You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Sejarah Mekanika Klasik
Fisika yang berkembang sampai akhir abad sembilan belas dikenal sebagai
fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika Newtonian dan
teori medan elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh
kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung di dalam ruang. Istilah
terkurung secara sederhana dapat dikatakan sebagai adanya batas yang jelas antara
materi dan sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Fenomena yang ada dalam
mekanika klasik adalah fenomena tumbukan antara partikel yang memungkinkan
terjadinya transfer momentum dan energi. Sedangkan medan elektromagnetik
dicirikan oleh kuantitas medan dari gelombang yang menyebar dalam ruang.
Medan tersebar di dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan yang berbeda-beda
dan menipis sampai akhirnya benar-benar lenyap. Batas antara ruang bermedan
dan ruang tanpa medan tidak jelas atau kabur.
Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang common sense dan
deterministik.
Sampai menjelang abad kedua puluh, kedua teori tersebut ditambah
termodinamika dipandang sebagai teori puncak (ultimate theory) yang mampu
menjelaskan semua fenomena fisika. Sedangkan secara praktis, teori-teori tersebut
telah memicu timbulnya revolusi industri.

Fisika terus berkembang dan temuan baru terus didapatkan. Tetapi, beberapa
fenomena fisis yang ditemukan di akhir abad sembilan belas berikut ini tidak
dapat dijelaskan oleh teori klasik. Karenanya, orang mengatakan bahwa fisika
klasik mengalami krisis
Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, semakin jelas bahwa fisika
(konsep-konsep fisika) memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini
disebabkan semakin banyaknya hasil-hasil eksperimen dan gejala-gejala fisika
yang teramati yang tidak bisa dijelaskan dengan konsep-konsep fisika yang telah
dikuasai pada saat itu (fisika klasik), sekalipun dengan pendekatan.
Masalah-masalah yang dimaksud di atas muncul terutama pada obyekobyek fisis

yang berukuran

"kecil"

(mikroskopik,

atomistik),

seperti

partikel-partikel elementer dan atom serta interaksinya dengan radiasi atau medan
elektromagnetik. "Perbedaan-perbedaan" dalam eksperimen fisika mula-mula
dapat diatasi dengan postulat-postulat dan hipotesis-hipotesis. Namun karena
jumlahnya semakin banyak dan persoalannya dipandang mendasar, menuntut dan
mendorong fisikawan untuk melakukan penyempurnaan, dan bila perlu perubahan
pada formulasi dan konsep-konsep fisika. Hasilnya adalah konsep yang
dinamakan "Mekanika Kuantum".
Konsep-konsep fisika klasik tercakup dalam dua kelompok besar,
yakni Mekanika Newtonian (klasik, non-kuantum) dan Elektromagnetika klasik.
Mekanika newtonian membahas partikel-partikel yang dianggap bergerak di
bawah pengaruh gaya-gaya, yang mengikuti hukum gerak (Hukum Newton).

Dalam fisika klasik, fenomena alam dapat dispektrumkan dengan


Mekanika Newton yang menguasai partikel,

dan elektromagnetika

yang

menguasai medan elektromagnetik atau radiasi. Kedua komponen fisika


klasik tersebut dapat dipandang sebagai terpisah satu dengan yang lain, tetapi
terkait melalui persamaan Lorentz.
Pada akhir abad 19, teori-teori klasik di atas tidak mampu memberikan
penjelasan yang memuaskan bagi sejumlah fenomena berskala-kecil seperti
sifat radiasi dan interaksi radiasi-materi. Akibatnya, dasar-dasar fisika yang ada
secara radikal diteliti-ulang lagi, dan dalam perempat pertama abad 20 muncul
berbagai pengembangan teori seperti relativitas dan mekanika kuantum.

2. Kelahiran Mekanika Kuantum


a. Sifat gelombang partikel
Di paruh pertama abad 20, mulai diketahui bahwa gelombang
elektromagnetik, yang sebelumnya dianggap gelombang murni, berperilaku
seperti partikel (foton). Fisikawan Perancis Louis Victor De Broglie (1892-1987)
mengasumsikan bahwa sebaliknya mungkin juga benar, yakni materi juga
berperilaku seperti gelombang. Berawal dari persamaan Einstein, E = cp dengan p
adalah momentum foton, c kecepatan cahaya dan E adalah energi, ia mendapatkan
hubungan:

E = h = = c/ atau hc/ = E, maka h/ = p

(2.12)

