Professional Documents
Culture Documents
Step 7
1. Step of clinical trial ?
pada
pasien
jumlah
terbatas,
dengan
3. Fase III efikasi dan keamanan obat baru dibandingkan obat pembanding efeknya
pada kelompok besar yang sakit. Pasien yang dilibatkan biasanya 50-5000 orang.
Setelah calon obat dibuktikan berkhasiat, mirip obat yang sudah ada dan
menunjukkan keamanan bagi si pemakai, maka obat baru diizinkan untuk diproduksi
oleh industri sebagai legal drug. Obat dipasarkan dengan nama dagang tertentu yang
dapat diresepkan oleh dokter.
-
Selama uji klinik banyak senyawa calon obat dinyatakan tidak dapat digunakan.
Akhirnya obat baru hanya lolos 1 dari lebih kurang 10.000 senyawa yang
disintesis karena risikonya lebih besar dari manfaatnya atau kemanfaatannya lebih
Good Administration).
Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri pengusul harus menyerahkan
data dokumen uji praklinik dan klinik yang sesuai dengan indikasi yang diajukan,
efikasi dan keamanannya harus sudah ditentukan dari bentuk produknya (tablet,
kapsul dll.) yang telah memenuhi persyaratan produk melalui kontrol kualitas.
Pengembangan obat tidak terbatas pada pembuatan produk dengan zat baru, tetapi
dapat juga dengan memodifikasi bentuk sediaan obat yang sudah ada atau meneliti
indikasi baru sebagai tambahan dari indikasi yang sudah ada. Baik bentuk sediaan
baru maupun tambahan indikasi atau perubahan dosis dalam sediaan harus
didaftarkan ke Badan POM dan dinilai oleh Komisi Nasional Penilai Obat Jadi.
Pengembangan ilmu teknologi farmasi dan biofarmasi melahirkan new drug
delivery system terutama bentuk sediaan seperti tablet lepas lambat, sediaan
liposom, tablet salut enterik, mikroenkapsulasi dll. Kemajuan dalam teknik
rekombinasi DNA, kultur sel dan kultur jaringan telah memicu kemajuan dalam
a.
b.
c.
d.
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak
menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat
langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat tradisional yang belum
digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna
mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.
Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang digunakan umumnya berdasarkan dosis
empiris tidak didasarkan dose-ranging study. Kesulitan yang dihadapi adalah dalam
melakukan pembandingan secara tersamar dengan plasebo atau obat standar. Obat
tradisional mungkin mempunyai rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat tersamar.
2. What is the purpose of scientification of traditional herbal ?
landasan
ilmiah
(evidence
based
lingkup
saintifikasi
jamu
diutamakan
untuk
upaya
ramuan
yang
tergabung
dalam
Asosiasi
ramuan
yang
tergabung
dalam
Asosiasi
dan
(3)
hanya
merupakan
tenaga
penunjang
dalam
Saintifikasi Jamu.
Harus aman, sesuai dg MMI, farmakope indo dan harus dibuktikan
secara empiris.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 03/MENKES/PER/2010.
3. What is the limitation of clinical trials in indonesia ?
Perbedaan
Ramuan
Fitofarmaka
Ramuan (komposisi) hendaknya terd
Saintifikasi Jamu
Tidak ada batasan berapa jumlah
Bila
hal
tersebut
tidak digunakan
sediaan
dan
galenik
telah
yang
digunakan
masing-masing
sekurang-
Agar
supaya
fitofarmaka
dapat Penelitian
dibedakan
menjadi
penelitian
bila
belum
terdapat
maka
langsung
pemastian khasiat.
3. PengujianToksisitas
a. Uji toksisitas akut.
b. Uji toksisitas sub akut.
c. Uji toksisitas kronik.
dilakukan
Sediaan
Pengujian klinik.
Sediaan Oral :
Serbuk ; Rajangan
Kapsul
Sirup
Sediaan
jamu
Herbal
bentuk
Terstandar,
ekstrak
tanaman
tunggal,
campuran
ekstrak
Phytopharmaceutical
adalah
Level
Jamu
tanaman,
dan
senyawa
alam
lainnya
Terdiri dari tidak lebih dari 5 Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan untuk menjamin jamu
bahan herbal
http://www.uel.ac.uk/study/courses/phytopharmaceuticals.htm
http://www.b2p2toot.litbang.depkes.go.id/v110606/index.php?
mod=menu.page&id_menu=106
6. What is the term and condition to a certain herbal clinic of hospital
with the license from the goverment ?
Bagian Ketiga
Ketenagaan
Pasal 11
1) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang
memberikan pelayanan jamu pada fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (2) harus memiliki:
a. Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia
untuk dokter atau dokter gigi, STRA untuk apoteker dan surat
izin/registrasi dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi bagi
tenaga kesehatan lainnya.
b. Memiliki surat izin praktik bagi dokter atau dokter gigi dan
surat izin kerja/surat izin praktik bagi tenaga kesehatan
lainnya dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
c. Memiliki surat bukti registasi sebagai tenaga pengobat
komplementer
alternatif
(SBR-TPKA)
dari
Kepala
Dinas
Kesehatan Propinsi.
d. Memiliki surat tugas sebagai tenaga pengobat komplementer
alternatif (ST-TPKA/SIK-TPKA) dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
PERATURAN
MENTERI
KESEHATAN
REPUBLIK
INDONESIA