You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien
yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia
sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sirosis hati merupakan penyakit hati
yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah
Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang
ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal
sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma.
Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengerti apa saja dan
bagaimana proses penyebab sirosis hepatis itu sendiri, sehingga dapat memberikan terapi dan
penanganan yang tepat agar prognosisnya akan menjadi lebih baik.

BAB II
PEMBAHASAN
Kasus
Bapak T berusia 65 tahun datang ke unit gawat darurat dengan keluhan sesak napas sejak
1 minggu yang lalu. Keluhan disertai rasa mual, cepat merasa lelah, tidak nafsu makan dan
bengkak pada kedua tangkai sejak 4 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik tampak sakit
berat, tekanan darah 110/75 mmHg, denyut nadi 68x/menit, suhu afebril, konjunctiva kuning.
Perut tampak membuncit, hepar tidak teraba , lien teraba di Schuffner 1, edema kedua tungkai.
Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 9 g/dLiter, kadar albumin 2 g/dLiter,globulin 4 g/dLiter.
Studi Kasus:
-Sesak Napas
Sesak napas ini bisa disebabkan adanya pembesaran hati ataupun limpa yang membuat
perut seperti begah. Sehingga terjadi gangguan pada pernapasannya, yang terdiri dari inspirasi
dan ekspirasi.
-Mual
Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu sehingga
mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu dan kolesterol)
menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar hepatobillier yang mengeluarkan enzimenzim SGOT dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat iritatif di
saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf
parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung,
menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat
2

muntah di medula oblongata dan pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan serta
neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan
muntah. Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus di sistem
pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka terjadilah kembung.1

Gambar 1. Mekanisme Mual.


Mual ini bisa disebabkan karena:
-Gangguan pada enzim dan organ yang menghasilkan enzim tersebut
Enzim terdiri atas bagian protesis yang mengandung vitamin atau mineral dan bagian
yang mengandung protein yang terdiri atas polipeptida. Enzim terdiri atas 6 kelas yaitu:1)
oksidoreduktase misalnya LDH (Laktat Dehidrogenase);2) Transferase misalnya alanin
aminotransferase;3) Hidrolase misalnya CHE (kolinesterase);4) Liase misalnya ALD;5)
Isomerase misalnya glukosa fosfat isomerase;6) Ligase misalnya piruvat karboksilase.2

Enzim umumnya terdapat di dalam sel dan bisa berada dalam struktur yang spesifik
seperti organel atau mitokondria atau juga terdapat dalam sitosol. Dalam keadaan normal
terdapat keseimbangan pembentukan dan penghancurannya. Walaupun begitu, akan selalu
terdapat sedikit enzim yang keluar ke ruangan ekstraselular. Apabila terjadi kerusakan sel atau
peningkatan permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruang ekstra selular dan
dapat digunakan untuk diagnosis.2
Gejala penyakit hati sangat bervariasi dari yang tanpa gejala sampai pada yang berat
sekali. Kadang dapat ditemukan keadaan dengan kelainan hati yang sangat berat tetapi gejala
yang dikeluhkan sangat sedikit. Untuk menegakkan diagnosis pasti penyakit hati, kita tidak bisa
hanya menilai salah satu pemeriksaan saja tetapi harus dimulai dengan membuat anamnesis yang
baik, melakukan pemeriksaan fisik yang teliti dan diikuti pemeriksaan morfologi dan
histopatologi hati.
Pemeriksaan enzim dapat dibagi dalam beberapa bagian:1) Enzim yang berhubungan
dengan kerusakan sel yaitu SGOT, SGPT, GLDH dan LDH;2) Enzim yang berhubungan dengan
penanda kolestasis seperti gamma GT dan fosfatase alkali;3) Enzim yang berhubungan dengan
kapasitas sintesis hati misalnya kolinesterase.2
Untuk pemeriksaan penyaring, dari sekian banyak enzim-enzim itu agaknya yang paling
diperlukan adalah enzim SGPT, gamma GT dan CHE; SGPT bisa dipakai untuk melihat adanya
kerusakan sel, gamma GT untuk melihat adanya kolestasis dan CHE untuk melihat gangguan
fungsi hati.2
Dalam menilai kelainan enzim kita harus berhati-hati oleh karena seringkali tidak
terdapat hubungan antara tingginya kadar enzim dengan derajat kerusakan yang terjadi. Sebagai
4

