You are on page 1of 292
mereias genevas Bok U ntu NQ dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik Plus Tip Bijak: ~ Memanfaatkan Kartu ATN-Debit, BONus sCD Kartu Kredit, & Vang Elektronik = Menghadapi Debt Collector = Menyelesaikan Piutang Macet ea Ir. R. Serfianto D.P. = Iswi Hariyani, SH, MH Cita Yustisia Serfiani, SH Perundang in undangan UNTUNG DENGAN KARTU KREDIT, KARTU ATM-DEBIT, & UANG ELEKTRONIK Penulis :Ir.R. Serfianto Dibyo Purnomo, Cita Yustisia Serfiyani, SH, & Iswi Hariyani, SH, MH Penyunting : Zulfa Simatur Pendesain Sampul & Penata Letak: EM. Giri P Mlustrasi Sampul & Isi : khz (ilustrasi diambil secara legal dari www.bigstockphoto.com) Redaksi JI. H. Montong No. 57, Ciganjur- Jagakarse, Jakerta Selatan 12630 Tip. (021) 78883030, Faks. (021) 7270996 Email :visimediaciganjur@gmail.com redeksi@visimediapustaka.com Web : wwwyisimediapustaka.com Pemasaran Transmedia Pustaka, JI. Moh. Kahfill No. 12A, Cipedak - Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630 Tip. (021) 78881000, Faks. (021) 78882000 Email : pemasaran@transmediapustaka.com Cetakan pertama, Maret 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang Katalog Dalam Terbitan (KDT) Ir. R.Serfianto Dibyo Purnomo, Cita Yustisia Serfiyani, SH, & Iswi Hariyani, SH, MH Untung dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik/Serfianto Dibyo Purnomo, Cita Yustisia Serfiyani, & lswi Hariyani; penyunting, Zulfa Simatur —Cet. 1. — Jakarta: Visimedia, 2012 vi + 338 him; 150x230mm ISBN 979-065-125-2 1. Hukum/Bisnis LJudul II, Zulfa Simatur Jika Ancla menemukan cacat produksi berupa halaman terbalik, halaman tak berurut, halaman kosong yang seharusnya bersi, halaman tidaklengkap, halaman terlepas, tulisan tidak terbaca, atau kombinasi dari hal-hal tetsebut,slakan meghubungi kami dan mengirimkan buku tersebut beseria alamat lengkap Andake alamat Penerbit Visimedia, Kami akan menggantinya dengan buku baru untuk judul yang sama. Syarat lampirkan bukti pembelian dan kicimkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hat! (cap pos) setelah tanagal pembelian PRAKATA _ iii DAFTARISI v 1 SISTEM PENYELESAIAN TRANSAKSI PEMBAYARAN 23 A.__ Sistem BI-RTGS 23 Sistem BI-SSSS__ 33 Sistem Kliring Nasional (SKN) 36 Pengawasan Sistem Pembayaran 48 B. Cc. D. DASAR HUKUM & PENGAWASAN KELEMBAGAAN 61 A. Dasar Hukum APMK & Uang Elektronik 61 B. _Pengawasan Kelembagaan APMK & Uang Elektronik 70 C.__ Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 72 KARTU ATM-DEBIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN 83. UANG ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN 97 KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN DAN PEMBIAYAAN 114 PRINSIP MENGENAL NASABAH APMK & UANG. ELEKTRONIK 134 A. Ruang Lingkup Prinsip Mengenal Nasabah 131 B. — Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah 139 nn 12 14 ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN APMK & UANG ELEKTRONIK 151 A. Perlindungan Konsumen APMK & Uang Elektronik 151 Hak dan Kewajiban Konsumen serta Pelaku Usaha 162 Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha 166 Tanggung Jawab Pelaku Usaha 171 hoa w Lembaga Perlindungan Konsumen (BPKN, LPKSM, BPSK) 174 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO 187 TIP BISAK MEMANFAATKAN KARTU ATM-DEBIT & UANG ELEKTRONIK 197 A. Tip Bijak Memanfaatkan Kartu ATM-Debit 197 B. Tip Bijak Memanfaatkan Uang Elektronik 204 TIP BIJAK MEMANFAATKAN KARTU KREDIT 2414 TIP BIJAK MENGHADAPI PENAGIH UTANG KARTU. KREDIT 229 TIP BIJAK MENYELESAIKAN PIUTANG MACET KARTU KREDIT 243 A. Mengantisipasi Piutang Macet SecaraUmum 243 B. Menyelamatkan Piutang Macet SecaraUmum 248 C. Menyelesaikan Piutang Macet 250 D. Menyelamatkan dan Menyelesaian Piutang Macet Kartu Kredit 252 SUMBER BACAAN 263 DAFTARISTILAH 273 TENTANG PENULIS 337 vi ———— SEKILAS APMK & UANG ELEKTRONIK Alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) terdiri dari kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit. Sementara itu, kartu prabayar saat ini tidak lagi digolongkan APMK melainkan sebagai uang elektronik (e-money). Uang elektronik ada yang berbentuk kartu (card based) maupun nonkartu (server based). APMK dan uang elektronik tergolong alat pembayaran nontunai (non cash) yang pada masa mendatang diyakini akan semakin meluas penggunaannya di tengah masyarakat. Pengawasan APMK dan uang elektronik terdiri dari pengawasan terhadap “sistem pembayaran” dan pengawasan terhadap “aspek kelem- bagaan’. Sebagai bagian dari sistem pembayaran nasional, penyeleng- garaan APMK dan uang elektronik diawasi oleh Bank Indonesia (BI). Di sisi lain, perusahaan penyelenggara yang berbentuk perbankan akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pengguna APMK (kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit) wajib menjadi nasabah bank, tetapi hal ini tidak berlaku pada penggguna uang elektronik. Pembayaran menggunakan uang elektronik tidak memerlukan proses otorisasi rekening nasabah. Pada uang elektronik telah terekam sejumlah nilai uang, sehingga pada prinsipnya seseorang yang memiliki uang elektronik sama dengan memiliki uang tunai, tetapi nilai uangnya telah dikonversikan dalam bentuk data elektronis. BI berupaya meningkatkan standar keamanan APMK dengan menerapkan aturan kartu berbasis chip menggantikan pita magnetik. Kartu kredit sudah bermigrasi ke teknologi chip sedangkan kartu ATM/ debit masih dalam proses. Kartu ATM/debitharus sudah menggunakan teknologi chip paling lambat 1 Januari 2016 Kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit saat ini diatur dalam PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK. Sementara itu, uang clektronik diatur dalam PBI Nomor 11/12/PBI/ 2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money). PBI Nomor 11/11/ PBI/2009 saat ini telah diperbaharui berdasarkan PBI 14/2/PBI/2012. Pembaharuan PBI tersebut terutama disebabkan, karena banyaknya kasus pelanggaran dan tindak pidana yang terkait dengan kartu kredit. Pasal 18 PBI Nomor 14/2/PBI/2012 secara tegas melarang penggunaan kartu kredit di luar peruntukan sebagai alat pembayaran. Penerbit dan acquirer wajib menjaga agar kartu kredit tidak digunakan di luar peruntukan sebagai alat pembayaran. Pelarangan tersebut diperlukan, karena selama ini banyak terjadi penyimpangan kartu kredit sebagai alat spekulasi. Banyak pengguna yang bersekongkol dengan pedagang tertentu untuk mendapatkan uang tunai melalui transaksi jual-beli barang/jasa “bohong-bohongan” atau yang lazim disebut “gesek tunai” (gestun). Dalam PBI 14/2/PBI/2012 dan Surat Edaran BI yang akan diterbitkan kemudian, seseorang baru boleh memiliki kartu kredit setelah berusia 21 tahun atau sudah menikah. Untuk kartu tambahan, calon pengguna harus sudah berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah. Mereka yang memiliki pendapatan kurang dari Rp3 juta per bulan atau Rp36 juta per tahun tidak boleh memiliki kartu kredit. Batas kredit seseorang yang berpendapatan Rp3 juta sampai dengan Rpio juta per bulan adalah sebesar tiga kali pendapatan per bulan. Jumlah kartu kredit juga dibatasi yaitu paling banyak dari dua penerbit untuk yang berpendapatan Rp3 sampai dengan