You are on page 1of 25

LAPORA TUTORIAL

BLOK KURATIF DAN REHABILITATIF III


Perawatan Compromised Medic
I. Skenario
Seorang anak laki-laki, umur 8 tahun mengeluhkan gigi belakang kanan bawah sakit sejak 3 hari yang lalu.
Rasa sakit muncul tanpa sebab ketika sedang bermain maupun belajar, sehingga tidak bisa masuk sekolah. Dari
anamnesa diketahui bahwa apabila terluka, perdarahannya sulit dihentikan sehingga harus dibawa ke dokter.
Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi 75 karies profunda disebelah oklual yang mengarah ke distal. Gigi tersebut
masih vital. Gambaran ronsenologis terlihat atap pulpa sudah perforasi, bifurkasi dan akar gigi baik, dan benih
gigi pengganti masih dibawah tulang alveolaris crest. Dokter gigi mendiagnosis pulpitis irreversible pada gigi
75. Oleh karena mempunyai riwayat pada perdarahannya, maka dilakukan konsul supaya compromised medic
yang dilakukan berhasil dengan baik.
II. Clarifying Unfamiliar Terms
II.1Compromised medic
Secara harfiah, arti dari compromised ialah beresiko/berbahaya dan medic ialah medikasi.
Pasien dengan kondisi medik kompromais adalah seseorang dengan kondisi medis ataupun perawatan
medis yang rentan terhadap infeksi maupun komplikasi serius (Marsh & Martin, 1999). Pasien medis
kompromais adalah seseorang yang mengidap satu ataupun lebih penyakit dan sedang menjalani satu atau lebih
medikasi sebagai perawatan penyakitnya tersebut (Ganda, 2008). Aspek khusus yang perlu diperhatikan adalah
efek obat anestesi terhadap kondisi tersebut, potensi interaksi obat, serta kegawatdaruratan medis (Coulthard, et
al., 2003).
III.
Menetapkan Permasalahan
III.1
Apa tujuan dari compromised medic?
III.2
Apa saja penyakit yang tergolong compromised medic?
III.3
Apa tindakan yang harus dilakukan dokter gigi sebelum perawatan?
III.4
Apa Rencana Perawatan yang harus dilakukan dokter gigi pada gigi 75 dengan diagnosa pulpitis
irreversible pada pasien tersebut yang mengalami gangguan perdarahan?
III.5
Bagaimana cara mengetahui tes laboratorium dari pasien pada skenario?
IV.
Brainstorming
IV.1 Tujuan Compromised Medic
1. Memberikan pertolongan pertama pada pasien.
2. Menstabilkan keadaan pasien.
3. Memberi perawatan yang sesuai agar dokter gigi dapat bertindak dengan hati-hati terhadap kondisi
sistemik pasien sehingga tidak terjadi komplkasi.
4.Mengantisipasi dan mengendalikan situasi pada saat pemeriksaan dan perawatan.
5.Agar pasien mendapatkan pelayanan yang holistik, komperhensif dan professional.
IV.2 Penyakit Compromised Medic di bagi menjadi 8 kategori:
Endocrine disorder
Cardiovaskular disorder
Penyakit jantung mempunyai hubungan penting dengan praktek kedokteran gigi karena banyak alasan,
termasuk resiko bahwa pengobatan oral bisa mengakibatkan endokarditis bakterialis, penjalaran nyeri
insufisiensi koroner ke wajah bagian bawah dan mandibulum, dan bahaya anestesi umum dan anestesi
lokal dengan adrenalin pada pasien demikian.

Respiratory disease
Haematological disorder
Klasifikasi Kelainan Perdarahan:
Ada beberapa macam kelainan perdarahan, yaitu sebagai berikut (Rose, Louis F.1997):
I.Nonthrombocytopenic purpuras
a. Vascular wall alterations :
(1) Scurvy
(2) Infection
(3) Chemicals
(4) Allergy
b. Disorders of platelet function
(1) Genetic defects (Bernard-Soulier disease)
(2) Drugs:
(a) Aspirin
(b) NSAIDs
(c) Alcohol
(d) Beta-lactam antibiotics
(e) Penicillin
(f) Cephalothins
(3) Allergy
(4) Autoimmune disease
(5) von Willebrand's disease (secondary factor VIII deficiency)
(6) Uremia
II. Thrombocytopenic purpuras
a. Primaryidiopathic
b. Secondary :
(1) Chemicals
(2) Physical agents (radiation)
(3) Systemic disease (leukemia)
(4) Metastatic cancer to bone
(5) Splenomegaly
(6) Drugs
2

NSAIDs, Nonsteroidal antiinflammatory drugs.


(a) Alcohol
(b) Thiazide diuretics
(c) Estrogens
(d) Gold salts
(7) Vasculitis
(8) Mechanical prosthetic heart valves
(9) Viral or bacterial infections
III. Disorders of coagulation
a. Inherited
(1) Hemophilia A (deficiency of factor VIII)
(2) Hemophilia B (deficiency of factor IX)
(3) Others
b. Acquired
(1) Liver disease
(2) Vitamin deficiency :
(a) Biliary tract obstruction
(b) Malabsorption
(c) Excessive use of broad-spectrum antibiotics
(3) Anticoagulation drugs :
(a) Heparin
(b) Coumarin
(c) Aspirin and NSAIDs
(4) Disseminated intravascular coagulation (DIC)
(5) Primary fibrinogenolysis

Klaasifikasi gangguan perdarahan menurut, Lockhart ;

V.3

Liver disease
Renal disease
Allergies
Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara lain: anestetik lokal,
antibiotik, analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai bahan atau produk-produk dental lainnya.. Reaksi
alergi, yang terjadi selama atau setelah perawatan gigi, merupakan salah satu masalah serius yang mungkin
terjadi.
Dental Management Pada Pasien Dengan Kelainan Perdarahan
1. Pengidentifikasian Pasien
Ada empat metode atau cara yang dapat digunakan seorang dokter gigi untuk dapat mengidentifikasi
pasien yang mempunyai masalah pada perdarahannya. Dibutuhkan keahlian untuk pengaplikasian seberapa baik
seorang dokter gigi dapat menjaga pasien-pasien tersebut dari bahaya perdarahan hebat setelah perawatan
bedah kedokteran gigi. Empat metode tersebut yaitu sebagai berikut (Rose, Louis F.1997):
4

Pemeriksaan riwayat medis pasien


Riwayat penyakit pasien harus dibuat selengkap mungkin. Pertanyaan-pertanyaan hendaknya disusun
secara berurutan dimulai dari pengalaman-pengalaman pasien terdahulu. Beberapa penyakit gangguan
perdarahan dapat diturunkan, sehingga pertanyaan juga perlu diarahkan ke anggota keluarga yang lain.
Pengelompokan pertanyaan dilakukan sesuai dengan jenis-jenis penyakit gangguan perdarahan yang mungkin
dapat terjadi. Adapun pertanyaan tersebut meliputi: apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
perdarahan, apakah pernah mengalami perdarahan yang cukup lama setelah dilakukan tindakan pembedahan
seperti operasi dan cabut gigi, apakah pernah terjadi perdarahan yang cukup lama setelah mengalami trauma,
apakah sedang meminum obat-obatan untuk pencegahan gangguan koagulasi atau sakit kronis, riwayat penyakit
terdahulu, dan apakah pernah mengalami perdarahan spontan.
Pemeriksaan Fisik
Penderita dengan gangguan pembekuan darah akan jelas terlihat pada kulit dan membran mukosa sesaat
setelah terjadi trauma ataupun tindakan invasif lain. Terlihat adanya jaundice, spider angiomas, ecchymosis,
dan sedikit tremor saat memegang sesuatu akan didapatkan pada penderita liver. Kira-kira 50% penderita liver
akan mengalami penurunan jumlah platelet oleh karena terjadi hipersplenisme akibat efek hipertensi portal
sehingga didapatkan adanya ptechiae pada kulit dan mukosa.

