You are on page 1of 15

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan era yang semakin maju dimana perkembangan
tersebut mencakup seluruh aspek manusia, secara otomatis terjadi pergeseran pola
kependudukan terutama pola penyakit di masyarakat. Semula penyakit terbanyak
yang ditemukan adalah penyakit infeksi baik infeksi saluran nafas maupun gastro
intestinal kepada penyakit penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan
pembuluh darah, penyakit kanker dan lain sebagainya
Penyakit limfoma non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong
dalam kasus interne/kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi
abnormal sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang
kelenjar getah bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh
karena itu penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan kasus ini.
Berbagai permasalahan dapat timbul karena kasus ini yang mana
permsalahan tersebut dapat menyangkut seluruh aspek kehidupan dari manusia
baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual, secara fisik dapat menimbulkan
tergangguanya pola nafas karena ada penekanan atau kesulitan dalam menelan
makana sehingga mengakibatkan kurangbnya asupan nutrisi. Secara psikis
penyakit ini dapat menimbulkan gangguan konsep diri terutama mengenai body
image, ataupun bahkan bisa mengakibatkan perilaku menarik diri, secara sosial bi
sa mengakibatkan kerusakan interaksi sosial karena perilaku menarik diri atau
kurang percaya diri dan secara spiritual bisa menyalahkan Tuhan atas penyakit
yang diberikan atau mungkin sebaliknya justru lebih tekun beribadah karena ingin
cepat sembuh.
Melihat hal dan permasalahan diatas penyusun mencoba mengangkat
permasalahan tersebut dalam bentuk asuhan keperawatan dengan harapan dapat
bermanfaat baik bagi teman-teman sesama tenanga kesehatan, maupun
masyarakat pada umumnya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Limfoma Non Hodgkin?
b. Bagaimana etiologi dan faktor resiko limfoma non hodgkin?

c. Bagaimana Manifestasi klinis limfoma non hodgkin?


d. Bagaimana patofisiologi limfoma non hodgkin?
e. Bagaimana penatalaksanaan limfoma non hodgkin?
1.3 Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui pengertian limfoma non hodgkin.
b. Untuk mengetahui etiologi dan faktor resiko limfoma non hodgkin.
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis Limfoma non hodgkin.
d. Untuk mengetahui patofisiologi limfoma non hodgkin.
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan limfoma non hodgkin.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Limfoma Non Hodgkin
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer
limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang)
berasal dari sel NK (natural killer) yang berada dalam sistem limfe; yang sangat
heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap
pengobatan, maupun prognosis. LNH merupakan kumpulan penyakit keganasan

heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari sel B dan yang
lain dari sel T. Pada LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali
yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel
limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki
imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya.1,2
Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus
baru, dan 26.100 orang meninggal karena LNH. Di Amerika Serikat, 5% kasus
LNH baru terjadi pada pria, dan 4% pada wanita per tahunnya. LNH secara umum
lebih sering terjadi pada pria. Insidensi LNH meningkat seiring dengan
bertambahnya usia dan mencapai puncak pada kelompok usia 80-84 tahun. Saat
ini angka pasien LNH di Amerika semakin meningkat dengan pertambahan 5-10%
per tahunnya, menjadikannya urutan kelima tersering dengan angka kejadian 1215 per 100.000 penduduk. Di Perancis penyakit ini merupakan keganasan ketujuh
tersering. Di Indonesia sendiri LNH bersama-sama dengan penyakit Hodgkin dan
leukemia menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui
sepenuhnya mengapa angka kejadian LNH terus meningkat. Adanya hubungan
yang erat antara penyakit AIDS dan LNH kiranya memperkuat dugaan adanya
hubungan antara LNH dengan infeksi.
Klasivikasi Limfoma Non Hodgkin
Penggolongan histologis LNH merupakan masalah yang rumit dan sukar,
yang kerap menggunakan istilah-istilah yang dimaksudkan untuk tujuan yang
berbeda-beda sehingga tidak memungkinkan diadakannya perbandingan yang
bermakna antara hasil dari berbagai pusat penelitian. Terdapat lebih dari 20
klasifikasi yang berbeda untuk NHL. Perkembangan terakhir klasifikasi yang
banyak dipakai dan diterima di banyak pusat kesehatan adalah formulasi praktis
(Working Formulation/WF) dan REAL/WHO (Revised European-American
Classification of Lymphoid Neoplasms). WF menjabarkan karakteristik klinis
dengan deskriptif histopatologis, namun belum menginformasikan jenis sel
limfosit B atau T, maupun berbagai patologis klinis yang baru. WF membagi LNH

