Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Dokter Muda Psikiatri Periode 2 -28 Maret 2015
Pritha Fajar Abrianti
G99141017
Meutia Halida
G99141018
G99141019
Annisa Pertiwi
G99141020
G99141021
Muhammad Haydar
G99131006
Pembimbing:
Istar Yuliadi, dr.,M.Si. FIAS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA/PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat kepaniteraan
kliniki ilmu kedokteran jiwa/psikiatri dengan judul Pendekatan Biologi
Molekuler pada Mekanisme Stres.
Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan referat ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa bimbingan dan nasihat, oleh karena
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Em. Ibrahim Nuhriawangsa, dr.,Sp.KJ(K)
2. Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr.,Sp.KJ(K)
3. Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr.,Sp.KJ(K)
4. Prof. Dr. Moh. Fanani, dr.Sp.KJ(K)
5. Mardiatmi Susilohati, dr.,Sp.KJ(K)
6. Yusvick M. Hadin, dr.,Sp.KJ
7. Djoko Suwito, dr.Sp.KJ
8. I.G.B. Indro Nugroho, dr.Sp.KJ
9. Gst. Ayu Maharatih, dr.,Sp.KJ
10. Makmuroch, Dra. MS
11. Debree Septiawan, dr.,Sp.KJ.,M.Kes
12. Istar Yuliadi, dr.,M.Si. FIAS
13. Rohmaningtyas HS, dr.,Sp.KJ.,M.Kes
14. RH Budhi M, dr.,Sp.KJ(K)
15. Maria Rini I, dr.,Sp.KJ
16. Adriesti H, dr.,Sp.KJ(K)
17. Wahyu Nur Ambarwati, dr.,Sp.KJ.,M.Kes.
18. Setyowati Raharjo, dr.,Sp.KJ
kekeliruan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat kami harapkan untuk perbaikan referat ini.
Semoga apa yang telah penulis susun dapat bermanfaat bagi banyak
pihak dan dapat menjadi bahan informasi yang berguna.
Surakarta, 24 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................................1
Lembar Pengesahan...............................................................................................2
Kata Pengantar......................................................................................................3
Daftar Isi................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................5
BAB II STRES
A. Definisi Stres.............................................................................................7
B. Gejala dan Tanda Stres..............................................................................9
C. Sumber Stres............................................................................................10
D. Jenis-jenis Stresor....................................................................................13
E. Derajat Stres.............................................................................................14
F. Macam-macam Stres................................................................................15
G. Model Stres Kesehatan............................................................................16
H. Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stresor..............................................17
I. Daya Tahan Stres.....................................................................................19
J. Sifat dan Reaksi Terhadap Stres...............................................................19
K. Fight or Flight Respon pada Stres............................................................22
L. Respon Fisiologi Stres.............................................................................23
M. Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Respon Stres.............................24
N. Dampak Stres...........................................................................................25
BAB III PENDEKATAN BIOMOLEKULER PADA MEKANISME STRES...28
Patofisiologi Hipertensi pada Stres.......................................................33
Patofisiologi Stres Menyebabkan Kekambuhan Asma Bronkhiale......35
Patofisiologi Terjadinya Stress Ulcer pada Stres..................................36
BAB IV MANAJEMEN STRES.........................................................................38
Konsep Koping......................................................................................40
BAB V PSIKOSOMATIS....................................................................................44
Singkatan .............................................................................................................53
Daftar Pustaka......................................................................................................54
BAB I
PENDAHULUAN
Stres merupakan suatu keadaan yang sudah tidak asing lagi bagi
kalangan masyarakat di seluruh dunia. Setiap orang kemungkinan pernah
mengalami stres dalam berbagai bentuk dan tingkatan. Pada saat seseorang
mengalami stres, dapat ditemui gejala-gejala seperti sulit tidur, timbul rasa kuatir
yang berlebih, sulit berkonsentrasi, dan masih banyak gejala yang lainnya
(Kisker, 1997).
Definisi stres sampai saat ini masih sangat sulit untuk dijabarkan oleh
para ilmuwan, karena itu merupakan sensasi subjektif yang berhubungan dengan
gejalagejala yang bervariasi, dimana masing-masing ahli memiliki pendapat yang
berbeda. Dalam tingkatan yang rendah stres mungkin berguna bagi tubuh, tetapi
jika stres tersebut menjadi berat dan berkepanjangan akan mempengaruhi fungsi
fisik dan mental, hal ini akan menjadi masalah besar yang perlu penanganan lebih
lanjut (Kisker, 1997). Jika keadaan stres pada seseorang dibiarkan begitu saja,
tanpa ada upaya penanganan atau upaya pengobatan maka sudah dipastikan akan
banyak masyarakat di dunia ini yang akan mengalami gangguan kejiwaan
(Tristiadi, 2007).