De Broglie menganggap setiap partikel dengan momentum p = mv disertai dengan


gelombang (gelombang materi) dengan panjang gelombang didefinisikan dalam

persamaan (2.12) (1924). Tabel 2.2 memberikan beberapa contoh panjag


gelombang materi yang dihitung dengan persamaan (2.12). Dengan meningkatnya
ukuran partikel, panjang gelombangnya menjadi lebih pendek. Jadi untuk partikel
makroskopik, particles, tidak dimungkinkan mengamati difraksi dan fenomena
lain yang berkaitan dengan gelombang. Untuk partikel mikroskopik, seperti
elektron, panjang gelombang materi dapat diamati. Faktanya, pola difraksi
elektron diamati (1927) dan membuktikan teori De Broglie.
Tabel 2.2 Panjang-gelombang gelombang materi

b. Prinsip ketidakpastian
Dari yang telah dipelajari tentang gelombang materi, kita dapat mengamati
bahwa kehati-hatian harus diberikan bila teori dunia makroskopik akan diterapkan
di dunia mikroskopik. Fisikawan Jerman Werner Karl Heisenberg (1901-1976)
menyatakan tidak mungkin menentukan secara akurat posisi dan momentum
secara simultan partikel yang sangat kecil semacam elektron. Untuk mengamati
partikel, seseorang harus meradiasi partikel dengan cahaya. Tumbukan antara
partikel dengan foton akan mengubah posisi dan momentum partikel.
Heisenberg menjelaskan bahwa hasil kali antara ketidakpastian posisi x
dan ketidakpastian momentum p akan bernilai sekitar konstanta Planck:
xp = h (2.13)

c. Persamaan Schrodinger
Fisikawan Austria Erwin Schrdinger (1887-1961) mengusulkan ide
bahwa persamaan De Broglie dapat diterapkan tidak hanya untuk gerakan bebas
partikel, tetapi juga pada gerakan yang terikat seperti elektron dalam atom. Denga
memperluas ide ini, ia merumuskan sistem mekanika gelombang. Pada saat yang
sama Heisenberg mengembangkan sistem mekanika matriks. Kemudian hari
kedua sistem ini disatukan dalam mekanika kuantum.
Dalam mekanika kuantum, keadaan sistem dideskripsikan dengan fungsi
gelombang. Schrdinger mendasarkan teorinya pada ide bahwa energi total
sistem, E dapat diperkirakan dengan menyelesaikan persamaan. Karena
persamaan ini memiliki kemiripan dengan persamaan yang mengungkapkan
gelombang di fisika klasik, maka persamaan ini disebut dengan persamaan
gelombang Schrdinger.
Persamaan gelombang partikel (misalnya elektron) yang bergerak dalam
satu arah (misalnya arah x) diberikan oleh:
(-h2/82m)(d2/dx2) + V = E

(2.14)

m adalah massa elektron, V adalah energi potensial sistem sebagai fungsi


koordinat, dan

adalah fungsi gelombang. Dimungkinkan uintuk memperluas

metoda yang digunakan dalam potensial kotak satu dimensi ini untuk menangani
atom hidrogen dan atom mirip hidrogen secara umum. Untuk keperluan ini
persamaan satu dimensi (2.14) harus diperluas menjadi persamaan tiga dimensi
sebagai berikut:
(-h2/82m) (2/ x2) + (2/ y2) +(2/ z2)+V(x, y, z) = E

(2.15)

Bila didefinisikan 2 sebagai:


(2/ x2) + (2/ y2) +(2/ z2) = 2 (2.16)
Maka persamaan Schrdinger tiga dimensi akan menjadi:
(-h2/82m)2 +V = E

(2.17)

atau2 +(8 2m/h2)(E -V) = 0 (2.18)


Energi potensial atom mirip hidrogen diberikan oleh persamaan berikut dengan Z
adalah muatan listrik.
V = -Ze2/4 r (2.19)
0

B. Rumusan Masalah
Mengapa mekanika klasik hijrah ke mekanika kuantum?

C. Tujuan
Untuk mengetahui penyebab munculnya mekanika kuantum dan penyebab
hijrahnya mekanika klasik ke mekanika kuantum?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Mekanika Klasik
Teori mekanika klasik dimulai ketika Michael Faraday menemukan sinar
katoda. Kemudian pada tahun 1859-1860, Gustav Kirchoff memberikan
pernyataan tentang radiasi benda hitam. Pada tahun1887 Ludwig Boltzman
menyatakan bahwa bentuk energi pada sistem fisika berbentuk diskrit.
Fisikawan Swiss Johann Jakob Balmer (1825-1898) memisahkan cahaya
yang diemisikan oleh hidrogen bertekanan rendah. Ia mengenali bahwa panjang
gelombang deretan garis spektra ini dapat dengan akurat diungkapkan dalam
persamaan sederhana (1885). Fisikawan Swedia Johannes Robert Rydberg (18541919) menemukan bahwa bilangan gelombang garis spektra dapat diungkapkan
dengan persamaan berikut (1889).
= 1/ = R{ (1/ni2 ) -(1/nj2 ) }cm-1
Jumlah gelombang dalam satuan panjang (misalnya, per 1 cm)
ni dan nj bilangan positif bulat(ni < nj) dan R adalah tetapan khas untuk gas yang
digunakan. Untuk hidrogen R bernilai 1,09678 x 10 7 m-1. Umumnya bilangan
gelombang garis spektra atom hodrogen dapat diungkapkan sebagai perbedaan
dua suku R/n2. Spektra atom gas lain jauh lebih rumit, tetapi sekali lagi bilangan
gelombangnya juga dapat diungkapkan sebagai perbedaan dua suku. Bila logam
atau senyawanya dipanaskan di pembakar, warna khas logam akan muncul. Ini
yang dikenal dengan reaksi nyala. Bila warna ini dipisahkan dengan prisma,
beberapa garis spektra akan muncul, dan panjang gelombang setiap garis khas

