You are on page 1of 17

Laporan Diskusi Kelompok

Blok Dermatomusculoskeletal System


Semester IV

Nama
NIM
Kelas Tutorial
Fasilitator

:
:
:
:

M. Arif Habibi Nasution


080100037
A-8
Dr. Rahmat Sjah, DMM, Sp.Mk

Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
2010

PENDAHULUAN
Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi pada tutorial kelima dalam Blok Growth
And Development System yang didalam pemicu terdapat hal pokok bahasan tentang depresi.
Pembelajaran, pembahasan, dan pemahaman terhadap materi di dalam blok ini diharapkan
bisa menjadi dasar ataupun modal menuju blok-blok berikutnya.
Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini,
diperkirakan ratusan jiwa di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi pada semua usia,
mulai dari anak-anak sampai usia lanjut. Gangguan ini dapat menimbulkan penderitaan yang
berat. Depresi menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat. Biaya pengobatannya sangat
besar dan bila tidak diobati dapat terjadi hal-hal yang sangat buruk misalnya kematian karena
bunuh diri.
Pengertian depresi sudah ada sejak Hipocrates (460 377 SM). Waktu itu disebut
melancholy, yang digambarkan sebagai pengurungan atau kesedihan karena kelebihan cairan
empedu. Baru pada tahun 1905 istilah melancholy diganti dengan depresi oleh Meyer (1905)
dengan alasan etiologi yang lebih luas. Depresi adalah kata Indonesia untuk depression,
sedness, low spirit.
Depresi adalah suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang disertai gejalagejala psikologik lainnya, gangguan somatik maupun gangguan psikomotor dalam kurun
waktu tertentu dan digolongkan ke dalam gangguan afektif. Walaupun depresi sudah dikenal
sejak beberapa abad yang lalu penyebabnya belum diketahui secara pasti. Penelitian untuk
mengetahui mekanisme terjadinya sudah cukup banyak dilakukan, baik dalam bidang genetik,
pencitraan otak, kimia otak, atau psikodinamika, namun hasilnya belum memberikan
kepastian.
Menurut kriteria diagnostik dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders edisi ke-empat (DSM-IV) untuk gangguan depresi berat, gangguan distimik, dan
gangguan bipolar I untuk anak dan remaja adalah sama seperti untuk dewasa dengan sedikit
modifikasi. Modifikasi dalam kriteria untuk gangguan depresi berat pada masa anak dan
remaja adalah sebagai berikut : dapat berupa mood yang mudah tersinggung (irritable),
bukannya mood yang terdepresi. Pada gangguan distimik, mood yang mudah tersinggung
dapat menggantikan mood yang terdepresi.
Kiranya lewat pertanyaan dalam curah pendapat, ulasan, serta kesimpulan yang tersaji
dalam makalah ini dapat membantu kami memahami tentang penyakit ini lebih mendalam
lagi demi tercapainya pembelajaran yang diharapkan.

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN...

ii

ISI
1. Nama atau Tema Blok

2. Fasilitator/Tutor..

3. Data Pelaksanaan....

4. Pemicu....

5. Tujuan Pembelajaran...

6. Pertanyaan yang Muncul dalam Curah Pendapat...

7. Jawaban Atas Pertanyaan

8. Ulasan.

10

9. Kesimpulan.

10

10. Daftar Pustaka.

11

ISI
1. Nama atau blok

: Dermatomusculoskeletal System

2. Fasilitator/ Tutor

: Dr. Rahmat Sjah, DMM, Sp.Mk

3. Data Pelaksanaan

a) Tanggal tutorial

: 9 Februari 2010 dan 12 Februari 2010

b) Pemicu ke-3
c) Pukul

: 10.00-12.30 WIB & 09.30-12.00 WIB

d) Ruangan

: Ruang Diskusi A-8

4. Pemicu :
Seorang wanita, Ny R, umur 65 tahun, datang berobat ke rumah sakit di Medan dengan
keluhan nyeri pada lutut kanannya, sulit digerakkan dan bengkak. Keluhan ini sudah
dialami kurang lebih 1 bulan dan semakin hebat dalam waktu 1 minggu terakhir ini.
Apa yang terjadi pada wanita ini ?
5. Tujuan Pembelajaran :
a) Memahami Sendi (Klasifikasi, definisi, anatomi)
b) Memahami Osteoarthritis
6. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat :
a) Bagaimana klasifikasi, definisi, anatomi dari sendi
b) Bagaiamana definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, gambaran
klinis, pemeriksaan penunjang, SOP diagnosis, penatalaksanaan, treatment,
management, prognosis, komplikasi dari Osteoarthritis
7. Jawaban atas pertanyaaan :
I.

