimpanan adonan pada kondisi suhu ruang tertentu dan waktu tertentu.
Pada tahap sekunder, ada beberapa tahap yang harus dilakukan, seperti penyangraian,
pemisahan kulit biji, pemastaan, dan pengempaan. Pada pemisahan kulit biji, biji kakao yang telah
disangrai dan telah melalui proses tempering dimasukkan kedalam mesin pemecah kulit. Mesin
berfungsi untuk memisahkan kulit biji kakao menjadi nib sekaligus memperkecil ukuran kakao
tersebut. Lalu pada proses pengempaan, biji kakao dimasukkan kedalam suatu mesin yang
dimaksudkan untuk memisahkan lemak kakao pada pasta kasar yang telah dihasilkan. Output yang
akan dihasilkan adalah berupa lemak dan bungkil kakao.

2.3 Diversifikasi Produk Kakao


Buah Kakao merupakan buah yang dapat dimanfaatkan menjadi beberapa produk. Produkproduk berbahan dasar kakao dikelompokkan menjadi tiga kelompok industri. Industri tersebut adalah
industri hulu, antara, dan hilir. Industri hulu terdiri atas buah coklat (kakao), biji cokelat, dan liquor
(mass). Industri antara terdiri atas cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter dan cocoa powder,
sedangkan industri hilir terdiri atas makanan atau minuman yang berbasis cokelat.
Ekstraksi buah kakao dilakukan dengan berbagai macam proses. Proses-proses tersebut antara
lain fermentasi, pengeringan, penyangraian, penggilingan, pengempaan, dan alkalisasi. Hasil dari
masing-masing

proses

satu

dan

lainnya

akan

berbeda.

Hasil-hasil

tersebut

merupakan

pengelompokkan hulu, antara, dan hilir. Setelah mengalami proses-proses tersebut, turunan produk
kakao akan mengalami pengolahan sesuai kebutuhan.
4

Buah kakao pada industri hulu dimanfaatkan bijinya, sedangkan buah tanpa biji dapat
dijadikan pakan ternak setelah mengalami proses fermentasi. Biji kakao dimanfaatkan menjadi cocoa
cake (kokoa batang) dan cocoa fat (lemak kakao). Proses lebih lanjut pada cocoa cake dapat
menghasilkan produk turunannya yakni pasta kakao, bubuk kakao, konsentrat kakao, perasa kakao dan
lecithin. Produk turunan bubuk cokelat dan pasta cokelat yang sering kita konsumsi, antara lain
cokelat batang, pelapis permen, selai cokelat, meces cokelat, cokelat bubuk seduh, dan campuran susu.
Konsentrat cokelat digunakan antara lain sebagai campuran obat dan kosmetika.
Cacao fat dapat diproses lebih lanjut menjadi cocoa butter, vitamin D, asam lemak, dan oleo
chemical. Lemak kakao juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran makanan yang layaknya
dikonsumsi seperti brownies, es krim, dan cokelat batang. Produk olahan berbahan dasar kakao kini
juga dibutuhkan dalam industri kimia dan farmasi, misalnyaoleo chemical, asam lemak, dan vitamin
D. Kulit dan ampas kokoa pun dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, alkohol, jeli, plastic filler, bahkan
bahan bakar. Cacao yang memiliki diversifikasi produk yang sangat luas, tidak menutup kemungkinan
untuk dikembangkan serta digali potensi pemanfaatannya.

2.4 Ekspor Produk Kakao


Sebagian besar cokelat hasil dari produksi Indonesia dimanfaatkan sebagai bahan campuran
di negara-negara industri cokelat. Tujuan ekspor cokelat Indonesia, seperti Singapura, Malaysia,
Belanda, dan Amerika. Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa Malaysia merupakan tujuan ekspor terbesar
cokelat Indonesia dengan jumlah ekspor yang melebihi ratusan juta kg setiap tahunnya, sementara
Belanda termasuk negara yang paling sedikit mengimpor cokelat dari Indonesia. Kebutuhan cokelat
yang melimpah dari Malaysia disebabkan adanya permintaan yang besar dari industri Malaysia.
Kebutuhan ekspor yang tinggi membuat dilema bagi para industri domestik yang kekurangan bahan
baku dasar pembuatan cokelat.
Tabel 3 Perkembangan Ekspor Cokelat Indonesia Tahun 2002-2007 (Kg)
Negara
Amerika

