mereias genevas Bok
U ntu NQ dengan
Kartu Kredit,
Kartu ATM-Debit,
& Uang Elektronik
Plus Tip Bijak:
~ Memanfaatkan Kartu ATN-Debit, BONus sCD
Kartu Kredit, & Vang Elektronik
= Menghadapi Debt Collector
= Menyelesaikan Piutang Macet
ea
Ir. R. Serfianto D.P. =
Iswi Hariyani, SH, MH
Cita Yustisia Serfiani, SH
Perundang in undanganUNTUNG DENGAN KARTU KREDIT, KARTU ATM-DEBIT,
& UANG ELEKTRONIK
Penulis :Ir.R. Serfianto Dibyo Purnomo, Cita Yustisia Serfiyani, SH, & Iswi Hariyani, SH, MH
Penyunting : Zulfa Simatur
Pendesain Sampul & Penata Letak: EM. Giri P
Mlustrasi Sampul & Isi : khz (ilustrasi diambil secara legal dari www.bigstockphoto.com)
Redaksi
JI. H. Montong No. 57, Ciganjur- Jagakarse,
Jakerta Selatan 12630
Tip. (021) 78883030, Faks. (021) 7270996
Email :visimediaciganjur@gmail.com
redeksi@visimediapustaka.com
Web : wwwyisimediapustaka.com
Pemasaran
Transmedia Pustaka, JI. Moh. Kahfill No. 12A,
Cipedak - Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630
Tip. (021) 78881000, Faks. (021) 78882000
Email : pemasaran@transmediapustaka.com
Cetakan pertama, Maret 2012
Hak cipta dilindungi undang-undang
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Ir. R.Serfianto Dibyo Purnomo, Cita Yustisia Serfiyani, SH, & Iswi Hariyani, SH, MH
Untung dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik/Serfianto Dibyo
Purnomo, Cita Yustisia Serfiyani, & lswi Hariyani; penyunting, Zulfa Simatur —Cet. 1. —
Jakarta: Visimedia, 2012
vi + 338 him; 150x230mm
ISBN 979-065-125-2
1. Hukum/Bisnis LJudul
II, Zulfa Simatur
Jika Ancla menemukan cacat produksi berupa halaman terbalik, halaman tak berurut, halaman kosong yang
seharusnya bersi, halaman tidaklengkap, halaman terlepas, tulisan tidak terbaca, atau kombinasi dari hal-hal
tetsebut,slakan meghubungi kami dan mengirimkan buku tersebut beseria alamat lengkap Andake alamat
Penerbit Visimedia, Kami akan menggantinya dengan buku baru untuk judul yang sama.
Syarat lampirkan bukti pembelian dan kicimkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hat! (cap pos) setelah tanagal
pembelianPRAKATA _ iii
DAFTARISI v
1
SISTEM PENYELESAIAN TRANSAKSI PEMBAYARAN 23
A.__ Sistem BI-RTGS 23
Sistem BI-SSSS__ 33
Sistem Kliring Nasional (SKN) 36
Pengawasan Sistem Pembayaran 48
B.
Cc.
D.
DASAR HUKUM & PENGAWASAN KELEMBAGAAN 61
A. Dasar Hukum APMK & Uang Elektronik 61
B. _Pengawasan Kelembagaan APMK & Uang Elektronik 70
C.__ Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 72
KARTU ATM-DEBIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN 83.
UANG ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN 97
KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN DAN
PEMBIAYAAN 114
PRINSIP MENGENAL NASABAH APMK & UANG.
ELEKTRONIK 134
A. Ruang Lingkup Prinsip Mengenal Nasabah 131
B. — Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah 139nn
12
14
ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN APMK & UANG
ELEKTRONIK 151
A. Perlindungan Konsumen APMK & Uang Elektronik 151
Hak dan Kewajiban Konsumen serta Pelaku Usaha 162
Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha 166
Tanggung Jawab Pelaku Usaha 171
hoa w
Lembaga Perlindungan Konsumen
(BPKN, LPKSM, BPSK) 174
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO 187
TIP BISAK MEMANFAATKAN KARTU ATM-DEBIT & UANG
ELEKTRONIK 197
A. Tip Bijak Memanfaatkan Kartu ATM-Debit 197
B. Tip Bijak Memanfaatkan Uang Elektronik 204
TIP BIJAK MEMANFAATKAN KARTU KREDIT 2414
TIP BIJAK MENGHADAPI PENAGIH UTANG KARTU.
KREDIT 229
TIP BIJAK MENYELESAIKAN PIUTANG MACET KARTU
KREDIT 243
A. Mengantisipasi Piutang Macet SecaraUmum 243
B. Menyelamatkan Piutang Macet SecaraUmum 248
C. Menyelesaikan Piutang Macet 250
D. Menyelamatkan dan Menyelesaian Piutang Macet Kartu
Kredit 252
SUMBER BACAAN 263
DAFTARISTILAH 273
TENTANG PENULIS 337
vi————
SEKILAS APMK
& UANG ELEKTRONIK
Alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) terdiri
dari kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit. Sementara itu, kartu
prabayar saat ini tidak lagi digolongkan APMK melainkan sebagai uang
elektronik (e-money). Uang elektronik ada yang berbentuk kartu (card
based) maupun nonkartu (server based). APMK dan uang elektronik
tergolong alat pembayaran nontunai (non cash) yang pada masa
mendatang diyakini akan semakin meluas penggunaannya di tengah
masyarakat.
Pengawasan APMK dan uang elektronik terdiri dari pengawasan
terhadap “sistem pembayaran” dan pengawasan terhadap “aspek kelem-
bagaan’. Sebagai bagian dari sistem pembayaran nasional, penyeleng-
garaan APMK dan uang elektronik diawasi oleh Bank Indonesia (BI).
Di sisi lain, perusahaan penyelenggara yang berbentuk perbankan akan
diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pengguna APMK (kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit) wajib
menjadi nasabah bank, tetapi hal ini tidak berlaku pada penggguna
uang elektronik. Pembayaran menggunakan uang elektronik tidak
memerlukan proses otorisasi rekening nasabah. Pada uang elektronik
telah terekam sejumlah nilai uang, sehingga pada prinsipnya seseorangyang memiliki uang elektronik sama dengan memiliki uang tunai, tetapi
nilai uangnya telah dikonversikan dalam bentuk data elektronis.
BI berupaya meningkatkan standar keamanan APMK dengan
menerapkan aturan kartu berbasis chip menggantikan pita magnetik.
Kartu kredit sudah bermigrasi ke teknologi chip sedangkan kartu ATM/
debit masih dalam proses. Kartu ATM/debitharus sudah menggunakan
teknologi chip paling lambat 1 Januari 2016
Kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit saat ini diatur dalam
PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK.
Sementara itu, uang clektronik diatur dalam PBI Nomor 11/12/PBI/
2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money). PBI Nomor 11/11/
PBI/2009 saat ini telah diperbaharui berdasarkan PBI 14/2/PBI/2012.
Pembaharuan PBI tersebut terutama disebabkan, karena banyaknya
kasus pelanggaran dan tindak pidana yang terkait dengan kartu kredit.
Pasal 18 PBI Nomor 14/2/PBI/2012 secara tegas melarang
penggunaan kartu kredit di luar peruntukan sebagai alat pembayaran.
Penerbit dan acquirer wajib menjaga agar kartu kredit tidak digunakan
di luar peruntukan sebagai alat pembayaran. Pelarangan tersebut
diperlukan, karena selama ini banyak terjadi penyimpangan kartu
kredit sebagai alat spekulasi. Banyak pengguna yang bersekongkol
dengan pedagang tertentu untuk mendapatkan uang tunai melalui
transaksi jual-beli barang/jasa “bohong-bohongan” atau yang lazim
disebut “gesek tunai” (gestun).
