Professional Documents
Culture Documents
kumpulan
pengetahuan
itu
adalah
ilmu
pengetahuan.
Kumpulan
pengetahuan untuk dapat disebut ilmu pengetahuan haruslah memenuhi syaratsyarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan di antaranya adalah objek
material (material object) dan objek formal (formal object).
Objek
material
adalah
sesuatu
yang
dijadikan
sasaran
pemikiran
(Gegenstand), sesuatu yang diselidiki atau sesuatu yang dipelajari. Objek material
mencakup apapun baik hal yang konkrit (badan manusia, badan hewan, tumbuhan,
batu, kayu, tanah) maupun hal yang abstrak (misalnya ide-ide, nilai-nilai, angka).
Objek formal adalah sudut pandangan, cara memandang, cara mengadakan
tinjauan yang dilakukan oleh seorang pemikir atau peneliti terhadap objek material
serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal suatu ilmu tidak hanya
memberi keutuhan suatu ilmu akan tetapi pada saat yang sama membedakannya
dan bidang-bidang lain. Satu bidang objek material dapat ditinjau dari berbagai
sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda pula. Sebagai contoh,
misalnya objek materialnya adalah manusia dan manusia ini ditinjau dari berbagai
sudut pandangan sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di
antaranya : fisiologi, anatomi, psikologi, antropologi, sosiologi, ilmu pendidikan dan
sebagainya.
Istilah objek material sering dianggap sama dengan pokok persoalan
(subject matter). Pokok persoalan dibedakan dalam dua arti. Arti pertama, pokok
persoalan dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual.
Misalnya penelitian tentang atom termasuk dalam bidang fisika, penelitian tentang
clorophyl termasuk penelitian bidang botani atau biokimia; penelitian tentang
bawah sadar termasuk bidang psikologi. Arti kedua, pokok persoalan dimaksudkan
sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Anatomi dan
fisiologi keduanya bertalian dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari
strukturnya, sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu itu dapat
dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun dapat juga dikatakan
berbeda. Perbedaan ini dapat diketahui bila dikaitkan dengan corak-corak
pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut.
materialnya.
Disiplin
ruang lingkupnya
atau
(d) Apakah persoalan hubungan sebab akibat (causality) yang berlaku dalam ilmu
kealaman juga berlaku dalam pula bagi ilmu-ilmu sosial ataupun humaniora.
Misalnya setiap logam kalau dipanaskan pasti memuai. Gejala ini berlaku bagi
semua logam. Panas merupakan faktor penyebab memuainya logam. Akan
tetapi sulit untuk memastikan bahwa setiap kebijakan (policy) pemerintah
menaikkan gaji pegawai negeri akan menimbulkan kenaikan harga barang.
Bisa saja kenaikan harga barang itu disebabkan oleh faktor lainnya misalnya
adanya inflasi, banyaknya permintaan konsumen, langkanya barang tertentu
yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kenaikan gaji pegawai negeri agaknya
hanya salah satu dan beberapa sebab.
Contoh-contoh yang dikemukakan menunjukkan bahwa setiap ilmu khusus
menjumpai problim-problim yang bersifat umum atau bersifat kefilsafatan. Problim
semacam itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri (meskipun muncul dan ilmu
itu), karena setiap ilmu memiliki objek material yang terbatas.
Filsafat melampaui ilmu-ilmu khusus, baik dalam objek material maupun objek
formal. Objek formal filsafat terarah pada keumuman yang ada pada ilmu-ilmu
khusus. Dengan tinjauan yang terarah pada keumuman itu, filsafat berusaha
mencari hubungan-hubungan di antara bidang-bidang ilmu yang bersangkutan.
Kegiatan filsafat yang demikian itu disebut multidisipliner.