Prevalensi stres semakin meningkat baik dalam kalangan masyarakat
yang tinggal di perkotaan, maupun yang tidunggal di pedesaan. Bahkan di zaman
global ini stres cenderung lebih banyak menyerang masyarakat dengan tingkat
perekonomian tinggi daripada masyarakat dengan tingkat perekonomian rendah,
meskipun demikian terdapat perbedaan daripada tingkatan-tingkatan stres yang
dialami oleh masingmasing golongan masyarakat tersebut (Kisker,1997). Di
Amerika, stres menjadi masalah besar karena 43% orang dewasa mengalami
gangguan kesehatan akibat dari stres, 75-90% kunjungan ke pusat kesehatan
berkaitan dengan stres, dan 60-80% kecelakaan industri berkaitan dengan masalah
stres (Jaffe-Gill, 2007).
Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi
modernisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah mempengaruhi
nilai-nilai moral etika dan gaya hidup. Hal tersebut merupakan stresor psikososial
5
terhadap
timbulnya
sebagian
besar
penyakit
seperti
penyakit
BAB II
6
STRES
A. DEFINISI STRES
Istilah stres pertama kali digunakan oleh Hans Selye tahun 1936 dalam
laporan penelitiannya, didefinisikan sebagai respon tidak spesifik dari tubuh
terhadap tuntutan perubahan (Yuliadi, 2014). Dwight Carlson mengatakan bahwa
stres adalah suatu perasaan ragu terhadap kemampuannya untuk mengatasi
sesuatu, suatu anggapan bahwa persediaan yang ada tidak dapat memenuhi
permintaan yang didapat. Maramis mengatakan bahwa stres adalah segala
masalah atau tuntutan penyesuaian diri dank arena itu sesuatu yang menganggu
keseimbangan kita (Maramis, 2009). Menurut The American Institute of Stress,
stres adalah perasaan tidak mempunyai kendali atau hanya sedikit kendali
(Yuliadi, 2014).
Pengertian lain mengatakan bahwa stres menunjukkan suatu tekanan atau
tuntutan yang dialami individu atau organisme agar ia beradaptasi atau
menyesuaikan diri, bila kita tidak dapat mengatasinya dengan baik, akan muncul
gangguan badan ataupun gangguan jiwa (Nevid, 2005; Maramis, 2009). Stres
adalah salah satu konsep dasar psikiatri (Sadock & Sadock, 2009).
Stres adalah respons tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya. Misalnya, bagaimana respons tubuh sesorang manakala
yang bersangkutan mengalami pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup
mengatasinya, artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, dikatakan
yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya, ternyata ia
mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang tidak lagi
dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik ia disebut mengalami distres
(Hawari, 2008).
Stres dibedakan menjadi dua, yakni stres yang merugikan dan merusak
(disebut distres) serta stres yang positif dan menguntungkan (disebut eustres).
Setiap individu mempunyai reaksi yang berbeda terhadap jenis stres, dalam
kenyataannya stres menyebabkan sebagian individu menjadi putus asa, tetapi bagi
individu lain justru menjadi dorongan baginya untuk lebih baik (Yuliadi, 2014).
Konsep Dasar Stres
Sesuatu yang sangat penting dalam model konsep adalah organisme itu
sendiri. Tergantung pada proses internal seperti bekerjanya perhatian, persepsi,
dan memori, pada makna dari rangsangan baginya, organisme berbeda yang
mendapat rangsangan serupa dapat memberikan resnpons berbeda. Hal ini dapat
digambarkan
dengan
singkatan
S-O-R-C
(stimulus
organism
response
kejiwaan,
misalnya
kecemasan
dan
atau
depresi.
Kecemasan
10
11
k. Trauma
Seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan transportasi,
kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan, perampokan,
perkosaan, dan kehamilan diluar nikah.