untuk logam yang digunakan. Misalnya, garis kuning natrium berkaitan dengan
dua garis kuning dalam spektrumnya dalam daerah sinar tampak, dan panjang
gelombang kedua garis ini adalah 5,890 x 10-7 m dan 5,896 x 10-7 m.
1. Rumusan Teoritis Radiasi Benda Hitam
Radiasi yang dipancarkan benda biasa tidak hanya bergantung pada suhu,
tetapi juga pada sifat sifat lainnya, seperti rupa benda, permukaannya, dan bahan
pembuatnya. Radiasinya juga bergantung pada apakah benda memantulkan atau
tidak memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang jatuh padanya. Untuk
menghilangkan beberapa hambatan ini, kita tidak akan meninjau benda biasa,
melainkan yang permukaannya sama sekali hitam (benda hitam). Jika sebuah
benda sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh padanya tidak ada yang
dipantulkan sehingga sifat sifat permukaannya dengan demikian tidak dapat
teramati.
Namun demikian, perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan
persoalan untuk memungkinkan menghitung spektrum radiasi yang terpancarkan.
Karena itu, kita memperluasnya lebih lanjut ke suatu jenis benda hitam istimewa
sebuah rongga, misalnya bagian dalam dari sebuah kotak logam, dengan sebuah
lubang kecil pada salah satu dindingnya. Lubang kecil itulah, bukan kotaknya,
yang berperan sebagai benda hitam. Radiasi dari luar kotak yang menembus
lubang ini akan lenyap pada bagian dalam kotak dan kecil kemungkinan untuk
keluar dari lubang tersebut ; jadi tidak ada pantulan yang terjadi pada benda hitam
(lubang) tersebut.

2. Teori Max Planck


Untuk mengatasi kesulitanksulitan analisis klasik, digunakan fakta bahwa
gelombang elektomagnetik yang merupaka radiasi di dalam rongga (cavity with a
small aperture sebagai realisasi praktis konsep benda hitam), dapat dianalisis
sebagai superposisi dari karakteristik mode normal rongga. Dalam setiap mode
nomal, medan bervariasi secara harmonis. Dengan demikian, setiap mode normal
ekivalen dengan osilator harmonik dan radiasi membentuk ensemble osilator
harmonik.
Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck mengajukan hipotesis
radikal sebagai berikut :
1. Osilator di dalam benda hitam tidak memancarkan cahaya secara kontinu
melainkan hanya berubah amplitudenya taransisi amplitudo besar ke kecil
menghasilkan emisi cahaya sedangkan transisi dari amplitudo kecil ke besar
dihasilakan dari absorbsi cahaya.
2. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi
yang disebut kuanta sebesar h, dengan adalah frekuensi osilator sedangkan
h adalah konstanta baru yang diperkenalkan oleh Max Planck. Konstanta ini
benilai h = 6.625 x 10-34 J.s.
Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai
berikut. Distribusi energi dari osilator tidak kontinu, melainkan terkuantisasi :

E n n h

Dengan n bilangan bulat (1,2,3,.). Unsur utama dari kuantisasi Persamaan,


untuk frekuensi tertentu yang diberikan maka selisih energi antara tingkat energi
dua osilator berurutan adalah :

E n 1 E n n 1 h n h h

Selanjutnya, kita hitung energi rata rata setiap osilator. Fungsi distribusi untuk
osilator di dalam kotak bertemperatur T adalah diskrit.
f n C e En / k T
,
Energi rata rata osilator adalah :

Untuk menghitung energi rata rata di atas, lakukan pemisalan

dan

z ex

maka penyebut pers. dapat diuraikan menjadi

n h
kT

n0

n0

1 z z 2 ......

1
1 z

Sedangkan untuk menghitung pembilang Persamaan, kita gunakan

Sehingga

E h

h
z
h / k T
z 1 e
1

Sedangkan jumlah gelombang berdiri yang bebas dengan frekuensi di dalam


kubus L3 per satuan volume
g

8 2
c3

Kerapatan foton sebagai kuanta dari osilator harmonik adalah


u , T g E

Dengan demikian

u , T

8 3
c3

1
e

hc
kT

c 8 h c
4

hc

4
kT
e
1

3. Efek Fotolistrik
Pada tahun 1887, Heinrich Hertz melakukan eksperimen penyinaran pelat
katoda dengan aneka macam cahaya dan sebagai hasilnya elektron-elektron
dipancarkan
dari pelat katoda. Eksperimen yang lebih dikenal sebagai efek
Anoda
Katoda

fotolistrik ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar. Bagan Eksperimen Efek Fotolistrik

