Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Sejarah Mekanika Klasik
Fisika yang berkembang sampai akhir abad sembilan belas dikenal sebagai
fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika Newtonian dan
teori medan elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh
kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung di dalam ruang. Istilah
terkurung secara sederhana dapat dikatakan sebagai adanya batas yang jelas antara
materi dan sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Fenomena yang ada dalam
mekanika klasik adalah fenomena tumbukan antara partikel yang memungkinkan
terjadinya transfer momentum dan energi. Sedangkan medan elektromagnetik
dicirikan oleh kuantitas medan dari gelombang yang menyebar dalam ruang.
Medan tersebar di dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan yang berbeda-beda
dan menipis sampai akhirnya benar-benar lenyap. Batas antara ruang bermedan
dan ruang tanpa medan tidak jelas atau kabur.
Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang common sense dan
deterministik.
Sampai menjelang abad kedua puluh, kedua teori tersebut ditambah
termodinamika dipandang sebagai teori puncak (ultimate theory) yang mampu
menjelaskan semua fenomena fisika. Sedangkan secara praktis, teori-teori tersebut
telah memicu timbulnya revolusi industri.
Fisika terus berkembang dan temuan baru terus didapatkan. Tetapi, beberapa
fenomena fisis yang ditemukan di akhir abad sembilan belas berikut ini tidak
dapat dijelaskan oleh teori klasik. Karenanya, orang mengatakan bahwa fisika
klasik mengalami krisis
Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, semakin jelas bahwa fisika
(konsep-konsep fisika) memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini
disebabkan semakin banyaknya hasil-hasil eksperimen dan gejala-gejala fisika
yang teramati yang tidak bisa dijelaskan dengan konsep-konsep fisika yang telah
dikuasai pada saat itu (fisika klasik), sekalipun dengan pendekatan.
Masalah-masalah yang dimaksud di atas muncul terutama pada obyekobyek fisis
yang berukuran
"kecil"
(mikroskopik,
atomistik),
seperti
partikel-partikel elementer dan atom serta interaksinya dengan radiasi atau medan
elektromagnetik. "Perbedaan-perbedaan" dalam eksperimen fisika mula-mula
dapat diatasi dengan postulat-postulat dan hipotesis-hipotesis. Namun karena
jumlahnya semakin banyak dan persoalannya dipandang mendasar, menuntut dan
mendorong fisikawan untuk melakukan penyempurnaan, dan bila perlu perubahan
pada formulasi dan konsep-konsep fisika. Hasilnya adalah konsep yang
dinamakan "Mekanika Kuantum".
Konsep-konsep fisika klasik tercakup dalam dua kelompok besar,
yakni Mekanika Newtonian (klasik, non-kuantum) dan Elektromagnetika klasik.
Mekanika newtonian membahas partikel-partikel yang dianggap bergerak di
bawah pengaruh gaya-gaya, yang mengikuti hukum gerak (Hukum Newton).
dan elektromagnetika
yang
(2.12)
b. Prinsip ketidakpastian
Dari yang telah dipelajari tentang gelombang materi, kita dapat mengamati
bahwa kehati-hatian harus diberikan bila teori dunia makroskopik akan diterapkan
di dunia mikroskopik. Fisikawan Jerman Werner Karl Heisenberg (1901-1976)
menyatakan tidak mungkin menentukan secara akurat posisi dan momentum
secara simultan partikel yang sangat kecil semacam elektron. Untuk mengamati
partikel, seseorang harus meradiasi partikel dengan cahaya. Tumbukan antara
partikel dengan foton akan mengubah posisi dan momentum partikel.
Heisenberg menjelaskan bahwa hasil kali antara ketidakpastian posisi x
dan ketidakpastian momentum p akan bernilai sekitar konstanta Planck:
xp = h (2.13)
c. Persamaan Schrodinger
Fisikawan Austria Erwin Schrdinger (1887-1961) mengusulkan ide
bahwa persamaan De Broglie dapat diterapkan tidak hanya untuk gerakan bebas
partikel, tetapi juga pada gerakan yang terikat seperti elektron dalam atom. Denga
memperluas ide ini, ia merumuskan sistem mekanika gelombang. Pada saat yang
sama Heisenberg mengembangkan sistem mekanika matriks. Kemudian hari
kedua sistem ini disatukan dalam mekanika kuantum.
