You are on page 1of 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Kesehatan merupakan Hak Asasi
Manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia serta
memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan
Manusia. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk
memelihara kesehatan demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat (Depkes RI, 2010).
Rendahnya status gizi masyarakat yang dialami oleh banyak negara
berkembang termasuk Indonesia merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa
(Depkes RI, 2005). Penanggulangan masalah gizi di Indonesia masih
terkonsentrasi pada empat masalah utama gizi kurang seperti kurang energi
protein, anemia gizi besi, kurang vitamin A, dan gangguan akibat kekurangan
iodium. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah salah satu
masalah gizi yang erat kaitannya dengan sumber daya manusia. Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah yang serius
mengingat dampak secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia yang


mencakup aspek perkembangan kecerdasan, aspek perkembangan sosial dan
aspek perkembangan ekonomi (Mirdatillah, 2012).
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu
penyakit dari kekurangan gizi yang diakibatkan kurangnya pengkonsumsian
iodium yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas manusia,
karena dapat menurunkan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia sekolah
dasar. Iodium merupakan mineral yang penting dalam pembentukan hormon
tiroid, pada keadaan normal kebutuhan iodium adalah 90 mg untuk anak usia
0 bulan hingga 3 tahun, 120 mg untuk anak usia sekolah umur 4 hingga 12
tahun, 150 mg untuk usia dewasa di atas 12 tahun, 200 mg untuk ibu hamil
1
dan menyusui. Menurut Djokomoeldjanto
(2002), GAKI memiliki dampak
pada pembesaran kelenjar tiroid (gondok) dan kretin. GAKI juga memiliki
dampak yaitu menurunnya kesehatan ibu hamil, menghambat intelegensi pada
anak usia sekolah dasar, mengganggu pertumbuhan social dan rendahnya
produktivitas kerja (Hariyanti dan Veni, 2013).
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah
kesehatan yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius. GAKI
adalah serangkaian efek defisiensi iodium atau kekurangan iodium. Dari hasil
survei nasional evaluasi IP GAKI tahun 2003, menunjukkan bahwa 35,8%
kabupaten adalah endemik ringan, 13,1% kabupaten endemik sedang, dan
8,2% kabupaten endemik berat (Depkes RI, 2005).
Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan rumah proporsi Rumah Tangga di
Indonesia yang mengonsumsi garam mengandung cukup iodium adalah

77,1%, garam mengandung kurang iodium 14,8% dan garam tidak


mengandung iodium 8,1%. Provinsi dengan proporsi RT yang mengonsumsi
garam dengan kandungan cukup iodium tertinggi adalah Bangka Belitung
(98,1%) dan terendah adalah Aceh (45,7%). Konsumsi garam beriodium
mengalami peningkatan dibanding tahun 2007 (62,3%) menjadi 77,1% di
tahun 2013. Pada tahun 2013, sebanyak 13 provinsi telah mencapai USI,
sedangkan pada tahun 2007 hanya 6 provinsi. Secara nasional angka ini
masih belum mencapai target Universal Salt Iodization (USI) atau garam
beriodium untuk semua, yaitu minimal 90% RT yang mengonsumsi garam
dengan kandungan cukup iodium (WHO/UNICEF/ICCIDD, 2007).
Data hasil Riskesdas (2013) juga menunjukkan anak umur 612 tahun
didapatkan nilai ekskresi iodium dalam urin (EIU) risiko kekurangan iodium
14,9%, cukup iodium 29,9%, mengandung iodium lebih dari cukup 24,8%
dan risiko kelebihan iodium 30,4%. Pada wanita usia subur (1549 tahun)
didapatkan nilai ekskresi iodium dalam urin: (1) WUS risiko kekurangan
iodium 22,1%, cukup iodium 30,6%, mengandung iodium lebih dari cukup
22,4% dan risiko kelebihan iodium 24,9%; (2) pada ibu hamil risiko
kekurangan iodium 24,3%, cukup iodium 36,9%, mengandung iodium lebih
dari cukup 17,6%, dan risiko kelebihan iodium 21,3%; (3) pada ibu menyusui
risiko kekurangan iodium 23,9%, cukup iodium 36,9%, mengandung iodium
lebih dari cukup 21,1% dan risiko kelebihan iodium 18,1% (Riskesdas, 2013).
Pada saat ini, 15.675.219 orang penduduk Jawa Tengah tinggal di 15
Kabupaten yang merupakan daerah kekurangan Iodium. Dari jumlah tersebut
diperkirakan 1.028.294 orang positif menderita gondok, 41.318 diantaranya

adalah anak-anak dan bayi yang berada dalam fase tumbuh kembang, dan
12.989 adalah wanita usia subur yang berpotensi untuk hamil dan melahirkan
anak (Dinkes Jateng, 2004).
Berdasarkan data Register Klinik dan data uji laboratorium BPP GAKI
tahun 2011, menunjukkan bahwa sebesar 78% pasien yang datang ke klinik
BPP GAKI berjenis kelamin wanita, distribusi pasien terbanyak di usia 20-45
tahun, dan distribusi pasien terbanyak berasal dari Jawa Tengah dengan
kedatangan pasien dari Kabupaten Magelang sebesar 42,43% (Dinkes Jateng,
2004). Pasien yang berkunjung ke Balai GAKI akan diberikan rangkaian
pelayanan untuk mengetahui kondisi/gangguan yang dialami kemudian
sampai pada tahapan rehabilitasi. Hal ini yang menjadi latar belakang
mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan magang di Institusi BPP GAKI
Magelang.
Kegiatan magang merupakan sarana latihan kerja bagi mahasiswa
dalam meningkatkan pemahaman, penghayatan dan keterampilan di bidang
keilmuan

kesehatan

masyarakat.