Rp1o juta per bulan. Bagi yang berpendapatan lebih dari Rp1o juta per bulan, jumlah maksimum kartu dan plafon kredit maksimum ditentukan berdasarkan analisis risiko oleh penerbit kartu kredit. BI juga menetapkan batas maksimum suku bunga yaitu sekitar tiga persen per bulan untuk pembelanjaan. Pembayaran tagihan minimum per bulan ditetapkan sebesar 10 persen dari total tagihan. Pemegang kartu kredit wajib diberitahu bahwa tagihan yang tidak dibayar penuh akan dikenai bunga. BI melarang pengenaan bunga terhadap biaya, denda, dan bunga terutang. Bunga hanya boleh dikenakan terhadap pokok utang dari transaksi yang belum dibayar, sehingga tidak ada lagi perhitungan “bunga-berbunga”. BI masih mengijinkan penggunaan debt-collector asalkan tidak melakukan ancaman dan kekerasan, tidak menagih kepada pihak selain pemegang kartu, serta hanya boleh melakukan penagihan pada pukul 08.00 — 20.00 waktu setempat BANK INDONESIA DALAM SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL Kegiatan bisnis alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) terdiri dari kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit; serta uang elektronik merupakan bagian integral dari sistem pembayaran nasional (SPN) sehingga perlu diawasi Bank Indonesia (BI). SPN adalah sistem pembayaran yang dikembangkan oleh BI, berisi seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Komponen SPN meliputi alat pembayaran, mekanisme kliring, hingga penyelesaian akhir transaksi (settlement). Komponen lain adalah lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan sistem pembayaran, yaitu bank, lembaga keuangan bukan bank (LKBB), lembaga bukan bank penyelenggara transfer dana, lembaga selain bank (LSB) penerbit uang elektronik, perusahaan switching, hingga BI selaku bank sentral. Perubahan alat pembayaran berkembang sangat pesat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi serta kebutuhan manusia. Pada masa awal mula peradaban manusia, dikenal alat pembayaran dengan sistem barter atau tukar-menukar dengan barang yang nilainya dianggap sama. Selanjutnya, umat manusia mulai mengenal uang logam berupa emas, perak, atau perunggu sebagai alat pembayaran. Kemudian disusul dengan era hadirnya uang kertas sebagai alat pembayaran yang sah. Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang kertas dan uang logam). Uang kartal hingga kini masih memegang peran penting, khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat modern, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal cenderung lebih kecil dibanding uang giral. Sesuai data BI tahun 2005, perbandingan uang kartal terhadap jumlah uang beredar sebesar 43.3 persen. Pemakaian uang kartal memiliki kendala efisiensi, karena biaya pengadaan dan pengelolaannya tergolong mahal, memi mudah hilang, mudah dicuri, atau mudah dipalsukan. Berdasarkan i risiko alasan itulah BI berinisiatif mendorong tumbuhnya budaya masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai atau yang lazim dinamakan “masyarakat nontunai” atau cashless society.’ Seiring perkembangan zaman, alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash) ke alat pembayaran nontunai (non cash). Alat pembayaran nontunai terdiri dari: 1. alat pembayaran menggunakan kertas (paper based) seperti cek dan bilyet giro; 2. alat pembayaran tanpa kertas (paperless) seperti transfer dana elektronik; dan 3. alat pembayaran menggunakan kartu (card-based) yaitu kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan kart prabayar. 1 Bank indonesia (www.bigoid) Alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) terdiri dari kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit. Sementara itu, kartu prabayar saat ini tidak lagi digolongkan APMK melainkan sebagai uang elektronik atau electronic money (e-money). Uang elektronik ada yang berbentuk kartu (card based) maupun nonkartu (server based). Perbedaan pokok antara APMK dengan uang elektronik antara lain dalam hal status konsumen. Konsumen APMK diharuskan menjadi nasabah bank yang bersangkutan, sehingga harus punya rekening tabungan (untuk mendapat kartu ATM dan kartu debit) atau rekening kartu kredit. Sementara itu, konsumen uang elektronik tidak perlu menjadi nasabah bank, sehingga dapat langsung membeli uang elektronik melalui pihak penerbit (bank atau perusahaan telekomunikasi). Prinsip kerja uang elektronik dapat diibaratkan dengan kartu prabayar pulsa telepon, yakni produk tersebut baru bisa digunakan jika telah diisi dengan “pulsa” atau setoran dana tertentu. Konsumen dapat mengisi ulang uang elektronik melalui ATM, via telepon seluler (handphone), atau mengisi ulang secara tunai via agen penjualan yang ditunjuk oleh penerbit (bank atau perusahaan telekomunikasi). Uang elektronik dapat digunakan untuk membayar berbagai macam transaksi seperti membeli pulsa telepon, berbelanja barang/jasa, membayar ongkos jalan tol, membeli tiket pesawat terbang, membayar tiket bus atau kereta api, dan membeli BBM di SPBU. Alat pembayaran nontunai sudah berkembang di masyarakat Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa jasa pembayaran nontunai yang dilakukan lembaga bank maupun lembaga selain bank (LSB) dalam proses pengiriman dana, penyelenggaraan kliring, maupun sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah tersedia dan dapat ber- langsung di Indonesia. Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan oleh BI melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan sistem kliring nasional BI (SKNBI). Sistem BI- RTGS adalah muara bagi seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia Hampir 95 persen transaksi keuangan di Indonesia yang bernilai besar dan bersifat mendesak seperti transaksi di pasar uang antarbank (PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas), serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, BI-RTGS melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari. Sementara itu, transaksi nontunai dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) dan uang elektronik yang dilakukan oleh bank dan LSB nilai transaksinya hanya Rp8,8 triliun per hari2 BI-RTGS sangat penting dalam mendukung kelancaran sistem pembayaran nasional, sehingga harus dijaga kontinuitas dan sta- bilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS mengalami gangguan, akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan di dalam negeri. Hal itu belum memperhitungkan dampak material dan nonmaterial dari macetnya sistem BI-RTGS. Untuk itulah BI sangat peduli dalam menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai systemically important payment system (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent). Merupakah hal wajar apabila BI sangat peduli dalam menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, keandalan teknologi, jaringan pendukung, dan aturan main dalam implementasinya. Selain SIPS, dikenal pula system wide important payment sys- tem (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan oleh masyarakat luas. Sistem kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS. BI juga peduli dengan SWIPS, karena sistem ini digunakan oleh masyarakat. Apabila terjadi gangguan, kepentingan masyarakat untuk melakukan pembayaran akan terganggu, kepercayaan masyarakat terhadap sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses dalam sistem akan ikut terpengaruh. BI tidak semata-mata peduli terhadap terciptanya efisiensi dalam sistem pembayaran nasional, tetapi juga peduli dengan kesetaraan akses 2 Wid. 3 Ibid. hingga ke urusan perlindungan konsumen. Yang dimaksud “terciptanya sistem pembayaran yang efisien” adalah BI memberi kemudahan bagi semua pengguna untuk memilih metode pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah dengan biaya serendah mungkin. Yang dimaksud dengan “kesetaraan akses” adalah BI akan memperhatikan penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran bagi siapapun penggunanya. Sementara itu, aspek perlindungan konsumen mewajibkan penyelenggara mengadopsi asas-asas perlindungan konsu- men seeara wajar dalam penyclenggaraan sistem pembayaran.