Dalam mekanika kuantum, keadaan sistem dideskripsikan dengan fungsi
gelombang. Schrdinger mendasarkan teorinya pada ide bahwa energi total
sistem, E dapat diperkirakan dengan menyelesaikan persamaan. Karena
persamaan ini memiliki kemiripan dengan persamaan yang mengungkapkan
gelombang di fisika klasik, maka persamaan ini disebut dengan persamaan
gelombang Schrdinger.
Persamaan gelombang partikel (misalnya elektron) yang bergerak dalam
satu arah (misalnya arah x) diberikan oleh:
(-h2/82m)(d2/dx2) + V = E
(2.14)
metoda yang digunakan dalam potensial kotak satu dimensi ini untuk menangani
atom hidrogen dan atom mirip hidrogen secara umum. Untuk keperluan ini
persamaan satu dimensi (2.14) harus diperluas menjadi persamaan tiga dimensi
sebagai berikut:
(-h2/82m) (2/ x2) + (2/ y2) +(2/ z2)+V(x, y, z) = E
(2.15)
(2.17)
B. Rumusan Masalah
Mengapa mekanika klasik hijrah ke mekanika kuantum?
C. Tujuan
Untuk mengetahui penyebab munculnya mekanika kuantum dan penyebab
hijrahnya mekanika klasik ke mekanika kuantum?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mekanika Klasik
Teori mekanika klasik dimulai ketika Michael Faraday menemukan sinar
katoda. Kemudian pada tahun 1859-1860, Gustav Kirchoff memberikan
pernyataan tentang radiasi benda hitam. Pada tahun1887 Ludwig Boltzman
menyatakan bahwa bentuk energi pada sistem fisika berbentuk diskrit.
Fisikawan Swiss Johann Jakob Balmer (1825-1898) memisahkan cahaya
yang diemisikan oleh hidrogen bertekanan rendah. Ia mengenali bahwa panjang
gelombang deretan garis spektra ini dapat dengan akurat diungkapkan dalam
persamaan sederhana (1885). Fisikawan Swedia Johannes Robert Rydberg (18541919) menemukan bahwa bilangan gelombang garis spektra dapat diungkapkan
dengan persamaan berikut (1889).
= 1/ = R{ (1/ni2 ) -(1/nj2 ) }cm-1
Jumlah gelombang dalam satuan panjang (misalnya, per 1 cm)
ni dan nj bilangan positif bulat(ni < nj) dan R adalah tetapan khas untuk gas yang
digunakan. Untuk hidrogen R bernilai 1,09678 x 10 7 m-1. Umumnya bilangan
gelombang garis spektra atom hodrogen dapat diungkapkan sebagai perbedaan
dua suku R/n2. Spektra atom gas lain jauh lebih rumit, tetapi sekali lagi bilangan
gelombangnya juga dapat diungkapkan sebagai perbedaan dua suku. Bila logam
atau senyawanya dipanaskan di pembakar, warna khas logam akan muncul. Ini
yang dikenal dengan reaksi nyala. Bila warna ini dipisahkan dengan prisma,
beberapa garis spektra akan muncul, dan panjang gelombang setiap garis khas
untuk logam yang digunakan. Misalnya, garis kuning natrium berkaitan dengan
dua garis kuning dalam spektrumnya dalam daerah sinar tampak, dan panjang
gelombang kedua garis ini adalah 5,890 x 10-7 m dan 5,896 x 10-7 m.
1. Rumusan Teoritis Radiasi Benda Hitam
Radiasi yang dipancarkan benda biasa tidak hanya bergantung pada suhu,
tetapi juga pada sifat sifat lainnya, seperti rupa benda, permukaannya, dan bahan
pembuatnya. Radiasinya juga bergantung pada apakah benda memantulkan atau
tidak memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang jatuh padanya. Untuk
menghilangkan beberapa hambatan ini, kita tidak akan meninjau benda biasa,
melainkan yang permukaannya sama sekali hitam (benda hitam). Jika sebuah
benda sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh padanya tidak ada yang
dipantulkan sehingga sifat sifat permukaannya dengan demikian tidak dapat
teramati.
Namun demikian, perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan
persoalan untuk memungkinkan menghitung spektrum radiasi yang terpancarkan.