SENDI
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang atau beberapa tulang rangka.

Tulang-tulang ini di padukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, fita
fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Terdapat tiga tipe sendi :
1. Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak, tidak
memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak,
tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan kartilago.
3. Sendi sinovial (diatrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas,
memiliki rongga dan diperkokoh dengan kapsul dan ligament artikular yang
membungkusnya.
-

Sendi Fibrosa

Sendi fibrosa memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan tulang
lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa : (1) sutura
diantara tulang-tulang tengkorak dan (2) sindesmosis yang terdiri dari suatu membrane
interoseus atau suatu ligament di antara tulang. Serat-serat ini memungkinkan sedikit gerakan
tetapi bukan merupakan gerakan sejati. Pelekatan tulang tibia dan fibula bagian distal adalah
suatu contoh dari tipe sendi fibrosa ini.
-

Sendi Kartilaginosa
Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh rawan

hialin, disokong oleh ligamen dan

hanya dapat se dikit bergerak. Ada dua tipe sendi

kartilaginosa. Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persediannya diliputi oleh rawan
hialin. Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang
tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang dan selapis tipis
rawan hialin yang meliputi permukaan sendi. Simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang
punggung adalah contoh-contohnya.
-

Sendi Sinovial
Sendi sinovial adalah sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi ini

memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan hialin


Kapsul Sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang
terbentuk dari jaringan ikat dengan pembuluh darah yang banyak, dan sinovium, yang
membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang
melintasi sendi. Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi; tetapi terlipat sehingga
memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian
membentuk sinovium. Periosteum tidak melewati kapsul sendi.
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi.
Cairan synovial

normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna

kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal relatif kecil ( 1 samapi 3 ml).
hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel / ml dan terutama adalah
sel-sel mononuclear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab atas
viskositas cairan synovial dan sintesis oleh sel-sel pembungkus sinoval. Bagian cair dari
cairan sinoval diperkirakan berasal dari transudat plasma. Cairan sinoval juga bertindak
sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Kartilago hilalin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi
sinovial. Rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Rawan sendi
tersusun dari sedikit sel dan sejumlah besar zat-zat dasar. Zat- zat ini terdiri dari kolagen tipe
II dan proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel rawan. Proteoglikan yang ditemukan pada

rawan sendi sangat hidrofilik, sehingga memungkinkan rawan tersebut tersebut mampu
menahan karusakan sewaktu sendi menerima beban yang berat.
Kartilago sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe atau persarafan.
Oksigen dan bahan-bahan lain untuk metabolisme dibawa oleh cairan sendi yang membahasi
rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi
setelah cedera atau ketika usia bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai
membentuk kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Protoeoglikan dapat kehilangan sebagian
kemampuan hidrofilinya. Perubahan-perubahan ini berarti rawan akan kehilangan
kemapuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Sendi dilumasi oleh cairan synovial dan oleh perubahan-perubahan hodrostatik yang
terjadi pada cairan interstisial rawan. Tekanan yang terjadi pada rawan akan mengakibatkan
pergeseran cairan sendi ke depan, cairan yang bergerak ini juga bergeser kedepan mendahului
beban. Cairan kemudian akan bergerak ke belakang kembali ke bagian rawan ketika tekanan
berkurang. Katilago sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi normalnya terpisah
selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan, rawan tidak
dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak.
Aliran darah ke sendi banyak menuju kesivium. Pembuluh darah mulai masuk melalui
tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat tebal di bagian sinovium
yang menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan di dalam
plasma berdifusi dengan mudah kedalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat
menonjol di sinovium, karena di daerah tersebut banyak mendapat aliran darah, dan di
samping itu juga terdapat banyak sel mast dan sel lain dan zat kimia yang secara dinamis
berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respons.