* Saat ini, lembaga selain bank (LSB) semakin berperan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran nasional. LSB banyak yang melakukan kerja sama dengan perbankan, baik sebagai penyedia jaringan atau sebagai penerbit instrumen pembayaran. BI berperan besar sebagai penyelenggara kegiatan penyelesaian transaksi-transaksi (settlement) melalui tiga sistem yang utama, sebagai berikut. i Bank Indonesia real time gross settlement (BI-RTGS), 2. Sistem kliring nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan 3 Bank Indonesia scripless securities settlement system (BI- SSSS) Dalam penguatan infrastruktur sistem pembayaran, BI sebagai penyelenggara sistem pembayaran mulai mengoperasikan layanan ‘s-payment (PvP) pada sistem BI-RTGS. Layanan penyelesaian setelmen dari transaksi jual beli valuta asing setelmen payment-versi khususnya United States Dollar (USD) terhadap Indonesian Rupiah (IDR) dilakukan secara bersamaan. Hal ini untuk menghindari ter- jadinya risiko kegagalan setelmen pada saat dilakukan pertukaran nilai mata uang. Selain itu, dengan kecenderungan transaksi pembayaran ke depan yang semakin tiada batas tentunya memunculkan kebutuhan likuiditas yang semakin tinggi bagi para pelaku ekonomi, antara lain 4 Ibid. ragam derivasi produk keuangan global dan hilangnya batasan wilayah ekonomi regional yang digagas melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) maupun kerja sama regional lainnya.> Selain layanan setelmen PvP, penguatan infrastruktur lainnya adalah penyatuan penyelenggaraan fungsi setelmen surat berharga pada BI-SSSS ke dalam penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan setelmen pada BI-RTGS. Penyatuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan kegiatan setelmen dana, surat berharga berikut infrastruktur, dan sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan BI kepada pihak terkait. BI juga menyempurnakan sistem kliring nasional BI (SKNBI) un- tuk meminimalkan risiko kredit pada kegiatan kliring debit. Penerapan prinsip no money no game pada proses penghitungan kliring debit yang baru, menuntut bank selalu menjaga kecukupan pendanaan awal agar dapat digunakan memenuhi kewajiban tagihan pembayaran dari bank lain. Hal ini mendorong bank peserta kliring melakukan pengelolaan likuiditas lebih baik dan efisien. Perkembangan industri pembayaran ritel diarahkan pada penciptaan interoperability antarsistem yang digunakan untuk menciptakan keamanan dan efisiensi sistem pembayaran. Standardisasi nasional instrumen kartu ATM/debit adalah salah satu contohnya. Dilatarbelakangi isu keamanan bertransaksi dengan kartu ATM/debit, penggunaan teknologi chip diyakini dapat meminimalkan kejahatan pada kartu ATM/debit. Interoperability antarsistem juga diciptakan pada penyelengga- raan uang elektroni! . Dengan semakin maraknya penggunaan uang elektronik di masyarakat yang sampai akhir 2010 mencapai Rp693,5 miliar, interoperability dilakukan dengan mulai menciptakan uang elektronik berbasis chip yang bersifat multi guna (multi purpose) yang dapat digunakan untuk membayar berbagai macam transaksi. 5 Ibid. 6 Ibid. 10 BI juga memperkuat kelembagaan industri pembayaran dengan mendirikan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang Indonesia (APPUD). ASPI dan APPUI diharapkan mampu menjadi mitra strategis Bl dalam mendorong kondisi dan perilaku pasar yang kompetitif. Keberadaan ASPI juga diharapkan dapat menjadi pendukung utama kebijakan penataan infrastruktur sistem pembayaran yang digulirkan BI’ Perkembangan sistem pembayaran juga harus memerhatikan aspek perlindungan konsumen. Implementasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, seca- ra umum masih belum optimal dirasakan manfaatnya oleh konsumen, khususnya pada saat melakukan kegiatan transfer dana. Oleh karena itu, pemerintah dan BI menggarap serius RUU Transfer Dana yang diajukan oleh pemerintah sebagai landasan dan perlindungan hukum yang setara bagi setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan transfer dana termasuk kegiatan transfer dana antara penyelenggara dan nasabah. Dengan adi melakukan setiap aktivitas transfer dana yang kian hari kian meningkat. UU Transfer Dana, masyarakat dapat dengan nyaman dan aman Transaksi transfer dana di seluruh sistem pembayaran sampai dengan akhir 2010 bernilai Rps8,1 ribu triliun dengan total jumlah sebanyak 2,1 miliar transaksi.® Sebagaimana diketahui, tujuan utama pendirian BI sesuai UU BI adalah untuk mencapai dan memelihara stabilitas nilai tukar mata uang rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap harga barang/jasa, serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap harga barang/ jasa diukur atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah sangat penting guna mendukung pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. 7 Ibid. 8 Ibid. Guna mencapai tujuan pokok menjaga stabilitas nilai mata uang rupiah, BI berdasarkan UU BI diberi tiga macam tugas dan kewenangan, sebagai berikut. I Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 3. Mengatur dan mengawasi bank. Pelaksanaan ketiga macam tugas tersebut mempunyai keterkaitan dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan BI antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan pengendalian suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pem- bayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat sebagai sasaran tugas mengatur dan mengawasi bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat diharapkan dapat mendukung upaya pengendalian moneter, mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan oleh BI melalui sistem perbankan nasional. Sejak pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tugas dan kewenangan yang dimiliki BI saat ini hanya tinggal menjadi dua macam, sebagai berikut. 