Kegiatan

ini

untuk

meningkatkan

kemampuan mahasiswa dalam ilmu pengetahuan dan upaya untuk


membentuk sikap dan keterampilan profesional dalam bekerja. Kegiatan
magang berarti melaksanakan apa yang menjadi fungsi, tugas, kewajiban dan
pekerjaan pokok dari institusi tempat magang yang relevan dengan keilmuan
kesehatan masyarakat. Kegiatan magang mahasiswa di BPP GAKI bertujuan
agar mahasiswa mengetahui gambaran nyata dari pemberian pelayanan
kepada pasien di BPP GAKI.
B. Perumusan Masalah

Bagaimana manajemen pelayanan pasien dengan hipotyroid di Balai


Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (BPP
GAKI)?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan latihan kerja di institusi atau
instansi tempat magang untuk meningkatkan pengetahuan dan membentuk
sikap serta keterampilan kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui struktur organisasi dari Balai Penelitian dan Pengembangan
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (BPP GAKI).
b. Mengetahui pelayanan klinis yang diberikan pada pasien hipotyroid di
BPP GAKI.
c. Mengetahui pelayanan fisioterapi yang diberikan pada pasien
hypotyroid di BPP GAKI.
d. Mengetahui pelayanan gizi yang diberikan pada pasien hypotyroid di
BPP GAKI.
e. Mengetahui pelayanan psikologi yang diberikan pada pasien hypotyroid
di BPP GAKI.

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman nyata yang terkait dengan aplikasi ilmu
kesehatan masyarakat di dunia kerja.
b. Mendapatkan kesempatan pengalamanan nyata mengaplikasikan teori
yang telah diperoleh dari proses perkuliahan ke dalam dunia kerja.
c. Mengetahui permasalahan yang ada di tempat magang yang dapat
digunakan sebagai bahan penelitian dalam penyusunan tugas akhir.
2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
a. Memperoleh informasi dari Stakeholder di tempat magang yang
berguna untuk meningkatkan kualitas lulusan Jurusan Kesehatan
Masyarakat.
b. Menjalin kerja sama dengan institusi tempat magang sehingga dapat
mendukung pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi lainnya.
3. Bagi Institusi Tempat Magang
a. Institusi magang dapat memanfaatkan tenaga magang sesuai dengan
kebutuhan di unit kerjanya.
b. Institusi magang mendapatkan alternatif calon karyawan yang telah
dikenal mutu, dedikasi dan kredibilitasnya.
c. Laporan magang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber
informasi mengenai situasi umum institusi tempat magang tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan pengganti
dari Gondok Endemik (GE), serta mencakup semua akibat kekurangan
iodium terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang dapat dicegah dengan
pemulihan kekurangan iodium. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI)

adalah sekumpulan gejala klinis yang timbul karena seseorang

kekurangan iodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup
lama (Panjaitan, 2008). Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah
masalah gizi akibat kekurangan asupan Iodium sehingga terjadinya gangguan
hormonal yang akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan (kretinisme) dan
perkembangan mental, gangguan sistem syaraf, gangguan bicara dan
pendengaran (Depkes RI, 2010).
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium terdiri dari spektrum yang luas
mencakup

keterbelakangan

mental,

penurunan

kapasitas

intelektual,

gangguan perkembangan fisik, peningkatan kematian perinatal dan bayi,


hipotiroidisme, kretinisme dan gondok. Masyarakat yang tinggal di daerah
kekurangan iodium berat memiliki IQ 13.5 poin dibawah masyarakat yang
tinggal di tempat cukup iodium. Diperkirakan 36,5% dari anak-anak di
seluruh dunia mengalami defisiensi iodium. Iodisasi garam universal adalah
strategi utama kesehatan masyarakat untuk peningkatan status iodium, dan
akses terhadap garam beriodium oleh rumah tangga diharapkan meningkat
menjadi 90% yang disertai dengan penurunan signifikan pada kejadian
kerusakan otak dan keterbelakangan mental akibat kekurangan iodium. WHO

(2005) memperkirakan 2 miliar orang di seluruh dunia mendapatkan asupan


iodium yang tidak mencukupi untuk kebutuhan tubuhnya (Semba D. Richard
et al, 2008).
Tabel 2.1 Spektrum Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
Physiological Groups
All ages
Fetus

Neonate

Child and adolescent


Adult

Sumber : WHO (2007)

Health Consequences of Iodine Deficiency


Goitre
Hypothyroidism
Increased susceptibility to nuclear radiation
Spontaneous abortion
Stillbirth
Congenital anomalies
Perinatal mortality
Endemic cretinism including mental deficiency with a
mixture of mutism, spastic diplegia, squint, hypothyroidism
and short stature
Infant mortality
Impaired mental function
Delayed physical development
Iodine-induced hyperthyroidism (IIH )
Impaired mental function
Iodine-induced hyperthyroidism (IIH )

