You are on page 1of 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Air Asam Tambang
Air asam tambang merupakan air dengan pH yang rendah (pH<6) dan
kelarutan logam yang tinggi sebagai akibat dari adanya reaksi antara mineral sulfida
yang tersingkap karena kegiatan penggalian, oksigen dan air. (Abfertiawan dkk,
2012).
Sumber keasaman adalah mineral sulfida yang dapat teroksidasi. Sumber
pengoksidasi yang utama adalah oksigen dalam udara. Air merupakan salah satu
reaktan dalam proses pembentukan air asam tambang dan juga sebagai media yang
mencuci atau melarutkan hasil oksidasi. Sumber air dapat berupa air limpasan
hujan atau air tanah. (Gautama, 2014).
Air asam tambang merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada air
asam yang timbul akibat kegiatan penambangan. Hal ini untuk membedakan dengan
air asam yang timbul oleh kegiatan lain, seperti penggalian untuk pembangunan
pondasi bangunan, pembuatan tambak, dan sebagainya. (Fikri, 2012).
2.2. Pembentukan Air Asam Tambang
Pembentukan air asam tambang dipengeruhi oleh tiga faktor utama yaitu air,
udara dan batuan yang mengandung mineral-mineral sulfida (Nurisman dkk, 2012),
seperti yang tertera pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1: Mineral Sulfida yang Berpotensi Menimbulkan Air Asam Tambang
Mineral

Pyrite

Chalcopyrit

Calcosite

Spalerit

Millerit

Galena

Komposis

FeS2

e
CuFeS2

Cu2S

ZnS

Nis

PbS

i
Sistem penambangan terbuka (open pit mining) sangat berpotensi terbentuknya
air asam tambang baik di pertambangan aktif dan disposal. Pengupasan tanah
penutup (overburden), penggalian batubara itu sendiri, serta waste material
menyebabkan tersingkapnya tanah/batuan yang mengadung mineral sulfida berupa
4

pyrite dan mineral sulfida lainnya yang berpotensi menimbulkan air asam tambang.
Mineral sulfida tersebut selanjutnya bereaksi dengan oksida dan air membentuk asam
tambang. Air asam tambang akan mengikis tanah dan batuan yang berakibat pada
larutnya berbagai logam besi (Fe), cadmium (Cd), mangan (Mn), dan seng (Zn).
Dengan demikian selain dicirikan dengan pH yang rendah, air asam tambang juga
akan mengandung logam-logam dengan konsentrasi tinggi sehingga dapat berakibat
buruk pada kesehatan, lingkungan maupun manusia. (Juari, 2006 dalam
Marganingrum dan Noviardi, 2010).
Bakteria yang ada secara alami dapat mempercepat reaksi yang bisa
menyebabkan terjadi air asam tambang. Tanpa kehadiran mineral sulfida pada batuan
seperti pyrite, udara dan air maka air asam tambang tidak akan muncul. Secara
umum reaksi pembentukan air tambang (Nurisman dkk, 2012), adalah sebagai
berikut:
4 FeS2 + 15 O2 + 14 H2O
Pyrite + Oxigen + Water

4 Fe(OH)3 + 8 H2SO4
Yellowboy + Sulfuric Acid

Reaksi antara pyrite, oksigen dan air akan membentuk asam sulfat dan endapan
besi hidroksida. Warna kekuningan yang mengendap di dasar saluran tambang atau
pada dinding kolam pengendapan lumpur merupakan gambaran visual dari endapan
besi hidroksida (yellowboy). Didalam reaksi umum pembentukan air asam tambang,
terjadi empat reaksi pada pyrite yang menghasilkan ion-ion hidrogen yang bila
berkaitan dengan ion-ion negatif dapat membentuk asam. Oksida terhadap pyrite
akan menghasilkan besi (II) dan sulfat. Selanjutnya besi (II) teroksidasi lagi menjadi
besi (III). Reaksi akan berlangsung lambat pada kondisi asam dan semakin cepat
dengan kenaikan besi hidroksida. Besi (III) yang belum mengendap akan
mengoksidasi pyrite yang belum mengalami oksidasi. (Nurisman dkk, 2012).
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat (Fikri,
2012), adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik dari mineral sulphida.
2. Keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari atmosfir
melalui mekanisme adveksi dan difusi.
3. Jumlah dan komposisi kimia air yang ada.
4. Temperatur.
5. Mikrobiologi
5

Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan bahwa


pembentukan AAT sangat tergantung pada kondisi tempat pembentukannya.
Perbedaan salah satu faktor tersebut diatas menyebabkan proses pembentukan dan
hasil yang berbeda. Terkait dengan faktor iklim di Indonesia, dengan temperatur dan
curah hujan yang tinggi di beberapa lokasi dimana terdapat kegiatan penambangan,
proses pembentukan AAT memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara-negara
lain, karena memiliki kondisi iklim yang berbeda. (Fikri, 2012).
Umumnya keadaan ini terjadi karena unsur sulfur yang terdapat di dalam
batuan teroksidasi secara alamiah didukung juga dengan curah hujan yang tinggi
semakin mempercepat perubahan oksida sulfur menjadi asam. (Fikri, 2012).
2.3. Sumber-Sumber Air Asam Tambang
Air asam tambang dapat terjadi pada kegiatan penambangan baik tambang
terbuka maupun tambang dalam, umumnya ini terjadi karena unsur sulfur yang
terdapat di dalam batuan teroksidasi secara alamiah dan didukung oleh curah hujan
yang tinggi semakin mempercepat perubahan oksida sulfur menjadi asam. (Fikri,
2012).
Sumber sumber air asam tambang antara lain berasal dari kegiatan kegiatan
(Fikri, 2012), sebagai berikut:
1. Air dari tambang terbuka
Lapisan batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya lapisan penutup,
sehingga unsur sulfur yang terdapat dalam batuan sulfida akan mudah teroksidasi dan
bila bereaksi air dan oksigen akan membentuk air asam tambang.
2. Air dari unit pengolahan batuan buangan
Material yang banyak terdapat pada limbah kegiatan penambangan adalah
batuan buangan (waste rock). Jumlah batuan buangan ini akan semakin meningkat
dengan bertambahnya kegiatan penambangan. Sebagai akibatnya, batuan buangan
yang banyak mengandung sulfur akan berhubungan langsung dengan udara terbuka
membentuk senyawa sulfur oksida selanjutnya dengan adanya air akan membentuk
air asam tambang.

3. Air dari lokasi penimbunan batuan


Timbunan batuan yang berasal dari batuan sulfida dapat menghasilkan air asam
tambang karena adanya kontak langsung dengan udara yang selanjutnya terjadi
pelarutan akibat adanya air.
4. Air dari unit pengolahan limbah tailing
Kandungan unsur sulfur di dalam tailing diketahui mempunyai potensi dalam
membentuk air asam tambang, pH dalam tailing pond ini biasanya cukup tinggi
karena adanya penambahan hydrated lime untuk menetralkan air yang bersifat asam
yang dibuang kedalamnya. Air yang masuk ke dalam tailing pond yang bersifat asam
tersebut diperkirakan akan menyebabkan limbah asam bila merembes keluar dari
tailing pond.
2.4. Dampak Air Asam Tambang
Terbentuknya air asam tambang di lokasi penambangan akan menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Adapun dampak negatif dari timbulnya air
asam tambang (Fikri, 2012), yaitu sebagai berikut:
1. Masyarakat di sekitar wilayah tambang
Dampak terhadap masyarakat disekitar wilayah tambang tidak dirasakan secara
langsung akan tetapi akan dirasakan beberapa tahun kemudian karena air yang
terkontaminasi dengan asam tambang banyak mengandung logam berat seperti besi,
seng yang apabila dikonsumsi oleh masyarakat secara terus menerus maka
masyarakat tadi akan menderita keracunan.
2. Biota perairan
Dampak

negatif

untuk

biota

perairan

adalah

terjadinya

perubahan

keanekaragaman biota perairan seperti plankton dan benthos, kehadiran benthos


dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan. Pada
perairan yang baik dan subur benthos akan mengalami kelimpahan, sebaliknya pada
perairan yang kurang subur benthos tidak akan mampu bertahan hidup.
3. Kualitas air permukaan
Terbentuknya air asam tambang hasil oksidasi pirit akan menyebabkan
menurunnya kualitas air permukaan. Parameter kualitas air yang mengalami
perubahan diantaranya adalah pH, padatan terlarut, padatan tersuspensi, sulfat, besi,
dan Mangan.
7

4. Kualitas tanah
Tanah yang asam banyak mengandung logam berat seperti besi, tembaga, seng
yang semua ini merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman sedangkan
unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman seperti fosfor, magnesium, kalsium
sangat kurang. Akibatnya karena kelebihan unsur hara mikro akan menyebabkan
keracunan pada tanaman, ini ditandai dengan busuknya akar tanaman sehingga
tanaman menjadi layu
2.5. Pencegahan Air Asam Tambang
Pertambangan batubara permukaan (surface coal mining) secara umum
meliputi kegiatan penggalian dan penimbunan batuan penutup (overburden). Pit
penambangan merupakan daerah yang tidak dapat dihindari dari proses pembentukan
air asam tambang yang berasal dari batuan pada dinding pit. Selain dari itu, area
disposal batuan penutup juga dapat berpotensi untuk membentuk air asam tambang.
(Abfertiawan dkk, 2012).
Pembentukan air asam tambang dari area penambangan baik di pit penamangan
maupun area disposal jika tidak dilakukan pengelolaan dan pengolahan maka air
asam tambang akan mengalir menuju aliran sungai. Hal ini akan menyebabkan
penurunan kualitas air sungai. (Abfertiawan dkk, 2012).
Upaya pencegahan air asam tambang dapat dilakukan sejak tahapan eksplorasi
dimana sampel dari lubang bor eksplorasi (drilling core) dilakukan pengujian
laboratorium untuk mengetahui karakteristik batuan penutup (overburden) yang akan
digunakan sebagai data dalam pembuatan model geokimia (geochemical model).
Dalam hal perencanaan penambangan yang terintegrasi, model geokimia menjadi
tahapan awal yang penting guna mendapatkan berbagai informasi sebagai landasan
dalam merencanakan tiap tahapan penambangan. (Abfertiawan, 2011).
2.5.1. Overburden Management Plan
Model yang dapat dikembangkan yakni model persebaran batuan berpotensi
membentuk asam (Potentially Acid Forming/PAF) dan yang tidak berpotensi
membentuk asam (Non acid forming/NAF). Model persebaran ini akan bermanfaat
untuk mengetahui karakteristik dan volume batuan penutup. Sehingga dapat
8