atas derajat keganasan rendah, menengah dan tinggi yang mencerminkan sifat
agresifitas mereka. Klasifikasi WHO/REAL beranjak dari karakter imunofenotif
(sel B, sel T dan sel NK) dan analisa lineage sel limfoma. Klasifikasi terakhir
ini diharapkan menjadi patokan baku cara berkomunikasi di antara ahli
hematologi-onkologi medik.
1. NHL derajat rendah
Ini termasuk penyakit seperti limfoma folikular dan makroglobulinemia
Waldenstrm. Biasanya kelainan timbul lambat, dengan progresi yang lambat
pula. Kelainan ini biasanya bisa dikontrol dengan kemoterapi oral. Seseorang
dengan limfoma derajat rendah, jaringan limfoid terkait mukosa, yang berbatasan
dengan lambung, dianggap terkait dengan infeksi Helicobacter pylori dan
memberikan respon terhadap antibiotik. Sampai saat ini, belum tersedia
penyembuhan limfoma derajat rendah. Harapan hidup median adalah 8 10
tahun, tetapi angka kematian bervariasi.
2. NHL derajat menengah dan tinggi
Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang agresif dengan onset dan
progresivitas yang cepat. Pasien dengan limfoma derajat sedang, jenis limfositiknodular, pada awalnya cenderung berada pada stadium yang lebih lanjut, dengan
sekitar 60 80 % insiden terkenanya sumsum tulang. Jaringan limfatik tonsilar
pada orofaring dan nasofaring (disebut cincin Waldeyer) juga merupakan tempat
yang diserang pada 15 30 % pasien. Limfoma Burkitt dan imunoblastik
merupakan limfoma derajat tinggi dan mempunyai kecenderungan mengenai SSP.
SSP juga merupakan daerah yang sering terkena pada pasien relaps dengan
penyakit stadium IV bersama daerah lain yang sebelumnya terkena. Meskipun
limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif dan fatal tanpa pengobatan,
limfoma ini berespon terhadap kemoterapi dan berpotensi untuk sembuh. Dengan
kemoterapi intensif, 20 40 % pasien berusia < 60 tahun dapat sembuh. Sisanya
meninggal karena penyakit ini

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Limfoma Non Hodgkin


Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa
faktor resiko terjadinya LNH antara lain :
1. ImunoDefisiensi: 25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich
syndrome, dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan
kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus
(EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga
limfoma monoklonal.
2. Agen Infeksius: EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkitt endemik, dan
lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkitt sporadik. Karena tidak pada semua
kasus limfoma Burkitt ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap
terjadinya limfoma Burkitt belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa
infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor
yang terinfeksi EBV dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik. EBV
juga dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders (PTLDs)
dan AIDS-associated lymphomas.
3. Paparan Lingkungan dan Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan
dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
4. Diet dan Paparan Lainnya: Resiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan ultraviolet.
Penyebab pasti limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin masih belum
diketahui. Namun diperkirakan aktivasi abnormal gen tertentu mempunyai peran
dalam timbulnya semua jenis kanker, termasuk limfoma

HODGKIN : Pada penyakit ini ditemukan adanya perkembangan sel B


abnormal atau dinamakan sel Reed-Sternberg akibat pengaruh paparan
virus epstein barr (EBV). Terkait Proses Transkripsi sel B yang terganggu.

NON HODGKIN : Pada limfoma jenis ini penyakit berkembang dari


limfosit yang abnormal yang akan terus membelah dan bertambah banyak
dengan tidak terkontrol akibat faktor keturunan, kelainan sistem
kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, HCV, EBV, Helicobacter Sp)
dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
Pembelahan yang tak terkendali dari limfosit B dan T akibat mutasi sel
menjadi sel ganas.
Penyebab

pasti

limfoma

Hodgkin

masih

belum

diketahui

(idiopatik). Namun, orang yang mengidap penyakit ini atau yang sudah
mengalami remisi memperlihatkan mengalami penurunan imunitas yang
diperantarai oleh sel T. selain itu kelompok kelompok kasus sporadic
mengisyaratkan bahwa suatu virus, mungkin dari kelompok herpes, ikut berperan.
Mungkin terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini.
Diperkirakan aktivasi gen abnormal tertentu mempunyai peran dalam timbulnya
semua jenis kanker, termasuk limfoma. Penyebabnya tidak diketahui, walaupun
beberapa ahli menduga bahwa penyebabnya adalah virus, seperti virus Epstein
Barr dan penyakit ini tampaknya tidak menular. Namun terdapat beberapa faktor
risiko terkait timbulnya penyakit limfoma, yaitu :
Orang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau yang
mendapat terapi imunosupresan memiliki risiko tinggi untuk timbulnya limfoma.