Apabila dikelompokkan, segala sumber stres pada manusia bersumber
dari 4 hal, yaitu (Maramis, 2009):
a. Frustrasi
Frustrasi muncul bila ada aral melintang antara individu dan
maksud/tujuannya, misalnya seseorang mau melanjutkan sekolah, tetapi
orang tuanya tak memiliki biaya. Frusatasi dapat berasal dari dalam dan
luar diri seseorang.
b. Konflik
Konflik terjadi bila individu tidak dapat memilih antara dua atau lebih
macam kebutuhan atau tujuan. Memilih yang satu berarti frustrasi terhadap
yang lain. Terdapat tiga macam konflik, yaitu:
1) Konflik pendekatan-penolakan: individu dihadapkan pada suatu
keadaan yang mengharuskan dia mengambil keputusan, tetapi ia tidak
dapat menentukan karena di satu sisi dia menginginkan hal tersebut,
tetapi di sisi lain ada risiko yang tidak dia sukai jika dia menuruti apa
yang dia inginkan tersebut. Misalnya, seseorang ingin menikah dengan
seorang perempuan yang cantik dan luwes, tetapi memiliki orang tua
yang galak dan judes.
2) Konflik pendekatan ganda: individu dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama dia inginkan.senangi, tetapi dia tidak dapat memilih
keduanya sekaligus dan harus melepaskan salah satunya. Misalnya,
seorang yang jatuh cinta pada dua hati.
3) Konflik penolakan ganda: individu dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama tidak dia senangi/inginkan, padahal dia harus memilih
salah satu. Misalnya, apakah dia memilih pekerjaan yang tidak
menarik atau menganggur.
12
c. Tekanan
Tekanan juga dapat menjadi sumber stres. Tekanan dapat berasal
dari dalam dan luar individu. Tekanan dari dalam datang dari cita-cita atau
norma-norma yang kita gantungkan terlalu tinggi dan individu
mengejarnya tanpa ampun, sehingga dia terus-menerus berada di bawah
tekanan.
Tekanan dari luar misalnya anak yang menuntut orang tuanya
untuk selalu memenuhi keinginannya, seorang istri yang mengeluh pada
suaminya bahwa uang belanjanya tidak cukup.
d. Krisis
Krisis adalah suatu keadaan yang mendadak menimbulkan stres
pada seorang individu ataupun suatu kelompok, misalnya: kematian,
kecelakaan, masuk sekolah yang pertama kali, bencana alam, dan
sebagainya.
Tak jarang, beberapa keadaan di atas secara bersamaan dialami oleh
seorang individu.
D. JENIS-JENIS STRESOR
Tabel 1. Jenis Stresor Dalam Tahap Perkembangan
Tahap Perkembangan
Jenis Stresor
Anak
Remaja
Perubahan tubuh
Hubungan dengan teman
Seksualitas
Mandiri
Dewasa Muda
Menikah
Meninggalkan rumah
Mulai bekerja
Melanjutkan pendidikan
13
Membesarkan anak
Dewasa Tengah
Dewasa Tua
Usia lanjut
Perubahan tempat tinggal
Penyesuaian diri masa pension
Proses kematian
(Alimul, 2008)
E. DERAJAT STRES
Stres dapat mengenai semua orang dalam berbagai tingkatan usia.
Menurut Hawari, sress timbul secara lambat dan tidak disadari kapan munculnya.
Adapun derajat stres terbagi dalam 6 tingkatan yaitu:
1) Stres tingkat I
Tingkat ini merupakan tingkatan dasar atau yang paling ringan dari
suatu stres. Pada tingkatan ini biasanya disertai semangat hidup yang
besar, penglihatan tajam seperti biasanya, gugup yang berlebihan. Sikap
pasien yang mengalami stres pada tahap ini biasanya menyenangkan,
tetapi tidak disadari cadangan energinya menipis.
2) Stres tingkat II
Tingkatan ini merupakan tahap lanjut dari stres dasar. Pada tahap ini
mulai muncul keluhan karena cadangan energi tidak cukup lagi untuk
sepanjang hari. Keluhan yang dialami pasien antara lain letih pada waktu
pagi hari, lelah setelah makan siang dan menjelang sore, serta ada
gangguan otot dan pencernaan.
3) Stres tingkat III
Tahap ini gejala semakin terasa dan mulai mengalami gangguan
pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar
tidak teratur, gangguan lain seperti ketegangan otot makin terasa dan
perasaan tidak tenang. Munculnya gangguan tidur pada pasien seperti
terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur. Pasien merasa dirinya
14
15
2) Stres kimiawi
Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat
beracun asam, basa, faktor hormon, atau gas prinsipnya karena pengaruh
senyawa kimia.