dilakukan perencanaan terhadap disain daerah penimbunan yang ditujukan untuk


pencegahan air asam tambang. (Abfertiawan, 2011).
Pengelolaan batuan penutup dilakukan dengan melakukan pemisahan antara
material PAF dan material NAF (selective dumping method). Pemisahan ini
dilakukan untuk melakukan proses enkapsulasi sebagai salah satu metode
pencegahan AAT. Pada prinsipnya enkapsulasi merupakan sebuah cara untuk
memutus salah satu komponen dari proses pembentukan air asam tambang yakni
menghindarikan material sulfida untuk kontak secara langsung dengan udara
dan/atau air dengan memanfaatkan material NAF untuk mengisolasi material PAF.
Metode ini sering disebut dengan Dry Cover. Material PAF ditimbun terlebih dahulu
yang akan ditutup dengan lapisan NAF dengan ketebalan tertentu untuk memutus
kontak udara dan/atau air dengan material sulfida. Dengan mengetahui volume
masing-masing material, maka akan mudah untuk mendisain geometri daerah
penimbunan. Selanjutnya seluruh area akan kembali dilapisi oleh tanah sebagai
media untuk melakukan reklamasi. (Abfertiawan, 2011).
2.5.2. Water Management
Proses penambangan batubara pada umumnya menggunakan metode
penambangan terbuka (open pit) dimana lapisan penutup akan digali kemudian
dipindahkan ke lokasi penimbunan menggunakan dump truck. Material tersebut akan
di timbun di daerah waste dump yang sudah ditentukan baik di lokasi outside dump
maupun lokasi backfilling. Penambangan dengan metode tambang terbuka ini akan
memberikan dampak terhadap perubahan topografi di lokasi penambangan akibat
adanya proses penggalian dan penimbunan. Hal ini tentu akan mempengaruhi kondisi
hidrologi melalui perubahan catchment area. Pola aliran air permukaan akan
mengalami perubahan yang akan mempengaruhi debit aliran pada sungai di
catchment tersebut. Selain itu, terdapatnya material sulfida pada daerah timbunan
akan berpotensi terhadap pembentukan air asam tambang yang akan berdampak pada
kualitas aliran sungai. (Abfertiawan, 2011).
Water management menjadi bagian yang penting dalam upaya pencegahan
terhadap pembentukan air asam tambang. Prinsip dari water management ini adalah
bagaimana mengendalikan air dengan memisahkan air yang tercemar (air asam
tambang) terhadap air yang masih berkualitas baik. Selain dari mengurangi beban
9

pengolahan dari aliran air yang tercemar, upaya ini dapat mengisolasi daerah yang
terganggu dengan daerah yang tidak terganggu. Setidaknya ada 3 lokasi di area
pertambangan yang memiliki potensi terhadap pencemaran air permukaan yakni
daerah penambangan aktif, daerah disposal/penimbunan material penutup, dan
instalasi pengolahan/pencucian batubara. (Abfertiawan, 2011).
2.6. Pengolahan Air Asam Tambang
Daerah penambangan aktif merupakan salah satu sumber pembentukan air
asam tambang yang tidak dapat dihindari. Sehingga metode penanganan pada daerah
aktif ini adalah melakukan pengolahan terhadap air asam tambang yang terbentuk
(active treatment). Material sulfida yang berasal dari dinding pit penambangan akan
kontak dengan air pada saat hujan terjadi, mengalir menuju sump pit untuk kemudian
dipompa menuju ke sistem pengolahan. Pengolahan air asam tambang dapat
dilakukan dengan metode aktif maupun pasif untuk mengevaluasi metode yang
efektif dan afesien. (Gunawan dkk, 2014).
Metode pengolahan aktif merupakan metode yang untuk menetralisir air asam
tambang yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: pemberian kapur padam
dengan pembubuhan kering, pemberian kapur dengan instalasi tanpa elektrik, dan
pemberian kapur dengan pengadukan secara mekanis dengan elektrik. (Gunawan
dkk, 2014).
Metode pengolahan pasif merupakan proses pengolahan yang tidak
memerlukan intervensi, operasi atau perawatan oleh manusia secara reguler.
Beberapa cara yang digunakan dalam pengolahan pasif yaitu menggunakan metoda
aerobic wetland, successive alkalinity producing system (SAPS), dan open limstone
channel (OLC). (Gunawan dkk, 2014).

10

You might also like