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 9 Pasal 7 dan Pasal 8 UU 23/1999 tentang Bank Indonesia Sementara itu, tugas BI dalam pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan selanjutnya dialihkan kepada OJK. Tidak hanya itu, OJK juga akan mengambilalih semua tugas dan kewenangan Bapepam-LK dalam bidang pengaturan dan pengawasan pasar modal, lembaga keuangan nonbank (lembaga pembiayaan dan Jembaga penjaminan), asuransi, dan dana pensiun. Dengan demikian, OJK merupakan lembaga pengawas sektor industri jasa keuangan yang memiliki kewenangan sangat besar (super body). Guna mendukung tujuan BI dalam menjaga stabilitas nilai mata uang rupiah, diperlukan pengaturan dan pengelolaan kelancaran sistem pembayaran nasional (SPN). Kelancaran SPN perlu didukung infrastruktur yang andal dan memadai agar dapat memperlancar pelaksanaan kebijakan moneter. Apabila kebijakan moneter berjalan lancar, pada akhirnya dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. BI adalah lembaga negara yang diberi kewenangan untuk meng- atur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional (SPN). Scbagai otoritas moneter, BI selaku bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Di samping itu, BI juga memi kewenangan memberikan persetujuan, perizinan, serta melakukan pengawasan terhadap SPN. Dalam mendukung upaya menciptakan SPN yang andal, BI juga menyelenggarakan sistem penyelesaian transaksi pembayaran (settlement) antarbank melalui infrastruktur bernama settlement (BI-RTGS). Dengan adanya BI-RTGS, diharapkan semua kegiatan transaksi pembayaran antarbank dapat berlangsung cepat, tepat, mudah, dan murah. Bl-real time gro Dalam pelaksanaan SPN, BI juga berperan sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu, seperti cek dan bilyet giro. BI selaku bank sentral adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti mata uang rupiah. BI berhak mencabut, menarik, hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tidak berlaku dari peredaran. BI juga berhak menetapkan sejumlah kebijakan misalnya tentang alat pembayaran yang boleh dipergunakan di Indonesia BI berwenang menentukan standar alat-alat pembayaran serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. BI selaku bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem penyelesaian transaksi (settlement). Pada akhirnya, BI juga diharuskan menetapkan kebijakan yang terkait dengan pengendalian risiko, efisiensi, serta tata kelola yang baik dalam implementasi SPN. BI selalu berupaya dapat memenuhi kebutuhan uang tunai di masyarakat dalam jumlah/nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar (clean money policy) Untuk mewujudkan clean money policy, BI melakukan pengelolaan pengedaran uang mulai dari pengeluaran, pengedaran, pencabutan, penarikan, sampai dengan pemusnahan uang. BI juga aktif mendorong munculnya beragam jenis pembayaran nontunai seperti cek, bilyet giro, kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik. Penggunaan uang tunai dalam transaksi pembayaran banyak dipilih masyarakat karena alasan kebiasaan. Masyarakat sudah terbiasa bertransaksi menggunakan uang tunai, Namun, jenis transaksi tunai ini menimbulkan banyak risiko jika nilainya sangat besar. Apabila semua pembelian barang/jasa menggunakan wang tunai, pelaku usaha harus menyimpan persediaan ang tunai dalam jumlah besar. Untuk mengatasi hal tersebut, digunakanlah alat pembayaran nontunai yang, pelaksanaannya melibatkan bank atau lembaga selain bank (LSB). Pembayaran nontunai pada umumnya melibatkan jasa perbankan. Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana masyarakat umumnya juga memberikan jasa lalu lintas pembayaran bagi para nasabah. Jasa lalu lintas pembayaran yang diberikan oleh bank antara lain melalui penerbitan cek atau bilyet giro, penerbitan kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik. Cek (cheque) adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). CEK secara umum adalah surat yang berisi perintah tidak bersyarat oleh penerbit kepada bank yang memelihara rekening giro penerbit untuk membayarkan suatu jumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa. Beberapa pihak yang terkait dengan penggunaan cek, sebagai berikut. p anton 10 Penerbit (drawer) yaitu orang yang mengeluarkan surat cek. Tersangkut yaitu bank yang diberi perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. Pemegang (holder) yaitu orang yang diberi hak untuk memperoleh pembayaran yang namanya tercantum dalam surat cek. Pembawa (bearer) yaitu orang yang ditunjuk untuk menerima pembayaran, tanpa menyebutkan namanya dalam surat cek. Adanya pembawa ini sebagai akibat dari adanya klausula “atas unjuk” yang berlaku bagi surat cek. Pengganti yaitu orang yang menggantikan kedudukan peme- gang surat cek dengan jalan endosemen. Dalam hal ini, surat cek diterbitkan dengan klausula “atas pengganti” dengan mencan- tumkan nama pengganti dalam surat cek. Syarat formal cek menurut KUHD, sebagai berikut. Nama ‘cek’ yang dimuat dalam teks sendiri dan dinyatakan dalam mana cek itu disebutkan Perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu. Nama orang yang harus membayar (tersangkut). Penunjukan tempat pembayaran harus terjadi. Penyebutan hari beserta tempat cek diterbitkan. ‘Tanda tangan orang yang menerbitkan cek (penerbit). °° Bank Indonesia (www.bi.go.id), op. cit. BILYET GIRO (BG) adalah surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah (bank tertarik) untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau bank lain. Penggunaan bilyet giro tidak diatur dalam KUHD, melainkan dalam Surat Keputusan Direktur BI Nomor 28/32/KEP/DIR dan Surat Edaran Direktur BI Nomor 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro. Sementara itu, syarat formal bilyet giro menurut SK tersebut, sel 1 2. 3. i bagai berikut. Nama ‘bilyet giro’ dan nomor bilyet giro yang bersangkutan. Nama tertarik. Perintah yang jelas tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penarik. Nama dan nomor rekening pemegang. Nama bank penerima. Jumlah dana yang dipindahbukukan, baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya. Tempat dan tanggal penarikan. ‘Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap, stempel sesuai dengan persyaratan pembukuan rekening.” KARTU KREDIT (CREDIT CARD) adalah alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) yang pembayarannya dilakukan kemudian dengan cara kredit. Dalam hal ini, bank penerbit kartu memberikan kredit kepada nasabah pemegang kartu kredit dengan batas waktu dan tambahan bunga yang telah disepakati antara bank dan nasabah. Ibid. Sesuai PBI Nomor 11/11/PBI/2009, kartu kredit diartikan sebagai APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, yaitu kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran. Dalam penyelenggaraan kartu kredit terdapat beberapa pihak yang terlibat, sebagai berikut. 1. Penerbit (issuer) yaitu. pihak yang menerbitkan kartu kredit. Dalam hal ini, issuer merupakan pihak yang mengadakan perjanjian dengan pihak yang memberikan fasilitas kredit kepada pemegang kartu. 2. Pengelola (acquirer) yaitu. pihak yang mengadakan hubungan atau kerja sama dengan pedagang (merchant). 3. Prinsipal adalah pihak pemilik hak tunggal atas merek dalam penyelenggaraan kartu kredit seperti Visa, Master Card, dan Dinners.’