Dalam PBI 14/2/PBI/2012 dan Surat Edaran BI yang akan
diterbitkan kemudian, seseorang baru boleh memiliki kartu kredit
setelah berusia 21 tahun atau sudah menikah. Untuk kartu tambahan,
calon pengguna harus sudah berumur minimal 17 tahun atau sudah
menikah. Mereka yang memiliki pendapatan kurang dari Rp3 juta per
bulan atau Rp36 juta per tahun tidak boleh memiliki kartu kredit. Batas
kredit seseorang yang berpendapatan Rp3 juta sampai dengan Rpio
juta per bulan adalah sebesar tiga kali pendapatan per bulan. Jumlahkartu kredit juga dibatasi yaitu paling banyak dari dua penerbit untuk
yang berpendapatan Rp3 sampai dengan Rp1o juta per bulan. Bagi yang
berpendapatan lebih dari Rp1o juta per bulan, jumlah maksimum kartu
dan plafon kredit maksimum ditentukan berdasarkan analisis risiko
oleh penerbit kartu kredit.
BI juga menetapkan batas maksimum suku bunga yaitu sekitar tiga
persen per bulan untuk pembelanjaan. Pembayaran tagihan minimum
per bulan ditetapkan sebesar 10 persen dari total tagihan. Pemegang
kartu kredit wajib diberitahu bahwa tagihan yang tidak dibayar penuh
akan dikenai bunga. BI melarang pengenaan bunga terhadap biaya,
denda, dan bunga terutang. Bunga hanya boleh dikenakan terhadap
pokok utang dari transaksi yang belum dibayar, sehingga tidak ada lagi
perhitungan “bunga-berbunga”. BI masih mengijinkan penggunaan
debt-collector asalkan tidak melakukan ancaman dan kekerasan,
tidak menagih kepada pihak selain pemegang kartu, serta hanya boleh
melakukan penagihan pada pukul 08.00 — 20.00 waktu setempatBANK INDONESIA DALAM
SISTEM PEMBAYARAN
NASIONAL
Kegiatan bisnis alat pembayaran dengan menggunakan kartu
(APMK) terdiri dari kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit; serta
uang elektronik merupakan bagian integral dari sistem pembayaran
nasional (SPN) sehingga perlu diawasi Bank Indonesia (BI). SPN adalah
sistem pembayaran yang dikembangkan oleh BI, berisi seperangkat
aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan
pemindahan dana guna memenuhi kewajiban yang timbul dari suatu
kegiatan ekonomi.
Komponen SPN meliputi alat pembayaran, mekanisme kliring,
hingga penyelesaian akhir transaksi (settlement). Komponen lain adalah
lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan sistem pembayaran, yaitu
bank, lembaga keuangan bukan bank (LKBB), lembaga bukan bank
penyelenggara transfer dana, lembaga selain bank (LSB) penerbit uang
elektronik, perusahaan switching, hingga BI selaku bank sentral.Perubahan alat pembayaran berkembang sangat pesat mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi serta kebutuhan manusia. Pada masa
awal mula peradaban manusia, dikenal alat pembayaran dengan sistem
barter atau tukar-menukar dengan barang yang nilainya dianggap
sama. Selanjutnya, umat manusia mulai mengenal uang logam berupa
emas, perak, atau perunggu sebagai alat pembayaran. Kemudian disusul
dengan era hadirnya uang kertas sebagai alat pembayaran yang sah.
Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang
kertas dan uang logam). Uang kartal hingga kini masih memegang
peran penting, khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam
masyarakat modern, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang
kartal cenderung lebih kecil dibanding uang giral. Sesuai data BI tahun
2005, perbandingan uang kartal terhadap jumlah uang beredar sebesar
43.3 persen. Pemakaian uang kartal memiliki kendala efisiensi, karena
biaya pengadaan dan pengelolaannya tergolong mahal, memi
mudah hilang, mudah dicuri, atau mudah dipalsukan. Berdasarkan
i risiko
alasan itulah BI berinisiatif mendorong tumbuhnya budaya masyarakat
yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai atau yang lazim
dinamakan “masyarakat nontunai” atau cashless society.’
Seiring perkembangan zaman, alat pembayaran terus berkembang
dari alat pembayaran tunai (cash) ke alat pembayaran nontunai (non
cash). Alat pembayaran nontunai terdiri dari:
1. alat pembayaran menggunakan kertas (paper based)
seperti cek dan bilyet giro;
2. alat pembayaran tanpa kertas (paperless) seperti transfer
dana elektronik; dan
3. alat pembayaran menggunakan kartu (card-based)
yaitu kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan kart
prabayar.
1 Bank indonesia (www.bigoid)Alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) terdiri dari
kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit. Sementara itu, kartu prabayar
saat ini tidak lagi digolongkan APMK melainkan sebagai uang elektronik
atau electronic money (e-money). Uang elektronik ada yang berbentuk
kartu (card based) maupun nonkartu (server based). Perbedaan pokok
antara APMK dengan uang elektronik antara lain dalam hal status
konsumen. Konsumen APMK diharuskan menjadi nasabah bank
yang bersangkutan, sehingga harus punya rekening tabungan (untuk
mendapat kartu ATM dan kartu debit) atau rekening kartu kredit.
Sementara itu, konsumen uang elektronik tidak perlu menjadi nasabah
bank, sehingga dapat langsung membeli uang elektronik melalui pihak
penerbit (bank atau perusahaan telekomunikasi).
Prinsip kerja uang elektronik dapat diibaratkan dengan kartu
prabayar pulsa telepon, yakni produk tersebut baru bisa digunakan
jika telah diisi dengan “pulsa” atau setoran dana tertentu. Konsumen
dapat mengisi ulang uang elektronik melalui ATM, via telepon seluler
(handphone), atau mengisi ulang secara tunai via agen penjualan yang
ditunjuk oleh penerbit (bank atau perusahaan telekomunikasi). Uang
elektronik dapat digunakan untuk membayar berbagai macam transaksi
seperti membeli pulsa telepon, berbelanja barang/jasa, membayar
ongkos jalan tol, membeli tiket pesawat terbang, membayar tiket bus
atau kereta api, dan membeli BBM di SPBU.
Alat pembayaran nontunai sudah berkembang di masyarakat
Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa jasa pembayaran nontunai
yang dilakukan lembaga bank maupun lembaga selain bank (LSB)
dalam proses pengiriman dana, penyelenggaraan kliring, maupun
sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah tersedia dan dapat ber-
langsung di Indonesia. Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai
besar diselenggarakan oleh BI melalui sistem BI-RTGS (Real Time
Gross Settlement) dan sistem kliring nasional BI (SKNBI). Sistem BI-
RTGS adalah muara bagi seluruh penyelesaian transaksi keuangan di
IndonesiaHampir 95 persen transaksi keuangan di Indonesia yang bernilai
besar dan bersifat mendesak seperti transaksi di pasar uang antarbank
(PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi
valuta asing (valas), serta settlement hasil kliring dilakukan melalui
sistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, BI-RTGS melakukan transaksi
sedikitnya Rp174,3 triliun per hari. Sementara itu, transaksi nontunai
dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) dan uang
elektronik yang dilakukan oleh bank dan LSB nilai transaksinya hanya
Rp8,8 triliun per hari2
BI-RTGS sangat penting dalam mendukung kelancaran sistem
pembayaran nasional, sehingga harus dijaga kontinuitas dan sta-
bilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS mengalami gangguan,
akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan di
dalam negeri. Hal itu belum memperhitungkan dampak material dan
nonmaterial dari macetnya sistem BI-RTGS. Untuk itulah BI sangat
peduli dalam menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai
systemically important payment system (SIPS). SIPS adalah sistem yang
memproses transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak
(urgent). Merupakah hal wajar apabila BI sangat peduli dalam menjaga
kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, keandalan teknologi,
jaringan pendukung, dan aturan main dalam implementasinya.
Selain SIPS, dikenal pula system wide important payment sys-
tem (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan oleh masyarakat luas.
Sistem kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS. BI juga
peduli dengan SWIPS, karena sistem ini digunakan oleh masyarakat.
Apabila terjadi gangguan, kepentingan masyarakat untuk melakukan
pembayaran akan terganggu, kepercayaan masyarakat terhadap
sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses dalam sistem akan ikut
terpengaruh.