a
Gambar 1. a. Jaundice dan b. Spider Angioma

Gambar 2. a. Ecchymosis, b. Hiperplasi Gusi, c. Ptechiae pada Tangan,


dan d. Ptechiae pada Palatum
Screening clinical laboratory tests
PT, aPTT, TT, PFA-100, Jumlah Platelet
Pengawasan terhadap perdarahan hebat setelah prosedur bedah
2. Modifikasi Rencana Perawatan
Persiapan yang baik disajikan untuk pasien-pasien dengan berbagai macam masalah perdarahan. Pasien
dengan cacat congenital pembekuan darah harus didukung untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan rongga
mulut pasien, karena sebagian besar perawatan kedokteran gigi pada pasien sekarang disulitkan dengan kebutuhan

untuk mengembalikan faktor yang hilang. Perawatan kedokteran gigi sering membutuhkan rawat inap di rumah
sakit untuk pasien dengan cacat yang parah. aspirin dan jenis NSAID lainnya sebaiknya tidak digunakanuntuk
menghilangkan sakit pada pasien yang sedang menerima medikasi antikoagulan. Berbagai senyawa yang
terdapat di aspirin antara lain: Anacin, Synalgos-DC, Fiorinal, Bufferin, Alka-Seltzer, Empirin dengan Codeine,
dan Excedrin (Rose, Louis F.1997).
3. Komplikasi dan Manifestasi
Pasien dengan kelainan perdarahan pernah mengalami perdarahan gingival secara spontan (spontaneous
gingival bleeding). Jaringan rongga mulut (seperti soft palate, lidah, mukosa pipi) kemungkinan terdapat
petechiae, ecchymoses, jaundice, pallor, dan ulser. Spontaneous gingival bleeding dan petechiae biasanya
ditemukan pada pasien yang menderita trombositopenia.
Hemarthrosis pada TMJ jarang ditemukan dengan kelainan perdarahan dan tidak ditemukan pada pasien
yang menderita trombositopenia. Pembesaran kelenjar parotid glands bisa dihubungkan dengan penyakit hati
kronis yang paling sering ditemukan pada para pecandu alcohol. Individu penderita leukemia bisa ditandai
dengan adanya general gingival hiperplasi (Rose, Louis F.1997).
Pada skenario, penatalaksanaan pasien dengan kelainan perdarahan dapat dilakukan dengan cara;
1. medikasi untuk menghilangkan rasa sakitnya. Dihindari pemberian analgesik berupa aspirin dan jenis
NSAID lainnya. Oleh karena pemberian obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet.
2. Pada pasien dengan gangguan perdarahan di konsul pada dokter spesialis untuk memantau keadaan
dan dokter gigi dapat menentukan perawatan yang akan dilakukan.
3. Pemeriksaan laboratotorium harus dilakukan pasien dengan gangguan perdarahan.
IV.4 Rencana Perawatan
Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi 75 karies profunda perforasi dan benih gigi pengganti masih dibawah
tulang alveolar crest setelah itu dokter gigi mendiagnosa pulpitis irreversible pada gigi 75, jadi perawatan yang
6

dapat dilakukan yaitu pulpotomi devital, karena perawatan dengan pulpotomi devital diindikasikan untuk
pasien dengan gangguan perdarahan. Pasta yang digunakan yaitu; ZOE, formokresol, CaOH2.
IV.5

Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratoris yang dilakukan bagi penderita dengan gangguan perdarahan adalah

partial thromboplastin time (PTT), prothrombin time (PT), platelet count, ivy bleeding time, platelet function
analyzer 100 (PFA-100), dan thrombin time. Partial thromboplastin time (PTT) digunakan untuk memeriksa
sistem intrinsik (faktor VIII, IX, XI, dan XII) dan jalur utama (faktor V dan X, protrombin, dan fibrinogen). Tes
ini juga merupakan tes terbaik untuk screening gangguan koagulasi. Prothrombine time digunakan untuk
memeriksa jalur ekstrinsik (faktor VII) dan jalur utama (faktor V dan X, prothrombin, dan fibrinogen). Platelet
count digunakan untuk memeriksa penyebab-penyebab gangguan perdarahan akibat trombositopenia. Angka
normal platelet count adalah 140.000-400.000/mm3 dari keseluruhan jumlah darah. Ivy bleeding time
digunakan untuk melihat gangguan fungsi platelet dan trombositopenia. Platelet function analyzer 100 (FA100) merupakan pemeriksaan invitro untuk mendeteksi disfungsi platelet. Trombine time menunjukkan jumlah
fibrinogen yang ada di dalam darah.

V.

Mapping

Pemeriksaan Klinis

Riwayat Medis

Diagnosa

Rencana Perawatan

VI.

Rencana Perawatan
Learning Objective
1. Mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai macam-macam penderita dengan Compromised medic.
2. Mampu mengetahui dan menjelaskan dental management pada pasien dengan compromised medic.
3. Mampu mengetahui dan menjelaskan prosedur perawatan pada skenario.
7

VII.

Reporting/Generalization
VII.1
Macammacam penderita dengan Compromised medic
a. Gangguan perdarahan

Tabel 1. Perawatan Medis pada Penderita Gangguan Perdarahan


Jenis Penyakit
Von Willebrands disease

Hemofilia A

Hemofilia B
Trombositopeni primer

Trombositopeni sekunder

Bernard-Soulier

Penyakit Liver

DIC

Defek
Defisiensi atau
kelainan vWF yang
menyebabkan
kerusakan adhesi
platelet, defisiensi
faktor VIII
Defisiensi atau defek
pada faktor VIII

Defisiensi atau defek


pada faktor IX
Platelet mengalami
kerusakan akibat
proses autoimun
Defisiensi platelet yang
Menyebabkan
terjadinya percepatan
destruksi platelet,
berkurangnya produksi
platelet, dan platelet
abnormal
Defek genetik pada
membran
platelet; tidak terdapat
glicoprotein Ib (GP-Ib)
yang menyebabkan
gangguan pada adhesi
platelet
Defek pada faktor
koagulasi multipel

Defek faktor koagulasi


multipel yang
menimbulkan
degradasi fibrin dan
fibrinogen

Tindakan Medis
DDAVP, EACA,
mengganti faktor VIII
yang dirusak oleh vWF

DDAVP, EACA, faktor


VIII; porcine faktor VIII,
PCC, aPCC, faktor VIIa,
dan atau pemberian
steroids
Pemberian faktor IX
Pemberian prednisone,
IV gamma globulin; dan
platelet transfusion
Tranfusi platelet

Tranfusi platelet

Pemberian vitamin K,
pemberian terapi
pengganti hanya bila ada
perdarahan serius setelah
tindakan pembedahan
Pemberian heparin,
cryoprecipitate atau
pemberian fresh frozen
plasma sebagai pengganti
fibrinogen, transfusi
8

sehingga terjadi
fibrinolisis dan
trombositopeni
Penatalaksanaan Di Bidang Kedoketran Gigi

platelet

Metode pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi saat mengidentifikasi pasien dengan kelainan
perdarahan adalah membuat riwayat penyakit secara lengkap, pemeriksaan fisik, skrining laboratoris, dan
observasi terjadinya perdarahan yang luas setelah tindakan pembedahan.
-