Di dalam eksperimen ini, intensitas dan frekuensi cahaya serta beda


potensial antara kedua pelat diubah-ubah. Laju elektron diukur sebagai arus listrik
pada rangkaian luar dengan menggunakan sebuah ammeter, sedangkan energi
kinetik elektron ditentukan dengan menggunakan sebuah sumber potensial
penghambat (retarding potential) pada anoda sehingga elektron tidak mempunyai
energi cukup untuk memanjatibukit potensial yang terpasang. Secara
eksperimen, tegangan perlambat terus ditingkatkan hingga pembacaan arus pada
ammeter menurun menjadi nol. Tegangan yang bersangkutan ini disebut potensial
henti (stoppingpotential) VS. Karena elektron yang berenergi tertinggi tidak
dapat melewati potensial henti ini, maka pengukuran VS merupakan suatu cara
untuk menentukan energi kinetik maksimum elektron, Kmaks :
Kmaks = e VS

(3.1)

e adalah muatan elektron. Nilai khas VS adalah dalam orde beberapa volt saja.
Teori efek fotolistrik yang benar barulah dikemukakan Einstein pada tahun
1905. Teorinya ini didasarkan pada gagasan Planck tentang kuantum energi, tetapi
ia mengembangkannya satu langkah lebih ke depan. Einstein menganggap bahwa
kuantum energi bukanlah sifat istimewa dari atom-atom rongga radiator, tetapi
merupakan sifat radiasi itu sendiri. Energi radiasi elektromagnetik bukannya
diserap dalam bentuk aliran kontinyu gelombang, melainkan dalam buntelan
diskrit kecil atau kuanta, yang kita sebut foton. Sebuah foton adalah satu kuantum.

Energi elektromagnet yang diserap atau dipancarkan, dan sejalan dengan usulan
Planck, tiap-tiap foton dari radiasi berfrekuensi memiliki energi.
E=h

(3.2)

di mana h adalah konstanta Planck. Dengan demikian, foton-foton berfrekuensi


tinggi memiliki energi yang lebih besar energi foton cahaya biru lebih besar
daripada energi foton cahaya merah. Karena suatu gelombang elektromagnet
klasik berenergi U memiliki momentum p = U/c, maka foton haruslah pula
memiliki momentum, dan sejalan dengan rumusan klasik, momentum sebuah
atom berenergi E adalah:
p

E
c

(3.3)

Dengan menggabungkan Persamaan (3.2) dan Persamaan (3.3) diperoleh


hubungan langsung berikut antara panjang gelombang dan momentum foton :
p

(3.4)

Teori Einstein segera terbukti dapat menjelaskan fakta efek fotolistrik yang
diamati. Andaikanlah kita menganggap bahwa sebuah elektron terikat dalam
logam dengan energi W, yang dikenal sebagai fungsi kerja (workfunction).
Logam yang berbeda memiliki fungsi kerja yang berbeda pula. Untuk
mengeluarkan sebuah elektron dari permukaan suatu logam, kita harus memasok
energi sekurang-kurangnya sebesar W. Jika h < W, tidak terjadi efek fotolistrik ;
jika h < W, maka elektron akan terpental keluar dan kelebihan energi yang

dipasok berubah menjadi energi kinetik elektron. Energi kinetik maksimum KMaks
yang dimiliki elektron yang terpental keluar dari permukaan logam adalah :

K maks h W
(3.5)
Untuk elektron yang berada jauh di bawah permukaan logam, dibutuhkan energi
yang lebih besar daripada W dan beberapa di antaranya keluar dengan energi
kinetik yang lebih rendah.
Sebuah foton yang memasok energi sebesar W, yang adalah tepat sama
dengan energi yang dibutuhkan untuk melepaskan sebuah elektron, berkaitan
dengan cahaya yang panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang
pancung C. Pada panjang gelombang ini, tidak ada kelebihan energi yang tersisa
bagi energi kinetik fotoelektron, sehingga Persamaan (3.5) dapat disederhanakan
menjadi :
W h

hc
C
(3.6)

dan dengan demikian:

hc
W

(3.7)

Karena kita memperoleh satu fotoelektron untuk setiap foton yang terserap, maka
peningkatan intensitas sumber cahaya akan berakibat semakin banyak
fotoelektron yang dipancarkan, namun demikian semua fotoelektron ini akan
memiliki energi kinetik yang sama, karena semua foton memiliki energi yang
sama.

Terakhir,

waktu

tunda

sebelum

terjadi

pemancaran

fotoelektron

diperkirakan singkatbegitu foton pertama diserap, arus fotolistrik akan mulai


mengalir.
Jadi, semua fakta eksperimen efek fotolistrik sesuai dengan perilaku
kuantum dari radiasi elektromagnet. Robert Millikan memberikan bukti yang
lebih meyakinkan tentang kesesuaian ini dlam serangkaian percobaan yang
dilakukannya pada tahun 1915.