3) Stres mikrobiologis
Stres ini disebabkan karena kuman, seperti adanya virus, bakteri,
atau parasit.
4) Stres fisiologis
Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh di
antaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ, dan lainlain.
5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres
yang
disebabkan
karena
proses
pertumbuhan
dan
16
2) Unsur kepribadian
Stes dapat dipengaruhi karena adanya tipe kepribadian yang memudahkan
timbulnya kesakitan.
3) Unsur interaktif
Stres dapat menyebabkan ketidakkebalan tubuh sehingga tubuh akan
menjadi mudah terjadi gangguan pada tubuh baik biologis maupun
psikologis. Proses ini dikarenakan adanya interaksi antara faktor dari luar
dan faktor dari dalam untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
4) Unsur perilaku sehat
Stres dapat secara tidak langsung mempengaruhi kesakitan, akan tetapi
dapat merubah perilaku terlebih dahulu seperti adanya peningkatan
konsumsi alkohol, rokok, dan lain-lain.
5) Unsur perilaku sakit
Stres apat mempengaruhi secara langsung terhadap kesakitan tanpa
menyebabkan adanya perilaku sakit seperti mencari bantuan pengobatan.
(Alimul, 2008).
H. FAKTOR PENGARUH RESPON TERHADAP STRESOR
Menurut Alimul (2008), respon terhadap stresor yang diberikan setiap
individu akan berbeda berdasarkan faktor yang akan mempengaruhi dari stresor
tersebut, dan koping yang dimiliki individu, di antara stresor yang dapat
mempengaruhi respon tubuh antara lain :
1) Sifat stresor
Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon
tubuh terhadap stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau
berangsur-angsur, sifat ini pada setiap individu dapat berbeda tergantung
dari pemahaman tentang arti stresor.
2) Durasi stresor
Lamanya stresor yang dialami klien akan mempengaruhi respon
tubuh. Apabila stresor yang dialami lebih lama, maka respon yang
17
dialaminya juga akan lebih lama dan dapat mempengaruhi dari fungsi
tubuh yang lain.
3) Jumlah stresor
Jumlah stresor yang dialami seseorang dapat menentukan respon
tubuh. Semakin banyak stresor yang dialami pada seseorang, dapat
menimbulkan dampak yang besar bagi fungsi tubuh juga sebaliknya
dengan jumlah stresor yang dialami banyak dan kemampuan adaptasi baik,
maka seseorang akan memiliki kemampuan dalam mengatasinya.
4) Pengalaman masa lalu
Pengalaman ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
stresor yang dimiliki. Semakin banyak stresor dan pengalaman yang
dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasi
sehingga kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula.
5) Tipe kepribadian
Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi respon
terhadap stresor. Apabila seseorang yang memiliki tipe kepribadian A,
maka akan lebih rentan terkena stres dibandingkan dengan tipe
kepribadian B. Tipe kepribadian A memiliki ciri ambisius, agresif,
kompetitif, kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung, mudah
marah, memiliki kewaspadaan yang berlebihan, bicara cepat, bekerja tidak
kenal waktu, pandai berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih
suka bekerja sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, ramah,
tidak mudah dipengaruhi, bila berlibur pikirannya ke pekerjaan dan lainlain. Sedangkan tipe kepribadian B memiliki ciri tidak agresif, ambisinya
wajar-wajar, penyabar, senang, tidak mudah tersinggung, tidak mudah
marah, cara bicara tidak tergesa-gesa, perilaku tidak interaktif, lebih suka
kerjasama, mudah bergaul, dan lain-lain atau merupakan kebalikan dari
tipe kepribadian B.
6) Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi
respon tubuh dimana semakin matang dalam perkembangannya, maka
18
semakin
baik
pula
kemampuan
untuk
mengatasinya.
Dalam
19
dapat
mempengaruhi
sistem
simpatik
tubuh,
yakni
20
21
22
23
stres, haruslah dimulai dari penilaian kognitif. Ada dua macam penilaian kognitif,
yaitu penilaian primer dan penilaian sekunder. Yang dimaksud penilaian primer
adalah penilaian atau evaluasi terhadap situasi apakah yang dirasakan sebagai
sesuatu yang mengancam ataukah menantang. Jika sesuatu dipersepsikan sebagai
suatu tantangan, maka orang akan berusaha mengatasi situasi tersebut. Jika situasi
tertentu dipersepsikan sebagai suatu hal yang mengancam, maka orang akan
menghindar. Yang dimaksud dengan penilaian sekunder adalah penilaian terhadap
sumber daya yang dimiliki baik yang berbentuk fisik, psikis, social, maupun
materi. Proses penilaian primer dan sekunder terjadi bersama-sama dalam
membentuk makna setiap peristiwa yang dihadapi sehingga akan menentukan
perilaku pengatasan (Baron, 1994).