Karena itu, kita memperluasnya lebih lanjut ke suatu jenis benda hitam istimewa
sebuah rongga, misalnya bagian dalam dari sebuah kotak logam, dengan sebuah
lubang kecil pada salah satu dindingnya. Lubang kecil itulah, bukan kotaknya,
yang berperan sebagai benda hitam. Radiasi dari luar kotak yang menembus
lubang ini akan lenyap pada bagian dalam kotak dan kecil kemungkinan untuk
keluar dari lubang tersebut ; jadi tidak ada pantulan yang terjadi pada benda hitam
(lubang) tersebut.
E n n h
E n 1 E n n 1 h n h h
Selanjutnya, kita hitung energi rata rata setiap osilator. Fungsi distribusi untuk
osilator di dalam kotak bertemperatur T adalah diskrit.
f n C e En / k T
,
Energi rata rata osilator adalah :
dan
z ex
n h
kT
n0
n0
1 z z 2 ......
1
1 z
Sehingga
E h
h
z
h / k T
z 1 e
1
8 2
c3
Dengan demikian
u , T
8 3
c3
1
e
hc
kT
c 8 h c
4
hc
4
kT
e
1
3. Efek Fotolistrik
Pada tahun 1887, Heinrich Hertz melakukan eksperimen penyinaran pelat
katoda dengan aneka macam cahaya dan sebagai hasilnya elektron-elektron
dipancarkan
dari pelat katoda. Eksperimen yang lebih dikenal sebagai efek
Anoda
Katoda
(3.1)
e adalah muatan elektron. Nilai khas VS adalah dalam orde beberapa volt saja.
Teori efek fotolistrik yang benar barulah dikemukakan Einstein pada tahun
1905. Teorinya ini didasarkan pada gagasan Planck tentang kuantum energi, tetapi
ia mengembangkannya satu langkah lebih ke depan. Einstein menganggap bahwa
kuantum energi bukanlah sifat istimewa dari atom-atom rongga radiator, tetapi
merupakan sifat radiasi itu sendiri. Energi radiasi elektromagnetik bukannya
diserap dalam bentuk aliran kontinyu gelombang, melainkan dalam buntelan
diskrit kecil atau kuanta, yang kita sebut foton. Sebuah foton adalah satu kuantum.
Energi elektromagnet yang diserap atau dipancarkan, dan sejalan dengan usulan
Planck, tiap-tiap foton dari radiasi berfrekuensi memiliki energi.
E=h
(3.2)
E
c
(3.3)
(3.4)
Teori Einstein segera terbukti dapat menjelaskan fakta efek fotolistrik yang
diamati. Andaikanlah kita menganggap bahwa sebuah elektron terikat dalam
logam dengan energi W, yang dikenal sebagai fungsi kerja (workfunction).
Logam yang berbeda memiliki fungsi kerja yang berbeda pula. Untuk
mengeluarkan sebuah elektron dari permukaan suatu logam, kita harus memasok
energi sekurang-kurangnya sebesar W. Jika h < W, tidak terjadi efek fotolistrik ;
jika h < W, maka elektron akan terpental keluar dan kelebihan energi yang
dipasok berubah menjadi energi kinetik elektron. Energi kinetik maksimum KMaks
yang dimiliki elektron yang terpental keluar dari permukaan logam adalah :
K maks h W
(3.5)
Untuk elektron yang berada jauh di bawah permukaan logam, dibutuhkan energi
yang lebih besar daripada W dan beberapa di antaranya keluar dengan energi
kinetik yang lebih rendah.
Sebuah foton yang memasok energi sebesar W, yang adalah tepat sama
dengan energi yang dibutuhkan untuk melepaskan sebuah elektron, berkaitan
dengan cahaya yang panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang
pancung C. Pada panjang gelombang ini, tidak ada kelebihan energi yang tersisa
bagi energi kinetik fotoelektron, sehingga Persamaan (3.5) dapat disederhanakan
menjadi :
W h
hc
C
(3.6)
hc
W
(3.7)
Karena kita memperoleh satu fotoelektron untuk setiap foton yang terserap, maka
peningkatan intensitas sumber cahaya akan berakibat semakin banyak
fotoelektron yang dipancarkan, namun demikian semua fotoelektron ini akan
memiliki energi kinetik yang sama, karena semua foton memiliki energi yang
sama.