contoh pada keadaan hepatitis akut, meskipun kerusakan hati yang terjadi sedikit, peninggian
enzimnya sangat hebat. Pada keadaan infeksi akut tersebut yang terlihat mencolok adalah
peninggian SGPT yang lebih besar dar peninggian SGOT. Apabila terjadi kerusakan mitokondria
atau kerusakan parenkim sel maka yang terlihat meninggi adalah GLDH dan SGOT, dimana
SGOTnya akan lebih meningkat dibanding dengan SGPT.2
-Cepat Lelah
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Tapi yang harus diingat
selain itu adalah bahwa dari hasil metabolisme yang terjadi di hati monosakarida dari usus halus
akan diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). 1 Dari depot glikogen ini
disuplai glukosa secara konstan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Sebagian glukosa di metabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah
menjadi glikogen (yang disimpan di dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan
subkutan). Jadi jika terjadi gangguan pada hati, maka proses metabolisme yang menghasilkan
energi ini tidak dapat berjalan dengan baik. Energi yang seharusnya bisa dipakai dan disimpan
pun jadi tidak maksimal. Itu yang bisa menyebabkan cepat lelah, selain juga mungkin pasien
juga tidak nafsu makan yang menyebabkan karbohidrat, protein dan lemak yang dibutuhkan
untuk diolah jadi energi juga tidak ada.2

-Edema dan Asites


Hati mempunyai peranan besar dalam memproduksi protein plasma yang beredar di
dalam pembuluh darah, keberadaan protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan
onkotik yaitu dengan mejaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotik dari
plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami ekstravasasi
dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut edema.
5

Akibat dari berubahnya tekanan osmotik di dalam vaskuler, pasien dengan sirosis hepatis
mengalami peningkatan aliran limfatik hepatik. Akibat terjadinya penurunan onkotik dari
vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal Meningkatnya tekanan sinusoidal yang
berkembang pada hipertensi portal membuat peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal
dan kemudian masuk ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui
kemampuan dari duktus thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati. Cairan yang
berada pada kapsul hati dapat menyeberang keluar memasuki kavum peritonium dan hal inilah
yang mengakibatkan asites. Karena adanya cairan pada peritoneum dapat menyebabkan infeksi
spontan sehingga dapat memunculkan spontaneus bacterial peritonitis yang dapat mengancam
nyawa pasien.2
-Ikterus
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3
fase; prehepatik, intrahepatik dan pascahepatik masih relevan, walaupun diperlukan penjelasan
akan adanya fase tambahan dalam tahapan metabolisme bilirubin. Pentahapan yang baru
menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu:
Fase Prahepatik
1. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg
berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah
yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled bilirubin) datang dari protein
heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari
protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan
enzim hemooksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi
bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial (mononuklir
fagositosis). Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama
peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat
pada beberapa kelainan dengan eritropoesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang
penting.2
2. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui memban
6

glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa
keadaan seperti asidosis dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat
berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.3
Fase Intrahepatik
3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan
bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk
pengambilan albumin.
4. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin konjugasi
atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukuronil
transferase yang menghasilkan bilirubin yang larut dalam air. Dalam beberapa keadaan
reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam
glukuronik kedua ditambahkan dalam saluran empedu melalui sistem enzim yang
berbeda, namum reaksi ini tidak dianggap fisiologik. Bilirubin konjugasi lainnya selain
diglukuronid juga terbentuk namun kegunaannya tidak jelas.2
Fase Pascahepatik
5. Ekskresi Bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanaliculus bersama bahan
lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini.
Di dalam usus flora bakteri mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi
sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna
coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu dan dalam jumlah
kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida
tetapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap yang
khas pada gangguan liepatoseluler atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonjugasi
bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak
terkonjugasi dapat melewati barier darah otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel
hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim
glukuronil transferase dan larut dalam empedu cair.2
7

Terdapat 4 mekanisme umum di mana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi:


1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
3. Gangguan konjugasi bilirubin
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik
dan ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang
pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi.2,3

