Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
penanganan
pascapanen
dengan
baik,
terutama
belum
dilaksanakannya proses fermentasi biji. Hingga sekarang, ekspor kakao dari negara-negara penghasil
kakao sebagian besar masih dalam bentuk biji. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah dari proses
pengolahan biji kakao masih dinikmati oleh negara-negara pengimpor seperti Eropa, Amerika Serikat,
Malaysia, dan Australia. Negara-negara produsen biji kakao seperti Indonesia telah sadar akan
pentingnya melakukan pengolahan untuk menciptakan nilai tambah. Akan tetapi,
negara-negara
penghasil kakao belum sepenuhnya dapat melakukan pengolahan menjadi produk-produk setengah
jadi atau produk jadi.
1.2 Rumusan Masalah
- 1.2.1 Bagaimana menambah nilai dari komoditas olahan kakao?
- 1.2.2 Apa kendala yang dihadapi Indonesia dalam penambahan nilai mutu kakao?
1.3 Tujuan
- 1.3.1 Meningkatkan mutu dan kuantitas hasil olahan komoditas kakao.
- 1.3.2 Mengetahui kendala yang dihadapi Indonesia dalam penambahan nilai mutu kakao.
BAB II
PEMBAHASAN
1
2001/02
1282
195
418
669
421
290
131
767
173
403
192
416
105
(%)
44,4
14,6
26,6
14,4
2002/03
1320
193
450
677
447
315
131
814
196
410
208
499
115
(%)
42,9
14,5
26,4
16,2
2003/04
1346
225
445
676
446
335
131
852
207
410
235
575
120
(%)
41,6
14,4
26,3
17,7
2004/05
1375
235
460
680
493
364
130
853
209
419
225
622
115
(%)
41,4
14,8
25,5
18,6
2005/06
1462
302
470
690
507
360
147
856
223
426
207
651
120.
2
(%)
42,1
14,6
24,6
18,7
Malaysia
105
150
203
250
Lainnya
206
234
252
257
Total dunia
2885
3079
3228
3343
Sumber: Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur (2009)
250
281
3476
2005/06
2577
168
1387
741
170
112
447
162
115
170
568
470
30
46
20
3592
Tabel 1 menjelaskan fluktuasi banyaknya konsumsi kakao di dunia. Konsumsi kakao Belanda,
Pantai Gading, dan Amerika yang cenderung meningkat tiap tahunnya merupakan pasar yang bagus
untuk Indonesia sebagai salah satu produsen kakao terkemuka di dunia (seperti pada Tabel 2). Tabel 2
menjelaskan produksi kakao dalam satuan ribu ton di berbagai belahan dunia (wilayah Afrika,
Amerika, dan Asia dan Oceania) yang berada di wilayah tropis beberapa tahun terakhir. Terlihat bahwa
Indonesia sangat berpotensial untuk meningkatkan produksi. Namun permasalahan teknologi, modal,
kebijakan pemerintah, dan SDM selama ini menjadi penghambat sektor agroindustri (penambahan
nilai mutu) kakao tersendat.
(%)
71,8
12,4
15,8
Saat ini, pengolahan biji kakao memerlukan teknologi untuk menghasilkan aneka produk
cokelat. Teknologi pada intinya memiliki arti suatu aplikasi yang berbasis sains. Teknologi diciptakan
dengan maksud mempermudah kegiatan manusia dalam berbagai hal, salah satunya dalam pengolahan
biji kakao. Contohnya dalam proses pembentukan cokelat diperlukan alat ball mill yang dilengkapi
dengan pemanas, pompa sirkulasi, dan motor pengaduk. Alat ini berfungsi untuk mencampur dan
menghaluskan adonan. Penggunaan alat ini dapat mengefisiensikan waktu dalam pengolahan kakao.
Selain itu, diperlukan juga alat grindometer yang berfungsi menentukan tingkat kehalusan campuran
cokelat. Alat ini biasanya digunakan untuk pembuatan cokelat compound. Teknologi yang tidak kalah
penting dalam pengolahan biji kakao adalah teknologi fermentasi. Teknologi fermentasi diperlukan
dalam membentuk cita rasa cokelat, mengurangi rasa pahit dan sepat yang terdapat dalam biji kakao,
melepaskan pulp dari keeping biji, dan mempermudah terlepasnya kulit buji dari keping biji pada
proses pengeringan atau penyangraian biji kakao.