Saraf-saraf otonom san sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul sendi, dan
sinovium. Saraf saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas pada struktur-struktur ini
terhadap posisi dan pergerakan. Ujung-ujung saraf pada kapsul. Ligamen, dan pembuluh
darah adventisia sangat sensitive terhadap peregangan dan perputaran. Nyeri yang timbul dari
kapsul sendi atau sinovium cenderung difisus dan tidak terlokalisasi. Sendi dipersarafi oleh
saraf-saraf perifer yang menyebrangi sendi. Ini berarti nyeri dari satu sendi mungkin dapat
dirasakan pada sendi lainnya; misalnya, nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai
nyeri lutut.
II. OSTEOARTRITIS
PENGERTIAN OSTEOARTRITIS
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang ditandai dengan degenerasi
tulang rawan sendi, hipertropi tulang pada tepinya dan perubahan pada membran sinovial
disertai dengan nyeri dan kaku.
EPIDEMIOLOGI OSTEOARTRITIS
Menurut WHO badan kesehatan dunia sekitar 40 % penduduk dunia yang berusia
lebih dari 70 tahun mengalami osteoartritis sedangkan di indonesia saja skitar 15,5 % untuk
pria dan 12,7 % untuk wanita yang alami osteoartritis dan sekitar 1-2 juta orang yang
mengalami cacat.
FAKTOR-FAKTOR RISIKO OSTEOARTRITIS
-

Umur
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat.

Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir


tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di
atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan
tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA.
-

Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering

terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun
frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah
menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wania daripada pria. Hal ini menunjukkan
adanya peran hormonal pada patogenesis OA.
-

Suku Bangsa
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan di

antara masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jarang di antara orang-orang

kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika
Asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan
cara hidup perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
-

Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang

wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (modus Heberden) terdapat 2 kali lebih
sering OA pada sendir-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3
kali lebih sering, daripada ibu dan anak-anak perempuan dari wanita tanpa OA tersebut.
Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang
rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protrein pengikat atau proteglikan dikatakan
berperan dalam timbulnya kecendrungan familial pada OA tertentu (terutama OA banyak
sendi).
-

Kegemukan dan Penyakit Metabolik


Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk

timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaian
dengan OA pada sendi lain (tangan atas sternoklavikula). Oleh karena itu disamping faktor
mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain
(metabolic) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolik dan
hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya ikatan antara OA
dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi. Pasien-pasien osteoarthritis
ternyata mempunyai risiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada
orang-orang tanpa osteoarthritis.
-

Cedera Sendi, Pekerjaan dan Olah raga


Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus (misalnya

tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian
juga cedera sendi dan olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaian dengan risiko
OA yang lebih tinggi.

Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya OA masih

menjadi pertentangan. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera


traumatic (misalnya robeknya meniscus, ketidak stabilan ligamen) yang dapat mengenai
sendi. Akan tetapi selain cedera yang nyata, hasil-hasil penelitian tak menyokong pemakaian
yang berlebihan sebagai suatu faktor untuk timbulnya OA. Meskipun demikian, beban
benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang yang
mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA.

Kelainan Pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan dislokasi

kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda. Mekanisme ini
juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA paha pada laki-laki dan ras tertentu.
PATOFISIOLOGI OSTEOARTRITIS
Pada osteoartritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak makromolekul
matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya
kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan
suatu subtansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang
makrofag untuk menghasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk
degradasi matriks ekstraseluler.
Gambaran utama pada osteoarthritis adalah:
1. Destruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan
untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan pengaruh-pengaruh yang lain yang
merupakan efek dari tekanan. Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai oleh perubahan
yang tidak sesuai dari kolagen. Pada level teratas dari tempat degradasi kolagen, memberikan
tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik.
Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan
komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks
rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan tulang rawan mengalami fibrilasi dan
berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi.
Pada tepi sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan
pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk
memperbaiki dan membentuk kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi
yang dapat menerima beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan
awal tulang rawan sendi pada osteoartritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang
garis permukaan sendi.

Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang dibawahnya juga ikut terlibat.
Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak
terkena. Namun ternyata peningkatan tekanan yang terjadi melebihi kekuatan biomekanik
tulang. Sehingga tulang subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi
vaskular, akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi).
Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala
osteoartritis seperti nyeri sendi, kaku dan deformitas. Melihat adanya proses kerusakan dan
proses perbaikan yang sekaligus terjadi, maka osteoartritis dapat dianggap sebagai kegagalan
sendi yang progressif.