BI tidak semata-mata peduli terhadap terciptanya efisiensi dalam
sistem pembayaran nasional, tetapi juga peduli dengan kesetaraan akses
2 Wid.
3 Ibid.hingga ke urusan perlindungan konsumen. Yang dimaksud “terciptanya
sistem pembayaran yang efisien” adalah BI memberi kemudahan bagi
semua pengguna untuk memilih metode pembayaran yang dapat diakses
ke seluruh wilayah dengan biaya serendah mungkin. Yang dimaksud
dengan “kesetaraan akses” adalah BI akan memperhatikan penerapan
asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran bagi
siapapun penggunanya. Sementara itu, aspek perlindungan konsumen
mewajibkan penyelenggara mengadopsi asas-asas perlindungan konsu-
men seeara wajar dalam penyclenggaraan sistem pembayaran.*
Saat ini, lembaga selain bank (LSB) semakin berperan dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran nasional. LSB banyak yang
melakukan kerja sama dengan perbankan, baik sebagai penyedia
jaringan atau sebagai penerbit instrumen pembayaran. BI berperan
besar sebagai penyelenggara kegiatan penyelesaian transaksi-transaksi
(settlement) melalui tiga sistem yang utama, sebagai berikut.
i Bank Indonesia real time gross settlement (BI-RTGS),
2. Sistem kliring nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan
3 Bank Indonesia scripless securities settlement system (BI-
SSSS)
Dalam penguatan infrastruktur sistem pembayaran, BI sebagai
penyelenggara sistem pembayaran mulai mengoperasikan layanan
‘s-payment (PvP) pada sistem BI-RTGS.
Layanan penyelesaian setelmen dari transaksi jual beli valuta asing
setelmen payment-versi
khususnya United States Dollar (USD) terhadap Indonesian Rupiah
(IDR) dilakukan secara bersamaan. Hal ini untuk menghindari ter-
jadinya risiko kegagalan setelmen pada saat dilakukan pertukaran nilai
mata uang.
Selain itu, dengan kecenderungan transaksi pembayaran ke
depan yang semakin tiada batas tentunya memunculkan kebutuhan
likuiditas yang semakin tinggi bagi para pelaku ekonomi, antara lain
4 Ibid.ragam derivasi produk keuangan global dan hilangnya batasan wilayah
ekonomi regional yang digagas melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) maupun kerja sama regional lainnya.>
Selain layanan setelmen PvP, penguatan infrastruktur lainnya
adalah penyatuan penyelenggaraan fungsi setelmen surat berharga
pada BI-SSSS ke dalam penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran
dan setelmen pada BI-RTGS. Penyatuan tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi penyelenggaraan kegiatan setelmen dana,
surat berharga berikut infrastruktur, dan sumber daya manusia yang
pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan BI kepada pihak
terkait.
BI juga menyempurnakan sistem kliring nasional BI (SKNBI) un-
tuk meminimalkan risiko kredit pada kegiatan kliring debit. Penerapan
prinsip no money no game pada proses penghitungan kliring debit yang
baru, menuntut bank selalu menjaga kecukupan pendanaan awal agar
dapat digunakan memenuhi kewajiban tagihan pembayaran dari bank
lain. Hal ini mendorong bank peserta kliring melakukan pengelolaan
likuiditas lebih baik dan efisien. Perkembangan industri pembayaran
ritel diarahkan pada penciptaan interoperability antarsistem yang
digunakan untuk menciptakan keamanan dan efisiensi sistem
pembayaran. Standardisasi nasional instrumen kartu ATM/debit adalah
salah satu contohnya. Dilatarbelakangi isu keamanan bertransaksi
dengan kartu ATM/debit, penggunaan teknologi chip diyakini dapat
meminimalkan kejahatan pada kartu ATM/debit.
Interoperability antarsistem juga diciptakan pada penyelengga-
raan uang elektroni!
. Dengan semakin maraknya penggunaan uang
elektronik di masyarakat yang sampai akhir 2010 mencapai Rp693,5
miliar, interoperability dilakukan dengan mulai menciptakan uang
elektronik berbasis chip yang bersifat multi guna (multi purpose) yang
dapat digunakan untuk membayar berbagai macam transaksi.
5 Ibid.
6 Ibid.
10BI juga memperkuat kelembagaan industri pembayaran dengan
mendirikan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan Asosiasi
Penyelenggara Pengiriman Uang Indonesia (APPUD). ASPI dan APPUI
diharapkan mampu menjadi mitra strategis Bl dalam mendorong kondisi
dan perilaku pasar yang kompetitif. Keberadaan ASPI juga diharapkan
dapat menjadi pendukung utama kebijakan penataan infrastruktur
sistem pembayaran yang digulirkan BI’
Perkembangan sistem pembayaran juga harus memerhatikan
aspek perlindungan konsumen. Implementasi Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, seca-
ra umum masih belum optimal dirasakan manfaatnya oleh konsumen,
khususnya pada saat melakukan kegiatan transfer dana. Oleh karena itu,
pemerintah dan BI menggarap serius RUU Transfer Dana yang diajukan
oleh pemerintah sebagai landasan dan perlindungan hukum yang setara
bagi setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan transfer dana termasuk
kegiatan transfer dana antara penyelenggara dan nasabah. Dengan
adi
melakukan setiap aktivitas transfer dana yang kian hari kian meningkat.
UU Transfer Dana, masyarakat dapat dengan nyaman dan aman
Transaksi transfer dana di seluruh sistem pembayaran sampai dengan
akhir 2010 bernilai Rps8,1 ribu triliun dengan total jumlah sebanyak
2,1 miliar transaksi.®
Sebagaimana diketahui, tujuan utama pendirian BI sesuai UU
BI adalah untuk mencapai dan memelihara stabilitas nilai tukar
mata uang rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah
kestabilan nilai rupiah terhadap harga barang/jasa, serta terhadap
mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap harga barang/
jasa diukur atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Kestabilan
nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur atau tercermin
dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Kestabilan nilai rupiah sangat penting guna mendukung pembangunan
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
7 Ibid.
8 Ibid.Guna mencapai tujuan pokok menjaga stabilitas nilai mata
uang rupiah, BI berdasarkan UU BI diberi tiga macam tugas dan
kewenangan, sebagai berikut.
I Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter.
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3. Mengatur dan mengawasi bank.
Pelaksanaan ketiga macam tugas tersebut mempunyai keterkaitan
dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter dilakukan BI antara lain melalui
pengendalian jumlah uang beredar dan pengendalian suku bunga.
Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pem-
bayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal yang merupakan sasaran
dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran.
Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut
memerlukan sistem perbankan yang sehat sebagai sasaran tugas
mengatur dan mengawasi bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang
sehat diharapkan dapat mendukung upaya pengendalian moneter,
mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan oleh BI
melalui sistem perbankan nasional.
Sejak pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tugas dan
kewenangan yang dimiliki BI saat ini hanya tinggal menjadi dua macam,
sebagai berikut.
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter.
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
9 Pasal 7 dan Pasal 8 UU 23/1999 tentang Bank IndonesiaSementara itu, tugas BI dalam pengaturan dan pengawasan lembaga
perbankan selanjutnya dialihkan kepada OJK.
Tidak hanya itu, OJK juga akan mengambilalih semua tugas dan
kewenangan Bapepam-LK dalam bidang pengaturan dan pengawasan
pasar modal, lembaga keuangan nonbank (lembaga pembiayaan dan
Jembaga penjaminan), asuransi, dan dana pensiun. Dengan demikian,
OJK merupakan lembaga pengawas sektor industri jasa keuangan yang
memiliki kewenangan sangat besar (super body).
Guna mendukung tujuan BI dalam menjaga stabilitas nilai mata
uang rupiah, diperlukan pengaturan dan pengelolaan kelancaran
sistem pembayaran nasional (SPN). Kelancaran SPN perlu didukung
infrastruktur yang andal dan memadai agar dapat memperlancar
pelaksanaan kebijakan moneter. Apabila kebijakan moneter berjalan
lancar, pada akhirnya dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
BI adalah lembaga negara yang diberi kewenangan untuk meng-
atur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional (SPN).