B. Persoalan Filsafat
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum, heran dan takjub terhadap
gejala yang dihadapi. Pada tahap awalnya kekaguman, keheranan dan ketakjuban
itu terarah pada gejala-gejala alam misalnya gempa bumi, gerhana matahari,
banjir, pelangi. Orang yang heran berarti ada sesuatu yang tidak diketahuinya, atau
dia menghadapi persoalan. Problim inilah yang ingin dipecahkan oleh para filsuf
sehingga diperoleh jawaban. Dari mana jawaban diperoleh? Kalau jaman sekarang
jawaban lebih mudah diperoleh misalnya dari orang lain, membaca buku, atau
mendengarkan ceramah. Pada waktu itu yaitu awal dari munculnya filsafat, banyak
orang yang tidak mengetahui, maka untuk memperoleh jawaban dilakukan dengan
mengadakan refleksi (berpikir tentang pikirannya sendiri) yaitu bertanya pada
dirinya sendiri, dipikirkan sendiri dan dijawab sendiri. Dalam hal ini tidak semua
problim itu mesti problim filsafat. Ada problim sehari-hari, problim ilmiah, problim
filsafat dan problim agama. Problim filsafat berbeda dengan problim yang bukan
flisafat terutama yang menyangkut materi dan cakupannya.
objek atau peristiwa-peristiwa khusus. Dengan kata lain sebagian problim flisafat
bersangkutan dengan ide-ide besar (great ideas), misalnya ide tentang kebenaran
(truth), kebaikan (goodness) dan keindahan (beauty). Ide-ide pokok itu masingmasing bersangkutan dengan lingkungan tertentu atau dikenakan bagi pokok
persoalan tertentu.
Kebenaran secara umum bersangkutan dengan pemikiran dari cabang filsafat
yang disebut logika. Wacana-wacana dalam bidang pengetahuan, khususnya
pengetahuan ilmiah, dipengaruhi oleh ide kebenaran. Orang berbicara tentang
kebenaran dalam bidang ilmu pengetahuan, matematika, filsafat, sejarah, agama,
teologi. Kebenaran juga dipersoalkan apakah hanya ada dalam pertimbangan
pikiran ataukah dalam pengungkapannya dalam bentuk bahasa, atau pada
kemampuan pencerapan indera atau pada pengalaman-pengalaman manusia.
Persoalan-persoalan yang bersangkutan dengan ide kebenaran sangat luas.
Apakah ukuran kebenaran itu? Bagaimana hubungan antara kebenaran dengan
kenyataan. Macam-macam kebenaran, misalnya kebenaran teoritis dan kebenanan
praktis, kebenaran illahi dan kebenaran manusiawi, kebenaran kata dan kebenaran
makna. Segi moral dan kebenaran, misalnya pensaratan untuk menemukan
kebenaran di antaranya kemerdekaan berpikir dan kebebasan berdiskusi.
Kebaikan pada umumnya bersangkutan dengan kehendak manusia atau
realisasinya dalam tindakan atau tingkah laku dan merupakan pokok persoalan
dalam etika atau moral. Ide tentang kebaikan (goodness) atau yang baik (the good)
atau sifat baik (good) dapat dikatakan bersangkutan dengan manusia, benda
maupun Tuhan. Orang dikatakan baik kalau dia sering menolong atau membantu
orang lain. Suatu kehendak dikatakan baik kalau dilatarbelakangi dorongan tanpa
pamrih. Suatu kehidupan keluarga dikatakan baik kalau keluarga itu hidup
sejahtera dan bahagia dan dihargai masyarakat. Suatu masyarakat dikatakan baik
kalau kehidupan sekelompok orang yang sifatnya adil dan suasana damai. Sebuah
pisau dikatakan baik karena benda itu tajam dan enak digunakan. Sebuah lukisan
dikatakan baik dalam arti lukisan itu baik dilihat dan menimbulkan perasaan
senang. Dalam ajaran agama ada ungkapan yang menyatakan Tuhan itu maha
baik.
Bertitik tolak dari ide kebaikan, manusia dalam melakukan tindakan yang
menyangkut sesama manusia pada umumnya berpijak pada tiga ide pokok lainnya
yaitu keadilan, persamaan dan kebebasan. Ketiga ide itu merupakan tiga serangkai
ide sebagai dasar dan ukuran dalam berbagai perbuatan seseorang dalam
hubungannya dengan orang-orang lain. Keadilan, persamaan dan kebebasan
merupakan tiga serangkai ide pokok secara bersama-sama menjadi cita yang baik
bagi perbuatan manusia dalam kehidupan masyarakat di manapun. Berbuat adil
berarti berbuat baik atau mewujudkan ide kebaikan. Menghargai persamaan dan
kebebasam pada orang lain berarti berbuat baik atau mewujudkan ide kebaikan.
Keindahan pada
merupakan persoalan pokok dalam estetika (filsafat keindahan) dan seni (art).