GAMBARAN KLINIS OSTEOARTRITIS


Gambaran klinis osteoartritis umumnya berupa nyeri sendi, terutama apabila sendi
bergerak atau menanggung beban. Nyeri tumpul ini berkurang bila pasien beristirahat, dan
bertambah bila sendi digerakkan atau bila memikul beban tubuh. Dapat pula terjadi kekakuan
sendi setelah sendi tersebut tidak digerakkan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan
menghilang setelah sendi digerakkan. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi, biasanya hanya
bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan dengan kekakuan sendi di pagi hari yang
disebabkan oleh arthritis rheumatoid yang terjadi lebih lama. Spasme otot atau tekanan pada
saraf di daerah sendi yang terganggu adalah sumber nyeri. Gambaran lainnya adalah

keterbatasan dalam gerakan (terutama tidak dapat berekstensi penuh), nyeri tekan lokal,
pembesaran tulang disekitar sendi, sedikit efusi sendi, dan krepitasi.
Perubahan yang khas terjadi pada tangan. Nodus Heberden atau pembesaran tulang
sendi interfalang distal sering dijumpai. Nodus Bauchard lebih jarang ditemukan, yaitu
pembesaran tulang sendi interfalangs proksimal.
Perubahan yang khas juga terlihat pada tulang belakang, yang akan menjadi nyeri,
kaku, dan mengalami keterbatasan dalam bergerak (ROM). Pertumbuhan tulang yang
berlebihan atau spur dapat mengiritasi radiks yang keluar dari tulang vertebra. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan neuromuskular, seperti nyeri, kekakuan, dan keterbatasan
gerak. Ada beberapa orang yang mengeluh sakit kepala sebagai akibat langsung dari
osteoartritis pada tulang belakang leher.
PEMERIKSAAN FISIS OSTEOARTRITIS
-

Hambatan Gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara

radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya
bias dogoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).
-

Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa

perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi atau dokter yang memeriksa.
Dengan bertambahnya beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu.
Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi
digerakkan atau secara pasif di manipulasi.
-

Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris


Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya

tidak banyak (< 100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang data mengubah
permukaan sendi.
-

Tanda-tanda Peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat

yang merata dan warna kelemahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis.
Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali di lutut, pergelangan
kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.
-

Perubahan Bentuk (deformitas) Sendi yang Permanen

Perubahan ini dapat timbul karena konfraktur sendi yang lama, perubahan permukaan
sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.
-

Perubahan Gaya Berjalan


Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat

badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis
spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoartritis
juga menimbulkan gangguan fungsi.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK OSTEOARTRITIS
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
-

Radiografis Sendi yang Terkena


Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoartritis sudah

cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih.


Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah :

Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban).

Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral.

Kista tulang

Osteofut pada pinggir sendi

Perubahan struktur anatomi sendi.


Berdasarkan perubahan-perubahan radigorafi di atas, secara radiografi OA dapat

digradasi menjadi ringan sampai berat (criteria Kellgren dan Lawrence). Harus diingat bahwa
pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.
Pemeriksaan penginderaan dan radiografi sendi lain

Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan magnetic mungkin diperlukan pada
beberapa keadaan tertentu. Bila osteoarthritis pada pasien dicurigai berkaitan dengan
penyakit metabolic atau genetic seperti alkaptonuria, oochronosis, dysplasia epifisis,
hiperparatirodoisme, penyakit paget atua hemokramatis (terutama pemeriksaan
radiografi pada tengkorak dan tualng belakang).

Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai keluhan
banyak sendi (osteoarthritis generalisata).

Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit yang meskipun ajrang tetapi


berat (osteonekrosis, neuropati Charcot, Pigmented sinovitis) perlu pemeriksaan
yanglebih mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-penuakit tersenbiut seringkali

diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih seperti sidikan tulang, penginderaan
dengan resonansi magnetic (MRI), artroskopi dan artografi.