* Setiap transaksi pembayaran dengan menggunakan kartu kredit memerlukan proses otorisasi terlebih dahulu oleh penerbit mengenai keabsahan dari kartu yang digunakan serta limit nominal transaksi yang dilakukan. Otorisasi ini biasanya dilakukan secara on-line dengan meng-insert (menggesek) kartu kredit melalui terminal EDC/POS (Electronic Data Capture/Point of Sales) yang ada di pedagang. KARTU ATM (Automated Teller Machines) atau Anjungan Tunai Mandiri adalah kartu yang memiliki fungsi seperti halnya seorang teller bank 12 Ibid, Dengan mengunakan kartu ATM, nasabah dapat melakukan sejumlah transaksi yang biasanya dilakukan di depan teller bank seperti penarikan tunai, transfer dana, dan menyetorkan dana ke rekening nasabah (khusus ATM bank tertentu). Pada perkembangannya, kartu ATM kemudian ditambah fungsinya menjadi kartu ATM-Debit sehingga dapat digunakan untuk membayar transaksi lain seperti membayar pulsa telepon, listrik, dan barang/jasa. Sesuai PBI Nomor 11/11/PBI/2009, kartu ATM diartikan sebagai APMKyangdapatdigunakan untukmelakukan penarikan tunaidan/atau pemindahan dana, yakni kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank (LSB) yang berwenang menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. KARTU DEBIT (debit card) adalah alat pembayaran yang dapat digunakan membayar berbagai macam transaksi seperti kartu kredit. Bedanya, transaksi pembayaran menggunakan kartu debit akan otomatis mengurangi saldo rekening pemegang kartu yang ada di bank penerbit. Jadi dalam hal ini tidak ada fasilitas kredit/ utang yang diberikan oleh penerbit kepada pemegang kartu. Sebagaimana kartu kredit, mekanisme pembayaran dengan kartu debit juga perlu proses otorisasi ditambah penggunaan PIN (Personal Identification Number) oleh pemegang kartu. Sesuai PBI 11/11/PBI/2009, kartu debet diartikan sebagai APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas ke- wajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi termasuk transaksi pembelanjaan, yakni kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank (LSB) yang berwenang untuk meng- himpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 18 UANG ELEKTRONIK atau electronic money sesuai PBI Nomor 11/12/PBI/2009 diartikan sebagai alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut. a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit. b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip. c. Digunakansebagaialat pembayaran kepada pedagangyang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut. d. —_Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan se- bagaimana dimaksud dalam undang-undang yang meng- atur mengenai perbankan. Pengguna uang elektronik tidak perlu menjadi nasabah bank, sehingga dapat membeli langsung melalui jaringan bank atau perusa- haan telekomunikasi selaku penerbit. Pembayaran menggunakan uang elektronik tidak selalu memerlukan proses otorisasi untuk pembebanan ke rekening nasabah. Hal ini karena pada uang elektronik tersebut telah terekam sejumlah nilai uang, sehingga pada prinsipnya seseorang yang memiliki uang elektronik sama dengan memiliki uang tunai, tetapi nilai uang tersebut telah dikonversikan dalam bentuk data elektronis. Skema 1: Peran BI dalam Sistem Pembayaran Nasional ‘Alat pembayaran dengan menggunakan kartu atau APMK (kartu ATM, kartu debit, kartu kredit) dan uang elektronik adalah bagian integral sistem pembayaran nasional (SPN) sehingga perlu diawasi oleh Bank Indonesia (BI). Vv Komponen SPN meliputi alat pembayaran, mekanisme kliring, hingga penyelesaian akhir transaksi (settlement). Vv Seiring perkembangan zaman, alat pembayaran tunai (cash) digantikan alat pembayaran nontunai (non cash) yang terdiri dari: a. alat pembayaran menggunakan kertas (paper based) seperti cek dan bilyet giro, b. _ alat pembayaran tanpa kertas (paperless) seperti trans- fer dana elektronik, c. alat pembayaran menggunakan kartu (card based) yaitu kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan kartu prabayar. Vv Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diseleng- garakan oleh BI melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan sistem kliring nasional BI (SKNBI). Sistem BI-RTGS adalah muara bagi seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia. 20 Vv BI-RTGS dikategorikan systemically important payment system (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent). Selain SIPS dikenal pula system wide important payment system (SWIPS) yaitu sistem yang digunakan oleh masyarakat luas. Sistem kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS. 21 22 i a SISTEM PENYELESAIAN TRANSAKS! PEMBAYARAN A. Sistem BI-RTGS Sistem pembayaran nasional (SPN) yang dikembangkan oleh BI bersama lembaga perbankan dan lembaga selain bank, pada akhirnya juga bergantung pada kelancaran sistem penyelesaian transaksi pem- bayaran (settlement). Dalam rangka mitigasi risiko pembayaran nasional, BI telah mengembangkan sistem penyelesaian transaksi pem- bayaran (settlement) melalui tiga macam sistem, sebagai berikut. a. Bank Indonesia real time gross settlement (BI-RTGS). b. Bank Indonesia scripless securities settlement system (BI-SSSS). c. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI). BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik antarpeserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan seketika (real time) untuk setiap transaksi individual. BI-SSSS merupakan sarana transaksi dengan BI dikaitkan dengan penatausahaan surat berharga tanpa warkat (scripless securities) secara elektronik. Dalam kegiatan setelmen, BI-SSSS terhubung langsung dengan BI-RTGS secara seamless 23 (tanpa klem). Sementara itu, SKN-BI adalah sistem kliring antarbank untuk alat pembayaran berupa cek, bilyet giro, nota debit, dan transfer kredit antarbank. Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi individual (individually processed/gross settlement) dan bersifat. seketika (real time/electronically processed), yakni rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai perintah pembayaran dan pe- nerimaan pembayaran. Dalam sistem BI-RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat pengolahan sistem RTGS (RTGS Central Computer/RCC) di BI untuk proses penyelesaian (settlement). Jika proses settlement berhasil, transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada peserta penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari kecukupan saldo peserta pengirim, karena dalam sistem BI-RTGS peserta hanya diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain. Dengan kata lain, peserta BI-RTGS harus meyakinkan bahwa saldo rekeningnya di BI cukup sebelum peserta tersebut melaksanakan transfer ke peserta BI-RTGS lainnya.” Tujuan penerapan sistem BI-RTGS, sebagai berikut. fe Menyediakan sarana transfer dana antarpeserta yang lebih cepat, efisien, andal, dan aman. 2. Kepastian settlement dapat diperoleh dengan lebih segera serta tidak bisa dibatalkan dan tanpa syarat (irrevocable dan unconditional). 3. Menyediakan informasi rekening peserta secara seketika (real time) dan menyeluruh. 4. Meningkatkan disiplin dan profesionalisme peserta dalam mengelola likuiditasnya (kecukupan dananya). 5. Mengurangi risiko-risiko penyelesaian transaksi (settlement). 