You are on page 1of 18

PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN

(Kognitif, Afektif, Dan Psikomotor)


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Penilaian Pendidikan Fisika
yang dibina oleh Bapak Muhardjito

Oleh :
Ivan dwi santoso
Widiyawati

(1203214199 )
(120321419995)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JANUARI 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1

Latar belakang
Seringkali, orang yang melakukan suatu kegiatan pasti berkeinginan mengetahui baik
atau buruknya kegiatan yang dilakukannya, seperti halnya pada proses pembelajaran.
Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya pembelajaran pastinya diperlukan penilaian.
Penilaian merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek
dengan menggunakan instrumen tertentu dan hasilnya dianalisis untuk memperoleh suatu

kesimpulan karakteristik belajar siswa. Siswa dan guru merupakan orang-orang yang
terlibat dalam kegiatan pembelajaran, tentu mereka pasti berkeinginan mengetahui proses
dan hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil
belajar siswa selain itu juga sebagai motivator bagi siswa dan dari hasil penilaian
tersebut dapat membantu siswa memperbaiki diri dan menentukan tindak lanjut yang
sesuai. Dengan hasil penilaian siswa dapat memahami bagian mana yang harus
diperbaiki dan tindak lanjut apa yang harus dilakukan. Dalam sistem pendidikan nasional
rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik.
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat
dilepaskan dari kegiatan atau proses penilaian hasil belajar. Benjamin S. Bloom
berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu
kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta
didik, yaitu: ranah proses berpikir (cognitive domain), ranah nilai atau sikap (affective
domain), dan ranah keterampilan (psychomotor domain). Dalam konteks penilaian
maupun evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus
dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan penilaian hasil belajar.
1. 2

Rumusan masalah
1. 2.1
Apa pengertian dan jenis-jenis instrumen penilaian?
1. 2.2
Bagaimana cara penyusunan instrumen penilaian pengetahuan (kognitif)?
1. 2.3
Bagaimana cara penyusunan instrumen penilaian psikomotorik?
1. 2.4
Bagaimana cara penyusunan instrumen penilaian sikap (afektif)?

1. 3

Tujuan
1. 3. 1 Mengetahui pengertian dan jenis instrumen penilaian.
1. 3. 2 Mengetahui cara penyusunan instrumen penilaian pengetahuan (kognitif)?
1. 3. 3 Bagaimana cara penyusunan instrumen penilaian psikomotorik?
1. 3. 4 Bagaimana cara penyusunan instrumen penilaian sikap (afektif)?

BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian dan jenis instrumen penilaian
2. 1. 1
Pengertian instrumen penilaian
Seperti halnya dalam suatu percobaan instrumen merupakan alat ukur
yang digunakan untuk mengukur suatu besaran dalam rangka pengumpulan
data. Misalnya timbangan adalah instrumen alat ukur yang digunakan untuk
mengumpulkan data berat dengan cara melakukan penimbangan. Jadi
instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga
dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau
mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Dalam bidang pendidikan,
instrumen digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor

yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar,


perkembangan hasil belajar siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru,
dan keberhasilan pencapaian suatu program tertentu.
Dalam evaluasi pendidikan terdapat dua kegiatan yang penting, yaitu
pengukuran dan penilaian. Mengukur adalah kegiatan membandingkan antara
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan penilaian adalah suatu langkah
lanjutan dari pengukuran. Informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran.
Selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan.
Sedangkan
penilaian
adalah