Tindakan Pencegahan Di Bidang Kedokteran Gigi

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan bagi pasien kelainan perdarahan pada
prinsipnya sama dengan pasien normal, yaitu menyikat gigi sehari dua kali dengan
menggunakan pasta gigi dengan kandungan fluor 1 ppm untuk anak di bawah usia tujuh tahun dan 1,4 ppm
untuk anak di atas usia tujuh tahun, sikat gigi yang digunakan sebaiknya memiliki texture medium,
menggunakan alat-alat interdental seperti dental floss, tape, dan sikat inter dental, pemberian tambahan fluor
melalui cairan, tablet, aplikasi topikal, obat kumur yang mengandung fluor, memakan makanan yang sehat
untuk gigi, mengkonsumsi pemanis buatan, dan mengunjungi dokter gigi setiap tiga hingga enam bulan sekali.
1. Perawatan Periodontal
Perawatan periodontal dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya perdarahan. Pemberian periodontal
dressing dengan atau tanpa topical antifibriolytic agents dapat merupakan cara dalam menghentikan
perdarahan. Pemakaian obat kumur yang mengandung chlorhexidine gluconate dapat menjaga kebersihan
mulut. Pemberian penerangan secara lengkap bagi pasien sebelum tindakan merupakan langkah awal yang baik,
sehingga pasien akan mengerti kemungkinan komplikasi-komplikasi yang akan terjadi.
2. Penambalan
Pemakaian matrix dan wedges saat penambalan perlu diperhatikan dengan benar.
Luka yang diakibatkan karena pemakaian yang salah dapat menjadi masalah saat melakukan penambalan.
3. Anastesi dan Penanggulangan Rasa Sakit
Rasa sakit pada gigi dapat ditanggulangi dengan memberikan parasetamol atau asetaminofen.
Penggunaan aspirin harus dihindari oleh karena dapat menjadi menimbulkan penghambatan agregasi platelet.
Apabila akan memberikan NSAID hendaknya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli hematologi
oleh karena golongan obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet.
Anastesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah bukal, intra papilary, dan
intraligamen tidak memerlukan obat anti hemostatik namun anesthesi dengan cara blok mandibula dan infiltrasi
lingual harus diberikan anti hemostatik.
b. Infark Miokard
- Definisi
Infark miokard adalah akibat dari cedera iskemik berkepanjangan pada jantung. Alasan yang paling
sering bagi seseorang yang terkena infark miokard adalah penyakit arteri koroner progresif sekunder akibat
aterosklerosis.
- Gejala
9

Pasien biasanya mendapat nyeri dada berat pada area substernal atau prekordial kiri. Nyeri bisa menjalar
ke lengan kiri atau ke rahang dan bisa berhubungan dengan nafas pendek, palpitasi, mual atau muntah. Nyeri
biasanya mirip dengan angina namun lebih panjang dan lama.
- Komplikasi
Komplikasinya termasuk artimia dan gagal jantung kongestif. Komplikasi bergantung pada sejauh mana
infark miokard. Pasien dengan infark kecil biasanya sembuh dengan morbiditas minimal. Pasien dengan area
cedera luas lebih mungkin menderita gagal jantung dan aritmia yang membahayakan-jiwa.
- Perhatian Bagi Dokter Gigi Dalam Menangani Pasien dengan Infark Miokard
Perhatian utama adalah gangguan iskemik jantung atau timbulnya aritmia selama prosedur gigi. Resiko
ini lebih mungkin terjadi semakin dekat dalam waktu prosedur gigi ke infark miokard. Resiko ini juga
meningkat dengan peningkatan kompleksitas prosedur gigi dan dengan penggunaan vasokonstriktor pada
anestesi lokal.
- Resiko Pada Pasien dengan Riwayat Infark Miokard
Resiko tertinggi selama 6 bulan pertama setelah infark miokard
Resiko menengah selama periode 6-12 bulan setelah infark miokard
Resiko terendah setelah 12 bulan
- Evaluasi Gigi
Evaluasi gigi harus termasuk daftar riwayat lengkap seluruh tanggal infark miokard yang dialami
pasien. Infark terbaru sangat menarik, karena sebagian besar menentukan kelayakan terapi gigi elektif. Dokter
gigi terutama harus waspada terhadap infark miokard selama satu tahun terakhir karena kondisi tersebut
meningkatkan bahaya prosedur pembedahan.
Anamnesa juga harus mendata komplikasi setelah infark miokard. Riwayat nyeri dada substernal juga
harus menjadikan dokter gigi waspada terhadap kemungkinan angina. Dispnoe, ortopnea, dispnoe nokturnal
paroksismal, dan edema perifer bisa mengindikasikan gagal jantung kongestif. Palpitasi atau sinkop harusnya
mengesankan kemungkinan aritmia atau kelainan kondiksi. Evaluasi gigi juga harus termasuk diskusi singkat
dengan dokter pribadi pasien, jika dibutuhkan, untuk mendefinisikan status medis pasien. Pemeriksaan fisik
terbaru, EKG, dan roentgenogram dada semuanya sumber informasi yang penting dimiliki sebelum terapi gigi
awal. Abnormalitas apapun harus dialamatkan dengan tepat.
- Managemen Gigi
Manajemen gigi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya bergantung pada keparahan dan arah
infark. Pasien yang mengalami infark miokard akut tanpa komplikasi bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I
sampai IV) durasi singkat setiap saat mengikuti kejadian. Prosedur yang menimbulkan tekanan lebih baik
ditunda sampai 6 bulan setelah infark. Konsultasi dengan dokter disarankan. Tampaknya tidak terdapat
kontraindikasi pada penggunaan epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-pasien
ini. Namun, protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus dilaksanakan. Komunikasi yang
baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres, dan pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada
pasien paska infark.
Pasien yang mengalami komplikasi infark miokard atau yang penyembuhannya tidak stabil
membutuhkan pendekatan konservatif selama 6 bulan pertama setelah infark. Pasien-pasien ini bisa menjalani
pemeriksaan gigi tanpa protokol khusus (prosedur-prosedur tipe I) dan mendesak, prosedur-prosedur operatif
sederhana (tipe II) setelah konsultasi dengan dokter pasien Semua pengobatan gigi lainnya harus ditunda
10

sampai pasien stabil selama setidaknya 6 bulan. Pasien pada kelompok dengan kedaruratan gigi ini harus
ditangani sekonservatif mungkin. Namun, jika ekstraksi atau pembedahan dibutuhkan, dokter pasien harus
berkonsultasi. Protokol meminimalkan stres harus digunakan. Jika memungkinkan, prosedur-prosedur tersebut
terbaik dilakukan di sebuah rumah sakit, dengan pengawasan terus menerus.
- Pendekatan Medis Pada Pasien Dengan Infark Miokard
Dalam 6 bulan pertama
Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien ini, pekerjaan dokter gigi
harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan gigi emergensi harus dibebaskan terkontrol, lingkungan
dipantau. Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi lokal relatif dikontraindikasikan.
Dalam periode 6-12 bulan
Prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan penggunaan bijaksana anestesi
lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain 1:100.000, dan mepivacaine 2% dengan levonordefrin 1:20.000, harus
dibatasi sampai 2 Carpule untuk masing-masing pekerjaan. Prosedur elektif kompleks, restoratif dan bedah,
masih relatif dikontraindikasikan.
Periode > 1 tahun yang lalu
Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri koroner yang penting
meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya. Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir
prosedur pembedahan non-gigi dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Jika
pasien memiliki komplikasi infark miokard dengan gejala sisa seperti aritmia dan gagal jantung kongestif,
perencanaan gigi harus diubah pada kenyataannya. Sebagai contoh pembuatan gigi palsu parsial yang mudah
dilepas akan lebih disukai dibandingkan protese tanam periodontal kompleks. Lagi, pembatasan vasokonstriktor
hingga 2 Carpule anestesi lokal konvensional dengan epinefrin 1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau
yang sebanding masih direkomendasikan.
Pasien dengan infark miokard 6-12 bulan sebelum diusulkan perawatan gigi
Pasien-pasien ini bisa menjalani pemeriksaan gigi (prosedur tipe I) tanpa protokol khusus. Prosedur
non-bedah (tipe II-III) dan prosedur bedah sederhana (tipe IV) dapat dilakukan setelah konsultasi dengan
dokter pasien. Dengan pasien seperti ini, perhatian harus dilakukan untuk meminimalkan stres. Prosedur yang
lebih lama harus dibagi menjadi beberapa prosedur pendek dan teknik sedasi tambahan harus digunakan. Janji
pagi mungkin diperlukan.
Meskipun tidak terdapat data spesifik tentang gigi yang tersedia, morbiditas dan mortalitas sehubungan
dengan pembedahan non-gigi masih meningkat selama periode ini. Karenanya, mungkin bijaksana untuk
menunda prosedur pembedahan gigi menengah sampai lanjut (tipe IV-V) sampai pasien stabil selama lebih
kurang 12 bulan setelah infark miokard.
Pasien dengan infark miokard terakhir lebih dari satu tahun yang lalu
Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri koroner yang penting
meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya. Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir
prosedur pembedahan non-gigi dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi.
Mereka dapat menjalani pemeriksaan gigi (prosedur tipe I) dan prosedur non-bedah dan bedah sederhana (tipe
II-IV) dengan perhatian khusus terhadap teknik sedasi dan minimalisasi stres. Prosedur bedah menengah dan
11