Perilaku pengatasan bersifat dinamis artinya perilaku pengatasan yang
digunakan tergantung situasi yang dihadapi dan sumber daya yang dimiliki. Oleh
karena
itu,
ada
berbagai
macam
perilaku
pengatasan
stres,
yang
24
N. DAMPAK-DAMPAK STRES
Menurut Powell (1983) stres dapat berdampak positif yang mencakup
pemuasan kebutuhan dasar, kemampuan menangani masalah, juga inokulasi stres.
Dampak negatif yang berupa gangguan fisik dan mental serta dapat juga
mempengaruhi perubahan tingkah laku individu. Stres yang terjadi dapat
berpengaruh terhadap kondisi psikologis, tingkah laku, kognitif, fisiologis,
maupun berdampak pada kemampuan organisasi.
Adapun beberapa contoh dampak stres tersebut adalah sebagai berkut:
a. Dampak psikologis
1) Emosi, menangis. marah
2) Menarik diri
3) Bermusuhan, agresif
4) Cemas, curiga, merasa tidak berguna
5) Menyalahkan lingkungan
b. Dampak tingkah laku
1) Selalu terburu-buru
2) Pelupa
3) Alkoholik, perokok berat
4) Tidak bersemangat, malas
5) Makan berlebih/kurang
c. Dampak kognitif
1) Sulit memutuskan
2) Kurang konsentrasi
3) Kurang kreatif
4) Peka terhadap kritik
d. Dampak fisiologis
1) Kadar gula meningkat
2) Keringat berlebihan
3) Tekanan darah meningkat
4) Denyut jantung meningkat
5) Sakit kepala
25
dengan
penurunan
kadar
glukokortikoid.
Sehingga,
produksi
26
BAB III
PENDEKATAN BIOMOLEKULER PADA MEKANISME STRES
Hampir setiap jenis stres fisik maupun stres mental dalam waktu beberapa
menit saja sudah dapat meningkatkan sekresi adrenocorticotropic hormone
(ACTH) dan akibatnya sekresi kortisol juga meningkat, sering kali meningkat
hingga 20 kali lipat. Efek ini digambarkan oleh respon sekresi adenokortikal yang
cepat dan kuat. Rangsangan sakit yang disebabkan oleh jenis stres fisik atau
kerusakan jaringan pertama-tama dihantarkan ke atas melalui batang otak dan
27
29
tantangan. Sistem dan faktor utama lain yang merespon stres, termasuk sistem
saraf autonomik, sitokin inflamatori, dan hormon metabolik (Guyton, 2002;
Yuliadi, 2014).
Stresor yang muncul terus menerus akan menimbulkan respon tubuh yang
disebut general adaptation syndrom(GAP) yang terdiri dari 3 fase, yaitu:
1) Alarm reaction
Respons fight or flight merupakan respons tahap awal dari tubuh kita bila
bereaksi terhadap stres, stres akan mengaktifkan sistem saraf simpatis dan
sistem hormon tubuh kita seperti kotekolamin, epinefrin, norepinefrine,
glukokortikoid, kortisol dan kortison. Kortisol memiliki efek umpan balik
negatif langsung terhadap (1) hipotalamus untuk pembentukan CRF dan (2)
kelenjar hipofisis anterior untuk menurunkan pembentukan ACTH. Kedua
umpan balik ini membantu mengatur konsentrasi kortisol dalam plasma. Jadi,
bila konsentrasi kortisol menjadi sangat tinggi, maka umpan balik ini secara
otomatis akan mengurangi jumlah ACTH sehingga kembali lagi ke nilai
30
(Guyton, 2002).
31
untuk
menahan
stresor,
sehingga
penting
untuk
mempertahankan kondisi mental dan fisik mahluk hidup. Dalam hal ini stres
akan merangsang pusat hormonal di otak yaitu hipotalamus (Guyton, 2002).