kegiatan

menafsirkan

atau

mendeskripsikan hasil pengukuran. Atau bisa juga disebut keputusan tentang


nilai. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat
dalam tes. Hasil jawaban siswa tersebut akan ditafsirkan dalam bentuk nilai.
2. 1. 2 Jenis-jenis instrumen penilaian
Dalam pendidikan Instrumen alat ukur yang digunakan untuk
mengumpulkan data dapat berupa tes atau nontes, jadi jenis instrumen
penilaian terdiri dari instrumen penilaian tes dan instrumen penilaian non-tes.
1. Instrumen penilaian tes
Menurut Sudijono dalam Djali dan Muljono (2008), tes adalah alat
atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian.
Tes sebagai alat penilaian pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada
siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),
dalam bentuk tulisan (tes tulisan), dan dalam bentuk perbuatan (tes
tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur
hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan
penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidkan dan
pengajaran. Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam
rangka pengukuran dan penilaian. Penilaian yang dilakukan di sekolah,
khususnya di suatu kelas, mempunyai fungsi ganda, yaitu untuk mengukur
siswa dan untuk mengukur keberhasilan program pengajaran. Dalam
bagian ini hanya akan dibicarakan tes untuk mengukur keberhasilan siswa.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, tes dibagi menjadi 3,
yaitu :
a. Tes diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan hal tersebut dapat
dilakukan penanganan yang tepat. Dengan mengingat bahwa sekolah

sebagai sebuah transformasi, maka terdapat empat diagnostik dimana


diasnotik 1 ada pada masukan atau input, diagnostik 2 dan 3 pada
proses dan diagnostik 4 pada output.
Tes diagnostik ke-1 dilakukan terhadap calon siswa sebagai
input, untuk mengetahui apakah calon siswa sudah menguasai
pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan di
sekolah. Dalam pembicaraan tes secara umum, tes ini disebut tes
penjajakan masuk yang dalam istilah Inggris disebut entering
behavior test. Dalam penggalan kecil, tes diagnostik ke-1 dilakukan
untuk mengukur tingkat penguasaan pengetahuan dasar untuk dapat
menerima pengetahuan lanjutannya. Pengetahuan dasar ini biasa
disebut dengan pengetahuan bahan prasyarat (prerequisite). Oleh
karena itu, tes ini disebut juga tes prasyarat atau prerequisite test.
Tes diagnostik ke-2 dilakukan terhadap calon siswa yang akan
mulai mengikuti program. Apakah cukup banyak calon siswa yang
diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk
pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. Apakah anak
yang baik akan disatukan satu kelas, atau semua kelas akan diisi
dengan campuran anak baik, sedang, atau kurang. Ini semua
memerlukan informasi yang dapat diperoleh dengan cara mengadakan
tes diagnostik. Dengan demikian, tes diagnostik telah berfungsi
sebagai tes penempatan (placement test).
Tes diagnostik ke-3 dilakukan terhadap siswa yang sedang
belajar. Tidak semua siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan
oleh guru dengan lancar. Sebagai guru yang bijaksana, sebaiknya
sesekali melakukan tes diagnostik untuk mengetahui bagian mana dari
materi pelajaran yang diberikan belum dikuasai oleh siswa. Selain itu,
ia harus dapat mendeteksi apa penyebabnya. Berdasarkan hasil tes
diagnostik tersebut, guru dapat memberikan bantuan yang diperlukan.
Tes diagnostik ke-4 diadakan pada waktu siswa akan
mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui
tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan.
b. Tes formatif
Dasar istilah formatif adalah kata form, maka tes formatif
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk
setelah mengikuti program tertentu. Dalam hal ini, tes formatif dapat

1
input

input

juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Tes ini
merupakan post-test atau tes akhir proses.
c. Tes sumatif
Tes sumatif dilaksanaan setelah berakhirnya pemberian
sekelompok atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman
di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian ,
sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum
yang biasanya dilaksanakan pada tiap akhir semester.
Ditinjau dari bentuk-bentuk tes, tes dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Tes Objektif
Tes objektif adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri
dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan
jalan memilih salah satu atau lebih jawaban di antara beberapa
kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing
items, atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawaban berupa
kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat yang telah
disediakan untuk masing-masing butir item yang bersangkutan. Tes
objektif dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu :
- Bentuk jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki
jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat atau symbol. Ada
dua bentuk jawaban singkat yaitu bentuk pertanyaan langsung dan
-

bentuk pertanyaan tidak langsung.


Bentuk soal benar-salah
Bentuk soal benar-salah addalah bentuk tes yang soal-soalnya
berupa pertanyaan dimana sebagian dari pertanyaan yang benar

dan pertanyaan yang salah.