Scbagai otoritas moneter, BI selaku bank sentral berhak menetapkan
dan memberlakukan kebijakan SPN. Di samping itu, BI juga memi
kewenangan memberikan persetujuan, perizinan, serta melakukan
pengawasan terhadap SPN. Dalam mendukung upaya menciptakan SPN
yang andal, BI juga menyelenggarakan sistem penyelesaian transaksi
pembayaran (settlement) antarbank melalui infrastruktur bernama
settlement (BI-RTGS). Dengan adanya BI-RTGS,
diharapkan semua kegiatan transaksi pembayaran antarbank dapat
berlangsung cepat, tepat, mudah, dan murah.
Bl-real time gro
Dalam pelaksanaan SPN, BI juga berperan sebagai penyelenggara
sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu,
seperti cek dan bilyet giro. BI selaku bank sentral adalah satu-satunya
lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran
tunai seperti mata uang rupiah. BI berhak mencabut, menarik, hingga
memusnahkan uang rupiah yang sudah tidak berlaku dari peredaran.
BI juga berhak menetapkan sejumlah kebijakan misalnya tentang alat
pembayaran yang boleh dipergunakan di IndonesiaBI berwenang menentukan standar alat-alat pembayaran serta
pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat
pembayaran tersebut. BI berhak menetapkan lembaga-lembaga yang
dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. BI selaku bank sentral juga
memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan
sistem penyelesaian transaksi (settlement). Pada akhirnya, BI juga
diharuskan menetapkan kebijakan yang terkait dengan pengendalian
risiko, efisiensi, serta tata kelola yang baik dalam implementasi SPN.
BI selalu berupaya dapat memenuhi kebutuhan uang tunai di
masyarakat dalam jumlah/nominal yang cukup, jenis pecahan yang
sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar (clean money policy)
Untuk mewujudkan clean money policy, BI melakukan pengelolaan
pengedaran uang mulai dari pengeluaran, pengedaran, pencabutan,
penarikan, sampai dengan pemusnahan uang. BI juga aktif mendorong
munculnya beragam jenis pembayaran nontunai seperti cek, bilyet giro,
kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik.
Penggunaan uang tunai dalam transaksi pembayaran banyak
dipilih masyarakat karena alasan kebiasaan. Masyarakat sudah terbiasa
bertransaksi menggunakan uang tunai, Namun, jenis transaksi tunai
ini menimbulkan banyak risiko jika nilainya sangat besar. Apabila
semua pembelian barang/jasa menggunakan wang tunai, pelaku usaha
harus menyimpan persediaan ang tunai dalam jumlah besar. Untuk
mengatasi hal tersebut, digunakanlah alat pembayaran nontunai yang,
pelaksanaannya melibatkan bank atau lembaga selain bank (LSB).
Pembayaran nontunai pada umumnya melibatkan jasa perbankan.
Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana masyarakat
umumnya juga memberikan jasa lalu lintas pembayaran bagi para
nasabah. Jasa lalu lintas pembayaran yang diberikan oleh bank antara
lain melalui penerbitan cek atau bilyet giro, penerbitan kartu ATM,
kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik.Cek (cheque) adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
CEK secara umum adalah surat yang berisi
perintah tidak bersyarat oleh penerbit kepada bank yang
memelihara rekening giro penerbit untuk membayarkan
suatu jumlah uang tertentu kepada pemegang atau
pembawa.
Beberapa pihak yang terkait dengan penggunaan cek, sebagai
berikut.
p
anton
10
Penerbit (drawer) yaitu orang yang mengeluarkan surat cek.
Tersangkut yaitu bank yang diberi perintah tanpa syarat untuk
membayar sejumlah uang tertentu.
Pemegang (holder) yaitu orang yang diberi hak untuk memperoleh
pembayaran yang namanya tercantum dalam surat cek.
Pembawa (bearer) yaitu orang yang ditunjuk untuk menerima
pembayaran, tanpa menyebutkan namanya dalam surat cek.
Adanya pembawa ini sebagai akibat dari adanya klausula “atas
unjuk” yang berlaku bagi surat cek.
Pengganti yaitu orang yang menggantikan kedudukan peme-
gang surat cek dengan jalan endosemen. Dalam hal ini, surat cek
diterbitkan dengan klausula “atas pengganti” dengan mencan-
tumkan nama pengganti dalam surat cek.
Syarat formal cek menurut KUHD, sebagai berikut.
Nama ‘cek’ yang dimuat dalam teks sendiri dan dinyatakan dalam
mana cek itu disebutkan
Perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu.
Nama orang yang harus membayar (tersangkut).
Penunjukan tempat pembayaran harus terjadi.
Penyebutan hari beserta tempat cek diterbitkan.
‘Tanda tangan orang yang menerbitkan cek (penerbit). °°
Bank Indonesia (www.bi.go.id), op. cit.BILYET GIRO (BG) adalah surat perintah dari nasabah kepada
bank yang memelihara rekening giro nasabah (bank tertarik)
untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening yang
bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya
pada bank yang sama atau bank lain.
Penggunaan bilyet giro tidak diatur dalam KUHD, melainkan
dalam Surat Keputusan Direktur BI Nomor 28/32/KEP/DIR dan Surat
Edaran Direktur BI Nomor 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet
Giro. Sementara itu, syarat formal bilyet giro menurut SK tersebut,
sel
1
2.
3.
i
bagai berikut.
Nama ‘bilyet giro’ dan nomor bilyet giro yang bersangkutan.
Nama tertarik.
Perintah yang jelas tanpa syarat untuk memindahbukukan dana
atas beban rekening penarik.
Nama dan nomor rekening pemegang.
Nama bank penerima.
Jumlah dana yang dipindahbukukan, baik dalam angka maupun
dalam huruf selengkap-lengkapnya.
Tempat dan tanggal penarikan.
‘Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap, stempel
sesuai dengan persyaratan pembukuan rekening.”
KARTU KREDIT (CREDIT CARD) adalah alat pembayaran
menggunakan kartu (APMK) yang pembayarannya dilakukan
kemudian dengan cara kredit. Dalam hal ini, bank penerbit kartu
memberikan kredit kepada nasabah pemegang kartu kredit dengan
batas waktu dan tambahan bunga yang telah disepakati antara
bank dan nasabah.
Ibid.Sesuai PBI Nomor 11/11/PBI/2009, kartu kredit diartikan
sebagai APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran
atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk
transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai,
yaitu kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu
oleh acquirer atau penerbit dan pemegang kartu berkewajiban untuk
melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan
pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran
secara angsuran.
Dalam penyelenggaraan kartu kredit terdapat beberapa pihak
yang terlibat, sebagai berikut.
1. Penerbit (issuer) yaitu. pihak yang menerbitkan kartu
kredit. Dalam hal ini, issuer merupakan pihak yang
mengadakan perjanjian dengan pihak yang memberikan
fasilitas kredit kepada pemegang kartu.
2. Pengelola (acquirer) yaitu. pihak yang mengadakan
hubungan atau kerja sama dengan pedagang (merchant).
3. Prinsipal adalah pihak pemilik hak tunggal atas merek
dalam penyelenggaraan kartu kredit seperti Visa, Master
Card, dan Dinners.’*
Setiap transaksi pembayaran dengan menggunakan kartu kredit
memerlukan proses otorisasi terlebih dahulu oleh penerbit mengenai
keabsahan dari kartu yang digunakan serta limit nominal transaksi
yang dilakukan. Otorisasi ini biasanya dilakukan secara on-line dengan
meng-insert (menggesek) kartu kredit melalui terminal EDC/POS
(Electronic Data Capture/Point of Sales) yang ada di pedagang.
KARTU ATM (Automated Teller Machines) atau Anjungan
Tunai Mandiri adalah kartu yang memiliki fungsi seperti halnya
seorang teller bank
12 Ibid,Dengan mengunakan kartu ATM, nasabah dapat melakukan
sejumlah transaksi yang biasanya dilakukan di depan teller bank seperti
penarikan tunai, transfer dana, dan menyetorkan dana ke rekening
nasabah (khusus ATM bank tertentu). Pada perkembangannya, kartu
ATM kemudian ditambah fungsinya menjadi kartu ATM-Debit sehingga
dapat digunakan untuk membayar transaksi lain seperti membayar
pulsa telepon, listrik, dan barang/jasa.