B. Parameter Pengukuran Status GAKI


World Health Organization (WHO), United Nations Childrens Fund
(UNICEF), International Council for the Control of Iodine Deficiency
Disorders atau ICCIDD (2001), merekomendasikan pengukuran berat atau
ringan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dengan menggunakan
dua indikator yaitu indikator klinis dan biokimia. Indikator klinis merupakan
indikator non-invasive yaitu dengan mengukur besar kelenjar tiroid dengan
ultrasonografi. Indikator biokimia dengan mengukur ekskresi Iodium urin dan
spesimen darah untuk menentukan tiroglobulin serta pemeriksaan Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) darah (WHO, 2007).
Parameter pemeriksaan GAKI pada masa sakarang ini adalah prevalensi
gondok, ekskresi iodium urin serta konsentrasi serum TSH, hormon tiroid dan
tiroglobulin. Iodium urin merupakan indikator utama dari dampak GAKI.
Ukuran tiroid lebih berguna untuk menentukan tingkat keparahan dari GAKI

yang dialami individu. Penentuan prevalensi gondok atau ukuran tiroid kini
menggunakan metode ultrasonografi. Parameter pemeriksaan GAKI secara
rinci adalah
1. Prevalensi Gondok
Perubahan ukuran kelenjar tiroid merupakan respon yang dilakukan
tubuh dalam menanggapi perubahan asupan iodium. Perubahan ukuran
kelenjar tiroid merupakan indeks yang telah lama digunakan untuk
mendeteksi tingkat kekurangan iodium. Ukuran tiroid secara tradisional
ditentukan dengan metode palpasi, akan tetapi WHO sudah tidak
merekomendasikan palpasi untuk dilakukan. Ukuran tiroid kini ditentukan
dengan ultrasonografi. Metode ultrasonografi ini lebih efektif dan lebih
tepat, terukur dan mudah dilakukan (WHO, 2007).
Tabel 2.2 Kriteria Epidemiologi Keparahan GAKI Berdasarkan Prevalensi
Gondok Pada Anak Usia Sekolah
Indikator
None
Prevalensi
gondok

0.0 4.9

Derajat Kekurangan Iodium (%)


Mild
Moderate
5.0 19.9

20.0 29.9

Severe
30

Sumber: WHO/UNICEF/ICCIDD (2007)

2. Ekskresi Iodium Urin (EIU)


Kadar iodium dalam urin merupakan penanda yang baik dari asupan
makanan mengandung iodium. Pemeriksaan kadar EIU merupakan
penilaian gizi iodium yang menjadi pilihan untuk mengevaluasi
kekurangan iodium, memantau dan melakukan koreksi. Sekitar 90% atau
lebih dari iodium yang dikonsumsi pada akhirnya akan keluar melalui
urin. Nutrisi iodium sering didefinisikan dengan konsentrasi iodium dalam
urin. Ekskresi iodium dapat beervariasi dari hari ke hari hal ini
dikarenakan perbedaan konsumsi makanan harian (WHO, 2007).

10

Indikator iodium urin ini sangat sensitif dan penerimaannya tinggi


serta spesimen yang mudah diperoleh. Median nilai sampel adalah
indikator yang paling umum digunakan untuk menilai indikator. Pada
anak-anak dan wanita yang tidak hamil, konsentrasi iodium urin median
antara 100 g/l dan 299 g/l adalah populasi yang tidak mengalami
kekurangan iodium. Selain itu, tidak lebih dari 20% sampel harus di
bawah 50 g/l. Pada kondisi tidak hamil dan tidak menyusui, iodium urin
sebanyak 100 g/l kira-kira terkait dengan asupan iodium harian sekitar
150 mg. Selama kehamilan, konsentrasi iodium urin rata-rata antara 150
g/l dan 249 g/l menggambarkan penduduk yang cukup konsumsi iodium
(WHO, 2007).
Tabel 2.3 Kriteria konsentrasi EIU untuk usia 6 tahun*
Median Urinary
Iodine (g/l)
< 20
20 49
50 99
100 199
200 299

Iodine Intake

Iodine Status

Insufficient
Insufficient
Insufficient
Adequate
Above requirement

Severe iodine deficiency


Moderate iodine deficiency
Mild iodine deficiency
Adequate iodine nutrition
Likely to provide adequate intake for
pregnant/lactating women, but may pose a
slight risk of more than adequate intake in
the overall population
300
Excessive
Risk of adverse health consequences
(iodine-induced
hyperthyroidism,
autoimmune thyroid diseases)
*untuk orang dewasa tetapi bukan untuk wanita hamil dan menyusui

Sumber : WHO (2007)


Tabel 2.4 Kriteria konsentrasi EIU untuk wanita hamil
Median Urinary
Iodine Intake
Iodine (g/l)
Pregnant women
< 150
Insufficient
150 249
Adequate
250 499
Above requirement
500
Excessive*
*istilah "Excessive" berarti lebih dari jumlah yang diperlukan untuk mencegah dan
mengendalikan defisiensi iodium
Population Group

Sumber: WHO (2007)

11

Tabel 2.5 Kriteria konsentrasi EIU untuk ibu menyusui dan anak dibawah
2 tahun
Population Group

Median Urinary
Iodine (g/l)

Iodine Intake

Lactating
women
and
childern less than 2 years of
age

< 100

Insufficient

100 199

Adequate

Sumber: WHO (2007)