Orang yang sering kontak dengan herbisida atau pestisida, misalnya petani
Infeksi virus Epstien-Barr atau human T-cell lymphocytotropic virus

(HTVL). HTVL menyebabkan limfoma sel T


Genetik
Jenis kelamin

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala yang biasa muncul pada pasien dengan Limfoma Non-Hodgkin


yaitu

1. Demam
2. Berkeringat pada malam hari
3. Kehilangan berat badan
4. Keletihan
5. Sakit perut
6. Pembengkakan
7. Nyeri
8. Pembesaran kelenjar limfe
9. Anoreksia
10. Mual
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening
di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel)
menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di
dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan:
a.
f.
g.
h.
i.

Gangguan pernafasan
Berkurangnya nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut
Pembengkakan tungkai
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma

dan leukemia memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin

menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak,


gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah,
kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening.
Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan gejala
neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal).
Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang
menyebabkan:
a. pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
b. penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
c. penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.

2.4 Patofisiologi
Usia, gender, ras, paparan zat kimia dan radiasi, infeksi virus, penyakit
autoimun dan sistem imun yang lemah dapat menyebapkan terjadinya pembesaran
kelenjar getah bening. Poliferasi jaringan limfoid yang tidak terkendali karena
faktor-faktor risiko diatas menyebapkan terjadinya perubahan rangsangan
imunologik yang nantinya akan menimbulkan masalah yaitu adanya ancaman
status kesehatan, proses penyakit yang akan mengakibatkan destruksi gangguan
saraf serta menimbulkan gangguan metabolisme tubuh.
Masalah ancaman perubahan status kesehatan akan mengakibatkan fungsi
peran pasien berkurang sehingga pola interaksi juga menurun. Penurunan pola
interaksi menyebapkan terjadinya perolehan informasi yang kurang mengenai
penyakitnya sehingga biasanya pasien akan cemas.
Proses penyakit yaitu pembesaran kelenjar limfoid akan menyebapkan
terjadi gangguan pada saraf yaitu adanya tekanan pada saraf oleh kelenjar yang
membesar/tumor sehingga akan memunculkan rasa nyeri.

Perubahan

rangsangan

imunologik

secara

tidak

langsung

akan

mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga ketika rangsangan imunologik


berubah menjadi tidak baik, maka akan terjadi gangguan pada metabolisme tubuh.
Gangguan metabolisme ini akan menimbulkan perasaan mual, kurang nafsu
makan, maupun iritasi lambung karena proses metabolisme yang terganggu.
Semua hal tersebut mengakibatkan pemasukan nutrisi untuk tubuh menjadi
terganggu yang akan mengakibatkan penurunan berat badan, sehingga
memunculkan masalah gangguan nutrisi.

2.5 Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi
yang dapat dilakukan adalah:
1. Radioterapi

LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk penyakit


lokal, paliatif, dan stadium I limfoma indolen.
Terapi radiasi (atau radioterapi) menggunakan sinar energi tinggi untuk
membunuh sel-sel NHL. Prosedur ini dapat membantu menyusutkan tumor dan
mengendalikan rasa sakit.
Ada 2 tipe radioterapi yang digunakan untuk mengobati pasien dengan limfoma:
a. Radiasi Eksternal: Mesin penyinar diarahkan pada bagian tubuh
dimana terdapat kumpulan sel limfoma terbesar/terbanyak. Terapi yang
terlokalisir ini hanya berdampak pada sel-sel yang terdapat pada area
pengobatan. Umumnya pasien datang berobat ke rumah sakit atau
klinik selama 5 kali dalam seminggu dan berjalan selama beberapa
minggu.
b. Radiasi Sistemik: Beberapa pasien Limfoma menerima suntikan yang
berisi materi radioaktif yang menyebar ke seluruh tubuh. Materi
radioaktif tersebut diikat pada sistem antibodi yang mengincar serta
menghancurkan sel-sel limfoma.
2. Kemoterapi, dapat dilakukan pada
a. LNH indolen derajat ringan dengan menggunakan klorambusil atau
siklofosfamid, dengan atau tanpa prednison.
b. Limfoma stadium I atau II derajat menengah atau tinggi, biasanya
berespons baik terhadap kombinasi kemoterapi dengan atau tanpa
radioterapi. Angka penyembuhan sekitar 80-90%.
c. Limfoma agresif derajat menengah atau tinggi, seperti limfoblastik atau
limfoma burkitt, dapat langsung mendapatkan regimen kombinasi
kemoterapi, seperti CHOP (siklofosfamid, doksorubisnis, vinkristin, dan
prednison)
Pengobatan Kemoterapi menggunakan obat yang disebut cytotoxics. Obat
ini membunuh sel kanker, namun juga dapat membunuh sel-sel normal seperti sel
darah. Dengan demikian komplikasi seperti anemia dan rentan terhadap infeksi