Pemeriksana lebih lanjut (khususnya MRI) dan mielografi mungkin juga diperlukan
pada pasien dengan OA tulang belakang untuk meneapkan sebab-sebab gejalan dan
keluhan-keluhan kompresio radikular atau medulla spinalis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM OSTEOARTRITIS


Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak berguna. Darah tepi
(hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dan bats-batas normal, kecualia OA generalisata
yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, factor
rheumatoid danm komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin
didapatkan penurunan viskositas, pleositas ringan sampai sedang peningkatan ringan sel
peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.
PENATALAKSANAAN OSTEOARTRITIS
Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat
ringannya sendi yang terkena. Pengelolaanya terdiri dari 3 hal
Terapi non farmakologis :
-

Edukasi atau penerangan

Terapi fisik dan rehabilitasi

Penurunan berat badan.

Terapi farmakologis :
-

Analgesic oral non opiate

Analgesic topical

OAINS (obat anti inflamasi non steroid)

Chondroptotective

Steroid intra-artikuler

Terapi Bedah :
-

Maligment, deformitaslutut Valgus-Varus dsb

Arthroscopic debridement dan joint lavage

Osteotomi

Artroplasti sendi total

TERAPI NON-FARMAKOLOGIS
Penerangan
Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk-belik tentang
penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah pearah serta
persendiannya tetap dapat dipakai.

Terapi Fisik dan Rehabilitasi


Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Penurunan Berat Badan
Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan factor yang akan memperberat
penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus sellau dijaga agar tidak berlebihan. Apabila
berat badan berlebihan, maka ahrus diusahkan penurunan berat badan, bila mungkin
mendekati berat badan ideal.
TERAPI FARMAKOLOGIS
Analgestik Oral Non Opiat
Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati sendiri penyakitnya, terutama dalam
hal mengurangi atau menghilankgan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan yang dijual bebas
yang mampu mengurangi rsa sakit. Pada umumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan pada
media massa, baik cetak (Koran), radio maupun televise.
-

Analgesik Topikal

Analgesic topical dengan mudah dapat kita dapatkan dipasaran dan banyak sekali yang dijual
bebas. Pada umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum memakai obatobatan peroral lainnya.
-

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Apabila dengan cara-cara tersebut di atas tidak berhasil, pada umumnya pasien mulai datang
kedokter. Dalam hal seperti ini kita pikirkan untuk pemberian OAINS, oleh karena obat
golongan ini di samping mempunyai efek analgetik juga mempunyai efek anti inflamasi. Oleh
karena apien OA kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini harus sangat
berhati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek sampingnya minimal dan dengan cara pemakaian
yang sederhana, di samping itu pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek samping
selalu harus dilakukan.
-

Chondroprotective Agent

Yang dimaksud dengan chondroprotective agent adalah obat-obat yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA. Sebagian peneliti
menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteothritis (DMAODs).
Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondrotoin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide dismutase dan sebagainya.

Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk menghamabt kerja enzim MMP
dengan cara menghambatnya. Salah satu contoh adalah doxycycline, sayangnya obat ini
baru dipakai pada hewan dan belum dipakai pada manusia.

Asam hialuronat disebut juga sebagai viscosupplement oleh karena salah satu manfaat
obat ini adalah dapat memperbaiki viskosits cairan synovial, obat ini diberikan secara
intra-artikuler. Asam hialuronat ternyata memegang peranan penting dalam pembentukan
matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteglikan. Di samping itu pada binatang
percobaan, asam hialuronat dapat mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat
angiogenesis dan khemotaksis sel-sel inflamasi.

Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam proses


degradasi tulang rawan, antara lain : hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in
vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan danm asam hialironat pada kultur tulang
rawan sendi manusia. Dari penelitian Rejholec tahun 1987 (dikutip dari Fife & Brandt,
1992) pemakaian glikosamoglikan selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam
rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistic
bermakna. Juga dilaporkan pada pemeriksaan radiologis menunjukkan progresivitas
kerusakan tulang rawan yang menurun dibandingkan dengan control.