Keindahan memberikan kepada manusia perasaan senang atau pengalaman yang
menyenangkan. Ide keindahan atau hal yang indah dalam kehidupan manusia
bertebaran dalam alam dan seni.
(2)
pengetahuan
sehari-hari
bahkan
melampaui
batas
pengetahuan
ilmiah.
konsep dan asumsi-asumsi yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh para
ilmuwan tanpa sebelumnya diperiksa secara kritis. Setiap bidang pengalaman
manusia baik yang menyangkut ilmu maupun agama mendasarkan penyelidikannya
pada anggapan-anggapan dasar (assumption) yang diterima sebagai titik tolak
untuk pangkal berpikir atau berbuat. Asumsi-asumsi itu diterima dengan begitu saja
dan diterapkan tanpa diperiksa secara kritis. Salah satu tugas utama ahli filsafat
atau seorang filsuf adalah memeriksa dan menilai asumsi-asumsi, mengungkapkan
artinya dan menentukan batas-batas penerapannya.
(5)
hal atau benda-benda secara menyeluruh. Ilmu hanya membahas aspek khusus
atau aspek tertentu dan benda-benda. Dalam menghadapi kenyataan yang manusia
terlibat di dalamnya, para filsuf berusaha mengadakan generalisasi, mengadakan
persoalan
filsafat
mencakup
struktur
kenyataan
sebagai
suatu
dari jawaban itu akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan.
Jawaban yang dikemukakan mengandung akibat-akibat lebih jauh yang menyentuh
kepentingan-kepentingan hidup yang pokok bagi manusia. Pertanyaan-pertanyaan
mutakhir yang menyangkut manusia misalnya : Apakah manusia seutuhnya itu?
Apakah manusia yang berkualitas itu? Apakah negara yang adil dan makmur itu?
Semua pertanyaan yang diajukan itu bersifat implikatif karena pertanyaan itu
sebagai kelanjutan (implikasi) dari jawaban pertanyaan yang jauh sebelumnya
sudah dipersoalkan oleh para filsuf yaitu: Apakah manusia itu?
C. Pertanyaan Kefilsafatan
Menurut Plato, filsafat dimulai karena adanya rasa kekaguman, ketakjuban
(Ingg. Wonder; Yun. Thauma). Orang yang kagum atau heran berarti ia
menghadapi problim. Ada sesuatu yang tidak diketahui dan yang dihadapi,
misalnya dari mana asalnya dan bagaimana sifat-sifatnya. Pada jaman dahulu
sekitar 6 abad sebelum Masehi di Yunani, tempat munculnya filsafat, manusia
kagum terhadap kejadian-kejadian alam yang merusak misalnya gempa bumi,
banjir, badai, wabah penyakit, bencana kelaparan. Pada tahap awal kekaguman
manusia lebih terarah pada hal-hal yang bersangkutan dengan alam semesta, atau
hal-hal yang di luar diri manusia. Namun dalam perkembangan lebih lanjut manusia
juga kagum terhadap dirinya sendini, sehingga dia menanyakan siapakah saya,
darimana asalnya saya, kemana pada akhimya saya .
Hal yang tidak diketahui itu merupakan problim bagi manusia yang harus
diperoleh jawabannya. Untuk memenuhi ketidaktahuannya itu manusia mulai
mengajukan pertanyaan. Pada tahap awalnya, pertanyaan itu tidak ditujukan pada
orang lain karena orang lain yang ditanya itu juga tidak tahu. Berdasar pada
ketidaktahuan orang lain itulah maka pertanyaan itu ditujukan pada dirinya sendiri.
lnilah yang disebut berefleksi atau berfilsafat. Mereka berfilsafat hanya sekedar
memperoleh pengetahuan tanpa adanya dorongan (motif) untuk menggunakannya.
Akal manusia mempunyai dua fungsi. Manusia menggunakan akalnya dengan cara
deliberative (menurut Aristoteles praktikos, yaitu yang menyangkut perbuatan).
pautnya
dengan
tujuan-tujuan
praktis.
Manusia
hanya
sekedar
Menurut
Socrates, dialog
merupakan kegiatan kefilsafatan yang pokok dan penting. Kebenaran tidak pernah
selesai, sehingga perlu mendengar pendapat atau buah pikiran orang lain. Karena
itu dalam melaporkan dan menerangkan filsafat, Socrates dan Plato menggunakan
bentuk dialog.