Bentuk soal menjodohkan
Bentuk soal menjodohkan terdiri dari dua kelompok pertanyaan
yang parallel yang berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah
kiri merupakan bagian yang berupa soal-soal dan sebelah kanan
adalah jawaban yang disediakan. Tapi sebaiknya jumlah jawaban
yang disediakan lebih banyak dari soal karena hal ini akan
mengurangi kemungkinan siswa menjawab yang betul dengan

hanya menebak.
Bentuk soal pilihan ganda

Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu


jawaban yang benar atau paling tepat.
b. Tes Subjektif (Tes Esay)
Tes Subjektif adalah Suatu bentuk tes yang terdiri dari
pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa
uraian-uraian yang relatif panjang. Tes dirancang untuk mengukur hasil
belajar di mana unsur-unsur yang diperlukan untuk menjawab soal
dicari, diciptakan dan disusun sendiri oleh pengambil tes. Peserta tes
harus menyusun sendiri kata-kata dan kalimat-kalimat dalam
merumuskan jawabannya. Butir soal mengandung pertanyaan atau
tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan
dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes.
Tes Uraian dapat dibedakan menjadi:
Tes uraian terbuka
Tes uraian terbuka tepat digunakan untuk mengukur
kemampuan

siswa

dalam:

menghasilkan,

mengorganisasi,

mengekspresikan ide, mengintegrasikan pelajaran dalam berbagai


bidang, membuat desain eksperimen; mengevaluasi manfaat suatu
ide. Pada test uraian bentuk terbuka, jawaban yang dikehendaki
muncul dari teste sepenuhnya diserahkan kepada teste itu sendiri.
Artinya tes mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam
merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawabannya

dalam bentuk uraian.


Tes uraian terbatas (Restricted respons question)
Tes uraian terbatas tepat digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa dalam: menjelaskan hubungan sebab akibat,
menerapkan suatu prinsip atau teori, memberikan alasan yang
relevan, merumuskan hipotesis, membuat kesimpulan yang tepat,
menjelaskan suatu prosedur, dan sebagainya.

Fungsi Tes
Beberapa fungsi tes diantaranya:
-

Sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa dengan maksud


untuk mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah

dicapai siswa setelah menempuh proses belajar-mengajar dalam


-

jangka waktu tertentu.


Sebagai motivator dalam pembelajaran, dengan adanya nilai sebagai

umpan balik diharapkan meningkatnya intensitas kegiatan belajar.


Berfungsi untuk upaya perbaikan kualitas pembelajaran
Untuk menentukan barhasil atau tidaknya siswa sebagai syarat untuk
menentukan berhasil atau tidaknya siswa sebagai syarat untuk

melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.


Dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni

berfikir logis, analitis dan sistematis;


Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem

solving);
Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sihingga
tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat
proses berfikir siswa.

Dipihak lain kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tes ini
antara lain adalah:
-

Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat
menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes
objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah

pertanyaan;
Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat

pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya.


Tes ini biasanya kurang reliable, mengungkap aspek yang terbatas,
pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi
kelas yang jumlah siswanya relative besar.

2. Insrumen penilaian Non Tes


Kegiatan pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan dalam
berbagai bentuk tes dan hal ini yang paling banyak digunakan. Namun, tes
bukanlah satu-satunya alat dalam proses pengukuran, penilaian, dan
evaluasi pendidikan sebab masih ada teknik lain yakni teknik NON
TES.

Yang termasuk dalam kelompok non-tes ialah Pengamatan


(Observation), Wawancara (interview), Kuesioner (questionair), Daftar
cek (check list),dll.
a. Pengamatan (Observation)
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang
dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan obyek
pengamatan. Ada tiga jenis observasi, yakni:
Observasi langsung, adalah pengamatan yang dilakukan terhadap
gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan

langsung diamati oleh pengamat.


Observasi tidak langsung, adalah observasi yang dilakasanakan
dengan menggunakan alat seperti mikroskop utuk mengamati

bakteri, suryakanta untuk melihat pori-pori kulit.