Terakhir,
waktu
tunda
sebelum
terjadi
pemancaran
fotoelektron
+ Ze
r
sentripetal :
v2
r
jadi
1 q1 q 2
1 e2 m v2
F
4 o r 2
4 o r 2
r
(4.1)
1
1
e2
m v2
2
8 o
r
(4.2)
1 e2
V
4 0 r
(4.3)
Dengan demikian, energi total sistem adalah:
E K V
1 e2
1 e2
8 0 r
4 0 r
1 e2
8 0 r
(4.4)
Sejauh ini kita telah mengabaikan salah satu kesulitan utama yang
berhubungan dengan model ini. Fisika klasik meramalkan bahwa sebuah muatan
listrik yang mengalami percepatan, seperti elektron yang mengorbit dalam model
ini, harus meradiasikan energi elektromagnetik secara kontinu. Ketika energi ini
dipancarkan, energi totalnya menurun, dan elektron akan berspiral menuju inti
atom sehingga inti atom akhirnya runtuh. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr
mengusulkan gagasan keadaan mantap stasioneryaitu keadaan gerak tertentu
dalam mana elektron tidak meradiasi-kan energi elektromagnet. Dari sini Bohr
menyimpulkan bahwa dalam keadaan ini momentum sudut orbital elektron
bernilai kelipatan bulat dari .
Vektor momentum sudut dalam fisika klasik didefinisikan sebagai l = r x
p. Untuk momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi inti atom, r tegak
(4.5)
di mana n adalah sebuah bilangan bulat (n = 1, 2, 3, .). Dengan menggunakan
pernyataan ini dan hubungan (4.2) bagi energi kinetik,
1
1 n
m v 2 m
2
2 m r
1 e2
8 o r
(4.6)
4 o 2 2
rn
n ao n 2
2
me
(4.7)
di mana didefinisikan jari-jari Bohr ao,
ao
4 o 2
0,0529 nm
m e2
(4.8)
Hasil penting ini ternyata berbeda sekali dari yang kita perkirakan menurut
fisika klasik. Sebuah satelit dapat ditempatkan dalam orbit Bumi pada sebarang
jari-jari orbit dengan mendorongnya ke ketinggian memadai dan kemudian
memberikannya laju singgung yang tepat. Sedangkan bagi orbit elektron, hal ini
tidak berlakukarena hanya jari-jari orbit tertentu saja yang perkenankan oleh
model Bohr. Jari-jari orbit elektron hanya dapat bernilai ao, 4ao,9ao,16ao, dan
seterusnya, tidak pernah bernilai 3ao atau 5,3 ao.
Dengan menggabungkan pernyataan r yang kita peroleh di atas dengan
Persamaan (4.4), diperoleh
m e4
1
2 2 2
32 o n 2
(4.9)
Jelas n pada eergi E mencirikan tingkat energi. Dengan menghitung semua nilai
tetapannya, diperoleh
E
n=
13,6 eV
n2
(4.10)
E=0
n=4
E = - 0,8 eV
n=3
E = - 1,5 eV
n=2
E = - 3,4 eV
n=1
E = - 13,6 eV
Semua tingkat energi ini ditunjukkan secara skematis pada Gambar. Jadi
energi elektron terkuantisasikan artinya, hanya nilai-nilai energi tertentu yang
diperkenankan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar.
Pada tingkat terendahnya, dengan n = 1, elektron memiliki energi E1 = 13,6 eV dan beredar dengan jari-jari edar sebesar 0,0529 nm. Ini adalah keadaan
dasar. Semua keadaan yang lebih tinggi (n = 2 dengan E2 = - 3,4 eV, n = 3
dengan
Apabila elektron dan inti atom terpisah jauh sekali, yaitu untuk n = ,
maka kita peroleh E = 0. Jadi kita dapat memulai dengan elektron dan inti atom
yang berjarak pisah takhingga dan kemudian elektronnya kita dekatkan ke inti
hingga ia berada pada garis edar dalam suatu keadaan tertentu n. Karena keadaan
ini memiliki energi yang lebih kecil daripada energi awal E = 0, maka kita
peroleh tambahan jumlah energi sebesar En. Sebaliknya, jika memiliki sebuah
elektron dalam keadaan n, maka elektronnya dapat kita bebaskan dari intinya
dengan memasok energi sebesar En. Energi ini dikenal sebagai energi ikat
keadaan n. jika energi yang kita pasok pada elektron itu melebihi En, maka
kelebihan energi ini akan muncul sebagai energi kinetik elektron yang kini bebas.