Proses pembuatan cokelat couverture diperlukan suatu proses yang bernama proses tempering.
Proses ini diperlukan karena pada cokelat couverture lemak yang digunakan adalah lemak kakao,
sehingga proses tempering digunakan untuk mendapatkan kristal beta yang stabil untuk
mempertahankan kilap (gloss) yang tepat dan snap lapisan yang baik. Proses tempering intinya proses
penyimpanan adonan pada kondisi suhu ruang tertentu dan waktu tertentu.
Pada tahap sekunder, ada beberapa tahap yang harus dilakukan, seperti penyangraian,
pemisahan kulit biji, pemastaan, dan pengempaan. Pada pemisahan kulit biji, biji kakao yang telah
disangrai dan telah melalui proses tempering dimasukkan kedalam mesin pemecah kulit. Mesin
berfungsi untuk memisahkan kulit biji kakao menjadi nib sekaligus memperkecil ukuran kakao
tersebut. Lalu pada proses pengempaan, biji kakao dimasukkan kedalam suatu mesin yang
dimaksudkan untuk memisahkan lemak kakao pada pasta kasar yang telah dihasilkan. Output yang
akan dihasilkan adalah berupa lemak dan bungkil kakao.
proses
satu
dan
lainnya
akan
berbeda.
Hasil-hasil
tersebut
merupakan
pengelompokkan hulu, antara, dan hilir. Setelah mengalami proses-proses tersebut, turunan produk
kakao akan mengalami pengolahan sesuai kebutuhan.
4
Buah kakao pada industri hulu dimanfaatkan bijinya, sedangkan buah tanpa biji dapat
dijadikan pakan ternak setelah mengalami proses fermentasi. Biji kakao dimanfaatkan menjadi cocoa
cake (kokoa batang) dan cocoa fat (lemak kakao). Proses lebih lanjut pada cocoa cake dapat
menghasilkan produk turunannya yakni pasta kakao, bubuk kakao, konsentrat kakao, perasa kakao dan
lecithin. Produk turunan bubuk cokelat dan pasta cokelat yang sering kita konsumsi, antara lain
cokelat batang, pelapis permen, selai cokelat, meces cokelat, cokelat bubuk seduh, dan campuran susu.
Konsentrat cokelat digunakan antara lain sebagai campuran obat dan kosmetika.
Cacao fat dapat diproses lebih lanjut menjadi cocoa butter, vitamin D, asam lemak, dan oleo
chemical. Lemak kakao juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran makanan yang layaknya
dikonsumsi seperti brownies, es krim, dan cokelat batang. Produk olahan berbahan dasar kakao kini
juga dibutuhkan dalam industri kimia dan farmasi, misalnyaoleo chemical, asam lemak, dan vitamin
D. Kulit dan ampas kokoa pun dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, alkohol, jeli, plastic filler, bahkan
bahan bakar. Cacao yang memiliki diversifikasi produk yang sangat luas, tidak menutup kemungkinan
untuk dikembangkan serta digali potensi pemanfaatannya.
Tahun
2002
117.287.372
2003
60.850.717
Malaysia
759.352.56
Singapura
37.639.411
33.146.876
34.570.187
40.393.172
43.976.494
43.683.484
Belanda
25.431.625
100.000
725.661
1.871.841
2.943.416
668.315
2004
84.006.954
2005
2006
2007
107.630.513 131.738.530 53.224.395
Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia: Cokelat, 1999-2002 (Ditjen Bina Produksi Perkebunan)
Ditinjau dari perkembangan nilai ekspor cokelat Indonesia, berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
peningkatan nilai ekspor untuk semua jenis cokelat. Jenis biji cokelat utuh atau biji cokelat pecah dan
bahan baku atau yang digongseng mempunyai nilai ekspor yang paling besar. Jenis kulit ari, kulit
terkelupas, dan sisa cokelat menempati urutan paling bawah dari jenis cokelat yang diekspor. Nilai
5
ekspor cokelat terbesar terjadi pada tahun 2005 dengan barang ekspor margarin, sementara nilai
ekspor cokelat terendah terjadi pada tahun 2003 dengan barang ekspor kulit ari, kulit terkelupas, dan
sisa cokelat.