Observasi partisipasi, adalah observasi yang dilaksanakan dengan
cara

pengamat harus melibatkan diri atau ikut serta dalam

kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang


diamati.
b. Wawancara (interview)
Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan
yang dilaksanakan dengan Tanya jawab baik secara lisan, sepihak,
berhadapan muka, walaupun dengan arah serta tujuan yang telah
dilakukan.
Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara terstruktur dan
wawanncara bebas. Dalam wawancara berstruktur kemungkinan
jawaban telah di siapkan sehingga siswa tinggal mengkategorikannya
kepada alternative jawaban yang telah dibuat. Keuntungannya ialah
mudah di olah dan dianalisis untuk dibuat kesimpulan. Sedangkan
untuk wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan sehingga
siswa bebas mengemukakan pendapatnya. Keuntungannya ialah
informasi lebih padat dan lengkap sekalipun kita harus bekerjakeras
dalam menganalisisnya sebab jawabanya bias beraneka ragam.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu di rancang pedoman
wawancara, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara
Tentukan aspek-aspek yang akan di ungkap dari wawancara
tersebut

Tentukan bentuk pertanyaan yang akan di gunakan.


c. Kuesioner (questionair)
Kuesioner (questionair) juga sering dikenal sebagai angket. Pada
dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi
oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini orang
dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan
sikap atau pendapatnya, dan lain lain.Tentang macam kuesioner, dapat
ditinjau dari beberapa segi.
Ditinjau dari segi siapa yang menjawab
Ditinjau dari segi cara menjawab
d. Daftar cek (check list)
Daftar cek berguna untuk menyatakan ada atau tidak adanya suatu
unsur, komponen, karakteristik, atau kejadian dalam suatu peristiwa,
tugas, atau satu kesatuan yang kompleks. Selain itu daftar cek
berguna untuk mengukur hasil belajar, baik yang berupa produk
maupun proses yang dapat diperinci ke dalam komponen-komponen
yang lebih kecil, terdefinisikan secara operasional dan sangat spesifik.
2. 2

Menyusun Instrumen Penilaian Pengetahuan (Kognitif)


Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam
ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir,
termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir,
mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Ke enam
jenjang yang dimaksud adalah:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge) adalah kemampuan seseorang
untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang
nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan
kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah
merupakan proses berfikir yang paling rendah.Salah satu contoh hasil
belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal
persamaan Hukum Newton, menerjemahkan dan menuliskannya secara
baik dan benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang
diberikan oleh guru Fisika di sekolah.

2. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti


atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan
kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat
melihatnya dari berbagai segi.

Seseorang peserta didik dikatakan

memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi


uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya
sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat
lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini
misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Fisika dapat menguraikan
tentang makna fisis yang terkandung dalam persamaan usaha secara lancar
dan jelas.
3. Penerapan (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan
atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode,
prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi
yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir
setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.Salah satu contoh hasil belajar
kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan
tentang penerapan konsep getaran yang diajarkan dalam kehidupan seharihari.
4. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih
kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktorfaktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah
setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi. Contohnya peserta didik
dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari
sebuah atom, dimana atom tersebut terdiri atas elektron, proton dan neutron
sebagai bagian dari penyusun atom.
5. Sintesis (syntesis) adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan
dari proses berfikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang
memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola
baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang
analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah:
peserta didik dapat menuliskan langkah kerja .

6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)Adalah merupakan jenjang


berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom.
Penilian atau evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk
membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika
seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih
satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang
ada.
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang
diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif
tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan.
Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan.
Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus
maka hasil pendidikan akan lebih baik.
Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dapat dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes kognitif diantaranya adalah tes atau pertanyaan lisan di kelas,
pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif atau uraian bebas, jawaban
atau isian singkat, menjodohkan, portofolio dan performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah kognitif adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai
dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan,
urutan, metode.
b. Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang
sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan,
memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
c. Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring & menerapkan
dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai
dengan

kemampuan

menghubungkan,

memilih,

mengorganisasikan,

memindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan,


mengubah struktur.
d. Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu
fakta/

objek

menjadi

membandingkan,

lebih

rinci.

menganalisis,

membedakan, mengkategorikan.