4. Tori Atom Bohr


Setelah Rutherford mengemukakan bahwa massa dan muatan positif atom
terhimpun pada suatu daerah kecil di pusatnya, fisikawan Denmark, Niels Bohr,
pada tahun 1913 mengemukakan bahwa atom ternyata mirip sistem planet mini,
dengan elektron-elektron mengedari inti atom seperti planet-planet mengedari
matahari. Dengan alasan yang sama bahwa sistem tata surya tidak runtuh karena
tarikan gravitasi antara matahari dan tiap planet, atom juga tidak runtuh karena
tarikan elektrostatik Coulomb antara inti atom dan tiap elektron. Dalam kedua
kasus ini, gaya tarik berperan memberikan percepatan sentripetal yang dibutuhkan
untuk mempertahankan gerak edar.
Untuk sederhananya, kita tinjau atom hidrogen yang terdiri dari satu
-e
elektron yang mengedari sebuah
v inti atom dengan bermuatan positif satuan,

seperti pada Gambar berikut.

+ Ze
r

Gambar. Model Atom Bohr


(Z = 1 bagi hidrogen)

Jari-jari orbit lingkarannya adalah r, dan elektron (bermassa m) bergerak dengan


laju singgung tetap v. Gaya tarik Coulomb berperan memberikan percepatan

sentripetal :

v2
r

jadi

1 q1 q 2
1 e2 m v2
F

4 o r 2
4 o r 2
r
(4.1)

Dengan mengutak-atik Persamaan di atas, dapat diperoleh energi kinetik elektron


(dengan anggapan inti atom diam),

1
1
e2
m v2

2
8 o
r
(4.2)

Energi potensial sistem elektroninti adalah energi potensial Coulomb :

1 e2
V
4 0 r
(4.3)
Dengan demikian, energi total sistem adalah:

E K V

1 e2
1 e2

8 0 r
4 0 r

1 e2
8 0 r
(4.4)

Sejauh ini kita telah mengabaikan salah satu kesulitan utama yang
berhubungan dengan model ini. Fisika klasik meramalkan bahwa sebuah muatan
listrik yang mengalami percepatan, seperti elektron yang mengorbit dalam model
ini, harus meradiasikan energi elektromagnetik secara kontinu. Ketika energi ini
dipancarkan, energi totalnya menurun, dan elektron akan berspiral menuju inti
atom sehingga inti atom akhirnya runtuh. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr
mengusulkan gagasan keadaan mantap stasioneryaitu keadaan gerak tertentu
dalam mana elektron tidak meradiasi-kan energi elektromagnet. Dari sini Bohr
menyimpulkan bahwa dalam keadaan ini momentum sudut orbital elektron
bernilai kelipatan bulat dari .
Vektor momentum sudut dalam fisika klasik didefinisikan sebagai l = r x
p. Untuk momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi inti atom, r tegak

lurus p, sehingga kita dapat menyederhanakannya menjadi : l = r p = m v r. Jadi


postulat Bohr adalah
mvr n

(4.5)
di mana n adalah sebuah bilangan bulat (n = 1, 2, 3, .). Dengan menggunakan
pernyataan ini dan hubungan (4.2) bagi energi kinetik,
1
1 n

m v 2 m
2
2 m r

1 e2
8 o r
(4.6)

kita peroleh deretan nilai jari-jari r yang diperkenankan, yaitu :

4 o 2 2
rn
n ao n 2
2
me
(4.7)
di mana didefinisikan jari-jari Bohr ao,

ao

4 o 2
0,0529 nm
m e2
(4.8)

Hasil penting ini ternyata berbeda sekali dari yang kita perkirakan menurut
fisika klasik. Sebuah satelit dapat ditempatkan dalam orbit Bumi pada sebarang
jari-jari orbit dengan mendorongnya ke ketinggian memadai dan kemudian
memberikannya laju singgung yang tepat. Sedangkan bagi orbit elektron, hal ini
tidak berlakukarena hanya jari-jari orbit tertentu saja yang perkenankan oleh
model Bohr. Jari-jari orbit elektron hanya dapat bernilai ao, 4ao,9ao,16ao, dan
seterusnya, tidak pernah bernilai 3ao atau 5,3 ao.
Dengan menggabungkan pernyataan r yang kita peroleh di atas dengan
Persamaan (4.4), diperoleh

m e4
1
2 2 2
32 o n 2
(4.9)

Jelas n pada eergi E mencirikan tingkat energi. Dengan menghitung semua nilai
tetapannya, diperoleh
E

n=

13,6 eV
n2

(4.10)
E=0

n=4

E = - 0,8 eV

n=3

E = - 1,5 eV

n=2

E = - 3,4 eV

n=1

E = - 13,6 eV

Gambar . Tingkat-tingkat energi atom Hidrogen

Semua tingkat energi ini ditunjukkan secara skematis pada Gambar. Jadi
energi elektron terkuantisasikan artinya, hanya nilai-nilai energi tertentu yang
diperkenankan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar.
Pada tingkat terendahnya, dengan n = 1, elektron memiliki energi E1 = 13,6 eV dan beredar dengan jari-jari edar sebesar 0,0529 nm. Ini adalah keadaan
dasar. Semua keadaan yang lebih tinggi (n = 2 dengan E2 = - 3,4 eV, n = 3
dengan

E3 = - 1,5 eV, dan seterusnya) adalah keadaan eksitasi.