Tahun
2002
117.287.372

2003
60.850.717

Malaysia

759.352.56

132.268.544 125.384.405 130.093.045 190.209.041 183.172.144

Singapura

37.639.411

33.146.876

34.570.187

40.393.172

43.976.494

43.683.484

Belanda

25.431.625

100.000

725.661

1.871.841

2.943.416

668.315

2004
84.006.954

2005
2006
2007
107.630.513 131.738.530 53.224.395

Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia: Cokelat, 1999-2002 (Ditjen Bina Produksi Perkebunan)
Ditinjau dari perkembangan nilai ekspor cokelat Indonesia, berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
peningkatan nilai ekspor untuk semua jenis cokelat. Jenis biji cokelat utuh atau biji cokelat pecah dan
bahan baku atau yang digongseng mempunyai nilai ekspor yang paling besar. Jenis kulit ari, kulit
terkelupas, dan sisa cokelat menempati urutan paling bawah dari jenis cokelat yang diekspor. Nilai
5

ekspor cokelat terbesar terjadi pada tahun 2005 dengan barang ekspor margarin, sementara nilai
ekspor cokelat terendah terjadi pada tahun 2003 dengan barang ekspor kulit ari, kulit terkelupas, dan
sisa cokelat.
Kebijaksanaan pemerintah untuk pajak ekspor biji cokelat pada tahun 2010 menjadikan ekspor
cokelat sedikit mengalami permasalahan karena kenaikan harga pada akhirnya tidak dinikmati oleh
pekebun. Pajak ekspor sebesar 10% pada kenyataanya dibebankan kepada pekebun sehingga menurunkan minat untuk meningkatan produksi melalui pemeliharaan kebun (Siregar 2010)
Tabel 4 Nilai Ekspor Cokelat Indonesia 2001-2006 (dalam US $)
Deskripsi

Tahun
2001
305.416.868

Biji cokelat utuh atau


biji cokelat pecah dan
bahan baku atau yang
digongseng
Kulit
ari,
kulit 4.256.758
terkelupas, dan sisa
cokelat
Pasta
933.366
Margarin

61.153.324

2002
581.389.679

2003
463.300.611

2004
413.964.503

2005
506.380.534

2006
676.841.385

583.730

217.996

380.409

451.202

1.354.725

15.277.984

13.682.594

9.716.380

10.816.823

12.144.319

89.648.810

121.185.883

108.690.368

1.44.494.993

179.133.440

56.768.189

45.869.616

30.913.198

28.230.712

34.461.008

20.503.035

16.350.389

17.702.057

Tepung cokelat tanpa 20.505.201


45.213.135
campuran
Cokelat dan pangan 28.620.489
35.536.024
lain yang mengandung
cokelat
Sumber : Departemen Perindustrian (2007)

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Kakao termasuk sebagai komoditas yang sangat diunggulkan oleh negara Indonesia untuk
menambah devisa negara. Permintaan banyak kakao dari negara luar memberi penguatan bahwa
agribisnis cokelat sesungguhnya sangat potensial bagi Indonesia. Untuk mencukupi permintaan pasar
tersebut, negara membutukan teknologi yang memadai supaya kulitas serta kuantitas yang diharapkan
konsumen terpenuhi.Teknologi dibutuhkan untuk mempermudah dan mempercepat produksi kakao.
Teknologi dalam pengolahan kakao dibagi menjadi tahap primer, tahap sekunder, dan tahap tersier.
Kakao Indonesia kurang bersaing di kancah dunia. Banyak penyebab yang menyebabkan demikian,
seperti terserang hama, faktor teknologi, modal, SDM, dan lain-lain.

3.2 Saran
Untuk mencukupi permintaan pasar, pemerintah seharusnya lebih bijak dalam mengeluarkan
produksi kakaonya. Kebijakan disini ditujukan untuk menyeimbangkan antara permintaan kakao
domestik dan mancanegara. Jika pemerintah lebih memprioritaskan kebutuhan industri luar negeri,
industri dalam negeri akan kesulitan dalam mencukupi kebutuhan produksi coklatnya, sehingga
produk olahan negara sendiri akan kalah bersaing dengan produk olahan dari luar lain.
Pemerintah juga diharapkan untuk memberikan kebijakan yang tepat bagi para pekebun
kakao. Pemberian pajak yang kurang menguntungkan bagi pekebun akan membuat minat pekebun
untuk menanam kakao menjadi menurun, sehingga kuantitas dan kualitas yang seharusnya bisa
ditingkatkan akan mengalami kemerosotan.

DAFTAR PUSTAKA
[Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian]. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Kakao. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian, Jakarta (ID).
_______. 2013. Agroinovasi Edisi 20-26 Maret 2013 No. 3499 Tahun XLIII. Jakarta (ID).
7

[Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur]. 2009. Prospek
Menggiurkan Investasi Budidaya Kakao. Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah
Provinsi Kalimantan Timur (ID).
[Direktorat Jendral Industri Agro Kementrian Perindustrian].2010.Roadmap Pengembangan Industri
Kakao.Direktorat Jendral Industri Agro Kementrian Perindustrian[Internet].[diunduh 22 Mei
2014 17.39].Tersedia pada:
http://agro.kemenperin. go.id/e-klaster/file/roadmap/KIKSULSEL_1.pdf.
Prawoto A A, Wibawa A, Santoso A B, Dradjat B, Sulistyawati E, Satyoso H U, Baon J B, Slamet U S,
Dibyorachmanto K, Misnawi, et.al.2008.Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis
dari Hulu Hingga Hilir.Wahyudi T, Panggabean T R, Pujiyanto,editorJakarta(ID):Penebar
Swadaya.
Siregar T H S, Riyadi S, Nuraeni L. 2010. Budi Daya Coklat. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

You might also like