Gambar 2. Ikterus.
-Anemia
Bila oleh karena sesuatu sebab, hati tidak dapat lagi melaksanakan fungsinya dengan
normal, maka sistem hemopoesis akan terganggu.Sehubungan dengan adanya kerusakan sel hati
dan gangguan fungsi hati tersebut maka pada sirosis hati, anemia dapat terjadi. Anemia sering
ditemukan pada sirosis hati, sekitar 60-75%. Beratnya anemia tidak berhubungan dengan
beratnya kelainan hati dan sebabnya belum diketahui.
Banyak faktor etiologi, masing-masing dapat berdiri sendiri atau bersamaan. Dapat
dikemukakan diantaranya defisiensi (asam folat, besi), hemolisis, hipersplenisme, kegagalan
sumsum tulang dan faktor penyakit hati sendiri. Pada penyakit sirosis hati yang disertai
hipertensi portal, akan terjadi penambahan volume plasma yang mengakibatkan hemodilusi. Bila

alkohol sebagai penyebab kerusakan hati, maka alkohol juga ternyata dapat bersifat toksik
terhadap sumsum tulang sehingga terjadai penekanan hemopoesis. 2
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia pada sirosis hati dengan alkoholik,
yang terpenting adalah penekanan hemopoesis pada sumsum tulang. Penggunaan alkohol kronis
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme asam folat atau defisiensi asam folat dengan
gambaran anemia megaloblastik, terjadinya perdarahan dan umur eritrosit yang memendek
(anemia hemolitik).Alkohol dapat menimbulkan gambaran eritrosit berupa makrositik tebal,
yang disebabkan oleh efek toksik alkohol pada sumsum tulang. Juga makrositik tebal ini karena
adanya defisiensi asam folat dan vitamin B12 yang disebabkan oleh alkohol. Pada berbagai
penelitian, perdarahan terjadi sekitar 2 70% pasien sirosis hati alkoholik, yang terbanyak
berasal dari perdarahan saluran cerna, tetapi dari hidung, hemorroid dan uterus umumnya sering
terjadi dan dihubungkan dengan kelainan homeostasis.
Pada umumnya anemia pada sirosis hati tanpa komplikasi mempunyai tingkat anemia
yang ringan sampai sedang. Tetapi kadang-kadang dijumpai anemia berat, bila Terjadi
komplikasi perdarahan varises esofagus atau perdarahan ditempat lain. Pada penelitian 35 pasien
sirosis hati alkoholik, Hb rata-rata ditemukan 12,3 gr/dl. Hb dapat menurun dibawah 10 gr/dl
bila timbul komplikasi sirosis hati. Kira-kira 5% pasien mengalami gangguan hepatoseluler
berat, umur eritrosit menjadi pendek, terjadi anemia hemolitik yang ditandai dengan adanya spur
sel dan Hb yang dijumpai dapat mencapai < 5 gr/dl serta bila fungsi hati diperbaiki maka remisi
dapat terjadi. Anemia hemolitik dapat terjadi pada ketergantungan alkohol pada penyakit hati
yang relatif ringan. Umumnya anemia ringan dan sedang, serta mempunyai kecenderungan
sembuh sendiri bila alkohol diberhentikan.2

-Hepatoma
Hepatoma 75% berasal dari sirosis hati yang lama/ menahun. Khususnya yang
disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah
9

terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang
disertai pembesaran hati mendadak.3

Pembahasan Makalah
Definisi
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros
yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul - nodul yang
terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan
disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi
jaringan yang mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana
sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar
parenkim hati yang mengalami regenerasi.3

Anamnesis
Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat.4
Keluhan utama
Keluhan utama pasien sirosis hati biasanya meliputi nyeri di kuadran kanan atas, mual,
anoreksia, perut buncit, bengkak pada kaki, dan cepat lelah.4

Riwayat penyakit dahulu


Ditanyakan apakah pernah mengalami penyakit kuning sebelumnya dan bagaimana
penanganannya.4
Riwayat penyakit sekarang
10

