Professional Documents
Culture Documents
dikeluarkan, ini tidak diakibatkan oleh aborsi terapeutik atau kematian janin juga
disebut kematian intrauterin dan mengakibatkan kelahiran mati. (Wiknjosastro,
Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP)
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/intra-uterine-fetaldeadth-iufd.html#ixzz2DZbqDYaA
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20
minggu. (Rustam Muchtar, 1998)
IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna
dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. (Sarwono, 2005)
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/intra-uterine-fetaldeadth-iufd.html#ixzz2DZbtj9p5
IUFD adalah kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu
dimana janin sudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih. Umumnya kematian
janin terjadi menjelang persalinan saat usia kehamilan sudah memasuki 8 bulan.
Kelainan kromosom
Diagnosis
a.
1. Anamnesa/keluhan
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin
b. Perut tidak bertambah besar
2. Inspeksi
Tidak tampak gerakan janin
3. palpasi
4.Auskultasi
DJJ (-)
5. Reaksi kehamilan
test kehamilan (-)
6. Rontgen foto abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
Tanda nojosk
Tanda gernard
dTanda spalding
7. USG
Gerak anak tidak ada
Denyut jantung anak tidak ada
Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
8.Laboratorium
Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
Hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahanperubahan sebagai berikut :
a. Rigor mortis
Berlangsung 21/2 jam setelah mati kemudian lemas lagi.
b. Maserasi Tingkat I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
c. Maserasi Tingkat II
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, jam setelah anak
mati.
d. Maserasi Tingkat III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antar tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.
d.
Komplikasi
Trauma emosional yg cukup berat terjadi bila wktu antara kematia janin
& persalinan cukup lama
Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah
Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2minggu.
Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak
memvbahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya
kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan
menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan tromboplastin
masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari
endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang
meluas menjadi Disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia
(kadar fibrinogen < 100 mg%).
Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat
kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus
biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.
f.
Penanganan
1. Terapi
a. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan
memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan
sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima
segala kemungkinan yang ada.
b. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter
spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen,
maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c. Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh
Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi
sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan
hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum
permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan
terminasi kehamilan.
1) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12
minggu kehamilan.
Persiapan:
Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit,
fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.
Tindakan:
Kuretasi vakum
Kuretase tajam
Dilatasi dan kuretasi tajam
2) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20
minggu
Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama.
Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau
pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per
menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
3) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 28 minggu
Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama.
Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit
sampai maksimal 60 tetes per menit.
Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap
tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
4) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan
Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama.
Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan
serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD).
Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit
sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande
multigravida sebanyak 2 labu.
Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila
didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
2 .periksa ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan
pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis,
keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.
DAFTAR PUSTAKA
1)
2)
3)
4)
Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media
Aesculapius FKUI
5)
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta : YBP-SP
6)
Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri
& Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
7)
Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri
Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1998; 279
8)
WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva:
WHO, 2003. 518-20.
9)
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/intra-uterine-fetaldeadth-iufd.html#ixzz2DZc1li4a