lanjut (tipe V-VI) hasur dilakukan hanya setelah konsultasi cermat dengan dokter mereka. Hospitalisasi elektif
yang membolehkan pemantauan memadai harus dipertimbangkan untuk semua pembedahan gigi lanjut
(prosedur tipe IV) dan menjadi wajib jika dibutuhkan anestesi umum.
- Tindakan Perawatan Gigi
a. Tindakan Non-Bedah
Tipe I : Pemeriksaan radiografi, tindakan oral hygiene dan pengambilan cetakan model
Tipe II : Tindakan operatif dentistry sederhana, profilaksis supra-ginggival dan ortodontik
Tipe III : Tindakan operatif dentistry yang lebih dalam, pembersihan karang gigi yang lebih dalam
dan tindakan endodontik
b. Tindakan Bedah
Tipe IV : Ekstraksi gigi, kuretase atau ginggivoplasti
Tipe V : Ekstraksi gigi yang multipel, ginggivektomi dan tindakan bedah dengan membuka flap
Tipe VI : Ekstraksi gigi untuk seluruh rahang, flap surgery, orthognatic atau implant dan bedah
rahang.
c. Congenital Heart Disease
- Komplikasi dan Penatalaksanaan Congenital Heart Disease (CHD)
Kelainan jantung pada anak yang umumnya terjadi adalah penyakit jantung bawaan atau Congenital
Heart Diseases /CHD. Congenital Heart Diseases adalah kelainan jantung bawaan yang terjadi pada anak dan
merupakan salah satu jenis medically compromised patient yang sering datang ke praktek dokter gigi. Salah
satu peran dari dokter gigi anak mengkoordinir penanganan anak dengan medically compromised. Sering
digunakan istilah medically compromised untuk mengingatkan klinisi bahwa anak-anak ini mempunyai kondisi
medis juga dapat mempengaruhi perawatan dental atau dapat juga disertai dengan tanda dental/ oral yang
spesifik. Berdasarkan manifestasi klinis, CHD terdiri dari 2 tipe yaitu tipe sianosis dan asianosis. Tipe sianosis
seperti pulmonary stenosis, tetralogy of fallot (TOF). Manifestasi klinis tipe sianosis;sianosis sistemik, clubbing
finger, dyspnea dan heart murmur. Adapun prognosisnya tergantung dari berat ringannya malformasi. Pada tipe
sianosis aliran adalah right to leftt shunt. Tidak ada tanda oral spesifik pada pasien dengan CHD, manifestasi
klinis tergantung dari anomaly struktur yang diderita. Manifestasi oral dari CHD adalah sianosis gusi dan
stomatitis, glositis, defek email terutama pada gigi sulung, meningkatnya risiko karies dan penyakit periodontal.
a. sianosis pada gingival

b. Sianosis Bibir pada pasien CHD

12

c. Clubbing finger

Hal-Hal yang Perlu Di Perhatikan Selama Perawatan Dental


1. Pencegahan endokarditis bakterialis di rumah.
Pertimbangan penting dalam merencanakan perawatan gigi adalah mencegah penyakit gigi dan mulut.

Pasien dengan CHD termasuk ke dalam kelompok yang berisiko terkena karies terutama pada periode gigi
sulung. Drg harus membuatintruksi home care yang baik pada orang tua dan pasien agar memelihara kesehatan
gigi dan mulutnya dengan baik karena bakteriaemia dapat terjadi/ diperberat oleh kebersihan mulut yang buruk.
Demikian juga pada pemakaian dental floss dan alat bantu kebersihan gigi harus hati-hati karena pemakaian
dental floss, semprot air bertekanan tinggi dapat berisiko bakteriemia.
2. Prosedur preventif.
Yang penting dalam perawatan anak dengan CHD adalah pencegahan penyakit gigi dan mulut yang
meliputi pemberian fluor baik sistemik ataupun lokal, penutupan fisur yang dalam, yang dilanjutkan dengan
melibatkan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah (home care). Prosedur ini dapat mencegah
terjadinya endokarditis bakterialis.
3. Pencegahan Endokarditis bakterialis pada perawatan dental.
Pencegahan Endokarditis bakterialis meliputi pemberian profilaksis antibiotic pada prosedur dental yang
dapat mengakibatkan perdarahan mukosa, gusi/pulpa seperti ekstraksi, perawatan pulpa. Sebaiknya perawatan
gigi invasiv seperti ekstraksi, perawatan endodontic dihindari karena dapat menyebabkan bakteriaemia bila
tidak dilakukan dengan hati-hati. Bila diperlukan sekali perawatan ekstraksi ataupun perawatan endodontic
maka harus dilakukan pemberian profilaksis antibiotik dan pasien sebaiknya kumur dengan mouth wash.
13

4. Mouth Preparation.
Mouth preparation penting dilakukan apabila akan dilakukan pembedahan pada anak dengan CHD.
-

Penanganan Dental Pasien Dengan Kelainan Jantung

Penanganan pasien dengan kelainan jantung harus dilakukan secara interdisciplinary approach dengan
dokter spesialis jantung anak/cardiologist anak dan spesialis lainnya seperti anastesi. Pemeriksaan dan
konsultasi yang harus dilakukan adalah :
1. Riwayat medis meliputi riwayat kesehatan lampau dan saat sekarang, obat-obatan yang dikonsumsi,
riwayat opname.
2. Pemeriksaan oral dengan terapi komprehensif.
3. Profilaksis antibiotik. Hal ini dilakukan bila defek belum menutup dan pasien akan dilakukan perawatan
saluran akar gigi, ekstraksi dengan pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilakukan bila defek sudah ditutup
atau menutup spontan, dengan sebelumnya selalu berkonsultasi dengan cardiologist anak. Amoxicillin
merupakan drug of choice antibiotic untuk profilaksis antibiotic dalam pencegahan endokarditis bakterialis.
4. Pada kasus rampan karies dengan kasus kelainan jantung berat (TOF) maka harus dilakukan koordinasi
perawatan dengan dokter spesialis lain yang terkait (cardiolog anak, anesthetist, dokter gigi anak ) dan
perawatan dental dilakukan dengan pendekatan farmakologi taitu di bawah anestesi umum, karena perawatan
dapat selesei dalam satu sesi. Dalam hal ini dirujuk ke bagian Special Care Dentistry dan dirawat secara
interdisiplin. Selalu berkonsultasi dengan dokter jantung yang merawat, harus diingat bahwa tipe sianosis
merupakan kelompok yang berisiko saat akan dilakukan anestesi umum.
5. Rencana perawatan pada pasien dengan kelainan jantung dibawah anestesi umum adalah: premedikasi,
profilaksis antibiotic, anesthesia, dan pertimbangan bedah.
6. CHD tipe sianosis tertentu berisiko untuk mengalami hipoksia, polisitemia, koagulasi intravascular,
disfungsi hati, oleh karena itu harus hati-hati agar meminimalisir bahaya.
7. Merupakan kontra indikasi prosedur dental elektif pada pasien gangguan jantung tertentu seperti infark
myocardial, aritmia yang tidak terkontrol, dan congesti heart failure .
8. Perawatan dental dapat dilakukan baik dengan pendekatan konvensional/non farmakologi maupun
dengan pendekatan farmakologi tergantung berat ringannya kasus.
d. Hipertensi
- Perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi
a. Periodonsia
Hiperplasia Gingiva merupakan pembesaran gingival noninflamatori yang disebabkan oleh meningkatnya
jumlah sel penyusunnya. Gambaran klinis hiperplasia gingiva yaitu gingiva sensitive, tidak mudah berdarah,
berstippling, dan bergranular. Calcium channel blocker sering menyebabkan hiperplasia gingiva dan
berdasarkan survei 12-20% disebabkan oleh nipedifine. Hiperplasia ginggiva dilaporkan muncul setelah 2 bulan
terapi hipertensi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pengguna nifedipine dengan jangka waktu relatif
14