3. Konsentrasi serum Tyroid Stimulating Hormon (TSH)


Kelenjar pituitari mensekresikan TSH untuk merespon jumlah T4
yang beredar dalam darah. Serum TSH meningkat ketika konsentrasi
serum T4 rendah dan menururn ketika T4 tinggi. Kekurangan iodium
menurunkan sirkulasi T4 dalam darah yang kemudian meningkatkan
konsentrasi TSH. Populasi dengan kondisi kekurangan iodium umumnya
memiliki konsentrasi serum TSH yang lebih tinggi juka dibandingkan
dengan populasi dengan iodium cukup. Hal ini yang menjadikan
konsentrasi TSH dalam darah merupakan penanda untuk kekurangan
iodium (WHO, 2007).
Prevalensi neonatus dengan kadar TSH tinggi adalah indikator
penting dari beratnya kekurangan iodium dalam suatu populasi. Hal ini
juga menyoroti fakta bahwa kekurangan iodium secara langsung dapat
mempengaruhi perkembangan otak. Pada populasi dengan iodium cukup,
sekitar 1 dari 4000 neonatus memiliki bawaan hipotiroidisme yang
biasanya terjadi karena displasia tiroid. Hormon tiroid sangat berperan
dalam pengembangan sistem saraf sehingga harus dilakukan koreksi secara
cepat untuk menghindari cacat mental permanen. Skrining di negara maju

12

diarahkan pada mendeteksi neonatus dengan peningkatan TSH hingga 20


mIU/l atau lebih. Ketersediaan alat tes sensitif TSH terhadap peningkatan
TSH 5 mIU/l memungkinkan deteksi peningkatan ringan di atas normal.
Konsentrasi TSH di atas 5 mIU/l sebanding dengan derajat defisiensi
iodium selama kehamilan. Daerah dikatakan endemik berat apabila
ditemukan 40% individu dengan TSH > 5 mIU/l dan apabila frekuensinya
individu dengan TSH > 5 mIU/l < 3% maka menunjukkan kecukupan
iodium dalam populasi (WHO, 2007).

4. Konsentrasi serum Tyroglobulin (Tg)


Tiroglobulin

adalah

protein

yang

menjadi

prekusor

dalam

pembentukan hormon tiroid dan sejumlah kecil Tg dapat dideteksi dalam


darah setiap individu sehat. Pembengkakan kelenjar tiroid dan defisiensi
iodium akan meningkatkan jumlah serum Tg dalam darah dan dalam
keadaan ini, serum Tg menggambarkan nutrisi iodium yang dikonsumsi
pada masa lalu baik dalam hitungan bulan hingga tahun. Keberadaan
serum Tg menggambarkan manifestasi konsumsi iodium di masa lampau.
Hal ini berkebalikan dengan EIU yang merupakan gambaran konsentrasi
iodium yang dikonsumsi pada jangka waktu dekat. Jumlah serum Tg yang
menunjukkan kekurangan iodium pada anak usia sekolah berada pada
interval 4 40 g/l (WHO, 2007).

C. Iodium
1. Definisi Iodium

13

Iodium merupakan nutrisi penting bagi tubuh manusia namun hanya


diperlukan dalam jumlah yang kecil. Kelenjar kecil yang dikenal dengan
kelenjar tiroid menggunakan iodium untuk menghasilkan hormon tiroid
yang penting untuk memastikan perkembangan normal dari otak dan
syaraf. Manusia menyimpan sejumlah kecil iodium dalam tiroid dan
kelebihannya diekskresikan melalui urin dan keringat (NHMRC, 2010).
Iodium merupakan unsur alami yang ditemukan dalam air laut dan
batuan sedimen tertentu. Iodium terdiri dari dua bentuk yaitu iodium
radioaktif dan iodium non radioaktif. Sebagian iodium radioaktif adalah
buatan manusia. Iodium nonradioaktif ditambahkan ke dalam garam meja
untuk memastikan bahwa seluruh penduduk memiliki cukup iodium untuk
menu mereka. Iodium juga terkandung dalam air dan bisa masuk ke dalam
tanah dan apabila ada tanaman yang tumbuh maka tanaman tersebut juga
akan mengandung iodium namun jumlahnya sangat sedikit. Iodium harus
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, karena apabila kekurangan maupun
kelebihan iodium tubuh akan mengalami gangguan yang berakibat fatal
(ATSDR, 2004).
2. Manfaat Iodium
Iodium sebagai unsur penting dalam sintesa hormon tiroksin, yaitu
suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan
untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Iodium juga
sebagai pembentukan hormon kalsitonin, yang juga dihasilkan oleh
kelenjar tiroid, berasal dari sel parafoli kular (sel CO). hormon ini
berperan aktif dalam metabolisme kalsium, maka harus selalu tersedia
iodium yang cukup dan berkesinambungan (Djokomoeljanto, 2006).

14

Kekurangan iodium terjadi ketika asupan iodium lebih rendah


daripada jumlah yang direkomendasikan. Kekurangan iodium dapat terjadi
karena fenomena alam yang terjadi di dunia. Erosi tanah di daerah sungai
yang diakibatkan oleh hilangnya tanaman dari pembukaan lahan dapat
meningkatkan hilangnya iodium dalam tanah. Tanaman yang tumbuh di
tanah tanpa iodium tidak akan mengandung jumlah iodium yang cukup
untuk

kebutuhan

konsumsi.