Ditanyakan adanya mual atau muntah, frekuensi terjadinya, warna muntahan, disertai darah atau
tidak, jumlah muntahan, terasa asam atau tidak, dan berkaitan dengan nyeri atau tidak. Bila ada
keluhan nyeri abdomen, ditanyakan lokasi nyeri, penjalaran nyeri, dan onset nyeri. Bila ada
anoreksia ditanyakan ada/tidaknya penurunan berat badan, nafsu makan normal atau tidak ada,
atau takut makan akibat nyeri. bila ada keluhan sesak napas, ditanyakan berapa jauh jarak yang
ditempuh sehingga merasa sesak, dapat berbaring telentang atau tidak, terbangun pada malam
hari atau tidak karena sesak. Bila ada pembengkakan pada pergelangan kaki disertai sesak napas
dicurigai adanya kelainan pada jantung. Pada ikterus ditanyakan onsetnya dan warna urin ketika
sakit.4
Riwayat pribadi dan sosial
Ditanyakan ada riwayat konsumsi alkohol atau tidak, berapa banyak alkohol yang dikonsumsi.
Bila dianggap perlu, dapat pula ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan terlarang, baik
menggunakan jarum suntik atau tidak, riwayat transfusi darah, dan riwayat penggunaan obatobatan lain (yang mungkin mempengaruhi hati).4

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Mata dan Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah
Bengkak pada perut dan tungkai
Penurunan kesadaran
Kelelahan
Kelemahan
Gatal
Mudah memar karena pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang sakit.
Erythema Palmaris dan spider nevi.5
Palpasi
11

Hati
Perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya,
prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada
sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit
pada perabaan hati.5
. Limpa
Pembesaran limpa diukur dengan 2 cara :
Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus dan dari umbilikus ke
SIAS kanan
Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja .
Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites
Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher,
dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema
palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.4,5
Perkusi
Cara pemeriksaan asites dengan pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi
dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan
tangan kanan melakukan ketukan berulang- ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan
kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.5

Pemeriksaan Penunjang

12

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar bilirubin total
dan albumin, dan globulin serum, pemeriksaan alkali fosfatase, AST, ALT, dan PT (Protrombin
Time), pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan histology dari biopsy hati.
Pada sirosis hati, pemeriksaan darah lengkap memperlihatkan adanya anemia, leucopenia, atau
trombositopenia. Hipersplenisme menyebabkan leukopenia dan trombositopenia, sedangkan
defisiensi vitamin dan kehilangan darah kronis menyebabkan anemia. Defisiensi vitamin K
menyebabkan pemanjangan PT karena faktor pembekuan yang tidak seimbang. Kadar bilirubin
total cenderung meningkat, lebih dari 1.1 mg/dL (normalnya 0-1.1 mg/dL), kadar globulin
serum cenderung meningkat (normalnya 1.5-3.0 g.dL) dan kadar albumin serum cenderung
menurun, normalnya 3.8-5.1 g/dL. Pasien sirosis dapat memiliki kadar AST dan ALT yang
normal, namun peningkatan AST dan ALT dapat terjadi pada pasien dengan hepatitis autoimun,
hepatitis virus, hepatitis alkoholik, dan cedera hati karena obat. Pasien dengan penyakit hati
karena kolestasis biasanya mengalami peningkatan alkali fosfatase, -glutamiltranferase, dan
bilirubin direk.2
Pemeriksaan lain untuk menyingkirkan diagnosis antara lain pemeriksaan serologi untuk
hepatitis B (HbsAg), C (anti HCV), pemeriksaan jumlah besi dan gen HFE untuk analisis
hemokromatosis herediter, pemeriksaan Cu pada serum dan urin 24 jam dan kadar seruloplasmin
untuk penyakit Wilson, kadar 1-antitripsin dan genotip terhadap antitripsin defisiensi, dan
pemeriksaan serum autoantibodi dan serum immunoglobulin kuantitatif untuk diagnosis penyakit
hati autoimun. Evaluasi secara periodik dengan tumor marker (alfa-fetoprotein, CEA, dan CA
19-9) diindikasikan untuk mendeteksi komplikasi karsinoma hepatoseluler primer.
Pemeriksaan radiologis tidak selalu dibutuhkan namun dapat memberikan informasi tambahan
untuk screening karsinoma hepatoseluler primer dan kolangiokarsinoma. Pemeriksaan ini
dihubungkan dengan tumor marker yang biasanya dihubungkan dengan sirosis karena berbagai
penyebab.6
Pemeriksaan histologi dari spesiemen biopsy seringkali merupakan kunci diagnosis. Pada sirosis
alkoholik, terdapat mikronodul, infiltrasi lemak, dan badan Mallory. Pada sirosis biliaris primer,
kolangitis sklerosis primer dan sekunder, dan hepatitis autoimun memiliki gambaran histology