lama. Pembesaran ginggiva dapat mengecil dalam waktu 1 minggu atau lebih setelah pemberhentian obat,
namun juga tergantung pada lamanya pemakaian nifedipine dan kebersihan oral penderita. Maka jika bertemu
pasien yang didiagnosa hiperplasia ginggiva dan menderita hipertensi, periksa kembali riwayat pemakaian obat
antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin hentikan pemakaian.

b. Penyakit Mulut (Oral Medicine)


Xerostomia adalah mulut kering akibat aliran air ludah yang berkurang. Xerostomia dapat menyebabkan
kesulitan dalam berbicara dan mengkonsumsi makanan. Xerostomia juga merupakan penyebab utama nafas
yang bau dan munculnya banyak karies(lubang gigi) dalam rongga mulut. Hal ini dikarenakan, saliva (air
ludah) dalam mulut yang berfungsi sebagai buffer dan pendorong terjadinya remineralisasi produksinya
menjadi berkurang, sehingga menyebabkan rongga mulut lebih rentan terhadap infeksi. Ketika kuman masuk ke
dalam darah, bisa melalui pembuluh darah yang terbuka akibat gusi berdarah, jenis-jenis bakteri tertentu akan
menempel pada platelet, dan menyebabkan sel-sel ini menggumpal dalam pembuluh sehingga menyumbat dan
mengganggu alirah darah ke jantung sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah. Perawatan
untuk mencegah xerostomia lebih berat dapat berupa menghindari konsumsi obat-obatan yang mengandung
dekongestan dan antihistamin, mengisap-isap permen atau permen karet non-gula/mengandung xylitol secara
teratur, dan menggunakan air ludah sintetis (karboksimetil selulosa). Penderita hipertensi yang mengkonsumsi
clonidine dalam dosis besar (>0,6 mg/hari) harus digganti obat antihipertensinya jika ingin melakukan bedah
gigi, dan tidak boleh meminum obat-obatan selama 1 hari.
c. Bedah Mulut
Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih memungkinkan untuk dilakukan tindakan
pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little,
1997). Pada penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam
agar pasien dapat dipersiapkan sebelum tindakan. Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih
dari satu macam golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan golongan obat
diuretik.
- Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi, antara lain :
a. Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi:
Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain yang dicampur dengan
adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif
rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau
timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek
yang berbahaya karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh
darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko
15

yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat
fatal yaitu infark myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi asal
kandungannya tidak lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain,
yaitu Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut mepivacaine mempunyai efek vasokonstriksi ringan,
sehingga tidak perlu diberikan campuran vasokonstriktor.
b. Resiko akibat ekstraksi gigi pada penderita hipertensi:
Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit dihentikan. Perdarahan bisa
terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit berhenti saat dilakukannya tindakan pencabutan gigi, atau bisa
berupa oozing (rembesan darah) yang membandel setelah tindakan pencabutan gigi selesai.
e. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah dan abnormalitas
metabolisme lipid protein yang terinduksi oleh kadar insulin yang berkurang ataupun tidak ada sama sekali.
Sebagai tambahan, aspek vaskuler diabetes mellitus yang berkaitan dengan atherosklerosis dan mikroangiopati,
terutama ginjal dan mata. Dari semua penyakit sistemik yang telah diketahui, diabetes adalah penyakit yang
paling dipersalahkan sebagai agen risiko penyakit periodontal dan kelainan patologis di rongga mulut lainnya.
Oleh karena itu, semua dokter gigi sebaiknya mempunyai pemahaman dasar mengenai insidensi,
etiologi, implikasi sistemik dan temuan di rongga mulut terkait diabetes lainnya.
-

Komplikasi Rongga Mulut

Komplikasi oral yang paling telihat pada diabetes baik tipe 1 maupun 2 dapat diamati pada pasien diabetes
tak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika hiperglikemia terkontrol baik, manifestasi oral
minimal dan manifestasi tersebut bahkan tidak terlihat pada beberapa pasien. Penemuan intraoral antara lain
penyakit periodontal yang prevalensinya lebih parah dan lebih tinggi terlihat dibandingkan dengan pada pasien
non-diabetes, xerostomia, burning mouth syndrome (BMS), candidiasis, penyembuhan luka yang tertunda dan
abnormal, peningkatan kecenderungan infeksi, penurunan aliran saliva dan pembesaran glandula saliva.
Beberapa komplikasi ini dapat seara langsung berhubungan dengan peningkatan cairan yang berkaitan dengan
urinasi berlebihan pada pasien diabetes tak terkontrol sedangkan lainnya, terutama zerostomia, dapat
dipengaruhi atau secara langsung tergantung pada tipe medikasi yang diperoleh pasien.
Xerostomia, yang merupakan konsekuensi menurunnya aliran saliva, dapat memacu burning mouth
syndrome (BMS) dan karies, yang juga memfasilitasi perkembangan candidiasis. Beberapa penelitian
menunjukkan peningkatan prevalensi karies pada pasien diabetes sedangkan penelitian lain menunjukkan
kebalikannya. Perkembangan karies dapat dipengaruhi oleh kenaikan tingkat glukosa pada sekresi saliva,
terutama pada pasien diabetes tak terkontrol, sedangkan pada pasien yang terkontrol hal tersebut dapat minimal
karena asupan karbohidrat yang rendah.
Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes merupakan salah satu faktor predisposisi perkembangan
penyakit periodontal. Inflamasi gingiva, meskipun dengan kadar plak yang rendah, lebih prevalen pada pasien
diabetes tak terkontrol daripada pasien non-diabetes. Penderita diabetes terkontrol mempunyai prevalensi
16

gingivitis yang sama dengan pasien non-diabetes. Penderita diabetes dewasa muda dan remaja mempunyai
prevalensi inflamasi gingiva hipertrofi yang lebih tinggi dan penyakit periodontal daripada pasien non-diabetes.
Abses periodontal rekuren juga termasuk penemuan tipikal pasien diabetes. Manifestasi klinis panyakit
periodontal pada pasien dewasa dan dewasa muda lebih parah daripada yang diamati pada populasi nondiabetes. Penemuan ini telah didokumentasikan dengan baik pada populasi India Pima yang mempunyai
prevalensi diabetes mellitus tipe 2 paling tinggi diantara kelompok etnis lainnya. Pasien dengan diabetes
mempunyai prevalensu attachment loss dan bone loss paling tinggi dibandingkan dengan kontrol usia yang
sama. Pasien diabetes juga mempunyai kemungkinan peningkatan kerusakan periodontal dengan subjek berusia
15 34 tahun berisiko dua kali lebih besar mengalami kerusakan periodontal dibandingkan dengan subjek
normal.
Peningkatan prevalensi penyakit gingiva dan periodontal pada pasien diabetes diasumsikan mempunyai
etiologi multifaktorial. Deposisi AGE pada dinding kapiler gingiva, kolagen ligamen periodontal dan matriks
tulang alveolar, peningkatan kadar LDL dengan pembentukan atheroma, hiperglikemia mempengaruhi
penyembuhan luka periodontal normal, perubahan respon imun, peningkatan oksidasi, perubahan fungsi
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan faktor genetik adalah faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
perkembangan penyakit periodontal pada paien diabetes mellitus. Beberapa faktor tersebut dapat dimengerti
dengan baik sedangkan lainnya perlu dievaluasi lebih jauh. Salah satu faktor yang paling penting adalah
hiperglikemia. Seperti yang telah dijabarkan di atas, makin buruk kontrol glukosa, makin parah penyakit
periodontal yang terjadi.
Pemeriksaan laboratorium yang paling dapat diandalkan untuk evaluasi kontrol diabetes adalah uji
hemoglobin terglikosilasi. Glukosa secara permanen terikat pada hemoglobin menjadi AGE (hemoglobin
terglikosolaso), senyawa stabil ini terus bertahan di dalam darah selama kurang lebih 90 hari. Terdapat dua
macam tes hemoglobin terglikosolasi tetapi yang paling sering digunakan adalah hemoglobin A1c (HbA1c).
Hasil tes ini menunjukkan persentase hemoglobin terglikosilasi yang berada dalam sirkulasi.
Nilai yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Normal 4 6 %
Baik terkontrol < 7%
Sedang terkontrol 7 8%
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kesehatan periodontal pada pasien diabetes dapat
meningkatkan status sistemik pasien tersebut. Hubungan ini berdasarkan pada pengurangan AGE yang dapat
diamati pada sirkulasi darah setelah terapi periodontal yang memadai dilakukan.
-