Fungsi Hipotalamus yaitu mengatur keseimbangan air, suhu tubuh,
pertumbuhan tubuh, rasa lapar, mengontrol marah, nafsu, rasa takut, integrasi
respons saraf simpatis, mempertahankan homeostasis. Bila saraf simpatis
terangsang maka, denyut nadi dan jantung akan meningkat, aliran darah ke
jantung, otak, dan ototpun meningkat, sehingga tekanan darah pun akan ikut
terpengaruhi, pemecahan gula di hati meningkat sehingga gula darah ikut
meningkat di darah. Kortisol yang dikeluarkan oleh korteks adrenal karena
perangsangan hipotalamus, menyebabkan rangsangan susunan saraf pusat
otak. Tubuh waspada dan menjadi sulit tidur (insomnia). Kortisol merangsang
sekresi asam lambung yang dapat merusak mukosa lambung. Menurunkan
daya tahan tubuh (Guyton, 2002).
Patofisiologi Hipertensi pada Stres
Stres akan mengaktivasi hipotalamus, di mana hipotalamus memberikan
pengaruh pada 2 sistem yaitu sistem neuroendokrin (saraf simpatis dan adrenal).
Sistem saraf simpatis berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu
dengan mengaktifasi berbagai sistem organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya, sebagai contoh peningkatan denyut nadi, dilatasi pupil, dan
peningkatan tekanan darah. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal pada
medulla adrenal untu melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah.
Hipotalamus mensekresi CRF, sementara hipofisis anterior mensekresi ACTH ,
dan adrenak mensekresi kortisol yang dibawa ke aliran darah. ACTH juga
memberikan sinyal pada kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30
hormon. Salah satu kelenjar endokrin yang dipengaruhi adalah kelenjar tiroid
yang mensekresi tiroksin.
33
34
35
lambung meregulasi proses inflamasi termasuk ekspresi dari molekul adesi dan
sitokin pro inflamasi.
Pada stres, akan terjadi aktivasi sistem saraf simpatis yang menyebabkan
vasokonstriksi dari pembuluh darah. Akibatnya arteri splanchnicus akan
mengalami hipoperfusi. Peningkatan dari sitokin pro inflamasi yang disebabkan
oleh penurunan respon imun akan memperparah hipoperfusi dari arteri
splanchnicus. Pada lambung dikenal adanya faktor defensif antara lain sekresi
bikarbonat, aliran darah mukosa lambung, motilitas gastrointestinal, faktor
protektif seperti HSP dan TFF, dan acid-back diffusion. Faktor defensif ini digun
akan sebagai pertahanan lambung dalam melawan factor agresif penyebab ulkus
peptikum. Pada kondisi stress, hipoperfusi dari arteri splanchnicus akan
menurunkan sekresi bikarbonat, aliran mukosa lambung, faktor protektif, dan
acid-back diffusion. Aktifasi dari sistem saraf simpatis akan menurunkan motilitas
dari gastrointestinal. Penurunan faktor defensif akan menurunkan pertahanan
epitel gaster sehingga mudah terjadi stress ulcer.
37
BAB IV
MANAJEMEN STRES
Berhenti merokok
(Greenberg, 2004)
Terapi psikofarmaka
Penggunaan obat bukanlah yang utama. Pemberian obat hanya
dilakukan jika psikoterapi atau terapi kelompok telah dilakukan, tetapi
tidak memberikan hasil yang diharapkan atau jika individu tersebut
berbahaya, sangat agitatif atau menunjukan gejala-gejala psikotik (Yuliadi,
2014).
Untuk ansietas dan gangguan tidur yang berat dapat diberikan
benzodiazepine, misalnya diazepam 5-10 mg pada malam hari. Obat lain
yang dapat digunakan adalah lorazepam 0,5-1 mg atau klobazam 10-20
mg. Penggunaan benzodiazepin seyogyanya hanya dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama, antara 1-2 minggu, karena mudah terjadi toleransi
dan ketergantungan. Hati-hati pada proses penghentian, karena dapat
terjadi efek rebound. Alternatif obat lain yang dapat digunakan adalah
trazodon (50-100 mg) dan amitriptilin dosis rendah (12,5-50 mg) (Yuliadi,
2014).
38
penghindaran
(avoidance),
kesiagaan
berlebih
Terapi somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat
stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem
tubuh yang lain (Gunarsa, 1995).
Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan
dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif
dan psikoterapi reedukatif dengan memberikan pendidikan secara
berulang. Selain itu, juga terdapat psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi
kognitif dan lain lain (Gunarsa, 1995).
Terapi psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam
mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau
mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis,
39
sosial dan spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi (Gunarsa,
1995).
Manajemen stres yang lain adalah dengan cara meningkatkan strategi
koping, yaitu koping yang berfokus pada emosi dan koping yang berfokus pada
masalah. Penggunaan koping yang berfokus pada emosi dengan cara pengaturan
respons emosional dari stres melalui perilaku individu seperti cara meniadakan
fakta-fakta yang tidak menyenangkan, kontrol diri, membuat jarak, penilaian
secara positif, menerima tanggung jawab, lari dari kenyataan (menghindar).
Sedangkan strategi koping berfokus pada masalah dengan mempelajari cara-cara
atau keterampilan yang dapat menyelesaikan masalah seperti merencanakan
problem solving dan meningkatkan dukungan sosial (Gunarsa, 1995).
KONSEP KOPING
a) Definisi koping
Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam
upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang
melelahkan dan melebihi sumber individu (Contrada dan Baum, 2010).
b) Mekanisme Koping
Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang
mengganggu equilibrium kognitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami
perubahan hubungan dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri
secara negatif. Munculnya ketegangan dalam hidup mengakibatkan munculnya
perilaku pemecahan masalah atau yang disebut dengan mekanisme koping.
Mekanisme koping bertujuan untuk meredakan ketegangan tersebut. Equilibrium
merupakan proses keseimbangan yang terjadi akibat adanya proses adaptasi
manusia terhadap kondisi yang akan menyebabkan sakit. Proses menjaga
keseimbangan dalam tubuh manusia terjadi secara dinamis di mana manusia
berusaha menghadapi segala tantangan dari luar sehingga keadaan seimbang dapat
tercapai (Lazarus dan Folkman, 1984).
40
41
42
43
BAB V
PSIKOSOMATIS
44
45
a) Faktor genetik
b) Kepekaan terhadap bagian tubuh tertentu
c) Kepribadian
d) Hubungan interpersonal yang tidak sehat
(Roit, 2003).
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya gangguan psikosomatik
berdasarkan teori-teori utama psikosomatik adalah sebagai berikut :
a) Teori psikososial
Individu-Individu memperlihatkan respon psikologis spesifik untuk
emosi-emosi tertentu. Sebagai contoh, dalam berespon terhadap emosi
marah, seorang individu mungkin mengalami vasokonstriksi perifer,
yang menyebabkan suatu peningkatan tekanan darah. Dengan emosi
yang sama, pada individu yang lain mungkin menimbulkan
vasodilatasi serebral yang dimanifestasikan dengan suatu sakit kepala
migrain.
b) Teori biologis
Kelainan psikofisiologis terjadi saat tubuh terpajan pada stres yang
berkepanjangan, sehingga menghasilkan sejumlah pengaruh fisiologis
di bawah kontrol langsung dari aksis hipofisis adrenal. Kecenderungan
genetik mempengaruhi sistem organik yang akan dipengaruhi dan
menentukan jenis kelainan psikosomatik yang akan berkembang dalam
diri seorang individu.
c) Teori dinamika keluarga
Kecenderungan
dari
individu-individu
merupakan
anggota
masalah-masalah
psikofisiologis
untuk
menutupi
46
predisposisi
untuk
timbulnya
gangguan
47
psikosomatis
dapat
timbul
bukan
saja
pada
yang
berkepribadian atau emosi labil, tetapi juga pada orang yang dapat dikatakn stabil,
atupun pada orang dengan gangguan kepribadian dan pada orang dengan psikosa.
psikosomatis terjadi karena reaksi pertahanan yang berlangsung lama terhadap
stresor (Genco, 1998).
C. TANDA-TANDA PSIKOSOMATIS
Keluhan pada penderita gangguan psikosomatik biasanya keluhan fisik,
sangat jarang yang mengeluh tentang kecemasan, depresi dan ketegangannya.