Ada beberapa ciri metode dialektis yang perlu mendapat perhatian khusus.
Berpikir secara dialektis adalah:
(1)
Memeriksa
perbedaan-perbedaan
dengan
maksud
untuk
memperoleh
kesamaan-kesamaan dasar.
(2)
(3)
menderita perasaan rendah diri; Semua yang terjadi adalah wujud dari
kekuasaan Tuhan.
Ada kemungkinan untuk menafsirkan kembali sesuatu penjelasan
struktural (seperti halnya penjelasan tujuan) sebagai kumpulan penjelasan
menurut sebab; cara ini banyak dilakukan oleh kaum positivisme. Bagi
penganut positivisme, suatu penjelasan yang bukan kausal (sebab) tidak
dianggap sah secara objektif.
D. Rintangan Berpikir Secara Jelas.
Berpikir bagi manusia merupakan sarana untuk memahami kenyataan atau
untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah yang bersifat ilmiah.
Semuanya itu tidak dengan begitu saja dapat dilakukan melainkan ada rintanganrintangan sehingga kegiatan berpikir itu tidak mencapai sasaran sebagaimana
yang diharapkan. Seperti halnya rintangan dalam berbicara yang memungkinkan si
pembicara tidak dapat berbicara secara jelas, demikian pula ada beberapa
rintangan yang menghambat manusia untuk dapat berpikir secara jelas. Hal-hal
seperti emosi, kepentingan pribadi, tekanan-tekanan dari luar dapat menyesatkan
pemikiran. Rintangan-rintangan untuk berpikir secara jelas dapat merupakan sebab
sehingga ilmu dan filsafat menjadi sesat. Secara khusus rintangan-rintangan ini
mempengaruhi dan menyesatkan pengetahuan sehari-hari atau pengetahuan akalsehat (common sense).
Francis Bacon (1564-1626) inembenikan contoh-contoh kiasik tentang
kesalahan-kesalahan berpikir yang disebutnya Idols of the Mind, yang terdin atas
the Idols of the Tribe, the Idols of the cave, the Idols of the Market-place dan the
Idols of the Theater.
1.
Idola Kesukuan (Idols of the Tribe). Idola ini bersumber pada sifat dasar
manusia sendiri yaitu bahwa setiap manusia mesti terikat pada lingkungan
kesukuan, ras, atau golongan-golongan. Manusia cenderung untuk setuju terhadap
hal-hal yang sesuai dengan dirinya sendiri. Dengan demikian mereka dengan
mudah sampai pada kesimpulan dan tidak mengetahui bukti-bukti yang saling
bertentangan. Hal ini secara khusus dapat terjadi apabila melibatkan kepentingan
ras, suku atau kelompok. Temperamen seseorang mungkin ditentukan oleh
jabatan atau status sosialnya. Orang suka bekerjasama dengan mereka yang
memiliki selera dan pandangan yang sama. Kelompok orang-orang tertentu
Idola Goa (Idols of the cave). Idola ini bersangkutan dengan manusia
sebagai individu. Setiap manusia dikiaskan mempunyai goa (cave) atau kandang
(den) nya sendiri-sendiri yang dapat memberi warna sift-sifatnya. Manusia
cenderung menmjau dirinya sebagai pusat dari dunia sekelilingnya. Semua
penafsiran ditentukan oleh sudut pandangan pribadinya dan terbatas. Mereka
cenderung melebih-lebihkan pengetahuan yang disenanginya yang diperoleh dari
bacaan dan pengalaman pnibadi.
3.
Idola Pasar (Idols of the Market-place). Idola ini timbul karena penggunaan
Idola Teater (Idols of the Theater). Idola ini terjadi karena keterikatan
manusia pada partai, keyakinan, dogma-dogma, filsafat, ilmu, agama dan sistemsistem pemikiran pada waktu tertentu. Sistem-sistem yang diterima sedemikian
banyaknya yang menjadi dunia ciptaan manusia sendiri. Semuanya itu dapat
mempengaruhi manusia karena dianut oleh orang banyak. Mode-mode, hobby
dengan mudah dapat menggoncangkan kehidupan manusia. Isme-isme, ideologi,
aliran-aliran pemikiran dalam bidang filsafat, ekonomi, politik dan seni dapat
mempengaruhi alam pikiran penganutnya dan mereka dapat menyimpulkan secara
sesat.