UNICEF,

ICCIDD,

dan

WHO

merekomendasikan bahwa asupan harian iodium harus sebagai berikut :


a. 90 g untuk anak-anak prasekolah (0-59 bulan)
b. 120 g untuk anak sekolah (6 sampai 12 tahun)
c. 150 g untuk remaja (di atas 12 tahun) dan orang dewasa
d. 250 g untuk wanita hamil dan menyusui (WHO, 2007).
3. Sumber Iodium
Iodium yang dibutuhkan manusia dapat bersumber dari makanan dan
dari alam. Sumber iodium terbesar bagi manusia berasal dari makanan
antara lain makanan laut, susu, daging, telur, air minum dan garam
beriodium. Bahan makanan nabati yang banyak mengandung iodium
adalah rumput laut. Selain iodium dari makanan, iodium juga berasal
berasal dari alam antara lain
a. Air tanah, tergantung sumber air berasal dari batuan tertentu (kadar
paling tinggi apabila air ini bersumber dari igneous rock 900 ug/kg
bahan).
b. Air laut, mengandung sedikit iodium, sehingga kandungan iodium
garam rendah.
c. Plankton, ganggang laut dan organisme laut lain berkadar iodium tinggi
sebab organisme ini mengkonsentrasikan iodium dari lingkungan
sekitarnya.

15

d. Sumber bahan organik yang dalam oksidan, desinfektan, iodophor, zat


warna makanan dan kosmetik, dan vitamin yang beredar dipasaran juga
menambah iodium.
e. Ikan laut, cumi-cumi yang dikeringkan banyak mengandung iodium
(Djokomoeljanto, 2006).
D. Determinan Kejadian GAKI
Terjadinya Gangguan Akibat Kekurangan Iodium dipengaruhi oleh
berbagai determinan baik berasal dari individu maupun dari lingkungan.
Terjadinya GAKI dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor berikut :
1. Konsumsi Goitrogenik
Zat goitrogenik adalah zat dapat mengadakan kompetisi dengan
iodium dalam proses sintesis hormon tiroid (trapping). Tiosianat adalah zat
goitrogenik yang paling potensial, oleh karena itu perlu dipikirkan adanya
peran tiosianat sebagai zat goitrogenik yang dikonsumsi populasi
setempat. GAKI juga dapat terjadi akibat zat goitrogenik antara lain
tiosianat yang dikonsumsi. Iodium dan tiosianat dideteksi menggunakan
pemeriksaan urin mengingat kedua unsur tersebut diekskresikan melalui
urin. Zat Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan
iodium oleh kelenjar gondok sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar
menjadi rendah. Aktivitas bahan goitrogenik pada prinsipnya bekerja pada
tempat yang berlainan dalam rantai proses pembentukan hormon tiroid,
dapat dibagi atas dua macam yaitu
a. Menghambat pengambilan iodium oleh kelenjar thyroid, golongan ini
termasuk kelompok perchlorate.

16

b. Menghalangi pembentukan ikatan organik antara iodium dan thyroxin


untuk menjadi hormon thyroid, golongan ini adalah kelompok tiouracils
imidazoles (Sartini D. N dan Nyoman S. W, 2012).
Zat goitrogenik tiosianat dapat menyebabkan kejadian GAKI
menjadi lebih parah. Tiosianat terdapat di berbagai makanan, seperti
singkong, kubis/kol, lobak cina, rebung, labu siam, ketela, kulit dan daun
melinjo dan sebagainya. Tiosianat atau senyawa mirip tiosianat terutama
bekerja dengan menghambat mekanisme transpor aktif Iodium ke dalam
kelenjar tiroid. Konsumsi tiosianat lebih tinggi secara bermakna pada
daerah endemik dan konsumsi tiosianat lebih tinggi pada kelompok kasus
dibanding kelompok kontrol, rata-rata konsumsi zat goitrogen pada daerah
endemik tiga kali sehari, hal ini menunjukan bahwa ada faktor risiko
konsumsi makanan yang mengandung tiosianat dengan kejadian GAKI
(Gatie, 2006). Laporan penelitian BPP GAKI (2012), dalam penelitiannya
tentang pola makan pada anak penderita gangguan akibat kekurangan
iodium di kabupaten Wonosobo menunjukkan hasil bahwa pola makan
anak penderita GAKI masih banyak mengandung zat-zat goitrogenik.
Djokomoeljanto (2002) mengatakan bahwa zat goitrogenik dalam
bahan makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat iodium
dalam tubuh tidak berguna, karena zat goitrogenik tersebut merintangi
absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang telah masuk ke dalam
tubuh. Penelitian Hariyanti dan Veni (2013) juga menujukkan bahwa
tingkatan gondok yang tinggi ternyata memiliki tingkat konsumsi zat
goitrogenik yang tinggi pula. Tingkat kebiasaan mengkonsumsi makanan
yang dapat menghambat masuknya iodium dalam tubuh di lapangan sangat