13

yang sama, yaitu adanya infiltrasi limfosit pada daerah portal, terbentuk bridging fibrosis, dan
akhirnya terjadi sirosis.2

Etiologi
1. Virus hepatitis (B,C,dan D).
2. Alkohol.
3. Kelainan metabolik :
1. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi).
2. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga).
3. Defisiensi Alphal-antitripsin .
4. Glikonosis type-IV .
5. Galaktosemia.
6. Tirosinemia.2

Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis non alkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis
hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati alobat steatohepatitis alkoholk dilaporkan
0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari
beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar
4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di
Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4% ) pasien dari
seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.2

14

Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat
terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus
menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel
tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera
yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan
pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata
menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel
Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh
peningkatan kadar sitokin transforming growth facto beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien
dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata
untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.6,7
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra
endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel
stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan
daerah perisinusoidal.Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan
pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatosit dalam jumlah yang besar akan menyebabkan
banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari
vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama
penyebab terjadinya manifestasi klinis.
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria
splancnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika
dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlenihan pada sistem
portal. Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari
obstruksi hepatik (varises).6

15

Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi


ginjal pun menurun. Hal ini mengakibatkan aktifitas plasma rennin meningkat sehingga
aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit
terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada
akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama kelamaan menyebabkan asites dan juga edema.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun
yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan
hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal dikarenakan alkohol,
hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit wilson dan juga ada yang tidak diketahui
penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri
dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan
pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.2,6

Gejala Klinis
Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang
tersebut di bawah ini :
1. Kegagalan Parenkim hati.
2. Hipertensi portal.
3. Asites.
4. Ensefalophati hepatitis.
Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
a. Merasa kemampuan jasmani menurun .
b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan.
c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap.
d. Pembesaran perut dan kaki bengkak. 7
16

e. Perdarahan saluran cerna bagian atas.


f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Ensefalophati).
g. Perasaan gatal yang hebat.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang
mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan parenkim hati yang masing - masing
memperlihatkan gejala klinis berupa :
1. Kegagalan sirosis hati
a. edema.
b. ikterus.
c. koma.
d. spider nevi.
e. alopesia pectoralis.
f. ginekomastia.
g. kerusakan hati.
h. asites.
i. rambut pubis rontok.
j. eritema palmaris.
k. atropi testis.
l. kelainan darah (anemia,hematom/mudah terjadi perdarahan).
2. Hipertensi portal
a. varises oesophagus.
b. splenomegali.
17

c. perubahan sumsum tulang.


d. caput medusae.
e. asites.
f. collateral vein hemorrhoid.
g. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni).8

Diagnosis
Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan
gejala yang dialami pasien dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup
mengarahkan kita pada diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka
USG Abdomen dan tes-tes laboratorium dapat membantu
Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan terasa keras,
namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa
derajat asites dapat menggunakan tes-tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid wave. Tandatanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis (Suatu lesi
vaskular ang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris (warna merah saga pada thenar dan
hipothenar telapak tangan), caput medusa, foetor hepatikum (bau yang khas pada penderita
sirosis), dan ikterus.2,7,8
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Fungsi hati kita dapat
menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil
transpeptidase, serum albumin, prothrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat
(SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan
juga tidak spesifik.9
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan
noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG
18

juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan
skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.7
Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan
klasifikasi Child Pugh.9,10
Skor/parameter
Bilirubin (mg%)
Albumin (gr%)
Prothrombin
time
(Quick %)
Asites
Hepatic