Sesuai PBI Nomor 11/11/PBI/2009, kartu ATM diartikan sebagai
APMKyangdapatdigunakan untukmelakukan penarikan tunaidan/atau
pemindahan dana, yakni kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika
dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada
bank atau lembaga selain bank (LSB) yang berwenang menghimpun
dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
KARTU DEBIT (debit card) adalah alat pembayaran yang
dapat digunakan membayar berbagai macam transaksi seperti
kartu kredit. Bedanya, transaksi pembayaran menggunakan
kartu debit akan otomatis mengurangi saldo rekening pemegang
kartu yang ada di bank penerbit. Jadi dalam hal ini tidak ada
fasilitas kredit/ utang yang diberikan oleh penerbit kepada
pemegang kartu.
Sebagaimana kartu kredit, mekanisme pembayaran dengan kartu
debit juga perlu proses otorisasi ditambah penggunaan PIN (Personal
Identification Number) oleh pemegang kartu.
Sesuai PBI 11/11/PBI/2009, kartu debet diartikan sebagai
APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas ke-
wajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi termasuk transaksi
pembelanjaan, yakni kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika
dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada
bank atau lembaga selain bank (LSB) yang berwenang untuk meng-
himpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
18UANG ELEKTRONIK atau electronic money sesuai PBI
Nomor 11/12/PBI/2009 diartikan sebagai alat pembayaran yang
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut.
a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih
dahulu oleh pemegang kepada penerbit.
b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media
seperti server atau chip.
c. Digunakansebagaialat pembayaran kepada pedagangyang
bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.
d. —_Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan
dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan se-
bagaimana dimaksud dalam undang-undang yang meng-
atur mengenai perbankan.
Pengguna uang elektronik tidak perlu menjadi nasabah bank,
sehingga dapat membeli langsung melalui jaringan bank atau perusa-
haan telekomunikasi selaku penerbit. Pembayaran menggunakan uang
elektronik tidak selalu memerlukan proses otorisasi untuk pembebanan
ke rekening nasabah. Hal ini karena pada uang elektronik tersebut telah
terekam sejumlah nilai uang, sehingga pada prinsipnya seseorang yang
memiliki uang elektronik sama dengan memiliki uang tunai, tetapi nilai
uang tersebut telah dikonversikan dalam bentuk data elektronis.Skema 1: Peran BI dalam Sistem
Pembayaran Nasional
‘Alat pembayaran dengan menggunakan kartu atau APMK
(kartu ATM, kartu debit, kartu kredit) dan uang elektronik
adalah bagian integral sistem pembayaran nasional (SPN)
sehingga perlu diawasi oleh Bank Indonesia (BI).
Vv
Komponen SPN meliputi alat pembayaran, mekanisme kliring,
hingga penyelesaian akhir transaksi (settlement).
Vv
Seiring perkembangan zaman, alat pembayaran tunai
(cash) digantikan alat pembayaran nontunai (non cash) yang
terdiri dari:
a. alat pembayaran menggunakan kertas (paper based)
seperti cek dan bilyet giro,
b. _ alat pembayaran tanpa kertas (paperless) seperti trans-
fer dana elektronik,
c. alat pembayaran menggunakan kartu (card based)
yaitu kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan kartu
prabayar.
Vv
Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diseleng-
garakan oleh BI melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross
Settlement) dan sistem kliring nasional BI (SKNBI). Sistem
BI-RTGS adalah muara bagi seluruh penyelesaian transaksi
keuangan di Indonesia.
20Vv
BI-RTGS dikategorikan systemically important
payment system (SIPS).
SIPS adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran
bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent).
Selain SIPS dikenal pula system wide important payment system
(SWIPS) yaitu sistem yang digunakan
oleh masyarakat luas.
Sistem kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS.
2122i a
SISTEM PENYELESAIAN
TRANSAKS! PEMBAYARAN
A. Sistem BI-RTGS
Sistem pembayaran nasional (SPN) yang dikembangkan oleh BI
bersama lembaga perbankan dan lembaga selain bank, pada akhirnya
juga bergantung pada kelancaran sistem penyelesaian transaksi pem-
bayaran (settlement). Dalam rangka mitigasi risiko pembayaran
nasional, BI telah mengembangkan sistem penyelesaian transaksi pem-
bayaran (settlement) melalui tiga macam sistem, sebagai berikut.
a. Bank Indonesia real time gross settlement (BI-RTGS).
b. Bank Indonesia scripless securities settlement system (BI-SSSS).
c. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI).
BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik antarpeserta
dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan seketika (real
time) untuk setiap transaksi individual. BI-SSSS merupakan sarana
transaksi dengan BI dikaitkan dengan penatausahaan surat berharga
tanpa warkat (scripless securities) secara elektronik. Dalam kegiatan
setelmen, BI-SSSS terhubung langsung dengan BI-RTGS secara seamless
23(tanpa klem). Sementara itu, SKN-BI adalah sistem kliring antarbank
untuk alat pembayaran berupa cek, bilyet giro, nota debit, dan transfer
kredit antarbank.
Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi
(settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi individual
(individually processed/gross settlement) dan bersifat. seketika (real
time/electronically processed), yakni rekening peserta dapat didebit/
dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai perintah pembayaran dan pe-
nerimaan pembayaran. Dalam sistem BI-RTGS, peserta pengirim melalui
terminal RTGS di tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran
ke pusat pengolahan sistem RTGS (RTGS Central Computer/RCC) di BI
untuk proses penyelesaian (settlement). Jika proses settlement berhasil,
transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis
kepada peserta penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung
dari kecukupan saldo peserta pengirim, karena dalam sistem BI-RTGS
peserta hanya diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain. Dengan
kata lain, peserta BI-RTGS harus meyakinkan bahwa saldo rekeningnya
di BI cukup sebelum peserta tersebut melaksanakan transfer ke peserta
BI-RTGS lainnya.”
Tujuan penerapan sistem BI-RTGS, sebagai berikut.
fe Menyediakan sarana transfer dana antarpeserta yang lebih
cepat, efisien, andal, dan aman.
2. Kepastian settlement dapat diperoleh dengan lebih segera
serta tidak bisa dibatalkan dan tanpa syarat (irrevocable
dan unconditional).
3. Menyediakan informasi rekening peserta secara seketika
(real time) dan menyeluruh.
4. Meningkatkan disiplin dan profesionalisme peserta dalam
mengelola likuiditasnya (kecukupan dananya).
5. Mengurangi risiko-risiko penyelesaian transaksi
(settlement).
13 Ibid,
24Saat ini, terdapat dua macam mekanisme penyelesaian transaksi
antarbank, yaitu melalui sistem kliring nasional BI (SKN-BI) atau
sistem BI-RTGS. Berbeda dengan sistem BI-RTGS yang menggunakan
metode gross settlement, yakni setiap transaksi diperhitungkan secara
individual, sistem kliring menggunakan metode net settlement dalam
rangka penyelesaian akhir.
NET SETTLEMENT
Proses penyelesaian akhir transaksi-transaksi pembayaran yang
dilakukan pada akhir suatu periode dengan melakukan offsetting
(penyeimbangan) antara kewajiban-kewajiban pembayaran de-
ngan hak-hak penerimaan sehingga hanya ada 1 (satu) net hak
atau kewajiban yang akan di-settle (diselesaikan) untuk masing-
masing rekening bank.“
Dalam sistem kliring (SKN-BI) terdapat risiko pada akhir hari
bahwa suatu bank akan mengalami kekalahan kliring dalam jumlah
yang cukup besar. Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum diterapkan
sistem BI-RTGS seluruh transaksi antarbank, baik yang bersifat
retail transactions (transaksi kecil) maupun large value transactions
(transaksi besar) dilaksanakan melalui kliring. Apabila jumlah
kekalahan kliring ini melampaui saldo rekeningnya di BI, saldo bank
tersebut di Bl akan menjadi negatif (overdraft) sehingga pada gilirannya
nanti akan menyulitkan BI apabila bank tersebut tidak mampu menutup
overdraft (saldo negatif) pada _keesokan harinya.