Penatalaksanaan Dental Pasien dengan Diabetes

Kuesioner yang disusun secara teliti dapat memberikan beberapa indikasi bahwa pasien dapat mempunyai
risiko diabetes ataupun diabetes yang tidak terdiagnosis, terutama tipe 2. Dengan demikian, jika jawaban positif
terhadap pertanyaan seperti: apakah anda seing buang air kecil terutama pada malam hari? Atau apakah anda
seing merasa haus? Pasien sebaiknya ditanya lebih lanjut mengenai riwayat pribadi dan keluarga mengenai
17

diabetes. Temuan berikut juga merupakan indikasi kemungkinan diabetes: hilang berat badan, iritabilitas, mulut
kering, sering infeksi, riwayat penyembuhan luka yang lama, pada perempuan yang melahirkan biasanya
bayinya beratnya lebih dari 10 pon atau memiliki riwayat aborsi spontan. Pasien obesitas lebih dari 40 tahun
juga sebaiknya ditanyai akan adanya risiko diabetes. Jika satu atau lebih penemuan sistemik berkaitan dengan
satu atau lebih penemuan intraoral berikut ini maka pasien harus dites mengenai ada tidaknya diabetes:
penyakit periodontal nyata, riwayat adanya penyakit periodontal rekuren, abses multipel, riwayat adanya
penundaan penyembuhan luka intraoral setelah ekstraksi gigi, sindroma mulut kering (dry mouth), candidiasis
intraoral dan hilang berat badan juga menjadi penemuan utama pasien AIDS. Dengan demikian, diagnosis
diferensial yang teliti harus dilakukan.
Dokter gigi dapat menggunakan glukometer yang tersedia secara komersial untuk mengkonfirmasi
kecurigaan pasien mempunyai diabetes. Direkomendasikan bahwa jika pasien dicurigai diabetes, ia sebaiknya
dirujuk ke dokter untuk evaluasi dan diagnosis secara tepat. Baru-baru ini, parameter untuk menentukan
konsentrasi diagnostik FPG telah diturunkan dari 140 menjadi 126 mg/dL, tetapi modifikasi ini masih dalam
penelitian dan beberapa jurnal yang dipublikasikan berpendapat kontra terhadap validitasnya.
1. Pasien diabetes tipe 1 dan 2 terkontrol biasanya dapat menerima semua tindakan perawatan dental tanpa
pencegahan tertentu.
2. Dokter gigi harus mengetahui tipe dan dosis insulin, termasuk medikasi lainnya yang diminum pasien.
3. Dokter gigi sebaiknya mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat serangan hipoglikemik dan tanda
dan gejala yang menyertai. Kemungkinan serangan hipoglikemik meningkat jika telah terjadi serangan
sebelumnya (lihat tanda dan gelana hipoglikemia di bawah).
4. Dalam rangka menghindari episode hipoglikemia ketika mendapatkan perawatan dental, dianjurkan
untuk menjadwalkan pasien berdasarkan waktu aktivitas insulin tertinggi yang bervariasi dari 30 menit hingga 8
jam setelah injeksi tergantung tipe insulinnya. Dengan demikian, kunjungan tidak haruse selalu di pagi hari.
5. Pasien harus disarankan untuk tidak mengganti dosis dan waktu administrasi insulin, serta tidak
mengganti dietnya.
6. Disarankan untuk menyediakan jus jeruk di tempat praktik atau bentuk lain glukosa, yang diberikan pada
pasien yang menunjukkan tanda-tanda awal hipoglikemia. Biasanya, dosis 6 oz semua jus buah atau minuman
lain mengandung karbohidrat dapat membalik gejala hipoglikemi.
7. Jika pasien menerapkan monitoring glukosa darah mandiri, ia dianjurkan untuk membawa glukometernya
sendiri.
8. Tekanan emosi dan fisik meningkatkan jumlah kortisol dan epinefrin yang disekresikan sehingga
menginduksi hiperglikei. Dengan demikian, jika pasien terlihat gelisah, sedasi pratindakan dapat
dipertimbangkan.

18

9. Jika prosedur jangka panjang, terutama bedah, hendak dilakukan, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter
pasien.
10. Konsultasi dengan dokter pasien diwajibkan jika:
a) Pasien mempunyai komplikasi sistemik diabetes seperti penyakit jantung atau ginjal,
b) Pasien kesulitan untuk mengontrol diabetes atau sedang mengonsumsi dosis besar insulin,
c) Pasien mempunyai infeksi oral akut seperti abses periapikal atau abses periodontal.
11. Hospitalisasi mungkin diperlukan pada pasien poin 10a atau 10b di atas.
12. Antibiotika sebaiknya diresepkan bagi pasien poin 10 di atas untuk mencegah infeksi sekunder atau
komplikasi infeksi pra-eksis dan untuk mempercepat penyembuhan luka.
13. Perawatan kasus-kasus parah penyakit periodontal pada pasien diabetes, bersamaan dengan prosedur
bedah, mungkin memerlukan penggunaan tetrasiklin sistemik. Tetrasiklin dapat membantu tidak hanya kondisi
periodontal, tetapi juga dapat mengontrol hiperglikemia.
f. Anemia
Dalam menentukan apakah akan mempertahankan atau mencabut gigi tanpa pulpa, harus diingat bahwa:
(1) gigi tanpa pulpa pada umumnya bukan penyebab atau menambah sebab penyakit sistemik,
(2) pada pasien dengan penyakit sistemik yang parah, seperti anemia berat, gigi tanpa pulpa dan
terinfeksi tidak mudah bereaksi terhadap perawatan.
Pada semua kasus dengan resiko, perawatan endodontik, terutama instrumentasi saluran akar, harus
dilakukan setelah pemberian premedikasi antibiotika, sbb : 2 g penicillin V satu jam sebelum operasi dan 1 g
enam jam setelah operasi ; atau erythromicyn satu jam sebelum operasi dan 500 mg 6 jam setelah operasi
sebagai anjuran dari American Heart Association.
-

Anemia defisiensi besi

Penyembuhan luka mungkin melambat, yang menyebabkan terlambatnya penyembuhan setelah ekstraksi
gigi atau prosedur bedah oral lainnya. Prosedur dental elektif tidak tidak boleh dilakukan sampai kadar
hemoglobin lebih dari 10 mg/dl.
Terapi anemia defisiensi besi mungkin mencakup pemakaian ferrous sulfate cair, yang menyebabkan
pewarnaan hitam pada gigi dan lidah. Keadaan ini dapat dikurangi dengan minum larutan melalui sedotan dan
berkumur setelah tiap kali minum.
-