Ditandai

dengan

menemukan,

kemampuan

mengalokasikan,

e. Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep


secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan
kemampuan

mensintesiskan,

menyimpulkan,

menghasilkan,

mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.


f. Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan
terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya
dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan
kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.

2. 3

Menyusun Instrumen Penilaian Keterampilan (Psikomotorik)


Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman
belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini merupakan kelanjutan dari hasil
belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif. Hasil belajar
kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila
peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan
makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya.
Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah
psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972)
menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah
mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi
reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan
tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.
Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata pelajaran yang banyak berhubungan
dengan ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan,
seni budaya, fisika, kimia, biologi, dan keterampilan. Dengan kata lain, kegiatan
belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di
aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik
itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan
dengan ranah psikomotor.
Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau keterampilan gerak ada
beberapa langkah yang harus dilakukan agar pembelajaran mampu membuahkan

hasil yang optimal. Mills (1977) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam


mengajar praktik:
1. Menentukan tujuan dalam bentuk perbuatan,
2. Menganalisis keterampilan secara rinci dan berutan,
3. Mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan penjelasan singkat dengan
memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci yang
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian yang sukar,
4. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba melakukan praktik
dengan pengawasan dan bimbingan, dan
5. Memberikan penilaian terhadap usaha peserta didik.
Hasil belajar keterampilan/psikomotor dapat diukur melalui:
1. Pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung,
2. Sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada
peserta didik untuk mengukur beberapa pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
3. Beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan
kerjanya.
Dave (1967) mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan
menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.
1. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana dan sama persis
dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya.
2. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum
pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja.
3. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan
yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat.
4. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan
yang komplek dan tepat sehingga hasil kinerjanya merupakan sesuatu yang
utuh.
5. Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan
kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga
efektivitas kerja tinggi.
Adapun keterampilan yang bisa dinilai mencakup:
1. Kemampuan peserta didik menggunakan alat dan sikap kerja.

2. Kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan


pengerjaan.
3. Kecepatan mengerjakan tugas.
4. Kemampuan membaca gambar atau simbol.
5. Keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan/atau ukuran yang telah
ditentukan.
2. 4

Menyusun Instrumen Penilaian Sikap (Afektif)


Penilaian sikap adalah penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa

terhadap suatu objek, fenomena atau masalah. Ranah afektif merupakan ranah
yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku
seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan
tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya
terhadap mata pelajaran fisika, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran
fisika di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai
pelajaran fisika yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap
guru dan sebagainya.
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada
tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan
dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan
dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan
dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap
selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya
menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah
afektif dilakukan melalui dua hal yaitu:
a. Laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket
anonim,
b. Pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar
pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam
ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
a. Menerima (receiving): jenjang ini berhubungan dengan kesediaan atau
kemauan siswa untuk ikut dalam stimuli khusus (kegiatan dalam kelas, baca
buku, dan sebagainya). Dipandang dari segi pengajaran, jenjang ini

berhubungan dengan menimbulkan atau mengarahkan perhatian siswa.