Secara umum, terdapat dua jenis risiko dalam sistem pembayaran
yakni risiko kredit dan risiko likuiditas, sebagai berikut.
1. Risiko kredit adalah risiko ketika pihak lawan (counterparty)
tidak dapat memenuhi kewajiban membayar secara penuh pada
saat jatuh tempo maupun sesudahnya. Termasuk dalam kategori
risiko kredit adalah unrealized gains atas kontrak-kontrak
yang gagal dilaksanakan (replacement cost risk) dan yang lebih
14 Ibid.
25parah lagi adalah risiko tidak terbayarnya suatu transaksi secara
).
2. Risiko likuiditas adalah risiko ketika counterparty tidak
keseluruhan (principal
mampu membayar secara keseluruhan pada saat jatuh tempo,
melainkan membayar sesudah jatuh tempo. Hal ini tentu akan
dapat menimbulkan kesulitan likuiditas bagi peserta penerima
yang akan meningkatkan biaya dana (cost of fund) dari peserta,
karena harus meneari dana segera dari pasar uang (money
market).
Selain risiko-risiko di atas, BI sebagai pengawas sistem pemba-
yaran di Indonesia juga sangat peduli terhadap risiko sistemik yang
mungkin timbul pada sistem pembayaran di Indonesia.
Risiko sistemik (systemic risk) adalah risiko kegagalan
salah satu peserta dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo
sehingga menyebabkan peserta lain juga mengalami kesulitan
likuiditas yang pada gilirannya menjadi tidak mampu memenuhi
kewajiban-kewajibannya.
Kegagalan tersebut, dalam kondisi sangat ekstrem akan memicu
kesulitan finansial lebih luas yang dapat mengancam stabilitas sistem
pembayaran atau bahkan mengancam stabilitas suatu perekonomian
secara keseluruhan.°
Penerapan sistem BI-RTGS diharapkan dapat memperkecil ke-
mungkinan terjadinya risiko-risiko sistem pembayaran. Dengan
kemampuan melakukan transfer secara real time dan terus-menerus
selama window time, BI-RTGS akan mampu mengurangi bahkan
mengeliminasi risiko-risiko proses settlement, karena transaksi akan
dijalankan apabila saldo rekening peserta di BI mencukupi. Dalam
sistem BI-RTGS, apabila saldo peserta mencukupi, peserta dapat segera
melakukan settlement saat itu juga kepada peserta lain yang selanjutnya
1S Ibid.
16 Ibid.
26akan mengkredit rekening nasabah, sehingga dananya dapat segera
digunakan oleh nasabah bersangkutan.
Implementasi sistem BI-RTGS diharapkan akan mampu meme-
nuhi kebutuhan berbagai pihak terhadap tersedianya mekanisme pem-
bayaran bersifat cepat yang dibutuhkan oleh transaksi dengan syarat
delivery versus payment (DVP) seperti transaksi jual surat berharga
(cfek/sekuritas). Dalam transaksi ini, transfer dana melalui BI-RTGS
(payment leg) akan dapat dikoordinasikan dengan transfer aset berupa
surat berharga/efek/sekuritas (delivery leg), sehingga terjadi kesesuaian
(match) antara penyerahan aset dan pembayaran dana. Hal ini sangat
penting untuk menurunkan risiko perdagangan sekuritas di pasar
modal.
Sejak dioperasikan oleh BI tanggal 17 November 2000, BI-RTGS
berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran,
khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk
high value payment system (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu
transaksi Rp10o juta ke atas yang bersifat segera (urgent). Saat ini,
transaksi HPVS mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di
Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran
nasional yang memiliki peranan signifikan (systemically important
payment system)”
Sistem BI-RTGS memberikan banyak manfaat, selain berfungsi
meningkatkan kepastian penyelesaian akhir (settlement finality) setiap
transaksi pembayaran, berarti mengurangi risiko penyelesaian akhir
(minimizing settlement risk). BI RTGS juga menjadi sarana transfer
dana antarbank yang praktis, cepat, efisien, aman, dan andal.
Di samping itu, BI-RTGS yang dilengkapi dengan mekanisme
sentralisasi rekening giro menjadi sarana yang dapat diandalkan untuk
meningkatkan efektivitas pengelolaan dana (management fund), baik
bagi peserta, pihak otoritas moneter, maupun perbankan. Bagi BI selaku
otoritas, informasi mengenai pengelolaan dana perbankan menjadi
17 Ibid.
27informasi pendukung dalam menjalankan kegiatan operasi moneter dan
sistem peringatan dini (early warning system) pengawasan bank."
BI-RTGS didesain untuk memastikan penyelesaian akhir dan da-
pat dilakukan secara gross settlement, real time, final, dan irrevocable.
Penyelesaian transaksi BI RTGS dilakukan per transaksi secara seketika
dan tidak dapat dibatalkan. Penyelesaian real time terbatas pada proses
pengiriman transaksi dari peserta pengirim kepada BI untuk diteruskan
kepada peserta penerima. Sementara itu, waktu penyelesaian akhir
transaksi transfer nasabah pada rekeningnya tergantung dengan kondisi
dan standar sistem pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi
di internal peserta, sehingga dapat saja terjadi perbedaan waktu antara
penyelesaian akhir pada BI-RTGS dan penerimaan transfer dana pada
rekening nasabah.
Sistem antrian (queue) transaksi diterapkan dalam BI-RTGS.
Transaksi dapat masuk dalam sistem antrian apabila pada saat di-
kirimkan, peserta belum memiliki dana yang cukup. Kondisi ini terjadi
antara lain, karena peserta masih menunggu transaksi masuk dari
peserta lain. Transaksi pada BI-RTGS hanya dapat diproses penyelesaian
akhirnya apabila peserta memiliki dana yang cukup (prinsip no money
no game). Transaksi yang telah masuk dalam antrian dapat diselesaikan
segera setelah peserta menerima transaksi masuk atau menyetorkan
tambahan dana. Penerapan antrian ini mengharuskan peserta untuk
mengelola likuiditasnya secara bijaksana, agar seluruh transaksinya
dapat terselesaikan dengan baik di akhir hari.”
BI-RTGS juga dilengkapi mekanisme gridlock resolution. Meka-
nisme ini bertujuan mencegah kemacetan (gridlock) yaitu kondisi ke-
tika sejumlah peserta tidak mampu menyelesaikan kewajiban, karena
masih menunggu tagihannya diselesaikan. Gridlock resolution di-
jalankan secara otomatis pada BI-RTGS pada waktu tertentu. Untuk
memperlancar proses penyelesaian akhir transaksi pada BI-RTGS,
penyelenggara mengimbau peserta agar mematuhi throughput guide-
18 Ibid.
19 Ibid.
28lines. Throughput guidellines merupakan suatu target prosentase
tertentu dari total transaksi yang dilakukannya selama satu hari.
Kepatuhan peserta terhadap throughput guidellines akan mengurangi
kemungkinan penumpukan transaksi di akhir hari2?
Fasilitas likuiditas intrahari (FLI) dan fasilitas likuiditas intra-
hari syariah (FLIS) adalah fasilitas cadangan pendanaan likuiditas yang
disediakan oleh penyelenggara, yang hanya dapat digunakan dalam
satu hari. FLI/ FLIS dapat dimanfaatkan oleh peserta untuk mengatasi
kesulitan likuiditas peserta yang bersifat sementara atau mengalami
intraday gap.
Intraday gap mungkin saja terjadi, karena pemrosesan transaksi
BI-RTGS yang bersifat gro:
transaksi dilakukan secara terus-menerus sepanjang hari, sehingga
settlement menyebabkan penyelesaian per
diperlukan likuiditas yang tinggi. Pemanfaatan FLI/FLIS oleh peserta
tetap mensyaratkan adanya jaminan yang berkualitas, biasanya dalam
bentuk sertifikat BI (SBI) atau sertifikat wadiah BI (SWBI) dan wajib
diselesaikan pada hari yang sama.