Anemia pernisiosa

Lesi oral menyembuh dengan cepat jika diberikan terapi vitamin B12. Tidak ada kontraindikasi untuk terapi
dental pada pasien yang menggunakan vitamin B12 untuk anemia pernisiosa. Tetapi pasien tidak boleh
19

diberikan analgesia nitrogen oksida karena terbukti mengganggu metabolisme vitamin B12 dan dapat
mencetuskan neuropati yang sedang sampai parah.
g. Alergi
Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara lain: anestetik lokal, antibiotik,
analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai bahan atau produk-produk dental lainnya.. Reaksi alergi, yang
terjadi selama atau setelah perawatan gigi, merupakan salah satu masalah serius yang mungkin terjadi.
1. Anestetik lokal.
Alergi yang disebabkan oleh penggunaan anestetik lokal biasanya dipicu oleh bahan pengawet dalam
ampul, yang berperan sebagai germisida. Bahan pengawet yang sering digunakan antara lain derivat paraben
(metil-, etil-, propil-, dan butil-paraben). Saat ini, sebagian besar anestetik lokal tidak mengandung bahan
pengawet untuk menghindari timbulnya reaksi alergi, yang mempersingkat waktu penyimpanan larutan
anesteik.
2. Antibiotik.
Antibiotik yang harus diperhatikan oleh dokter gigi (untuk menghindari alergi) adalah penisilin, karena
merupakan antibiotik pilihan dalam sebagian besar kasus prosedur dental. Frekuensi reaksi alergi akibat
penggunaan penisilin berkisar antara 2% sampai 10% dan reaksi bermanifestasi sebagai reaksi ringan, parah,
atau, fatal.
3. Analgesik.
Analgesik yang berperan dalam reaksi alergi, meskipun jarang terjadi, antara lain narkotik (kodein atau
fetidin), dan asam asetilsalisilat (aspirin). Diantara berbagai jenis analgesik, aspirin dinyatakan sebagai obat
yang berperan dalam sebagian besar reaksi alergi, yang berkisar antara 0,2% sampai 0,9%. Reaksi alergi akibat
konsumsi aspirin bervariasi mulai dari urtikaria biasa sampai syok anafilaktik. Kadang-kadang, timbul gejala
asma atau edema angioneurotik.
4. Obat-obatan anxiolitik.
Barbiturat merupakan obat-obatan anxiolitik yang paling sering menyebabkan reaksi alergi. Biasanya
menyerang individu yang memiliki riwayat urtikaria, edema angioneurotik, dan asma. Reaksi alergi biasanya
bersifat ringan dan hanya berupa reaksi pada kulit (urtikaria).
5. Berbagai bahan dan produk kedokteran gigi.
Resin akrilik, antiseptik tertentu, larutan prosesing radiograf, dan sarung tangan dapat memicu alergi.
Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan berupa stomatitis (eritema inflamasi) dan urtikaria kulit.
-

Jenis-jenis reaksi alergi

Manifestasi klinis alergi tidak selalu sama. tergantung pada reaksi tubuh, gejala-gejala klinis yang timbul
dan keparahannya bervariasi mulai dari ruam biasa sampai kedaruratan medis. Berupa:
1. Anafilaksis. Ini merupakan tipe reaksi alergi yang paling berbahaya, yang dapat menyebabkan
kematian pasien dalam waktu beberapa menit. Dapat mengakibatkan kerusakan sistem pernapasan dan sirkulasi
akut, yang ditandai dengan suara serak, disfagia, kecemasan, ruam, rasa terbakar, sensasi nyeri, pruritus,
20

dispnea, sianosis pada tungkai, bersin-bersin akibat bronkospasme, mual, diare, kecepatan denyut jantung tidak
beraturan akibat hipoksia, hipotensi, dan kehilangan kesadaran. Anafilaksis dapat berakibat fatal dalam waktu
5-10 menit.
2. Urtikaria. Ini merupakan tipe alergi yang umum terjadi dan ditandai dengan munculnya vesikel dalam
berbagai ukuran, akibat sekresi histamin dan serotonin, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas struktur
vaskuler. Vesikel akan menginduksi terjadinya pruritus dan sensasi terbakar pada kulit. Reaksi tersebut dapat
bersifat lokal atau menyebar ke seluruh tubuh. Reaksi yang parah dapat menyebabkan penurunan volume darah,
sehingga terjadi anafilaksis.
3. Edema angioneurotik (Quinckes edema). Reaksi ini timbul secara mendadak, dan ditandai dengan
pembengkakan berbatas tegas pada jaringan lunak, terutama pada bibir, lidah, mukosa bukal, kelopak mata, dan
epiglotis. Hidup pasien berada dalam bahaya karena terjadi kerusakan saluran pernapasan bagian atas, yang
menyebabkan dispnea dan kesulitan menelan, jika tidak segera dirawat, dapat mengakibakan kematian.
4. Asma alergi. Ini merupakan reaksi alergi terisolasi dan berupa bronkospasme dan dispnea pernapasan.
-

Langkah-langkah pencegahan umum yang harus dilakukan jika pasien memiliki riwayat alergi jenis
apapun antara lain:
Bertanya tentang tipe alergi dan obat-obatan atau substansi yang menyebabkan reaksi
Merujuk pasien ke ahli alergi untuk pemeriksaan, jika riwayat menunjukkan bahwa pasien alergi

terhadap anestetik local


Hindari administrasi obat-obatan yang dapat menimbulkan hipersensitivitas pasien. Misalnya, dalam
kasus alergi aspirin, dapat diberikan asetaminofen (Tylenol), atau dalam kasus alergi penisilin, dapat diberikan
makrolid.
Pasien yang memiliki riwayat penyakit-penyakit atopik, seperti rhinitis alergi, asma, dan eksema
harus diberi perhatian khusus
Dokter gigi harus mempersiapkan diri untuk menghadapi pasien yang alergi terhadap obat-obatan
tertentu (adrenalin, hidrokortison, antihistamin, dan oksigen)

h. Asma
Salah satu keadaan gawat darurat yang mungkin dijumpai di klinik gigi adalah asma. Asma merupakan
suatu keadaan paroksismal dari hiper reaktifitas saluran tracheo-bronchial. Ketika alergen eksternal
menyebabkan spasme bronkus yang diperantarai antibodi, kejadian tersebut dikategorikan sebagai asma
ekstrinsik, sedangkan asma yang disebabkan oleh faktor-faktor non alergika seperti stress, infeksi saluran
pernafasan, uap iritatif atau aktifitas fisik dapat dikategorikan sebagai asma intrinsik. Asma intrinsik umum
terjadi pada orang dewasa sedangkan asma ekstrinsik umum terjadi pada anak-anak.
21

Serangan asma yang terjadi pada praktek kedokteran gigi dapat dihindari dengan mengetahui secara
lengkap riwayat kesehatan pasien. Sangat penting untuk menanyakan kepada pasien beberapa hal seperti
frekuensi serangan serta derajat keparahan ketika serangan asma terjadi dan apa yang sering memicu serangan
tersebut. Petunjuk lain yang dapat digunakan untuk mengetahui keparahan penyakit tersebut adalah dengan
menanyakan berapa jumlah obat serta jenis obat yang diminum pasien, demikian juga dengan mengetahui
seberapa sering pasien tersebut mendapat perawatan gawat darurat di rumah sakit serta riwayat rawat inap
pasien akibat serangan asma. Apabila pasien mendapat perawatan dengan inhaler bronkodilator seperti albuterol
atau metaproterenol dan digunakan apabila diperlukan, dapat diindikasikan bahwa pasien menderita asma yang
ringan. Pada kasus yang lebih berat pasien dirawat dengan pemberian obat-obatan profilaksis seperti
kortikosteroid, cromolyn, beta-2 agonists dan leukotrien modifiers. Gejala yang biasa terjadi diantaranya adalah
nafas yang berbunyi, terutama pada saat ekspirasi (mengik), sesak nafas, batuk-batuk dan dyspnea. Pasien
biasanya akan berusaha duduk untuk mencoba mengambil nafas. Gejala yang lebih berat diantaranya adalah
cemas, detak jantung cepat,sianosis pada jaringan di bawah kuku dan penggunaan otot-otot aksesorius
pernafasan seperti muskulus SCM, muskulus trapezius dan muskulus abdominalis.
-