Energi eksitasi suatu keadaan eksitasi n adalah energi di atas keadaan
dasar, En E1. Jadi, keadaan eksitasi pertama (n = 2) memiliki enegi eksitasi
sebesar :
3,4 eV 13,6 eV
10,2 eV
keadaan eksitasi kedua memiliki energi eksitasi 12,1 eV, dan seterusnya.
Bahasan kita tentang barbagai spektrum pancar dan serap atom hydrogen,
dan model Bohr di atas tidaklah lengkap tanpa pemahaman mengenai terjadinya
semua spektrum ini. Bohr mempustulatkan bahwa meskipun elektron tidak
memancarkan radiasi elektromagnet ketika beredar pada suatu tingkat tertentu, ia
dapat berpindah dari satu tingkat ke tingkat yang lain yang lebih rendah.
Pada tingkat yang lebih rendah, energi yag dimiliki elektron lebih rendah daripada
di tingkat sebelumnya. Beda energi ini muncul sebagai sebuah kuantum radiasi
berenergi h yang sama besar dengan beda energi antara kedua tingkat tersebut.
Artinya, jika elektron melompat dari n = n1 ke n = n2, seperti pada Gambar 1.8
berikut,
n = n1
n = n2
Gambar 1. Sebuah elektron melompat dari keadaan n1 ke keadaan n2, dan memancarkan radiasi elektromagnet (sebuah foton ca
h E n1 E n 2
(4.11)
atau
m e4
64 3 o2 3
1
1
2 2
n1
n2
(4.12)
c 64 3 o2 3 c
m e4
n12 n 22
2
2
n1 n2
n12 n22
2
2
n1 n 2
(4.13)
B. Mekanika Kuantum
1. Persamaan Schrodinger
Persoalan kuantum mekanis yang paling sederhana adalah persoalan
sebuah partikel bebas yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu
bagian ruang ; yaitu,
hal ini, kita bebas memilih tetapan potensial sama dengan nol, karena potensial
selalu ditentukan dengan tambahan satu tetapan integrasi sembarang (F = - dV/dx
dalam satu dimensi).
Berikut kita terapkan persamaan Schrdinger ber-gantung waktu kecuali
dengan potensial yang sesuai (V = 0) :
2 2
t
2m x2
atau
2 2
E
2m x2
Perluasan bentuk energi partikel bebas ke dalam ruang tiga dimensi
diberikan oleh
p2
1
E
p x2 p y2 p x2
2m 2m
2 2
2 2 2 2
i
t
2 m x2
2m y2 2m z2
2m
2
2
2
2
2
2
2 2
2m
E
p k
dan
2
k2
x2
di mana
k2
2mE
2
, diperoleh
2 k 2
E
2m
Karena pemecahan kita tidak memberi batasan pada k, maka energi partikel
diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah fisika kuantum, kita katakan
bahwa energinya tidak terkuantisasi). Perhatikan bahwa Persamaan di atas tidak
p k
, atau,
setara dengan ini, p = h/ ; ini tidak lain daripada apa yang kita perkirakan, karena
kita telah membentuk persamaan Schrdinger yang menghasilkan pemecahan
bagi partikel bebas yang berkaitan dengan satu gelombang de Broglie.
2. Operator Mekanika Kuantum
Operator yang merepresentasikan variabel dinamik dalam suatu sistem
mekanika kuantum memainkan peran yang penting dalam mekanika kuantum. Hal
tersebut dapat disim-pulkan dari perangkat postulat yang menjadi landasan
mekanika gelombang.
Apakah operator liner itu? Secara umum batasan operator linier bilamana
kerjanya terhadap suatu kombinasi linier dua fungsi dalam ruang fungsi diberikan
oleh:
2 A op
2
A op
1 1 2 2 1 A op 1
Dalam hubungan di
1 dan 2
atas
Berpangkal dari operator linier tertentu dapat dibuat operator linier yang baru
melalui operasi aljabar sebagai berikut.
a. perkalian operator dengan suatu tetapan c:
cA op c A op
Sop A op Bop
Khusunya tentang butir c di atas dapat dinyatakan disini bahwa tidak selamanya
Aop Bop = Bop Aop.