BI-RTGS merupakan settlement processor yang menjadi sarana
penyelesaian akhir bagi transaksi pembayaran ritel yang meliputi
pembukuan hasil kliring yang diselenggarakan oleh BI (SKNBI) serta
hasil kliring APMK (kartu ATM/kartu debit/kartu kredit). Selain
transaksi pembayaran ritel, BI-RTGS juga menjadi sarana pelimpahan
penyelesaian akhir transaksi serah dana perdagangan sekuritas,
transaksi perdagangan valasantarbank, setelmen dana operasi moneter/
operasi pasar terbuka (OPT), transaksi pembayaran pemerintah, dan
transaksi surat berharga.
Sistem BI-RTGS memiliki prosedur penanganan dalam kondisi
gangguan dan/atau keadaan darurat, antara lain prosedur penanganan
keadaan darurat (contingency plan), fasilitas back up, dan business
continuity plan (BCP). Selain itu, penyelenggara juga menyediakan
fasilitas guest bank kepada peserta sebagai sarana back up pada lokasi
20 Ibid.
29penyelenggara dalam rangka gangguan dan atau keadaan darurat
untuk mencegah kegagalan peserta dalam menggunakan sarana RTGS
terminal untuk proses setelmen melalui sistem BI-RTGS.”
Sesuai Pasal 8 UU BI (UU 23/1999 jo. UU 3/2004 jo. UU 6/2009),
salah satu tugas BI adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, BI berwenang
melaksanakan sistem pembayaran, memberi izin penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran
untuk menyampaikan laporan kepada BI, dan menetapkan penggunaan
alat pembayaran (Pasal 15).
Fungsi BI sebagai otoritas sistem pembayaran termasuk berperan
sebagai pembuat peraturan (regulator) dan pengawas (overseer) BI-
RTGS. Dalam menjalankan peran sebagai regulator, BI menetapkan
landasan hukum yang kuat untuk penerapan, menentukan peran, serta
tanggung jawab penyelenggara dan peserta sistem BI-RTGS.
Dalam menjalankan peran sebagai pengawas (overseer), BI me-
mastikan bahwa penyelenggaraan BI-RTGS memenuhi prinsip 10 core
stem (CP-SIPS)
dari Bank for International Settlement (BIS) seperti yang diatur dalam
peraturan sistem BI-RTGS untuk mendukung stabilitas sistem keuangan
dengan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen. Fungsi penga-
principles for systematically important payment
wasan dilakukan melalui pembuatan ketentuan, pertemuan konsultasi
dengan penyelenggara, monitoring, dan penilaian (assessment).
Salah satu bentuk kegiatan pengawasan yang dilakukan BI adalah
mewajibkan penyelenggara dan peserta memiliki standar pengamanan
yang memadai. Untuk menilai keamanan penyelenggaraan BI-RTGS,
BI dapat meminta auditor/pemeriksa teknologi informasi independen
untuk melakukan kegiatan audit keamanan (security audit). Kegiatan
audit ini dilakukan terhadap aplikasi maupun jaringan (network)
yang digunakan dalam sistem BI-RTGS, dengan tujuan mendapatkan
ke
akinan bahwa sistem BI-RTGS yang diselenggarakan telah aman
21 Ibid.
22 Ibid.
30dan andal. Selain itu, BI juga mewajibkan penyelenggara dan seluruh
peserta melakukan uji coba terhadap sistem pendukung dan rencana
penanggulangan kondisi darurat secara periodik. Pemenuhan per-
syaratan sebagai peserta dan kepatuhan peserta terhadap ketentuan
yang ditetapkan oleh penyelenggara RTGS juga menjadi satu perhatian
dalam kegiatan pengawasan, di samping pemenuhan kewajiban untuk
melaporkan hasil pemeriksaan internal terhadap operasional RTGS di
sisi peserta.?
Sebagai penyelenggara (operator) sistem BI-RTGS, BI memiliki
tanggung jawab sebagai berikut.
1. Menyelenggarakan BI-RTGS dengan menerapkan prinsip
efisien, cepat, aman, dan andal.
2. Memberikan penjelasan kepada peserta mengenai risiko
finansial terkait keikutsertaan dalam sistem BI-RTGS dan
peserta harus mengelola risiko tersebut.
3. Memastikan kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang
telah ditetapkan, termasuk menerima laporan internal audit
terkait penyelenggaraan BI-RTGS oleh peserta.
Dalam penyelenggaraan sistem BI-RTGS, penyelenggara menye-
diakan infrastruktur dan pelayanan kepada peserta meliputi infra-
struktur dan fasilitas untuk penyelenggaraan sistem BI-RTGS, antara
lain perangkat keras, aplikasi RCC (software), jaringan komunikasi
data (leased line), fasilitas dial up, help-desk untuk membantu peserta
menghadapi kesulitan operasional, memberi pelatihan kepada peserta,
memiliki prosedur penanganan kondisi gangguan/darurat (disaster
recovery plan-DRP dan business continuity plan-BCP), melakukan
uji coba secara berkala dengan melibatkan peserta, serta mengadakan
pertemuan rutin dengan kelompok pengguna (user group).**
23 Ibid.
24 Ibid.
314aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.10.
Atas dasar DKE debit yang diterima, PKL akan melakukan per-
hitungan kliring debit.
PKL mengirimkan hasil perhitungan kliring debit lokal ke SSK.
Mencetak laporan hasil kliring debit untuk selajutnya didis-
tribusikan kepada seluruh peserta bersamaan dengan warkat
debit.
Setelah hasil perhitungan kliring debit lokal dari seluruh penye-
lenggara kliring diterima oleh SSK akan dilakukan perhitungkan
kliring debit secara nasional.
Selanjutnya SSK melakukan simulasi FtS.
Apabila hasil perhitungan kliring debit nasional,
a. Bank "menang kliring (posisi kredit)’, seluruh cash prefund
yang telah disediakan dikredit kembali ke rekening giro
bank bersamaan dengan pengkreditan hasil kliring yang
bersangkutan.
b. Bank "kalah kliring (posisi debit)”, sistem secara otomatis
akan melakukan penyelesaian atas kewajiban bank tersebut
dengan urutan sebagai berikut
- Pertama-tama sistem akan menggunakan cash prefund
yang telah disediakan bank;
- Apabila kewajiban bank masih lebih besar dari cash
prefund, kekurangannya akan dipenuhi dari dana yang
tersedia pada rekening giro bank;
- Apabila kewajiban bank masih lebih besar dari cash
prefund dan saldo rekening giro, atas kekurangan saldo
rekening giro bank tersebut sistem akan menggunakan
fasilitas likuiditas intrahari kliring (FLI-Kliring) atau
fasilitas likuiditas intrahari syariah kliring (FLIS-
Kliring) berdasarkan collateral prefund yang disediakan
oleh bank.
- Apabila kekurangan saldo rekening giro bank masih
belum dapat ditutup dengan FLI-Kliring/FLIS-Kliring,
kekurangan tersebut ditutup dengan surat berharga bank
yang ada pada rekening FLI-RTGS atau FLIS-RTGS.
a1.
42
- Pelunasan FLI-Kliring/FLIS-Kliring dan FLI-RTGS/
FLIS-RTGS harus dilakukan sebelum tutup sistem BI-
RTGS.
- Apabila sampai dengan akhir hari FLI-Kliring/FLIS-
Kliring belum dapat dilunasi akan menjadi fasilitas
pendanaan jangka pendek (FPJP) atau fasilitas
pendanaan jangka pendek syariah (FPJPS).
Setelah proses kliring debit selesai, peserta dapat memperoleh
DKE inward dengan cara men-download dari SSK atau dari KPK
melalui media rekam data elektronis @isket, flashdisk, atau CD).
Mekanisme kliring kredit secara umum sebagai berikut.
Sebelum kegiatan kliring kredit dimulai, bank wajib menyediakan
prefund.
Peserta membuat DKE kredit berdasarkan aplikasi transfer.
Mengirimkan DKE kredit ke SSK.