Rintangan-rintangan untuk berpikir secara jelas, di samping karena empat
hal di atas juga dapat diungkapkan dengan cara lain yaitu karena prasangka,
propaganda dan autoritarianisme. Prasangka selalu menghalangi manusia untuk
berpikir secara lurus. Akal manusia sering sulit menerima pendapat orang lain
kecuali kalau semua bukti sudah dikemukakan. Meskipun bukti-bukti sudah
dikumpulkan, prasangka sering menghambat untuk menyimpulkan secara lurus.
Prasangka biasanya berdasar pada emosi dan cenderung sesuai dengan
kesenangan dan kepentingan pribadi. Bila orang berprasangka, ia berusaha untuk
merasionalisasikan,
berusaha
menemukan
alasan
atas
hal-hal
yang
dipercayainya
Orang
tidak
dapat
berpikir
secara
jelas
karena terpengaruh
oleh
massa.
Penerimaan
secara
tidak
kritis
dan
authority
disebut
menyebutnya
dengan
Axioms
of
lnference,
John
Stuart
Mill
yang mengandung kebenaran universal. Kebenaran ini tidak terbatas oleh ruang
dan waktu, dimana dan kapan saja dapat digunakan. Prinsip itu tidak
membutuhkan suatu pembuktian, yang jelas atau terbukti dengan sendirinya (selfevident), karena terlalu sederhana, maka prinsip itu disebut dengan aksioma atau
prinsip dasar.
Aksioma berasal dari bahasa Yunani axioma yang dipikirkan bernilai.
Aksioma atau assumsi di dalam logika berarti keterangan yang kebenarannya
diterima tanpa pembuktian lebih lanjut untuk menjadi dasar awal atau pegangan
dalam sesuatu penalaran. Dalam arti umum aksioma dapat didefinisikan sebagai
suatu pemyataan yang mengandung kebenaran universal yang kebenarannya
sudah terbukti dengan sendirinya (self-evident). Aksioma merupakan sesuatu hal
yang diterima sebagai pernyataan yang bersifat universal, dan merupakan
pernyataan fundamental yang tidak dapat dideduksikan dan pernyataan lain serta
sebagai titik totak dan diperolehnya suatu kesimpulan. Misalnya aksioma yang
dikemukakan oleh Euklidus, seorang ahli geometrika Iskandariah di sekitar tahun
300 SM, yang menyatakan suatu keseluruhan lebih besar daripada sebagian.
Pernyataan semacam ini merupakan suatu keterangan yang jelas atau terbukti
dengan sendirinya, secara langsung dapat dimengerti sehingga tidak perlu
membutuhkan hal-hal lain untuk membuktikan kebenarannya.
Prinsip-prinsip berpikir ada empat, yang dikemukakan oleh Aristoteles dan
Leibniz. Aristoteles mengemukakan 3 prinsip yaitu: Prinsip kesamaan (principle of
identity), prinsip kontradiksi (principle of contradiction) atau ada yang menyebut
princip tidak ada pertentangan (principle of non-contratiction) dan prinsip
penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak ada kemungkinan ketiga (principles of
excluded middle). Sedangkan Gottfried Wilhelm von Leibniz (1646-1716)
mengemukakan satu prinsip cukup lalasan (principle of sufficient reason).
(1) Prinsip kesamaan. Dalam istilah Latin disebut principium identitatis. Prinsip
kesamaan dapat berarti secara ontologis dan secara logis. Dalam anti ontologis
adalah sesuatu yang ada itu ada atau sesuatu hal itu identik dengan diri sendiri.
Identik artinya satu dan sama. Dalam arti logis yaitu bahwa sesuatu benda (thing)
adalah benda itu sendiri, tidak mungkin yang lain. Selanjutnya bahwa arti yang
sebenamya dan sesuatu benda tetap sama selama benda itu dibicarakan ataupun
dipikirkan. Konsep-konsep (pengertian) yang digunakan di dalam suatu pemikiran
haruslah tetap sama artinya selama pembicaraan itu berlangsung. Dengan
demikian kalau kita mulai dengan pengertian bahwa suatu objek tertentu
mempunyai sifat-sifat (atribut) yang tertentu pula, maka kita tidak boleh melupakan
bahwa objek-objek itu tetap mempunyai sifat-sifat yang telah ditentukan itu dan
sifat-sifat itu tidak boleh berubah, karena kalau sifat-sifat itu berubah maka arti
konsep itu berubah pula. Sebuah konsep yang memiliki arti yang berubah-ubah
akan menimbulkan kekacauan dalam pemikiran, dan selanjutnya kesimpulan yang
diperoleh menjadi sesat (fallacy).