Apakah ada syarat yang harus dipenuhi oleh suatu operator mekanika
kuantum?. Karena operator linier Aop ber-kaitan dengan variabel dinamika A,
A op
A
*
=
Maka ini berarti bahwa :
A
A
Jelas bahwa
*
*
*
karena d d d
A op A op
Arti daripada
A op
adalah
*
* *
*
* *
A op d
A op d A op d A op
Jadi syarat yang harus dipenuhi oleh suatu operator mekanika kuantum adalah
bahwa:
A op A op
merupakan kombinasi linier:
harga ekspektasi suatu variabel dinamik itu berharga riel?. Perhatikan berikut ini.
A op
A op A op
A op
A op
adalah
dengan
riel
ei A op e i A op
ei A op e i A op
e i A op ei A op
=
Jadi :
ei
A op A op
A op A op
A op A op
dan
A op A op
Atau
A op A op
dan
*
A op A op
A= A- A
, dan
1
2
atau A A
2
apabila dijabarkan
A2 A
A2
2
A op
A op
A2 A
A op A op A op A op
A op
A op = a
Persamaan ini adalah suatu persamaan nilai eigen untuk operator Aop, dimana
merupakan fungsi eigen operator itu dengan nilai eigen a.
Jadi kita sampai pada suatu kesimpulkan yang sangat penting, yakni
besaran dinamik A memiliki harga yang pasti (kebolehjadian =1) tertentu, sistem
itu adalah a:
A op = a
.
Kesimpulan tersebut di atas sangat penting. Hal ini antara lain dapat dilihat
dari operator Hamilto Hop yang menya-takan energi total dari suatu sistem. Untuk
kasus sistem kon-servatif, seperti umpamanya sistem atom hidrogen, kita
mengandaikan bahwa energi total sistem memiliki harga ter-tentu E apabila sistem
berada dalam keadaan stationer.
melalui komunikasi cahaya atau dengan sinyal yang memiliki kecepatan sedikit di
bawah kecepatan cahaya. Peristiwa dulu di situ dengan peristiwa kini di sini satu
sama lain terhubung. Jarak antara di situ dan di sini, dan kurun antara dulu dan
kini, menyatu dalam suatu metrik lintasan berdimensi empat. Kesatupaduan
ukuran jarak- kurun dalam cakrawala ruang-waktu diakui oleh riedman (1922),
setelah menyelesaikan persamaan Einstein, sebagai sesuatu yang memiliki sifat
mengembang (expanding universe). Bahkan grup lainnya dari Rusia (1963)
sampai kepada pendapat yang menyatakan bahwa alam semesta ini tidak hanya
berkembang tetapi juga menyusut (alam semesta yang kembang-kempis) paling
tidak pada saat-saat permulaan. Hawking dan Penrose lebih mementingkan awal
kejadiannya,
yaitu
bahwa
alam
semesta
ini
berasal
dari
suatu
titik
BAB III
KESIMPULAN
1. Teori mekanika klasik tidak bisa menjelaskan mengapa garis spectral tertentu
berintensitas lebih tinggi dari yang lainnya. Selain itu, teori ini tidak bisa
menjelaskan hasil pengamatan bahwa banyak garis spectral sesungguhnya
terdiri dari garis-garis terpisah yang panjang gelombangnya sedikit berbeda.
2. Perbedaan pokok antara mekanika Newton (klasik) dengan mekanika kuantum
terletak pada cara menggambarkannya. Dalam mekanika klasik, masa depan
partikel telah ditentukan oleh kedudukan awal, momentum awal serta gayagaya yang beraksi padanya. Dalam dunia makroskopik kuantitas seperti ini
dapat ditentukan dengan ketelitian yang cukup sehingga mendapatkan ramalan
mekanika klasik yang cocok dengan pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisika Jilid I Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga.
Dara Amin, Bunga. 2008. Fisika Kuantum. Makassar : UNM
Suriamihardja, D.A. 2010. MODUL-3: Dari Mekanika Klasik ke Mekanika
Relativistik
dan
Mekanika
Kwantum.
Diakses
dari
http://.geocities.ws/labgeofisikauh/modul-3.pdf pada tanggal 16 Oktober
2011
Yosi A, R. - . Pendalaman Materi Fisika: Mekanika Kuantum. Yogyakarta : Jurdik
Fisika UNY