Pengiriman DKE kredit dapat dilakukan secara online maupun
offline tergantung dengan jenis TPK yang digunakan oleh
peserta.
Untuk peserta yang menggunakan TPK offline, penyampaian
DKE kredit dilakukan dengan menggunakan media rekam data
elektronis (disket, flashdisk, atau CD) yang diserahkan ke PKL
dan selanjutnya DKE tersebut oleh PKL dikirim ke SSK.
SSK akan melakukan penggabungan dan perekaman seluruh DKE
kredit yang diterima.
Atas dasar DKE kredit yang diterima, SSK melakukan perhitungan
kliring kredit secara nasional.
Selanjutnya SSK melakukan simulasi FtS. Apabila hasil simulasi
FtS tersebut menunjukkan nilai negatif, bank dapat menambahkan
kekurangan atas prefund sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan.
Setelah batas akhir penambahan prefund, SSK melakukan per-
hitungan hasil kliring kredit nasional. Hasil perhitungan tersebut
akan dibukukan ke rekening giro bank di sistem BI-RTGS9. _ Setelah SSK selesai melakukan proses perhitungan kliring kredit
secara nasional, KPK dapat men-download DKE inward dan
laporan hasil kliring kredit dari SSK.
10. PKL akan mendistribusikan DKE inward dalam bentuk media
rekam data elektronis (disket, flashclisk, atau CD) dan laporan
hasil kliring kredit kepada peserta yang menggunakan jenis TPK
offline.
11. Setelah SSK selesai melakukan proses perhitungan kliring kredit
secara nasional, peserta dengan menggunakan TPK online dapat
men-donwload DKE inward dan laporan hasil kliring kredit dari
SSK»
Dalam penyelenggaraan SKNBI, Bank Indonesia mengenakan
biaya proses kepada peserta yang besarnya sebagai berikut.
1. Kliring Debit
Biaya proses kliring debit untuk wilayah kliring yang pemilahan
warkat debitnya dilakukan secara otomasi sebesar Rp1.500 (seribu
lima ratus rupiah) per transaksi dengan rincian Rp1.000 (seribu
rupiah) untuk proses DKE debit dan Rp500 (lima ratus rupiah)
untuk proses warkat debit.
Biaya proses kliring debit untuk wilayah kliring yang pemilahan
warkat debitnya dilakukan secara manual sebesar Rp1.000 per
transaksi yang merupakan biaya proses DKE Debit.
2, Kliring Kredit
Biaya proses kliring kredit sebesar Rp1.000 (seribu rupiah) per
transaksi. °°
Untuk mendapat informasi lebih lanjut tentang sistem kliring
nasional Bank Indonesia (SKN-BI), pembaca dapat menghubungi:
35 Ibid.
36 Ibid.
43aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.aa
You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this
book.Tabel 1
Perbedaan Pengawasan Perbankan dan
Pengawasan Sistem Pembayaran (www.bi.go.id)
Pengawasan Sistem
Pembayaran
Pengawasan Bank
Objek yaitu sistem pemba-
yaran dan instrumen
Objek yaitu individu bank
dan lembaga keuangan
Pembayaran
pengendalian risiko sistemik
Kesehatan lembaga keuangan,
solvabilitas dan likuiditas
Kelancaran sistem
pembayaran
Meliputi analisa atas desain,
pengaturan operasional,
dan pelaksanaan sistem
pembayaran
Analisa mendalam terhadap
masing-masing institusi/
on site inspection
Kombinasi antara ketentuan
dan imbauan
Ketentuan/peraturan
Dilaksanakan oleh bank
sentral
Dilaksanakan oleh bank
sentral atau otoritas lain yang
berwenang
Tabel
Sistem Pembayaran di Indonesia
(www.bi.go.id)
Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara | Peserta
Bank - Transfer kredit Bank Indonesia _ | 145 bank
Indonesia-real | - Transaksi termasuk unit
time gross menggunakan usaha syariah
settlement central bank
system (BI- money
RTGS)
52No. | Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara | Peserta
= Lebih diutamakan — 5lembaga
untuk transaksi selain
nilai besar dan bank (LSB)
bersifat penting, anpeserts
seperti transaksi
pengelolaan dari BI
moneter, transaksi
pemerintah,
transaksi pasar
uang antarbank,
transaksi
setelmen hasil
kliring antarbank
dan kliring pasar
modal.
- Setelmen untuk
transaksi surat
berharga (SBI
dan SUN) yang
setelmen-nya
dilakukan
pada sistem
Bank Indonesia
seripless
securities
settlement system
(BI-SSSs)
- Mekanisme gross
settlement dan
bersifat no money
no game
53No Sistem Tipe Transaksi | Penyelenggara Peserta
2. | Sistemkliring | - Transfer kredit Bank Indonesia - 142 bank
nasional Bank untuk transaksi termasuk
Indonesia ritel dengan unit usaha
(SKNBI) nilai di bawah syariah
Rpioo juta _: Hank
- Kliring warkat Indonesia
debit (cek, bilyet
giro, dan nota
debit lainnya)
- Mekanisme net
settlement
- Untuk kliring
debit berlaku
mekanisme no
money no game
3. | Bank - Berfungsi Bank Indonesia | — 138 bank
Indonesia sebagai sarana umum
ipless setelmen dan termasuk
securities
settlement
system (BI-
SSS)
pencatatan
kepemilikan
surat berharga
secara
elektronis
- Setelmen surat
berharga yang
dilakukan
melalui BI-
SSSS dilakukan
secara DvP
unit usaha
syariah
= 16 sub
registry
yang
terdiri atas
bank yang
serupa
dengan
lembaga
custodian
= 16 lembaga
selain bank
= 6 peserta
dari BI
54No Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara Peserta
4. Central - Setelmen PT Kustodian Seluruh
depository dana untuk Sentral Efek anggota
and book penyelesaian Indonesia (KSEI) | Bursa Efek
entry sisi dana dari Indonesia
settlement transaksi
system sekuritas yang
(C-Best) diperdagangkan
di pasar modal
— Setelmen dana
dilakukan
melalui empat
bank setelmen
yang menjadi
tempat rekening
anggota bursa
5. | Mekanisme | - Penyelesaian Bank Indonesia | 35 bank
setelmen (setelmen) untuk sisi umum
USD/IDR dari transaksi- IDR dan Hong termasuk
payment transaksi Kong Monetary | unit usaha
versus jual-belidolar | Authority syariah
payment Amerika Serikat | untuk USD
(PvP) (USD) terhadap
rupiah (IDR)
antarbank di
Indonesia
- Dilakukan
melalui BI RTGS
untuk sisi IDR
dan melalui USD
CHATS untuk
usD
- Dilakukan
melalui BI RTGS
untuk sisi IDR
dan melalui USD
CHATS untuk
USD
55No| Sistem Tipe Transaksi | Penyelenggara | Peserta
6. | Jaringan ‘Transfer dana — PT Artajasa — 74 bank
prinsipal elektronik Pembayaran anggota
kartu ATM Kk Elektroni
« tw ; lca an jektronis — 39 bank
masiona: arty (ATM Bersama) anggota
— PT Rintis arte
Sejah-tera anggota
(PRIMA)
- PT Alto
Network
7. | Internal Transfer dana Beberapa bank 8 bank
ATMbank | elektronik dengan | yang menyediakan | anggota
(proprietary | menggunakan fasilitas tersebut
ATM) kartu ATM untuk
pembukuan
antarrekening di
bank yang sama
8. | Jaringan ‘Transfer dana - Mastercard = 10 bank
prinsipal elektronik International anggota
kartu ATM menggunakan ~ Visa Inter- = solbanik
kart ATM national (Plus) | kon-
yensional
& Unit
Usaha
Syariah
(uus)
9. | Jaringan Transfer dana — PT Rintis - Tujuh
prinsipal secara elektronik Sejahtera bank
kartu debit melalui point of (Debit Prima) kon-
(nasional) sales (jaringan vensional
yang terpasang - PT Artajasa dan UUS
pada merchant) Pembayaran .
Elektronis = Empat
(Debit ATM bank
Bersama)
— PT Alto
Network
56