1
<2,0
>3,5
>7,0

2
2 - <3
2,8 - <3,5
40-70

3
>3,0
<2,8
<40

0
Tidak ada

Minimal - sedang
Std I dan II

Banyak
Std III dan IV

Encephalopathy
Tabel 1. Klasifikasi Sirosis Hati

Differential diagnosis
1.Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung kurang dari
6 bulan disebut hepatitis akut, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis
kronis. Hepatitis dikategorikan dalam beberapa golongan, diantaranya hepatitis A,B,C,D,E,F
dan G. Di Indonesia penderita penyakit Hepatitis umumnya cenderung lebih banyak mengalami
golongan hepatitis B dan hepatitis C. 2
Penyakit Hepatitis A
Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan jarang sekali menyebabkan
kematian. Virus hepatitis A (VHA=Virus Hepatitis A) penyebarannya melalui kotoran/tinja
penderita yang penularannya melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, bukan melalui
aktivitas seksual atau melalui darah. Sebagai contoh, ikan atau kerang yang berasal dari kawasan
air yang dicemari oleh kotoran manusia penderita. Bersifat stabil, sel hati menyembunyikan virus
dalam sel empedu untuk kemudian virus masuk ke dalam sistem pencernaan. Sebab itu, kotoran
penderita mempunyai konsentrasi tinggi selama periode infeksi.6

19

Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak penularan terjadi, barulah
kemudian penderita menunjukkan beberapa tanda dan gejala terserang penyakit Hepatitis A.
Gejala Hepatitis A
Pada minggu pertama, individu yang dijangkiti akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan,
demam, hilang selera makan, muntah-muntah, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat.
Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang lainnya yaitu
pada demam berdarah, tbc, thypus, dll.2
Penyakit Hepatitis B
Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang tergolong berbahaya didunia, Penyakit
ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan
hati akut atau menahun. Seperti hal Hepatitis C, kedua penyakit ini dapat menjadi kronis dan
akhirnya menjadi kanker hati. Proses penularan Hepatitis B yaitu melalui pertukaran cairan
tubuh atau kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis B.
Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain penularan dari ibu ke bayi saat
melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik, maupun penggunaan alat
kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-sama. Hepatitis B dapat menyerang siapa
saja, akan tetapi umumnya bagi mereka yang berusia produktif akan lebih beresiko terkena
penyakit ini.7

. Gejala Hepatitis B
Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam, sakit perut dan
kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera). Namun bagi penderita hepatitis B kronik
akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain
menjadi lebih beresiko.7
Penyakit Hepatitis C
Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (VHC). Proses
20

penularannya melalui kontak darah {transfusi, jarum suntik (terkontaminasi), serangga yang
menggigit penderita lalu menggigit orang lain disekitarnya}. Penderita Hepatitis C kadang tidak
menampakkan gejala yang jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan
kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker (cancer) hati. Sejumlah 85% dari
kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun.
Gejala Hepatitis C
Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala,
walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar
diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau
mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat
ditemukan peningkatan enzim hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita
Hepatitis C justru terkadang enzim hati fluktuasi bahkan normal.6

2.Kanker hati :
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia juga dikenal
sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda
(contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan
lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatosit) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi,
mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan
disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma (carcinoma). 6
Penyebab Kanker Hati
Penyebab kanker hati sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun kanker hati kanker
hati primer (karsinoma hepatoseluler) cenderung terjadi pada hati/liver yang rusak karena cacat
lahir, penyalahgunaan alkohol, atau infeksi kronis akibat penyakit seperti hepatitis B dan C,
hemochromatosis (terlalu banyaknya kadar besi dalam hati) dan sirosis. Lebih dari 50% orang
yang terdiagnosa kanker hati primer, telah mengalami sirosis hati. Mereka yang menderita
kondisi genetik yang disebut hemochromatosis memiliki risiko yang lebih besar.

21

Berbagai zat penyebab kanker yang berhubungan dengan kanker hati primer, termasuk
diantaranya: herbisida, aflatoksin (sejenis jamur tanaman pada gandum & palawija), dan bahan
kimia tertentu seperti vinil klorida dan arsen. Merokok plus penyalahgunaan alcohol juga dapat
meningkatkan risiko terkena kanker hati.