Kebijaksanaan pemerintah untuk pajak ekspor biji cokelat pada tahun 2010 menjadikan ekspor
cokelat sedikit mengalami permasalahan karena kenaikan harga pada akhirnya tidak dinikmati oleh
pekebun. Pajak ekspor sebesar 10% pada kenyataanya dibebankan kepada pekebun sehingga menurunkan minat untuk meningkatan produksi melalui pemeliharaan kebun (Siregar 2010)
Tabel 4 Nilai Ekspor Cokelat Indonesia 2001-2006 (dalam US $)
Deskripsi
Tahun
2001
305.416.868
61.153.324
2002
581.389.679
2003
463.300.611
2004
413.964.503
2005
506.380.534
2006
676.841.385
583.730
217.996
380.409
451.202
1.354.725
15.277.984
13.682.594
9.716.380
10.816.823
12.144.319
89.648.810
121.185.883
108.690.368
1.44.494.993
179.133.440
56.768.189
45.869.616
30.913.198
28.230.712
34.461.008
20.503.035
16.350.389
17.702.057
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kakao termasuk sebagai komoditas yang sangat diunggulkan oleh negara Indonesia untuk
menambah devisa negara. Permintaan banyak kakao dari negara luar memberi penguatan bahwa
agribisnis cokelat sesungguhnya sangat potensial bagi Indonesia. Untuk mencukupi permintaan pasar
tersebut, negara membutukan teknologi yang memadai supaya kulitas serta kuantitas yang diharapkan
konsumen terpenuhi.Teknologi dibutuhkan untuk mempermudah dan mempercepat produksi kakao.
Teknologi dalam pengolahan kakao dibagi menjadi tahap primer, tahap sekunder, dan tahap tersier.
Kakao Indonesia kurang bersaing di kancah dunia. Banyak penyebab yang menyebabkan demikian,
seperti terserang hama, faktor teknologi, modal, SDM, dan lain-lain.
3.2 Saran
Untuk mencukupi permintaan pasar, pemerintah seharusnya lebih bijak dalam mengeluarkan
produksi kakaonya. Kebijakan disini ditujukan untuk menyeimbangkan antara permintaan kakao
domestik dan mancanegara. Jika pemerintah lebih memprioritaskan kebutuhan industri luar negeri,
industri dalam negeri akan kesulitan dalam mencukupi kebutuhan produksi coklatnya, sehingga
produk olahan negara sendiri akan kalah bersaing dengan produk olahan dari luar lain.
Pemerintah juga diharapkan untuk memberikan kebijakan yang tepat bagi para pekebun
kakao. Pemberian pajak yang kurang menguntungkan bagi pekebun akan membuat minat pekebun
untuk menanam kakao menjadi menurun, sehingga kuantitas dan kualitas yang seharusnya bisa
ditingkatkan akan mengalami kemerosotan.
DAFTAR PUSTAKA
[Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian]. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Kakao. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian, Jakarta (ID).
_______. 2013. Agroinovasi Edisi 20-26 Maret 2013 No. 3499 Tahun XLIII. Jakarta (ID).
7
[Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur]. 2009. Prospek
Menggiurkan Investasi Budidaya Kakao. Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah
Provinsi Kalimantan Timur (ID).
[Direktorat Jendral Industri Agro Kementrian Perindustrian].2010.Roadmap Pengembangan Industri
Kakao.Direktorat Jendral Industri Agro Kementrian Perindustrian[Internet].[diunduh 22 Mei
2014 17.39].Tersedia pada:
http://agro.kemenperin. go.id/e-klaster/file/roadmap/KIKSULSEL_1.pdf.
Prawoto A A, Wibawa A, Santoso A B, Dradjat B, Sulistyawati E, Satyoso H U, Baon J B, Slamet U S,
Dibyorachmanto K, Misnawi, et.al.2008.Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis
dari Hulu Hingga Hilir.Wahyudi T, Panggabean T R, Pujiyanto,editorJakarta(ID):Penebar
Swadaya.
Siregar T H S, Riyadi S, Nuraeni L. 2010. Budi Daya Coklat. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.