Secara simbolis pernyataan identitatis dapat dirumuskan: sesuatu yang disebut p
maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain.
(2) Prinsip kontradiksi. Dalam istilah Latin disebut principium contradictionis.
Hamilton menyebut prinsip ini sebagai prinsip non kontradiksi, karena tidak adanya
kontradiksi merupakan syarat bagi pemikiran yang sah (valid). Dengan demikian
penyebutan prinsip kontradiksi ini adalah tidak tepat, yang dimaksudkan adalah
tidak adanya kontradiksi (pertentangan yang saling menyisihkan) dalam suatu
pernyataan, artinya bukan kontradiksi itu yang menjadi prinsip. Prinsip ini direvisi
menjadi prinsip tidak adanya kontradiksi (principle of non-contradiction). Prinsip
non kontradiksi berbunyi : sesuatu hal tidak dapat sekaligus merupakan hal itu
dan bukan hal itu pada waktu yang bersamaan atau sesuatu pernyataan tidak
mungkin mempunyai nilai benar atau tidak benar pada waktu yang sama.
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah bahwa dua sifat yang bertentangan
secara kontradiksi (bertentangan secara mutlak, misalnya hidup dengan tidak
hidup) tidak mungkin ada pada satu hal dalam waktu dan tempat yang sama.
Misalnya pemyataan: manusia ini hidup dan tidak hidup. Kedua pengertian sebagai
sifat untuk manusia itu tidak mungkin diterima kedua-duanya dalam waktu yang
sama, meskipun manusia itu dapat dibenarkan pada suatu saat hidup dari pada
saat yang lain tidak hidup, namun tidak mungkin keduanya (hidup dan tidak hidup)
bersamaan waktu.
Secara simbolis dapat dirumuskan: sesuatu tidaklah mungkin secara bersamaan
merupakan p dan non p.
(3) Prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak ada kemungkinan ketiga
(principle of excluded middle) yang bahasa Latin disebut principium exclusi tertii.
Menurut prinsip ini dua sifat yang berkontradiksi tidak mungkin kedua-duanya
dimiliki oleh satu benda. Hanya salah satu dari dua sifat itu yang dimiliki oleh
benda tersebut. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa salah satu dari dua sifat
yang berkontradiksi mestilah benar bagi satu benda. Misalnya jika dikatakan Meja
ini hitam adalah salah, maka pemyataan Meja ini tidak hitam mesti benar. Tidak
mungkin diantara kedua sifat yang berkontradiksi itu (hitam dan tidak hitam) tidak
akan ada yang benar. Tidak ada kemungkinan ketiga yaitu keduanya benar atau
keduanya salah pada satu benda.
(4) Prinsip cukup alasan. Dalam bahasa Latin disebut principium rationis
suffecientis. Prinsip ini melengkapi prinsip kesamaan. Prinsip kesamaan berbunyi
bahwa sesuatu hal itu identik dengan dirinya sendiri, kemudian dilengkapi oleh
prinsip ke empat suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah
berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin secara tiba-tiba berubah tanpa
sebab-sebab yang mencukupi. Diuraikan secara lain, adanya sesuatu itu mesti
mempunyai adalan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan
sesuatu. Misalnya, jika suatu benda jatuh (ke bawah), alasannya ialah adanya
daya tarik bumi (gravitasi), sedangkan benda itu tidak ada yang menahannya.
(5) Prinsip yang ke empat ini sebagai tambahan bagi prinsip ke satu artinya
secara tidak langsung menyatakan bahwa sesuatu benda mestilah tetap tidak
berubah, tetap sebagaimana benda itu sendiri, tetapi jika kebetulan terjadi
perubahan, maka perubahan itu mestilah ada sesuatu yang mendahuluinya
sebagai penyebab perubahan.