17

tinggi. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah serta


pendapatan yang rendah pula (Hariyanti dan Veni, 2013).
2. Konsumsi Makanan Beriodium
Tingkat konsumsi zat goitrogenik yang tinggi ternyata tidak
diimbangi dengan konsumsi bahan makanan yang mengandung iodium
tinggi. Penelitian Hariyanti dan Veni (2013) menunjukkan bahwa orang tua
yang

memiliki

anak

dengan

tingkatan

gondok

berat

ternyata

mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung iodium dengan


intensitas yang rendah, sehingga hal ini menunjukkan hubungan yang
negatif. Makanan kaya iodium antara lain ikan air tawar, ikan laut, ikan
asin, ayam, udang, telur dan daging sapi (Hariyanti dan Veni, 2013).
Gatie (2006) menyatakan rata-rata konsumsi bahan makanan kaya
Iodium pada penduduk di desa-desa lereng gunung daerah endemis GAKI
di Pati dan Jepara 1-2 kali dalam seminggu, sedangkan pada daerah
dataran rendah konsumsi ikan laut 2-4 kali dalam seminggu. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor kesediaan pangan, sosial ekonomi, dan kebiasaan
penduduk serta tingkat pengetahuan tentang GAKI yang rendah.
Kurangnya konsumsi makanan kaya iodium secara mandiri merupakan
faktor risiko kejadian kekurangan iodium. Kondisi ini disebabkan
kandungan iodium dalam makanan sangat kecil, diperberat dengan
penggunaan garam dengan kandungan < 30 ppm sehingga konsumsi
makanan mengandung iodium saja tidak mencukupi kebutuhan iodium
tubuh (Firdanisa Risa dan M. Sulchan, 2011).
3. Pengetahuan Orang Tua (Ibu)
Penelitian Hariyanti dan Veni (2013) menunjukkan bahwa responden
yang memiliki tingkatan gondok yang tinggi diikuti dengan pengetahuan

18

ibu yang rendah, sehingga hal ini menunjukkan suatu hubungan yang
negatif. Kebanyakan ibu memilih bahan makanan yang mengandung zat
yang dapat menghambat masuknya iodium dalam tubuh, sedangkan untuk
pemilihan jenis bahan makanan yang mengandung iodium sangatlah
kurang. Hal ini dikarenakan ibu tidak mengetahui mana bahan makanan
yang dapat menghambat dan mengandung iodium, sehingga dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi
pengetahuan seesorang (Hariyanti dan Veni, 2013).
Pengetahuan mengenai penggunaan garam juga menjadi fakor
penyebab terjadinya GAKI. Penelitian Hariyanti dan Veni (2013)
menunjukkan bahwa penggunaan garam berdasarkan jenis garam dalam
pengolahan makanan di lapangan juga mempengaruhi tingkatan gondok
pada responden. Semua responden yang memiliki tingkatan gondok yang
tinggi ternyata penggunaan garamnya termasuk dalam kategori rendah
yaitu tidak mengandung iodium. Ibu responden belum dapat membedakan
mana garam yang mengandung iodium dan tidak mengandung iodium.
Rata-rata orang tua responden juga tidak mengetahui ciri fisik dari garam
beriodium dan manfaat dari garam beriodium, mereka hanya memahami
bahwa garam memiliki manfaat memberikan rasa asin pada makanan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua responden yang memiliki
anak yang mengalami grade gondok tinggi menggunakan garam yang
tidak beriodium. Hal ini mengakibatkan tingkat gondoknya lebih besar
dibanding responden lain (Hariyanti dan Veni, 2013).
4. Lokasi Tempat Tinggal

19

Angka

kejadian

GAKI

lebih

sering

ditemukan

di

daerah

pegunungan, hal ini dikarenakan komponen tanahnya sedikit mengandung


iodium. Kandungan iodium yang rendah di daerah pegunungan
dikarenakan terjadinya pengikisan iodium anah oleh air hujan, sehingga
kandungan iodium pada makanan juga sangat rendah. Secara teoritis
kejadian GAKI lebih banyak ditemukan di daerah pegunungan
dibandingkan di pantai. Akan tetapi dewasa ini kejadian GAKI tidak hanya
banyak ditemukan di pegunungan saja, tetapi di pesisir pantai juga mulai
berkembang kasus-kasus gondok. Penyebab timbulnya GAKI di pesisir
pantai dikarenakan warga memilih menggunakan garam rosok. Warga
menganggap garam rosok lebih baik dan lebih alami daripada garam yang
memakai obat (Kasriyatun, 2012)
Pergeseran endemik GAKI juga terjadi di daerah dataran rendah
terutama di daerah pertanian. Daerah dataran rendah seahrusnya
menyediakan sumber-sumber makanan kaya iodium, tetapi justru menjadi
penyebab kekurangan iodium. Kekurangan iodium pada makanan di
daerah pertanian dikarenakan paparan pestisida. Kandungan logam berat
pada pestisida menjadi blocking agent yang menghambat pemanfaatan
iodium oleh kelenjar tiroid, sehingga meskipun konsumsi iodium
mencukupi, namun apabila terjadi gangguan pemanfaatan iodium oleh
kelenjar tiroid maka GAKI akan terjadi (Samsudin, 2007).