Apabila elektron dan inti atom terpisah jauh sekali, yaitu untuk n = ,
maka kita peroleh E = 0. Jadi kita dapat memulai dengan elektron dan inti atom
yang berjarak pisah takhingga dan kemudian elektronnya kita dekatkan ke inti
hingga ia berada pada garis edar dalam suatu keadaan tertentu n. Karena keadaan
ini memiliki energi yang lebih kecil daripada energi awal E = 0, maka kita
peroleh tambahan jumlah energi sebesar En. Sebaliknya, jika memiliki sebuah
elektron dalam keadaan n, maka elektronnya dapat kita bebaskan dari intinya
dengan memasok energi sebesar En. Energi ini dikenal sebagai energi ikat
keadaan n. jika energi yang kita pasok pada elektron itu melebihi En, maka
kelebihan energi ini akan muncul sebagai energi kinetik elektron yang kini bebas.
Energi eksitasi suatu keadaan eksitasi n adalah energi di atas keadaan
dasar, En E1. Jadi, keadaan eksitasi pertama (n = 2) memiliki enegi eksitasi
sebesar :

3,4 eV 13,6 eV
10,2 eV

keadaan eksitasi kedua memiliki energi eksitasi 12,1 eV, dan seterusnya.
Bahasan kita tentang barbagai spektrum pancar dan serap atom hydrogen,
dan model Bohr di atas tidaklah lengkap tanpa pemahaman mengenai terjadinya
semua spektrum ini. Bohr mempustulatkan bahwa meskipun elektron tidak
memancarkan radiasi elektromagnet ketika beredar pada suatu tingkat tertentu, ia
dapat berpindah dari satu tingkat ke tingkat yang lain yang lebih rendah.

Pada tingkat yang lebih rendah, energi yag dimiliki elektron lebih rendah daripada
di tingkat sebelumnya. Beda energi ini muncul sebagai sebuah kuantum radiasi
berenergi h yang sama besar dengan beda energi antara kedua tingkat tersebut.
Artinya, jika elektron melompat dari n = n1 ke n = n2, seperti pada Gambar 1.8
berikut,
n = n1

n = n2

Gambar 1. Sebuah elektron melompat dari keadaan n1 ke keadaan n2, dan memancarkan radiasi elektromagnet (sebuah foton ca

maka akan terpancar sebuah foton dengan energi :

h E n1 E n 2
(4.11)
atau

m e4

64 3 o2 3

1
1
2 2
n1
n2

(4.12)

Jadi panjang gelombang radiasi yang dipancarkan adalah

c 64 3 o2 3 c

m e4

n12 n 22
2
2
n1 n2

n12 n22

2
2
n1 n 2

(4.13)

Tetapan R, yang dikenal sebagai tetapan Rydberg, bernilai 1,0973731 x


10 7 m -1.

B. Mekanika Kuantum
1. Persamaan Schrodinger
Persoalan kuantum mekanis yang paling sederhana adalah persoalan
sebuah partikel bebas yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu
bagian ruang ; yaitu,

F = 0, sehingga V(x) = konstanta, untuk semua x. Dalam

hal ini, kita bebas memilih tetapan potensial sama dengan nol, karena potensial
selalu ditentukan dengan tambahan satu tetapan integrasi sembarang (F = - dV/dx
dalam satu dimensi).
Berikut kita terapkan persamaan Schrdinger ber-gantung waktu kecuali
dengan potensial yang sesuai (V = 0) :

2 2

t
2m x2

atau

2 2

E
2m x2
Perluasan bentuk energi partikel bebas ke dalam ruang tiga dimensi
diberikan oleh

p2
1
E

p x2 p y2 p x2
2m 2m

Dan Persamaan dapat diperluas menjadi

2 2
2 2 2 2
i

t
2 m x2
2m y2 2m z2

2m

2
2
2

2
2
2

2 2

2m
E

Dan dari hubungan

p k

dan

2
k2
x2
di mana
k2

2mE
2

(x) = A sin kx + B cos kx

, diperoleh

kita dapati bahwa nilai energi yang diperkenankan adalah :

2 k 2
E
2m
Karena pemecahan kita tidak memberi batasan pada k, maka energi partikel
diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah fisika kuantum, kita katakan
bahwa energinya tidak terkuantisasi). Perhatikan bahwa Persamaan di atas tidak
p k

lain adalah energi kinetik sebuah partikel dengan momentum

, atau,

setara dengan ini, p = h/ ; ini tidak lain daripada apa yang kita perkirakan, karena
kita telah membentuk persamaan Schrdinger yang menghasilkan pemecahan
bagi partikel bebas yang berkaitan dengan satu gelombang de Broglie.
2. Operator Mekanika Kuantum
Operator yang merepresentasikan variabel dinamik dalam suatu sistem
mekanika kuantum memainkan peran yang penting dalam mekanika kuantum. Hal
tersebut dapat disim-pulkan dari perangkat postulat yang menjadi landasan
mekanika gelombang.
Apakah operator liner itu? Secara umum batasan operator linier bilamana
kerjanya terhadap suatu kombinasi linier dua fungsi dalam ruang fungsi diberikan
oleh:


2 A op
2
A op
1 1 2 2 1 A op 1

Dalam hubungan di

1 dan 2
atas

merupakan tetapan yang boleh berharga kompleks.