Contohnya seperti senang membaca puisi, sering mendengarkan musik.
b. Menjawab (responding): kemampuan ini bertalian dengan partisipasi siswa.
Hasil belajar dalam jenjang ini dapat menekankan kemauan untuk menjawab.
Contohnya seperti mengerjakan tugas, menaati peraturan dan sebagainya.
c. Menilai (valuing): jenjang ini bertalian dengan nilai yang dikenakan siswa
terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu. Contohnya seperti
menunjukkan alasan, dan lain-lain.
d. Organisasi (organization): tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilainilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antara nilai-nilai itu, dan mulai
membentuk suatu system nilai yang konsisten secara internal. Contohnya
seperti objektif dalam menyelesaikan masalah.
e. Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai (characterization by a
value or value complex): pada jenjang ini individu memiliki sistem nilai yang
mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga
membentuk karakteristik. Contohnya seperti mengamati tingkah laku siswa
selama mengikuti proses belajar mengajar berlangsung.
Penilaian afektif, bagi sebagian guru lebih sulit dilakukan dibanding penilaian
kognitif atau penilaian psikomotor. Padahal dalam dunia pendidikan seperti
halnya di sekolah, ranah afektif juga sangat perlu mendapatkan perhatian.Berikut
langkah-langkah penyusunan instrumen penilaian afektif:
a. Pemilihan ranah afektif yang ingin dinilai oleh guru, misalnya sikap dan minat
terhadap suatu materi pelajaran
b. Penentuan indikator apa yang sekiranya dapat digunakan untuk mengetahui
bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran
c. Beberapa contoh indikator yang misalnya dapat digunakan untuk mengetahui
bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran, yaitu:
o presentase kehadiran atau ketidakhadiran di kelas.
o aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, misalnya
apakah suka bertanya, terlibat aktif dalam diskusi, aktif memperhatikan
penjelasan guru, dsb.
o penyelesaian tugas-tugas belajar yang diberikan, seperti ketepatan waktu
mengumpul PR atau tugas lainnya.
o kerapian buku catatan dan kelengkapan bahan belajar lainnya terkait
materi pelajaran tersebut.

d. Penentuan jenis skala yang digunakan, misalnya jika menggunakan skala


Likert, berarti ada 5 rentang skala, yaitu:
(1) tidak berminat
(2) kurang berminat
(3) netral
(4) berminat
(5) sangat berminat
e. Penulisan draft instrumen penilaian afektif (misalnya dalam bentuk kuisioner)
berdasarkan indikator dan skala yang telah ditentukan.
f. Penelaahan dan meminta masukan teman sejawat (guru lain) mengenai draft
instrumen penilaian ranah afektif yang telah dibuat.
g. Revisi instrumen penilaian afektif berdasarkan hasil telaah dan masukan rekan
sejawat, bila memang diperlukan.
h. Persiapan kuisioner untuk disebarkan kepada siswa beserta inventori laporan
diri yang diberikan siswa berdasarkan hasil kuisioner (angket) tersebut.
i. Pemberian skor inventori kepada siswa
j. Analisis hasil inventori minat siswa terhadap materi pelajaran

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
3.1.1 Instrumen penilaian pendidikan adalah alat yang memenuhi persyaratan
akademis yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor
yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar,
perkembangan hasil belajar siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru, dan
keberhasilan pencapaian suatu program tertentu. Jenis instrumen penilaian terdiri
dari instrumen penilaian tes dan instrumen penilaian non-tes.
3.1.2 Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk
kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis,
dan kemampuan mengevaluasi.

3.1.3 Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan


(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman
belajar tertentu.
3.1.4 Ranah afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai dan
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
3.2.

Saran
Kita sebagai pendidik harusnya memahami mengenai insstrumen penelitian serta
dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran, karena dalam kurikulum tahun 2013,
telah dinyatakan bahwa tuntutan penilaian harus mencakup tiga ranah (yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor) dan berorientasi pada proses.

DAFTAR PUSTAKA

Hikmah, Nurul. 2012. Pengembangan Instrument Penilaian, (Online),


(http://immaniez2.blogspot.com/2012/06/pengembangan-instrumentpenilaian.html), diakses 15 Januari 2015.
Rohmaniyah,nafiatur.2013.Intrumen

evaluasi

(jenis

dan

bentuknya),

(online).

(http://nafimubarokdawam.blogspot.com/2013/04/instrumen-evaluasi-jenis-danbentuknya.html?=1), diakses 15 Januari 2015


Saputra, Adi. 2012. Instrumen Penilaian Ranah Kognitif dan Psikomotor, (Online),
(http://adisaputrabtm.blogspot.com/2012/04/instrumen-penilaian-ranah-kognitifdan.html), diakses 15 Januari 2015.
Sudijono,Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2009), hlm. 76.

You might also like