E. Penanggulangan GAKI
Permasalahan GAKI akan berlanjut menjadi masalah nasional karena
berkaitan dengan sumber daya manusia yang akhirnya menghambat tujuan

20

pembangunan nasional. Upaya penanggulangan masalah GAKI yang


dilakukan adalah upaya jangka pendek dan jangka panjang.
1. Upaya Jangka Pendek
Upaya jangka pendek yang dilakukan pemerintah

untuk

menanggulangi masalah GAKI adalah penyuntikan larutan lipidol (1974


1991) dan pemberian kapsul minyak beriodium (1992 sekarang).
Suplemen kapsul minyak beriodium diberikan kepada kelompok risiko
tinggi yaitu wanita usia subur (WUS), ibu hamil, ibu menyusui dan anak
sekolah yang bertempat tinggal di daerah endemik sedang dan endemik
berat. Kapsul minyak beriodium 200mg diberikan pada Wanita Usia Subur
(WUS) sebanya 2 kapsul/tahun, sedangkan untuk ibu hamil, ibu menyusui
dan anak SD kelas 1-6 sebanyak 1 kapsul/tahun. Upaya jangka pendek
adalah upaya yang mahal sehingga tidak dapat dilakukan secara terus
menerus. Oleh karena itu diperlukan upaya penanggulangan jangka
panjang (Halamah, 2006).
2. Upaya Jangka Panjang
Upaya jangka panjang yang dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan GAKI adalah dengan fortifikasi garam konsumsi atau
iodisasi garam. Garam yang sudah difortifikasi dengan iodium disebut
dengan garam beriodium. Iodisasi garam merupakan kegiatan fortifikasi
garam dengan Kalium Iodat (KIO3). Tujuan program iodisasi garam adalah
menargetkan konsumsi garam iodium sesuai persyaratan yaitu sebesar 30
80 ppm di tatanan rumah tangga sebesar 90% (Halamah, 2006). Adapun
kegiatan yang dilakukan dalam rangka memasyarakatkan garam beriodium
adalah :
a. Pemantauan status iodium di masyarakat

21

Pemantauan status iodium di masyarakat dilakukan dengan


surveilans sentinel untuk deteksi dini GAKI. Surveilans merupakan
kegiatan pemantauan yang dilakukan secara berkesinambungan
terhadap beberapa indikator untuk dapat melakukan deteksi dini adanya
masalah yang mungkin timbul agar dapat dilakukan tindakan/intervensi
sehingga keadaan lebih buruk dapat dicegah. Kegunaan surveilans yaitu
mengetahui luas dan beratnya masalah pada situasi terakhir, mengetahui
daerah yang harus mendapat prioritas, memperkirakan kebutuhan
sumber daya yang diperlukan untuk intervensi, mengetahui sasaran
yang paling tepat dan mengevaluasi keberhasilan program (Depkes RI,
2004).
b. KIE peningkatan konsumsi garam beriodium
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan sebuah
strategi pemberdayakan masyarakat dan komponen terkait agar
mempunyai visi dan misi yang sama untuk menanggulangi GAKI
melalui

kegiatan

pemasyarakatan

informasi,

advokasi,

pendidikan/penyuluhan tentang ancaman GAKI bagi kualitas sumber


daya

manusia.

Juga

terkait

pentingnya

mengkonsumsi

garam

beriodium, law enforcement dan social enforcement, hak memperoleh


kapsul beriodium bagi daerah endemik dan penganekaragaman
konsumsi pangan (Depkes RI, 2004).
c. Peningkatan pasokan garam beriodium
Mengingat keterbatasan yang dialami dalam program pemberian
kapsul minyak beryodium, pencegahan gondok endemik lebih
diarahkan dalam jangka panjang yaitu dengan peningkatan distribusi
garam beryodium. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan konsumsi

22

zat yodium melalui makanan. Produksi garam beryodium berpusat di


suatu tempat, maka untuk menjaga kesinambungan persediaan di daerah
perlu dikembangkan jaringan distribusi garam beryodium lintas daerah
baik provinsi maupun kabupaten atau kota. Distribusi atau pasokan juga
ditingkatkan sehingga tidak ada risiko masyarakat akan kekurangan
garam beriodium (Hernawati, 2008).
d. Penegakan norma sosial dan hukum
Penegakan norma sosial dan hukum dilakukan pemerintah dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1994 Tentang
Pengadaan Garam Beriodium yang menyatakan bahwa dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dipandang perlu
melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan berbagai gangguan
terhadap kesehatan manusia akibat dari kekurangan iodium melalui
kegiatan iodisasi garam (Keppres No. 69/1994). Penegakan norma
sosial dilakukan dengan koordinasi bersama tokoh masyarakat dalam
peningkatan pengetahuan mengenai pentingnya garam beriodium
sehingga masyarakat akan sadar dan menggunakan garam beriodium di
rumah tangganya. Tokoh masyarakat berperan penting dalam
penegakan norma sosial karena masyarakat akan mengikuti hal baik
yang diajarkan tokoh masyarakat tersebut (Hernawati, 2008).
e. Pemantapan koordinasi lintas sektoral, swasta dan penguatan
kelembagaan penanggulangan GAKI
Koordinasi lintas sektoral dilakukan pada berbagai sektor terkait
penanggulangan GAKI. Pemerintah pusat menjadi pemandu nasional
dan pemerintah daerah memimpin koordinasi di daerahnya masingmasing. Instansi kesehatan menjadi sektor yang paling berpengaruh

23

terhadap penanggulangan GAKI. Akan tetapi instansi yaang lain juga


turut membantu dalam penanggulangannya seperti instansi pendidikan,
perdagangan penegak hukum dan lain-lain (Hernawati, 2008).

24

BAB III
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan magang magang mahasiswa bidang keilmuan Gizi
akan dilaksanakan di BPP GAKI
Tabel 3.1 Rencana Kegiatan
No

Kegiatan

1.