Berpangkal dari operator linier tertentu dapat dibuat operator linier yang baru
melalui operasi aljabar sebagai berikut.
a. perkalian operator dengan suatu tetapan c:

cA op c A op

b. jumlah dua operator Aop dan Bop

Sop A op Bop

c. hasil kali dua operator Aop dan Bop

Pop A op Bop A op Bop

Khusunya tentang butir c di atas dapat dinyatakan disini bahwa tidak selamanya
Aop Bop = Bop Aop.
Apakah ada syarat yang harus dipenuhi oleh suatu operator mekanika
kuantum?. Karena operator linier Aop ber-kaitan dengan variabel dinamika A,

maka tentunya diinginkan agar harga ekspektasi


memper-gunakan operator Aop adalah riel.

yang diperoleh dengan

A op

adalah riel apabila harga tersebut sama dengan kompleks konjugatenya,


yakni:
A

A
*

=
Maka ini berarti bahwa :

A
A

Jelas bahwa

*
*
*
karena d d d

A op A op
Arti daripada

A op

adalah

*
* *
*
* *
A op d
A op d A op d A op

Jadi syarat yang harus dipenuhi oleh suatu operator mekanika kuantum adalah
bahwa:

A op A op

Operator yang mempunyai sifat semacam ini dinamakan operator Hermite.


Andaikan bahwa suatu keadaan dinyatakan dengan fungsi gelombang yang


merupakan kombinasi linier:

; apakah syarat yang harus dipenuhi agar

harga ekspektasi suatu variabel dinamik itu berharga riel?. Perhatikan berikut ini.

A op

A op A op

A op

A op

adalah

dengan

riel

adalah tetapan yang mungkin kompleks, oleh karena itu

dipresentasikan saja sebagai

o ei ; dimana o adalah riel

Sekarang masalahnya adalah syarat agar riel untuk :

ei A op e i A op

Agar riel maka harus sama dengan kompleks konjugetnya:

ei A op e i A op

e i A op ei A op
=

Jadi :
ei

A op A op

A op A op

Ini berlaku untuk setiap harga , jika dan hanya jika :

A op A op
dan

A op A op

Atau

A op A op

dan
*

A op A op

Dari mekanika kuantum telah diketahui bahwa pengukurannya berlandaskan


kebolehjadian, sehingga kita harus berbicara tentang harga ekspektasi dan statistik
harga variabel dinamik-nya. Dalam statistik maka ukuran yang penting adalah

A= A- A
, dan

maka diperoleh bahwa:

1
2

atau A A
2

apabila dijabarkan

A2 A

Pertantayaan sekarang adalah: Apakah ada situasi dengan


ada fluktuasi statistik untuk harga variabel dinamika A?

A2

2
A op

A op

A2 A

Apabila tidak fluktuasi A = 0, maka


2
A op
A op

Tetapi karena Aop operator Hermite :


2
A op
A op

Oleh karena itu:

A op A op A op A op

Kesimpulan yang dapat diambil adalah:

A op

A = 0?, artinya tidak

Andaikan bahwa faktor perbandingan adalah a, maka :

A op = a

Persamaan ini adalah suatu persamaan nilai eigen untuk operator Aop, dimana
merupakan fungsi eigen operator itu dengan nilai eigen a.
Jadi kita sampai pada suatu kesimpulkan yang sangat penting, yakni
besaran dinamik A memiliki harga yang pasti (kebolehjadian =1) tertentu, sistem

fisiknya dipresentasikan oleh fungsi eigen

dari operator hermit Aop. Harga

yang dimiliki A untuk keadaan yang dinyatakan dengan

itu adalah a:

A op = a
.
Kesimpulan tersebut di atas sangat penting. Hal ini antara lain dapat dilihat
dari operator Hamilto Hop yang menya-takan energi total dari suatu sistem. Untuk
kasus sistem kon-servatif, seperti umpamanya sistem atom hidrogen, kita
mengandaikan bahwa energi total sistem memiliki harga ter-tentu E apabila sistem
berada dalam keadaan stationer.