F. Berpikir Secara Kefilsafatan
Menurut Aritoteles, filsafat dimulai dari rasa kagum (lnggris, wonder; Yunani,
thauma) yang tumbuh dari suatu aporia. Aporia berarti problim atau tanpa jalan
keluar. Problim dapat diartikan sebagai suatu situasi yang teoritis maupun praktis,
untuk itu tidak ada jawaban yang lazim secara otomatis memadai, oleh karena itu
memerlukan proses perenungan.
Titik tolak untuk mengadakan pemikiran secara kefilsafatan merupakan hal
yang unik. Filsafat dapat dikatakan serupa dengan lingkaran geometri. Titik awal
pemikiran kefilsafatan seperti halnya salah satu titik yang terdapat pada lingkaran
tersebut yang terdiri dari jumlah titik yang tidak terhingga banyaknya. Setiap titik
dapat digunakan sebagai titik awal. Dalam hal ini tidak satu titikpun benar-benar
memuaskan sebagai permulaan, karena tiap-tiap titik, sebagai titik pada lingkaran
bergantung pada semua titik lingkaran lainnya. Tiap-tiap titik lingkaran bergantung
pada tiap-tiap titik lingkaran yang lain; demikian juga halnya tiap-tiap persoalan
filsafat bergantung pada tiap-tiap persoalan filsafat yang lain dan membutuhkannya
sebagai bukti.
Sesuatu hal yang dihadapi manusia yang berupa persoalan itu belum jelas
duduk persoalannya, sehingga dibutuhkan jawaban yang dapat menjelaskannya.
Jawaban atas persoalan ini dapat diperoleh dengan kegiatan akal yang disebut
berpikir.
Berfilsafat adalah berpikir. Namun tidak dapat dibalik bahwa berpikir adalah
berfilsafat. Kalau dikatakan berfilsafat adalah berpikir, hal ini dimaksudkan bahwa
berfilsafat termasuk kegiatan berpikir. Kata adalah dalam berfilsafat adalah
berpikir mengandung pengertian bahwa berfilsafat itu tidak identik dengan berpikir
melainkan berfilsafat termasuk dalam berpikir. Dengan demikian tidak semua orang
yang berpikir itu mesti berfilsafat. Akan tetapi dapat dipastikan bahwa orang yang
berfilsafat itu pasti berpikir. Hanya saja yang dimaksud berfilsafat itu adalah berpikir
dengan ciri-ciri tertentu. Misalnya seorang mahasiswa berpikir bagaimana agar
memperoleh Indek Prestasi (IP) yang tinggi pada semester sekarang, atau seorang
pegawai negeri memikirkan berapa jumlah gaji yang akan diterima untuk bulan
yang akan datang, atau seorang pedagang berpikir tentang laba yang akan
diperoleh dalam bulan ini. Semua contoh yang dikemukakan itu bukanlah berpikir
secara kefilsafatan melainkan berpikir biasa atau berpikir sehari-hari yang
jawabannya tidak memerlukan pemikiran yang mendalam. Ada beberapa ciri
berpikir secara kefilsafatan.
(1) Berfilsafat adalah berpikir secara radikal. Radikal berasal dari kata Yunani
radix yang berarti akar. Berpikir radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya
atau berpikir sampai ke hakikat, essensi, atau substansi yang dipikirkan. Berfilsafat
adalah berpikir sarnpai pada keapaan (whatness) dari sesuatu hal. Pada awal
munculnya filsafat, manusia yang berfilsafat tidak puas hanya memperoleh
pengetahuan lewat indera, karena pengetahuan yang diperoleh bersifat tidak tetap
atau selalu berubah. Manusia yang berfilsafat dengan menggunakan akalnya
berusaha untuk memperoleh pengetahuan hakikat yaitu pengetahuan yang
mendasari segala pengetahuan inderawi. Menurut Aristoteles, filsafat itu adalah
pengetahuan yang sejati. Adapun pengetahuan yang sejati itu adalah pengetahuan
yang mesti, tetap dan kekal, di belakang apa yang tidak mesti, tidak tetap dan tidak
kekal yaitu yang hanya kebetulan, senantiasa bergerak dan berubah. Di belakang
kejadian-kejadian itu ada sesuatu yang tidak kebetulan, tidak bergerak, tidak
berubah dan inilah yang disebut hakikat.