. Pada pemeriksaan fisik, suatu hati yang membesar dan adakalanya lembut adalah penemuan
yang paling umum. Kanker-kanker hati adalah tumor-tumor yang sangat vaskuler (mengandung
banyak pembuluh-pembuluh darah). Jadi, jumlah-jumlah darah yang meningkat yang diberikan
kedalam arteri hepatik (arteri ke hati) dan menyebabkan aliran darah yang bergolak (turbulent)
dalam arteri. Pergolakan (turbulensi) berakibat pada suatu suara yang berbeda/jelas dalam hati
(hepatic bruit) yang dapt didengar dengan sebuah stetoskop pada kira-kira satu per empat sampai
setengah dari pasien-pasien dengan kanker hati. Segala tanda dari penyakit hati yang telah lanjut
(contohnya, ascites, jaundice, atau penyusutan otot) berarti suatu prognosis yang jelek. Jarang,
seorang pasien dengan kanker hati dapat mendadak menjadi jaundice ketika tumor melongsor
kedalam pembuluh empedu. Jaundice terjadi pada situasi ini karena keduanya pengelupasan
tumor kedalam pembuluh dan perdarahan yang menggumpal dalam pembuluh dapat
menghalangi pembuluh. 6
Gejala Kanker Hati
Kanker hati seringkali tidak menimbulkan gejala. Ketika kanker bertambah besar, orang
mungkin melihat satu atau lebih dari gejala umum ini:

Rasa sakit di perut bagian atas di sisi kanan

Sebuah benjolan atau rasa berat di perut bagian atas

Bengkak (kembung) pada perut

Kehilangan nafsu makan dan perut terasa penuh

Penurunan berat badan tanpa sebab jelas

22

Kelelahan

Mual dan muntah

Kulit dan mata berwarna kuning, tinja pucat, dan urine berwarna gelap

Demam

Sclera ikterik

Mual dan muntah

Asites

Penatalaksanaan
Etiologi sirosis mempengaruhi penganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung
protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya: alkohol dan
bahan bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian
asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis
flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
Pada penyakit hati non alkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama.
Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun.
Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi, sehingga terjadi resistensi

23

obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.2
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standard. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis MIU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan menjadi terapi utama. Pengobatan untuk
mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai
aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin
memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan
sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.6

Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.3
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain perotinitis bakterial spontan, yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya
pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.2,7
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai 40%
pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya
sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun
dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
24

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mulamula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.2

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani
operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati
juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan
dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan
Child A, B dan C berturut-turut 100, 80 dan 45%.2
.

25

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan mengobati
penyulit, maka prognosa sirosis hati bisa jelek. Namun penemuan sirosis hati yang masih
terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena itu ketepatan diagnosa dan
penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan sirosis hati

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood Lauralee .Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed-2 . Jakarta:EGC.2003.h.537-9.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar penyakit dalam:
Sirosis hati. 5th Ed Vol 1. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD, 2010. h. 668-9.
3. Price SA, Wilson LM. Fisiologi proses-proses penyakit: hati, saluran empedu dan pankreas.
4th ed vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.h. 439-47.
4. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-1. Erlangga
Medical Series:2007.h. 154-5.
5. Dacre, Jane dan Kopelman, Peter. Buku saku keterampilan klinis. Cetakan pertama. Jakarta:
EGC; 2005.h.109-134.
6. Lindseth, Glenda N. Sirosis hati. Dalam: Price, S.A., Wilson, L.M. Patofisiologi: konsep
klinis proses-proses penyakit. Volume 1. Edisi ke-6. Cetakan pertama. Jakarta: EGC;
2006.h.493-501.
7. Dacre, Jane dan Kopelman, Peter. Buku saku keterampilan klinis. Cetakan pertama. Jakarta:
EGC; 2005.h.109-134.
8. Runge, M. S., Greganti, M.A. Netters internal medicine. Edisi ke-2. China: Elsevier
Saunders; 2009.h.457-63.

27

9. Kusumobroto O Hernomo. Sirosis hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi I,
Jakarta:Jayabadi, 2007.h. 335-45.
10. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology: The liver, gallblader and billiary
tract.8th ed. China: Saunders Elsevier, 2007. p.635-6.
11. Schiff ER, Sorrel MF, M WC. Schiffs disease of liver. 10th ed vol 1. USA: Lippincott
Wiliams & Wilkins, 2007. p. 397-8.

28

You might also like