13 Ibid, 24 Saat ini, terdapat dua macam mekanisme penyelesaian transaksi antarbank, yaitu melalui sistem kliring nasional BI (SKN-BI) atau sistem BI-RTGS. Berbeda dengan sistem BI-RTGS yang menggunakan metode gross settlement, yakni setiap transaksi diperhitungkan secara individual, sistem kliring menggunakan metode net settlement dalam rangka penyelesaian akhir. NET SETTLEMENT Proses penyelesaian akhir transaksi-transaksi pembayaran yang dilakukan pada akhir suatu periode dengan melakukan offsetting (penyeimbangan) antara kewajiban-kewajiban pembayaran de- ngan hak-hak penerimaan sehingga hanya ada 1 (satu) net hak atau kewajiban yang akan di-settle (diselesaikan) untuk masing- masing rekening bank.“ Dalam sistem kliring (SKN-BI) terdapat risiko pada akhir hari bahwa suatu bank akan mengalami kekalahan kliring dalam jumlah yang cukup besar. Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum diterapkan sistem BI-RTGS seluruh transaksi antarbank, baik yang bersifat retail transactions (transaksi kecil) maupun large value transactions (transaksi besar) dilaksanakan melalui kliring. Apabila jumlah kekalahan kliring ini melampaui saldo rekeningnya di BI, saldo bank tersebut di Bl akan menjadi negatif (overdraft) sehingga pada gilirannya nanti akan menyulitkan BI apabila bank tersebut tidak mampu menutup overdraft (saldo negatif) pada _keesokan harinya. Secara umum, terdapat dua jenis risiko dalam sistem pembayaran yakni risiko kredit dan risiko likuiditas, sebagai berikut. 1. Risiko kredit adalah risiko ketika pihak lawan (counterparty) tidak dapat memenuhi kewajiban membayar secara penuh pada saat jatuh tempo maupun sesudahnya. Termasuk dalam kategori risiko kredit adalah unrealized gains atas kontrak-kontrak yang gagal dilaksanakan (replacement cost risk) dan yang lebih 14 Ibid. 25 parah lagi adalah risiko tidak terbayarnya suatu transaksi secara ). 2. Risiko likuiditas adalah risiko ketika counterparty tidak keseluruhan (principal mampu membayar secara keseluruhan pada saat jatuh tempo, melainkan membayar sesudah jatuh tempo. Hal ini tentu akan dapat menimbulkan kesulitan likuiditas bagi peserta penerima yang akan meningkatkan biaya dana (cost of fund) dari peserta, karena harus meneari dana segera dari pasar uang (money market). Selain risiko-risiko di atas, BI sebagai pengawas sistem pemba- yaran di Indonesia juga sangat peduli terhadap risiko sistemik yang mungkin timbul pada sistem pembayaran di Indonesia. Risiko sistemik (systemic risk) adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo sehingga menyebabkan peserta lain juga mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya menjadi tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya. Kegagalan tersebut, dalam kondisi sangat ekstrem akan memicu kesulitan finansial lebih luas yang dapat mengancam stabilitas sistem pembayaran atau bahkan mengancam stabilitas suatu perekonomian secara keseluruhan.° Penerapan sistem BI-RTGS diharapkan dapat memperkecil ke- mungkinan terjadinya risiko-risiko sistem pembayaran. Dengan kemampuan melakukan transfer secara real time dan terus-menerus selama window time, BI-RTGS akan mampu mengurangi bahkan mengeliminasi risiko-risiko proses settlement, karena transaksi akan dijalankan apabila saldo rekening peserta di BI mencukupi. Dalam sistem BI-RTGS, apabila saldo peserta mencukupi, peserta dapat segera melakukan settlement saat itu juga kepada peserta lain yang selanjutnya 1S Ibid. 16 Ibid. 26 akan mengkredit rekening nasabah, sehingga dananya dapat segera digunakan oleh nasabah bersangkutan. Implementasi sistem BI-RTGS diharapkan akan mampu meme- nuhi kebutuhan berbagai pihak terhadap tersedianya mekanisme pem- bayaran bersifat cepat yang dibutuhkan oleh transaksi dengan syarat delivery versus payment (DVP) seperti transaksi jual surat berharga (cfek/sekuritas). Dalam transaksi ini, transfer dana melalui BI-RTGS (payment leg) akan dapat dikoordinasikan dengan transfer aset berupa surat berharga/efek/sekuritas (delivery leg), sehingga terjadi kesesuaian (match) antara penyerahan aset dan pembayaran dana. Hal ini sangat penting untuk menurunkan risiko perdagangan sekuritas di pasar modal. Sejak dioperasikan oleh BI tanggal 17 November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk high value payment system (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp10o juta ke atas yang bersifat segera (urgent). Saat ini, transaksi HPVS mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan (systemically important payment system)” Sistem BI-RTGS memberikan banyak manfaat, selain berfungsi meningkatkan kepastian penyelesaian akhir (settlement finality) setiap transaksi pembayaran, berarti mengurangi risiko penyelesaian akhir (minimizing settlement risk). BI RTGS juga menjadi sarana transfer dana antarbank yang praktis, cepat, efisien, aman, dan andal. Di samping itu, BI-RTGS yang dilengkapi dengan mekanisme sentralisasi rekening giro menjadi sarana yang dapat diandalkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dana (management fund), baik bagi peserta, pihak otoritas moneter, maupun perbankan. Bagi BI selaku otoritas, informasi mengenai pengelolaan dana perbankan menjadi 17 Ibid. 27 informasi pendukung dalam menjalankan kegiatan operasi moneter dan sistem peringatan dini (early warning system) pengawasan bank." BI-RTGS didesain untuk memastikan penyelesaian akhir dan da- pat dilakukan secara gross settlement, real time, final, dan irrevocable. Penyelesaian transaksi BI RTGS dilakukan per transaksi secara seketika dan tidak dapat dibatalkan. Penyelesaian real time terbatas pada proses pengiriman transaksi dari peserta pengirim kepada BI untuk diteruskan kepada peserta penerima. Sementara itu, waktu penyelesaian akhir transaksi transfer nasabah pada rekeningnya tergantung dengan kondisi dan standar sistem pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi di internal peserta, sehingga dapat saja terjadi perbedaan waktu antara penyelesaian akhir pada BI-RTGS dan penerimaan transfer dana pada rekening nasabah. Sistem antrian (queue) transaksi diterapkan dalam BI-RTGS. Transaksi dapat masuk dalam sistem antrian apabila pada saat di- kirimkan, peserta belum memiliki dana yang cukup. Kondisi ini terjadi antara lain, karena peserta masih menunggu transaksi masuk dari peserta lain. Transaksi pada BI-RTGS hanya dapat diproses penyelesaian akhirnya apabila peserta memiliki dana yang cukup (prinsip no money no game). Transaksi yang telah masuk dalam antrian dapat diselesaikan segera setelah peserta menerima transaksi masuk atau menyetorkan tambahan dana. Penerapan antrian ini mengharuskan peserta untuk mengelola likuiditasnya secara bijaksana, agar seluruh transaksinya dapat terselesaikan dengan baik di akhir hari.” BI-RTGS juga dilengkapi mekanisme gridlock resolution. Meka- nisme ini bertujuan mencegah kemacetan (gridlock) yaitu kondisi ke- tika sejumlah peserta tidak mampu menyelesaikan kewajiban, karena masih menunggu tagihannya diselesaikan. Gridlock resolution di- jalankan secara otomatis pada BI-RTGS pada waktu tertentu. Untuk memperlancar proses penyelesaian akhir transaksi pada BI-RTGS, penyelenggara mengimbau peserta agar mematuhi throughput guide- 18 Ibid. 19 Ibid. 28 lines. Throughput guidellines merupakan suatu target prosentase tertentu dari total transaksi yang dilakukannya selama satu hari. Kepatuhan peserta terhadap