Kondrotoin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebrata, dan
terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Salah satu jaringan yang
mengandung kondrotin sulfat adalah tulang rawan sendi dan zat ini merupakan bagian dari
protegolikan. Menurut Hardingham (1998), tulang rawan sendi, terdiri dari 2% sel dan
98% martriks ekstraseluler yang terdiri dari kolagen dan proteoglikan. Matriks ini
membentuk satu struktur yang utuh sehingga mampu menerima beban tubuh. Pada
penyakit sendi degenerative seperti OA terjadi kerusakan tulang rawan sendi dan salah
satu penyebabnya adalah hilangnya atau berkurangnya proteglikan pada tulang rawan
tersebut. Menurut penelitian Uebelhart dkk (1998) pemberian kondrotoin sulfat pada
kasus OA mempunyai efek protektif terhadap terjadinya kerusakan tuang rawan sendi.
Sedang Ronca dkk (1998) telah mengambil kesimpulan dalam penelitiannya tentang
kondroitin sulfat sebagai berikut : efektivitas kondrotoin sulfat pada pasien OA mungkin
melalui 3 mekanisme utama, yaitu : 1) anti inflamsi, 2) efek metabolic terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan, 3) anti degradatif melalui hambatan enzim proteolitik dan
menghambat efek oksigen reaktif.

Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Pada
pengamatan ternyata vitamin C mempunyai manfaat dalam terapi OA (Fife & Brandt,
1992).

Superoxide Dismutase, dapat dijumpai pada setiap sel mamalai dan mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan superoxile dan hdyroxil radicals. Secara in vitro,
radikal superoxide mampu merusak asam hiaronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hydrogen peroxide dapat merusak kondrosit secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase ini dapat mengurangi keluhan-keluhan
pada pasien OA. (Fitri & Brandt, 1992)

Steroid intra-artikuler, pada penyakit arthritis rheumatoid menunjukkan hasil yang baik.
Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu
kortikosteroid intra artikuler telah dipakai dan mampu mengurangi rasa sakit, walaupun
hanya dalam waktu yang singkat. Penelitian selanjutnya tidak menunjukkan keuntungan
yang nyata pada pasien OA, sehinga pemakaianya dalam hal ini masih controversial.

8. Ulasan
Seorang pasien datang dengan keluhan nyeri pada lutut kanannya, sulit digerakkan dan
bengkak. Keluhan ini sudah dialami kurang lebih 1 bulan dan semakin hebat dalam waktu 1
minggu terakhir ini.
Dari keluhan - keluhan ini, kita dapat menarik hipotesa (kesimpulan sementara) bahwa
pasien mengalami osteoarthritis.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita osteoarthritis memerlukan
penilaian sebagai berikut :

Penilaian terhadap sendi, dilihat berapa jumlah sendi yang terkena, nyeri sendi atau
periartikular, derajat kerusakan, instabilitas, inflamasi, hambatan gerak, dan disabilitas.

Penilaian terhadap penderita, akibat yang ditimbulkan dari nyeri dan beratnya nyeri,
afeksi, beratnya stres, gangguan fungsi organ, komorbid, masalah sosial-ekonomi, kualitas
hidup, pengetahuan dan pandangannya terhadap penyakit reumatik.
Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pasien osteoarthritis, meliputi

:
o Edukasi mengenai penyakitnya
o Coping mechanism
o Memaksimalkan fungsi
o Mengurangi kecacatan dan sedapat mungkin mencegah atau memperhatikan
o kerusakan rawan sendi.
9. Kesimpulan
Ny. R mengalami osteoartritis grade II pada articulatio genus dekstra.

10. Daftar Pustaka


-

Prof.

dr.

Soetjiningsih,

SpA(K),

IBCLC.

Tumbuh

Kembang

Remaja

dan

Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto. 2004; 1-22; 23-38; 77-86; 219-232.


-

dr. Dradjat Boediman, SpA (K). Sehat Bersama Gizi. Jakarta : Sagung Seto. 2004.

Harold I. Kaplan, M.D, dkk. Sinopsis Psikiatri Jilid Satu. Jakarta : Binarupa Aksara. 2009.

Lewis A. Barness, John S. Curran. Nutrisi. Waldo E. Nelson, MD, Richard E. Behrman,
MD, Robert Kliegman, MD, dan Ann M. Arvin, MD. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi
15 Volume 1. Jakarta: Bagian Kesehatan Anak FKUI. 2000.

Bertram G. Katzung. Editor: Prof. Dr. H. Azwar Agoes DSFK. Farmakologi Dasar dan
Klinik Edisi VI. Jakarta: EGC.1998;233;285;474.

You might also like