Biasanya penderita psikosomatik mengeluhkan gangguan yang berkaitan dengan
sistem organ, yaitu :
a) Kardiovaskuler: stres yang menimbulkan kecemasan mempercepat denyut
jantung, meningkatkan daya pompa jantung dan tekanan darah,
48
49
50
D. TERAPI PSIKOSOMATIS
Adapun tipe-tipe terapi yang digunakan bagi para penderita psikosomatis
adalah:
a) Psikoterapi Kelompok dan Terapi keluarga
Karena kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam
perkembangan gangguan psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut
telah diajukan sebagai kemungkinan focus penekanan dalam psikoterapi
untuk gangguan psikosomatik. Toksoz Bryam Karasu menulis bahwa
pendekatan kelompok harus juga menawarkan kontak intrapersonal yang
lebih besar, memberikan dukungan ego yang lebihh tinggi bagi ego pasien
psikosomatis yang lemah dan merasa takut akan ancaman isolasi dan
perpisahan parental. Terapi keluarga menawarkan harapan suatu perubahan
dalam hubungan antara keluarga dan anak. Kedua terapi memiliki hasil
klinis awal yang sangat baik.
b) Terapi Perilaku
Biofeedback. Ini adalah terapi yang menerapkan teknik behavior
dan banyak digunakan untuk mngatasi psikosomatik. Terapi yang
dikembangkan oleh Nead Miller ini didasari oleh pemikiran bahwa
berbagai respon atau reaksi yang dikendalikan oleh sistem syaraf otonam
sebenarnya
dapat
diatur
sendiri
oleh
individu
melalui
operant
51
SINGKATAN
ACTH
AVP
CRF
GM-CSF
GR
52
HPA
ICAM
IL
MCP
MIP
MR
PVN
POMC
TNF
VCAM
DAFTAR PUSTAKA
Accelerated Cure Project Inc. 2007. A Framework for Describing Physical and
Psychological Trauma and Stress as a Cause of Disease.
Alimul H 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
53
Alloy L.B., J.H Riskind, M.J Monos. 2005. Stres and Physical Disorders. In
Abnormal Psychology: Current Perspectives. 9th ed. New York : McGrawHill. p. 214-221
Baron R.A, dan Byrne D.B. 1994. Social Psychology. Understansing Human
Interaction. Boston: Allyn & Bacon.
Carlson, N.R., 2005. Stres Disorders. In: Foundations of Physiological
Psychology 6 Edition. USA: Thomson Wadsworth, 99-122.
Chevalier, Gaetan et.al. 2011. Emotional Stres, Heart Rate Variability, Grounding,
and Improved Autonomic Tone: Clinical Applications. Integrative Medicine
Journal. 10:119-127.
Contrada dan Baum (ed) (2010). The Handbook of Stres Science: Biology,
Psychology, and Health. New York: Springer Publishing Company.
Froggatt W. 2006. A Brief Introduction to Cognitive-Behaviour Therapy. New
Zealang. Author.
Genco RJ, Ho AW, Kopman J, Grossi SG, Dunford RG, Tedesco LA. 1998.
Models to Evaluate the Role of Stres in Periodontal Disease. Ann Periodont
(3): 288 -302.
Gunarsa. 1995. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: Gunung
Mulia.
Guyton. 2002. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbt Buku
Kedokteran ECG.
Hawari, D. 2008. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI.
Jaffe-Gill Ellen, Smith Melinda, Larson Heather, dan Segal Jeanne. 2007.
Understanding Stres: Signs, Symptoms, Causes, and Effects. Helpguiede.org.
(Diakses tanggal 10 Februari 2015)
Lazarus RS, Folkman S. 1984. Stress Appraisal and Coping. Springer Publishing
Company: New York
Lupien Sonia J, McEwen Bruce S., Gunnar Megan R. dan Heim Christine. 2009.
Effects of Stres Troughout The Lifespan on The Brain, Behavior, and
Cognition. Nature Reviews Neuroscience 10:434-445.
54
Maramis WF dan Maramis AA. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press.
Pinel, J.P.J., 2009. Stres dan Kesehatan. Dalam: Biopsikologi Edisi ke-7.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Powell, D. 1983. Human Adjusment Normal Adaptation Through The Life Cycle.
Toronto: Litlle Browm & Co.
Roit JM. 2003. Essensial Immunology. 8 th ed. Oxford: Blackwell Science
Limited.
Sadock, BJ., Sadock, VA. 2009. Comprehensive Textbook of Psychiatry.
Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins.
Sarafino, E.P. 1994. Health Psychology (2.Ed). New York; Willey.
Wibisono Sasanto: Kuliah Consultation Liasion Psychiatry. FK UI, 2007.
Yuliadi I. 2014. Stres dan Libido. Surakarta: Sebelas Maret University Press
55