C. Benang Merah antara Mekanika Klasik dan Mekanika Relativistik

Postulat yang terpenting dalam teori relativitas Einstein adalah bahwa


kecepatan cahaya itu bersifat absolut (mutlak) tidak bergantung dari mana ia
dilihat dan dari mana ia terpancar: apakah dari kerangka acuan yang ini atau itu
yang keduanya memiliki gerak relatif. Sehingga berakibat pada konsep ruangwaktu yang relatif dan konsep massa-energi yang saling dapat dipertukarkan.
Dengan begitu maka kata tanya kapan ? dan di mana ? harus menyatu menjadi
satu kata tanya misalnya dengan kata mana ? dalam kordinat ruang-waktu (4
dimensi) karena keduanya terkait. Seperti halnya pemetaan secara geografis
(meruang) dapat dipadukan dengan fakta historis dan citra futuris (mewaktu).
Dalam tinjauan ruang Minskowski antara koordinat ruang-waktu 4-dimensi dalam
kerangka bergerak dan dalam kerangka diam memiliki sifat simetri, seperti
ditunjukkan oleh:

Bahwa kerangka tinjauan boleh berbeda, tetapi struktur pemikiran yang


diungkapkan dalam formula tidak ada perbedaan. Di sisi lain, keberadaan massa
(materi) memerlukan ruang, menyebar tumpah ruah mengisi ruang, dan dapat pula
meluruh dengan waktu membebaskan energi seperti zat radioaktif, sehingga
materi dapat pula menjadi sumber energi atau sebaliknya. Postulat itu secara
matematis ditulis seperti berikut:

Hawking dan Penrose sependapat dengan Einstein bahwa posisi-posisi


(titik-titik) dalam peta cakrawala ruang-waktu satu sama lain saling memiliki
keterkaitan. Dengan kata lain, dua peristiwa dapat terhubung satu sama lain

melalui komunikasi cahaya atau dengan sinyal yang memiliki kecepatan sedikit di
bawah kecepatan cahaya. Peristiwa dulu di situ dengan peristiwa kini di sini satu
sama lain terhubung. Jarak antara di situ dan di sini, dan kurun antara dulu dan
kini, menyatu dalam suatu metrik lintasan berdimensi empat. Kesatupaduan
ukuran jarak- kurun dalam cakrawala ruang-waktu diakui oleh riedman (1922),
setelah menyelesaikan persamaan Einstein, sebagai sesuatu yang memiliki sifat
mengembang (expanding universe). Bahkan grup lainnya dari Rusia (1963)
sampai kepada pendapat yang menyatakan bahwa alam semesta ini tidak hanya
berkembang tetapi juga menyusut (alam semesta yang kembang-kempis) paling
tidak pada saat-saat permulaan. Hawking dan Penrose lebih mementingkan awal
kejadiannya,

yaitu

bahwa

alam

semesta

ini

berasal

dari

suatu

titik

ketiadaan/kelenyapan (singularitas). Tidak hanya energi dan materi, tetapi juga


ruang dan waktu semuanya memiliki permulaan dari suatu titik yang sama.
Transformasi Lorentz berperan sebagai jembatan telusur antara kerangka diam
dan bergerak. Sebagai gambaran tentang hubungan relativistik melalui
transformasi Lorentz antara kerangka ruang-waktu K dan K yang bergerak
dengan kecepatan v terhadap K adalah seperti berikut:

Pada bentuk terakhir diperoleh penjumlahan kecepatan antara v dan w


menjadi u. Ketika nilai perkalian antara v dan w sangat kecil dibandingkan dengan
nilai c2, maka penjumlahan kecepatan akan kembali ke bentuk mekanika klasik

(Newton). Sebagai contoh perhitungan praktis diberikan pada Tabel-2 dengan


menyandingkan padanannya dalam mekanika klasik (Newton).
Tabel-2 Komparasi penentuan jarak apabila besar gaya aksi diketahui

BAB III

KESIMPULAN
1. Teori mekanika klasik tidak bisa menjelaskan mengapa garis spectral tertentu
berintensitas lebih tinggi dari yang lainnya. Selain itu, teori ini tidak bisa
menjelaskan hasil pengamatan bahwa banyak garis spectral sesungguhnya
terdiri dari garis-garis terpisah yang panjang gelombangnya sedikit berbeda.
2. Perbedaan pokok antara mekanika Newton (klasik) dengan mekanika kuantum
terletak pada cara menggambarkannya. Dalam mekanika klasik, masa depan
partikel telah ditentukan oleh kedudukan awal, momentum awal serta gayagaya yang beraksi padanya. Dalam dunia makroskopik kuantitas seperti ini
dapat ditentukan dengan ketelitian yang cukup sehingga mendapatkan ramalan
mekanika klasik yang cocok dengan pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisika Jilid I Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga.
Dara Amin, Bunga. 2008. Fisika Kuantum. Makassar : UNM
Suriamihardja, D.A. 2010. MODUL-3: Dari Mekanika Klasik ke Mekanika
Relativistik
dan
Mekanika
Kwantum.
Diakses
dari
http://.geocities.ws/labgeofisikauh/modul-3.pdf pada tanggal 16 Oktober
2011
Yosi A, R. - . Pendalaman Materi Fisika: Mekanika Kuantum. Yogyakarta : Jurdik
Fisika UNY

You might also like