mungkin terjadi. Karena itu, infeksi mendadak dan infeksi yang mengancam
keselamatan jiwa saat tingkat sel darah putih rendah, sangat dikhawatirkan.
3. Kombinasi radioterapi dan kemoterapi setelah biopsi bedah, biasa dilakukan
sebagai modalitas pengobatan.
4. Terapi biologis
Prosedur ini umumnya terdiri dari monoclonal antibodies, yang terdiri dari
molekul-molekul protein yang dirancang khusus untuk mengikat sel-sel
limfoma tertentu (melalui cell serface markers) dan membunuh mereka.
Contoh dari monoclonal antibodies MabThera untuk limfoma sel B yang
memiliki CD-20 surface markers dan campath untuk limfoma sel T.
5. Pencangkokan sel punca
Prosedur ini dapat dilakukan sebagai pengobatan limfoma, dalam konteks bila
limfoma kembali menyerang. Prosedur ini juga dikenal sebagai kemoterapi
dosistinggi. Pada prinsipnya, prosedur ini menggunakan dosis besar
kemoterpi untuk membunuh atau mengatasi sel limfoma yang melakukan
perlawanan. Sel punca kemudian digunakan untuk menyelamatkan pasien
agar efek samping dari prosedur ini dapat diatasi dengan cepat.
Beberapa penderita bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan
penderita lainnya harus menjalani pengobatan seumur hidupnya. Kemungkinan
penyembuhan atau angka harapan hidup yang panjang tergantung kepada jenis
limfoma dan stadkum penyakit pada saat pengobatan dimulai. Biasanya jenis yang
berasal dari limfosit T tidak memberikan respon sebaik limfosit B.
Angka kesembuhan juga menurun pada:
a.
b.
c.
d.

Penderita yang berusia diatas 60 tahun


Limfoma yang sudah menyebar keseluruh tubuh
Penderita yang memiliki tumor (pengumpulan sel-sel limfoma) yang besar
Penderita yang fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat dan ketidak
mampuan bergerak
Penderita pada stadium awal (stadium I dan II) seringkali diobati dengan

terapi penyinaran yang terbatas pada sisi limfoma dan daerah di sekitarnya. Terapi

penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi dapat


memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun.
Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan
memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada
limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun. Jika dimulai sesegera
mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran pada
limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari
separuh penderitanya.
Sebagian besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan
IV) pada saat penyakitnya terdiagnosis. Penderita limfoma tingkat rendah
mungkin tidak memerlukan pengobatan segera, tetapi harus menjalani
pemeriksaan sesering mungkin untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak
menyebabkan komplikasi yang serius.
Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah.
Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena
penyakit ini tumbuh dengan cepat.
Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat
kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam
bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi).
Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum
tulang masih dalam tahap penelitian.
Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal
yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya
senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di
antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma
dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel
limfoma tersebut.

Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari


penderita (dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan
dicangkokkan ke penderita. Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung
jenis darah, yang berkurang karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga
penyembuhan berlangsung lebih cepat. Pencangkokan sumsum tulang paling
efektif dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 55 tahun dan bisa
menyembuhkan sekitar 30-50% penderita yang tidak menunjukkan perbaikan
terhadap pemberian kemoterapi.
Tetapi pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 5%
penderita meninggal karena infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum
tulang membaik dan bisa menghasilkan sel darah putih yang cukup untuk
melawan infeksi. Pencangkokan sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan
pada penderita yang pada awalnya memberikan respon yang baik terhadap
kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi terjadinya kekambuhan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limfoma Non-Hodgkin adalah suatu keganasan primer pada jaringan
limfoid yang bersifat padat. Penyebap LNH belum diketahui secara pasti, namun
terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhinya seperti usia, gender, ras,

pajanan zat kimia dan radiasi, infeksi virus serta kelainan dan kelemahan sistem
imun.
Gejala klinis pada sebagian besar orang adalah asimptompik yaitu tidak
memunculkan gejala, namun pada beberapa orang yang terkena biasanya
mengalami demam, berkeringat pada malam hari, dan mengalami penurunan berat
badan. Penanganan LNH secara medis dilakukan sesuai dengan stadium penyakit,
yang mana dapat berupa pengobatan secara farmakologik maupun dengan terapi.
Asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Limfoma Non-Hodgkin diberikan
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul sehingga penanganan yang
diberikan dapat dilakukan dengan tepat.

3.2 Saran
Limfoma

Non-Hodgkin

dapat

dihindari/dikurangi

kemungkinana

terjadinya dengan mengurangi faktor risiko seperti pajanan zat kimia berbahaya
dan radiasi yang dapat menimbulkan risiko terjadinya LNH. Selain itu dikatakan
mengkonsumsi

makanan yang bai dan sehat, istirahat yang cukup serta

menjalankan prilaku hidup sehat juga dapat membantu mengurangi risiko terkena
penyakit ini.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

http://sweetspearls.com/naturally-plus/naturally-cara-mencegah-danmengatasi-limfoma-hodgkin/
http://www.parkwaycancercentre.com/id/informasi-kanker/jenis-kanker/limfomanon-hodgkin/

You might also like