Penanganan apabila terjadi gejala-gejala asma, maka:

menghentikan segala jenis perawatan dental yang sedang dilakukan


menempatkan pasien pada posisi yang paling nyaman (biasanya menegakkan tubuh pasien dengan kedua
lengan terlentang)
pemberian inhaler bronkodilator serta diikuti dengan pemberian oksigen.
-

Jika gejala tidak mereda dan cenderung memburuk:

segera dilakukan tindakan Sistem Gawat darurat Medis (SGM)/Medical Emergency System (MES)
pemberian epinephrine (0,3 mg)
pemberian inhaler yang dapat diulang setiap dua menit dan epinephrine setiap 10 menit Apabila serangan
asma diakibatkan oleh alergen eksogen dapat diberikan hidrokortison (100 mg) intramuskular atau intravena.
Dari segi teknis untuk mengurangi kecemasan akibat perawatan yang diberikan, dapat dilakukan kontrol
nyeri dan teknik sedasi. Dengan demikian pemicu serangan asma yang diakibatkan oleh faktor intrinsik dapat
dikurangi. Dokter gigi hendaknya juga memastikan apakah pasien sudah meminum obat asma sebelum tindakan
perawatan gigi dilakukan. Pasien sebaiknya juga sudah menyiapkan obat pribadi yang khusus digunakan
apabila sewaktu-waktu terjadi serangan asma. Apabila pasien sering mengalami serangan asma, maka
penggunaan inhaler profilaksis hendaknya dipertimbangkan untuk dilakukan beberapa saat sebelum dilakukan
tindakan perawatan gigi.
Pengenalan: Pasien sadar kepayahan nafas akut, memperlihatkan adanya wheezing, retraksi supraklavikula
dan interkosta.
Posisi: Posisi yang nyaman, biasanya tegak lurus. A, B, C: Dianggap adekuat, karena pasien sadar dan dapat
berbicara.
a. Pemberian bronkodilator
22

b. Pemberian oksigen, baik dengan masker wajah atau kanula hidung sebanyak 3-5 liter per menit
c. Memanggil EMS, jika orangtua pasien meminta atau jika episode bronkospasme tidak berakhir setelah
pemberian dua dosis bronkodilator.

Compromized medis pada penderita asma

Mengi biasanya disebabkan oleh karena bronkospasme (asma) dan berbeda dengan batuk, keadaan ini cepat
membaik dengan pemberian obat yang cocok. Adanya mengi mengharuskan pasien dirujuk terlebih dahulu
sebelum dirawat, karena perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya serangan asma akut. Baik narkotik
maupun barbiturat sebaiknya dihindari karena merangsang serangan asma. Meskipun demikian banyak
serangan asma yang bisa diatasi sendiri oleh pasien, biasanya dengan menggunakan inhaler isoproterenol.
Apabila hal tersebut gagal, atau tidak dapat digunakan, maka diberikan epinefrin 1:1000, 0,3-0,5 ml secara
subkutan pada pasien dewasa yang mempunyai tekanan darah normal. Konsultasi media selalu diperlukan
dalam menghadapi pasien asma.
i. Epilepsi
-

Gejala Klinis Epilepsi

Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu:


a. Grand mal
Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi.
b. Petit mal
Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan kehilangan kontrol yang nyata. Pasien
dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan kehilangan keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi
kosong selama beberapa saat.
Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang dibutuhkan hanyalah
menunggu sampai kesadaran muncul kembali.
- Tanda-tanda Klinis
a. Hilangnya kesadaran

petit mal

b. Kontraksi otot-otot secara umum (tahap kronis)


c. Kejang-kejang tubuh yang tidak dapat dikontrol (tahap kronis)grand mal
d. interkontinen

- Pencegahan serangan

23

a. Penderita epilepsi yang dikontrol dengan baik dapat dirawat sama seperti pasien-pasien lain tanpa
pencegahan yang khusus.
b. Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien.
c. Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena nervous dapat memicu
kambuhnya epilepsi.
d. Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan.
e. Harus selalu menyedikan sendok atau handuk .
f. Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan sebelum tiba di rumah sakit.
- Penatalaksanaan
Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak ada pencegahan khusus yang perlu
dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka dapat dilanjukan kembali dan semua peralatan disekitar
penderita harus disingkirkan.
Penanganan pada serangan grand mal adalah seperti pada pasien tidak sadar. Sangat penting untuk
mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari dalam mulut, terutama geligi tiruan penuh, dan melindungi
lidah dari kerusakan. Semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan. Dapat memberikan alat bantu
pernafasan Brook. Tahap klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa menit dan diikuti dengan keadaan
mengantuk yang akan berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam, dimana selama masa tersebut
pasien akan berbicara dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh sakit kepala dan umumnya merasa tidak sehat.
Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka sebaiknya dipersingkat.
Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin berlangsung lama atau diikuti dengan
serangan lain dalam waktuy yang cepat. Apabila hal ini terjadi, dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10
menit, maka diperlukan advis medis dari dokter ahli atau bantuan ambulans. Jika bantuan yang diharapkan
belum datang, persediaan benzodiazepines pada praktik dapat diberikan secara intravena. Diazepam atau
midazolam 10mg yang diberikan secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan serangan. Kadangkadang bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah advis medis dari dokter ahli sebelum memberikan
dosis yang melebihi jumlah ini.
VII.2

Prosedur Perawatan Pada Skenario

Kunjungan I :
Relief of pain ( menghilangkan rasa sakit).
Tindakan yang dapat dilakukan pada kunjungan pertama adalah menghilangkan rasa sakit atau rasa
nyeri pada gigi. Obat analgesik topikal yang sering digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri gigi yaitu
eugenol. Caranya dengan meneteskan eugenol pada cotton pelet kemudian meletakannya di kavitas gigi.
Kemudian dilakukan penumpatan sementara dengan menggunakan caviton.
- pasien dikonsul kepada dokter spesialis untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai riwayat
-

gangguan perdarahan yang diderita.


Pasien juga harus melakukan pemeriksaan laboratorium.
24

Kunjungan II
Setelah hasil laboratorium dan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter spesialis menunjukkan hasil
yang memungkinkan atau bisa untuk dilakukan perawatan, dokter gigi dapat melakukan perawatan pada gigi
yang telah didiagnosa. Rencana perawatan pada kasus di skenario dengan diagnosa pulpitis irreversible pada
gigi 75 ialah pulpotomi devital.
Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation) adalah pengembalian jaringan pulpa
yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti
septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung
dipakai pasta para formaldehid.
Indikasi :
1) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
2) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
3) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
4) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan
pulpektomi terutama pada gigi posterior.
5) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan
karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.
Pemberian TKF ( Tri Kresol Formalin) juga dapat dilakukan dengan dikombinasikan eugenol (sebagai
sedative, digunakan untuk mengurangi rasa sakit) pada saat dilakukan devitalisasi. Kemudian dilakukan
penumpatan sementara.
Kunjungan III
Pengecekan apakah devitalisasi berhasil apabila sudah diketahui non vital, buka atap pulpa kemudian
singkirkan jaringan yang mati dalam kavum pulpa, Tutup bagian yang diamputasi dengan campuran ZnO / eugenol
pasta atau ZnO dengan eugenol / formokresol dengan perbandingan 1:1, Tutup ruang pulpa dengan semen zinc
Phosphate/semen polycarboxilate kemudian pada kunjungan berikutnya kontrol dan dilakukan restorasi.

25

You might also like