Mempelajari struktur organisasi di BPP GAKI


Mempelajari pelayanan klinis yang diberikan
pada pasien
Mempelajari pelayanan fisioterapi yang
diberikan pada pasien
Mempelajari pelayanan gizi yang diberikan
pada pasien
Mempelajari pelayanan psikologi yang
diberikan pada pasien

2.
3.
4.
5.

Minggu ke1
2
3

B. Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan magang mahasiswa bidang keilmuan Gizi akan
dilaksanakan di
Nama Instansi : Balai Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium (BPP GAKI)
Alamat Instansi : Kapling Jayan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
56553 Telp. 0293 7894335
Unit Kerja

: Klinik GAKI

C. Waktu Kegiatan
Kegiatan magang mahasiswa di BPP GAKI dilaksanakan pada tanggal
4 Agustus 31 Agustus 2014.
DAFTAR PUSTAKA
25
Andersson M, Takkouche B, Egli I, Allen HE, de Benoist B. 2005. Global Iodine
Status and Progress Over The Last Decade Towards The Elimination of
Iodine Deficiency. Bulletin World Health Organization.

25

ATSDR. 2004. Iodine. US Departement of Health and Human Service. Public


Health Service.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI.
BPP GAKI. 2012. Studi Antropologi Mengenai Pola Makan Anak Penderita
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium di Kabupaten Wonosobo. Balai
Penelitian dan Pengembangan GAKI.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Peningkatan Konsumsi Garam Beryodium.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
______________________. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar
dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta.
______________________. 2008. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008.
Jakarta.
______________________. 2010. Gangguan Akibat Kurang Yodium. Jakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2004. Laporan Evaluasi Program
Penanggulangan GAKI di Daerah Endemis Melalui Pendataan TGR,
Proyek Perbaikan Gizi Masyarakat Provinsi Jawa Tengah. Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Djokomoeljanto. 2002. Aspek Sosio-Kultural Pada Program Penaggulangan
GAKY. http://www.idd-indonesia.net. Diakses tanggal 25 April 2014.
____________. 2006. Gangguan Akibat Kurang Yodium. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Firdanisa, R dan M. Sulchan. 2011. Hubungan Antara Konsumsi Siaida Makanan
dengan Ekskresi Iodium Urin pada Anak SD di Daerah Endemik GAKI.
Artikel Penelitian. Universitas Diponegoro.
Gatie, Asih. 2006. Validasi TGR berdasar Palpasi terhadap USG Tiroid serta
Kandungan Yodium Garam dan Air Di Kecamatan Sirampog Kabupaten
Brebes. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
26Garam Yodium Rumah Tangga di Kota
Halamah, Siti. 2006. Potret Konsumsi
Tegal Tahun 2005. Majalah lnformasi Kesehatan Volume l Nomor 12.

26

Hariyanti, W. dan Veni, I. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian


GAKI Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kecamatan Kendal Kabupaten
Ngawi. Ejournal Boga Volume 2 Nomor 1.
Hernawati, lna. 2008. Program penaggulangan GAKY di lndonesia. Makalah
disajikan dalam seminar sehari peningkatan kualitas sumber daya
manusia melalui penaggulangan GAKY 19 Januari.
Kasriyatun. 2012. Daerah Garam Gudang Gondok. http://health.detik.com
Diakses tanggal 24 April 2014.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1994 Tentang
Pengadaan Garam Beriodium. 1994.
Mirdatillah. 2012. Hubungan Kontrasepsi Hormonal, Pola Konsumsi Iodium Dan
Goitrogenik Dengan Nilai Thyroid Stimulating Hormone (TSH) (Studi
Pada Wanita Usia Subur Di Klinik BPP GAKI Kabupaten Magelang).
Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1 Nomor 2.
NHMRC Public Statement. 2010. Iodine Supplementation for Pregnant and
Breastfeeding Women.
Rusnelly. 2006. Determinan Kejadian GAKI pada Anak Sekolah Dasar Dataran
Tinggi Kota Pagar Alam Propinsi Sumatera Selatan. Thesis. Semarang:
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Samsudin. 2007. Hubungan Kadar Plumbum (Pb) dalam Darah dengan Fungi
Tiroid (TSHFT4) pada WUS Risiko Terkena Paparan Pb di Daerah
Perkotaan. Tesis S2 Sekolah 17. Thesis. Pasca Sarjana Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta..
Sartini DN dan Nyoman SW. 2012. Hubungan Antara Ekskresi Iodium Urin dan
Ekskresi Tiosianat Urin dengan Total Goiter Rate Studi pada Anak SD di
Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Jurnal Media
Medika Muda
Semba DR, Saskia P, Sonja YH, Kai Sun, Mayang S, Martin WB. 2008. Child
Malnutrition and Mortality Among Families Not Utilizing Adequately
Iodized Salt in Indonesia. Am J Clin Nutr 87:43844.
Suara Merdeka. 2007. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium, Penyakit Penyebab
Retardasi Mental. Warta Terkini GAKY. Diakses tanggal 25 April 2014
WHO. 2007. Iodine Deficiency in Europe: A Continuing Public Health Problem.
World Health Organization Geneva, Switzerland

27

WHO, UNICEF, dan ICCIDD. 2007. Assessment of Iodine Deficiency Disorders


and Monitoring their Elimination : A Guide for Programme Managers,
3rd Ed. Geneva.

You might also like