(2) Berfilsafat adalah berpikir secara universal. Yang dimaksud berpikir secara
universal adalah berpikir tentang hal-hal dan proses-proses yang bersifat umum.
antara
kebebasan
berpikir
dalam
filsafat
dengan
etika
yang
G. Pentingnya Filsafat.
Ada orang yang menyatakan bahwa tidak begitu penting mempersoalkan apa
yang diyakini atau dipercayai seseorang. Yang penting adalah melakukan hal-hal
yang baik dari hasilnya diharapkan juga baik. Di lain pihak ada beberapa orang
yang berkecenderungan menilai tindakan yang didasarkan pada kepercayaankepercayaan (beliefs) dan keyakinan-keyakinan (convictions). Gagasan-gagasan
(ideas) merupakan dasar dari tindakan, dengan kata lain seseorang tidak mungkin
melakukan perbuatan kecuali dia mempercayai sesuatu. Komunisme mungkin tidak
pernah ada kalau Karl Marx tidak meletakkan dasar-dasar dalam filsafatnya. Sekali
seseorang menerima suatu gagasan maka hampir dapat dipastikan dia akan
menyatakan gagasan tersebut dalam bentuk ucapan, tindakan atau sikap. Dengan
demikian gagasan merupakan kekuatan (daya) yang menentukan dalam sejarah
ummat manusia. Filsafat sebagai suatu idea, juga dapat memberikan sumbangan
bagi kehidupan manusia baik dalam hidup sehari-hari maupun kehidupan ilmiah.
Manusia memang membutuhkan filsafat.
1.
akan memutuskan secara bijaksana dan berbuat secara runtut (consistent), dia
perlu menemukan nilai-nilai (values) dan makna sesuatu hal. Kehidupan memaksa
manusia untuk mengadakan pilihan-pilihan dan bertindak berdasarkan pada skala
nilai-nilai. Manusia perlu menjawab masalah tentang benar dan salah, keindahan
dan keburukan, bermoral dan tidak bermoral. Pencarian atas patokan-patokan
(standards) dan tujuan-tujuan merupakan bagian yang penting dan tugas filsafat.
Filsafat tertarik pada aspek kualitatif dan hal-hal yang direnungkan. Filsafat tidak
mengabaikan
aspek
autentik
(asli)
pengalaman
manusia
dan
mencoba
Tindakan kita adalah milik kita dan kita benar-benar bebas kalau kita
manusia berbuat semata-mata adat, tradisi atau hukum, berarti dia tidak bebas.
Ketika ditanya apa yang telah dilakukan filsafat terhadapnya, Aristoteles
menyatakan bahwa filsafat memungkinkan dia berbuat secara bebas, sedangkan
orang lain berbuat karena takut pada hukum. Seseorang yang bebas adalah
mereka yang membuat asas-asas dan kaidah-kaidah yang dengannya dia dapat
hidup. Dalam suatu masyarakat yang ideal, setiap orang akan menyetujui atas
setiap kaidah, dan kalau dia tidak suka pada kaidah tersebut maka dia akan
mengkritiknya dan berusaha untuk mengadakan perubahan. Dia akan melakukan
hal ini berdasar atas fakta-fakta dan asas-asas yang konsisten.
3.
Filsafat adalah salah satu dari beberapa sarana yang terbaik untuk
memelihara
kebiasaan
berefleksi
(perenungan).
Filsafat
dapat
membantu
memperluas bidang-bidang kesadaran untuk menjadi lebih hidup, lebih kritis dan
lebih cerdas. Dalam banyak bidang pengetahuan khusus, ada kumpulan fakta-fakta
yang tertentu dan khusus, dan kepada para mahasiswa diajukan masalah-masalah
sehingga dipraktekkan untuk sampai pada jawaban yang cepat dan mudah. Namun
dalam
filsafat
ada
perbedaan-perbedaan
sudut
pandangan
yang
harus
Kita hidup dalam abad yang tidak pasti, selalu berubah dan banyak
kepercayaan dan cara lama yang sudah tidak memadai lagi. Dalam keadaan
semacam itu, manusia membutuhkan skala nilai-nilai dan arah tujuan. Seperti
halnya manusia merasakan tidak enak jasmaninya bila berada di tengah
kekacauan material dan merasakan tidak enak moralnya bila mereka dihadapkan
pada kekejaman dan ketidakadilan. Di samping itu inteleknya merasa terganggu
hidup di tengah pandangan dunia yang terpecah dan meragukan. Tanpa kesatuan
pandangan, dapat menimbulkan tegangan psikologis.