throughput guidellines akan mengurangi kemungkinan penumpukan transaksi di akhir hari2? Fasilitas likuiditas intrahari (FLI) dan fasilitas likuiditas intra- hari syariah (FLIS) adalah fasilitas cadangan pendanaan likuiditas yang disediakan oleh penyelenggara, yang hanya dapat digunakan dalam satu hari. FLI/ FLIS dapat dimanfaatkan oleh peserta untuk mengatasi kesulitan likuiditas peserta yang bersifat sementara atau mengalami intraday gap. Intraday gap mungkin saja terjadi, karena pemrosesan transaksi BI-RTGS yang bersifat gro: transaksi dilakukan secara terus-menerus sepanjang hari, sehingga settlement menyebabkan penyelesaian per diperlukan likuiditas yang tinggi. Pemanfaatan FLI/FLIS oleh peserta tetap mensyaratkan adanya jaminan yang berkualitas, biasanya dalam bentuk sertifikat BI (SBI) atau sertifikat wadiah BI (SWBI) dan wajib diselesaikan pada hari yang sama. BI-RTGS merupakan settlement processor yang menjadi sarana penyelesaian akhir bagi transaksi pembayaran ritel yang meliputi pembukuan hasil kliring yang diselenggarakan oleh BI (SKNBI) serta hasil kliring APMK (kartu ATM/kartu debit/kartu kredit). Selain transaksi pembayaran ritel, BI-RTGS juga menjadi sarana pelimpahan penyelesaian akhir transaksi serah dana perdagangan sekuritas, transaksi perdagangan valasantarbank, setelmen dana operasi moneter/ operasi pasar terbuka (OPT), transaksi pembayaran pemerintah, dan transaksi surat berharga. Sistem BI-RTGS memiliki prosedur penanganan dalam kondisi gangguan dan/atau keadaan darurat, antara lain prosedur penanganan keadaan darurat (contingency plan), fasilitas back up, dan business continuity plan (BCP). Selain itu, penyelenggara juga menyediakan fasilitas guest bank kepada peserta sebagai sarana back up pada lokasi 20 Ibid. 29 penyelenggara dalam rangka gangguan dan atau keadaan darurat untuk mencegah kegagalan peserta dalam menggunakan sarana RTGS terminal untuk proses setelmen melalui sistem BI-RTGS.” Sesuai Pasal 8 UU BI (UU 23/1999 jo. UU 3/2004 jo. UU 6/2009), salah satu tugas BI adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, BI berwenang melaksanakan sistem pembayaran, memberi izin penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kepada BI, dan menetapkan penggunaan alat pembayaran (Pasal 15). Fungsi BI sebagai otoritas sistem pembayaran termasuk berperan sebagai pembuat peraturan (regulator) dan pengawas (overseer) BI- RTGS. Dalam menjalankan peran sebagai regulator, BI menetapkan landasan hukum yang kuat untuk penerapan, menentukan peran, serta tanggung jawab penyelenggara dan peserta sistem BI-RTGS. Dalam menjalankan peran sebagai pengawas (overseer), BI me- mastikan bahwa penyelenggaraan BI-RTGS memenuhi prinsip 10 core stem (CP-SIPS) dari Bank for International Settlement (BIS) seperti yang diatur dalam peraturan sistem BI-RTGS untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen. Fungsi penga- principles for systematically important payment wasan dilakukan melalui pembuatan ketentuan, pertemuan konsultasi dengan penyelenggara, monitoring, dan penilaian (assessment). Salah satu bentuk kegiatan pengawasan yang dilakukan BI adalah mewajibkan penyelenggara dan peserta memiliki standar pengamanan yang memadai. Untuk menilai keamanan penyelenggaraan BI-RTGS, BI dapat meminta auditor/pemeriksa teknologi informasi independen untuk melakukan kegiatan audit keamanan (security audit). Kegiatan audit ini dilakukan terhadap aplikasi maupun jaringan (network) yang digunakan dalam sistem BI-RTGS, dengan tujuan mendapatkan ke akinan bahwa sistem BI-RTGS yang diselenggarakan telah aman 21 Ibid. 22 Ibid. 30 dan andal. Selain itu, BI juga mewajibkan penyelenggara dan seluruh peserta melakukan uji coba terhadap sistem pendukung dan rencana penanggulangan kondisi darurat secara periodik. Pemenuhan per- syaratan sebagai peserta dan kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh penyelenggara RTGS juga menjadi satu perhatian dalam kegiatan pengawasan, di samping pemenuhan kewajiban untuk melaporkan hasil pemeriksaan internal terhadap operasional RTGS di sisi peserta.? Sebagai penyelenggara (operator) sistem BI-RTGS, BI memiliki tanggung jawab sebagai berikut. 1. Menyelenggarakan BI-RTGS dengan menerapkan prinsip efisien, cepat, aman, dan andal. 2. Memberikan penjelasan kepada peserta mengenai risiko finansial terkait keikutsertaan dalam sistem BI-RTGS dan peserta harus mengelola risiko tersebut. 3. Memastikan kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang telah ditetapkan, termasuk menerima laporan internal audit terkait penyelenggaraan BI-RTGS oleh peserta. Dalam penyelenggaraan sistem BI-RTGS, penyelenggara menye- diakan infrastruktur dan pelayanan kepada peserta meliputi infra- struktur dan fasilitas untuk penyelenggaraan sistem BI-RTGS, antara lain perangkat keras, aplikasi RCC (software), jaringan komunikasi data (leased line), fasilitas dial up, help-desk untuk membantu peserta menghadapi kesulitan operasional, memberi pelatihan kepada peserta, memiliki prosedur penanganan kondisi gangguan/darurat (disaster recovery plan-DRP dan business continuity plan-BCP), melakukan uji coba secara berkala dengan melibatkan peserta, serta mengadakan pertemuan rutin dengan kelompok pengguna (user group).** 23 Ibid. 24 Ibid. 314 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 10. Atas dasar DKE debit yang diterima, PKL akan melakukan per- hitungan kliring debit. PKL mengirimkan hasil perhitungan kliring debit lokal ke SSK. Mencetak laporan hasil kliring debit untuk selajutnya didis- tribusikan kepada seluruh peserta bersamaan dengan warkat debit. Setelah hasil perhitungan kliring debit lokal dari seluruh penye- lenggara kliring diterima oleh SSK akan dilakukan perhitungkan kliring debit secara nasional. Selanjutnya SSK melakukan simulasi FtS. Apabila hasil perhitungan kliring debit nasional, a. Bank "menang kliring (posisi kredit)’, seluruh cash prefund yang telah disediakan dikredit kembali ke rekening giro bank bersamaan dengan pengkreditan hasil kliring yang bersangkutan. b. Bank "kalah kliring (posisi debit)”, sistem secara otomatis akan melakukan penyelesaian atas kewajiban bank tersebut dengan urutan sebagai berikut - Pertama-tama sistem akan menggunakan cash prefund yang telah disediakan bank; - Apabila kewajiban bank masih lebih besar dari cash prefund, kekurangannya akan dipenuhi dari dana yang tersedia pada rekening giro bank; - Apabila kewajiban bank masih lebih besar dari cash prefund dan saldo rekening giro, atas kekurangan saldo rekening giro bank tersebut sistem akan menggunakan fasilitas likuiditas intrahari kliring (FLI-Kliring) atau fasilitas likuiditas intrahari syariah kliring (FLIS- Kliring) berdasarkan collateral prefund yang disediakan oleh bank. - Apabila kekurangan saldo rekening giro bank masih belum dapat ditutup dengan FLI-Kliring/FLIS-Kliring, kekurangan tersebut ditutup dengan surat berharga bank yang ada pada rekening FLI-RTGS atau FLIS-RTGS. a 1. 42 - Pelunasan FLI-Kliring/FLIS-Kliring dan FLI-RTGS/ FLIS-RTGS harus dilakukan sebelum tutup sistem BI- RTGS. - Apabila sampai dengan akhir hari FLI-Kliring/FLIS- Kliring belum dapat dilunasi akan menjadi fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) atau fasilitas pendanaan jangka pendek syariah (FPJPS). Setelah proses kliring debit selesai, peserta dapat memperoleh DKE inward dengan cara men-download dari SSK atau dari KPK melalui media rekam data elektronis @isket, flashdisk, atau CD). Mekanisme kliring kredit secara umum sebagai berikut. Sebelum kegiatan kliring kredit dimulai, bank wajib menyediakan prefund. Peserta membuat DKE kredit berdasarkan aplikasi transfer. Mengirimkan DKE kredit ke SSK. Pengiriman DKE kredit dapat dilakukan secara online maupun offline tergantung dengan jenis TPK yang digunakan oleh peserta. Untuk peserta yang menggunakan TPK offline, penyampaian DKE kredit dilakukan dengan menggunakan media rekam data elektronis (disket, flashdisk, atau CD) yang diserahkan ke PKL dan selanjutnya DKE tersebut oleh PKL dikirim ke SSK. SSK akan melakukan penggabungan dan perekaman seluruh DKE kredit yang diterima. Atas dasar DKE kredit yang diterima, SSK melakukan perhitungan kliring kredit secara nasional. Selanjutnya SSK melakukan simulasi FtS. Apabila hasil simulasi FtS tersebut menunjukkan nilai negatif, bank dapat menambahkan kekurangan atas prefund sampai dengan batas waktu yang ditetapkan. Setelah batas akhir penambahan prefund, SSK melakukan per- hitungan hasil kliring kredit nasional. Hasil perhitungan tersebut akan dibukukan ke rekening giro bank di sistem BI-RTGS 9. _ Setelah SSK selesai melakukan proses perhitungan kliring kredit secara nasional, KPK dapat men-download DKE inward dan laporan hasil kliring kredit dari SSK. 10. PKL akan mendistribusikan DKE inward dalam bentuk media rekam data elektronis (disket, flashclisk, atau CD) dan laporan hasil kliring kredit kepada peserta yang menggunakan jenis TPK offline. 11. Setelah SSK selesai melakukan proses perhitungan kliring kredit secara nasional, peserta dengan menggunakan TPK online dapat men-donwload DKE inward dan laporan hasil kliring kredit dari SSK» Dalam penyelenggaraan SKNBI, Bank Indonesia mengenakan biaya proses kepada peserta yang besarnya sebagai berikut. 1. Kliring Debit Biaya proses kliring debit untuk wilayah kliring yang pemilahan warkat debitnya dilakukan secara otomasi sebesar Rp1.500 (seribu lima ratus rupiah) per transaksi dengan rincian Rp1.000 (seribu rupiah) untuk proses DKE debit dan Rp500 (lima ratus rupiah) untuk proses warkat debit. Biaya proses kliring debit untuk wilayah kliring yang pemilahan warkat debitnya dilakukan secara manual sebesar Rp1.000 per transaksi yang merupakan biaya proses DKE Debit. 2, Kliring Kredit Biaya proses kliring kredit sebesar Rp1.000 (seribu rupiah) per transaksi. °° Untuk mendapat informasi lebih lanjut tentang sistem kliring nasional Bank Indonesia (SKN-BI), pembaca dapat menghubungi: 35 Ibid. 36 Ibid. 43 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Tabel 1 Perbedaan Pengawasan Perbankan dan Pengawasan Sistem Pembayaran (www.bi.go.id) Pengawasan Sistem Pembayaran Pengawasan Bank Objek yaitu sistem pemba- yaran dan instrumen Objek yaitu individu bank dan lembaga keuangan Pembayaran pengendalian risiko sistemik Kesehatan lembaga keuangan, solvabilitas dan likuiditas Kelancaran sistem pembayaran Meliputi analisa atas desain, pengaturan operasional, dan pelaksanaan sistem pembayaran Analisa mendalam terhadap masing-masing institusi/ on site inspection Kombinasi antara ketentuan dan imbauan Ketentuan/peraturan Dilaksanakan oleh bank sentral Dilaksanakan oleh bank sentral atau otoritas lain yang berwenang Tabel Sistem Pembayaran di Indonesia (www.bi.go.id) Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara | Peserta Bank - Transfer kredit Bank Indonesia _ | 145 bank Indonesia-real | - Transaksi termasuk unit time gross menggunakan usaha syariah settlement central bank system (BI- money RTGS) 52 No. | Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara | Peserta = Lebih diutamakan — 5lembaga untuk transaksi selain nilai besar dan bank (LSB) bersifat penting, anpeserts seperti transaksi pengelolaan dari BI moneter, transaksi pemerintah, transaksi pasar uang antarbank, transaksi setelmen hasil kliring antarbank dan kliring pasar modal. - Setelmen untuk transaksi surat berharga (SBI dan SUN) yang setelmen-nya dilakukan pada sistem Bank Indonesia seripless securities settlement system (BI-SSSs) - Mekanisme gross settlement dan bersifat no money no game 53 No Sistem Tipe Transaksi | Penyelenggara Peserta 2. | Sistemkliring | - Transfer kredit Bank Indonesia - 142 bank nasional Bank untuk transaksi termasuk Indonesia ritel dengan unit usaha (SKNBI) nilai di bawah syariah Rpioo juta _: Hank - Kliring warkat Indonesia debit (cek, bilyet giro, dan nota debit lainnya) - Mekanisme net settlement - Untuk kliring debit berlaku mekanisme no money no game 3. | Bank - Berfungsi Bank Indonesia | — 138 bank Indonesia sebagai sarana umum ipless setelmen dan termasuk securities settlement system (BI- SSS) pencatatan kepemilikan surat berharga secara elektronis - Setelmen surat berharga yang dilakukan melalui BI- SSSS dilakukan secara DvP unit usaha syariah = 16 sub registry yang terdiri atas bank yang serupa dengan lembaga custodian = 16 lembaga selain bank = 6 peserta dari BI 54 No Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara Peserta 4. Central - Setelmen PT Kustodian Seluruh depository dana untuk Sentral Efek anggota and book penyelesaian Indonesia (KSEI) | Bursa Efek entry sisi dana dari Indonesia settlement transaksi system sekuritas yang (C-Best) diperdagangkan di pasar modal — Setelmen dana dilakukan melalui empat bank setelmen yang menjadi tempat rekening anggota bursa 5. | Mekanisme | - Penyelesaian Bank Indonesia | 35 bank setelmen (setelmen) untuk sisi umum USD/IDR dari transaksi- IDR dan Hong termasuk payment transaksi Kong Monetary | unit usaha versus jual-belidolar | Authority syariah payment Amerika Serikat | untuk USD (PvP) (USD) terhadap rupiah (IDR) antarbank di Indonesia - Dilakukan melalui BI RTGS untuk sisi IDR dan melalui USD CHATS untuk usD - Dilakukan melalui BI RTGS untuk sisi IDR dan melalui USD CHATS untuk USD 55 No| Sistem Tipe Transaksi | Penyelenggara | Peserta 6. | Jaringan ‘Transfer dana — PT Artajasa — 74 bank prinsipal elektronik Pembayaran anggota kartu ATM Kk Elektroni « tw ; lca an jektronis — 39 bank masiona: arty (ATM Bersama) anggota — PT Rintis arte Sejah-tera anggota (PRIMA) - PT Alto Network 7. | Internal Transfer dana Beberapa bank 8 bank ATMbank | elektronik dengan | yang menyediakan | anggota (proprietary | menggunakan fasilitas tersebut ATM) kartu ATM untuk pembukuan antarrekening di bank yang sama 8. | Jaringan ‘Transfer dana - Mastercard = 10 bank prinsipal elektronik International anggota kartu ATM menggunakan ~ Visa Inter- = solbanik kart ATM national (Plus) | kon- yensional & Unit Usaha Syariah (uus) 9. | Jaringan Transfer dana — PT Rintis - Tujuh prinsipal secara elektronik Sejahtera bank kartu debit melalui point of (Debit Prima) kon- (nasional) sales (jaringan vensional yang terpasang - PT Artajasa dan UUS pada merchant) Pembayaran . Elektronis = Empat (Debit ATM bank Bersama) — PT Alto Network 56

You might also like