You are on page 1of 30

The pathophysiology of hepatocellular carcinoma has not been definitively elucidated and is

clearly a multifactorial event. In 1981, after Beasley linked HBV infection to hepatocellular
carcinoma development, the cause of hepatocellular carcinoma was thought to have been
identified.[9] However, subsequent studies failed to identify HBV infection as a major
independent risk factor, and it became apparent that most cases of hepatocellular carcinoma
developed in patients with underlying cirrhotic liver disease of various etiologies, including
patients with negative markers for HBV infection and who were found to have HBV DNA
integrated in the hepatocyte genome.
Inflammation, necrosis, fibrosis, and ongoing regeneration characterize the cirrhotic liver and
contribute to hepatocellular carcinoma development. In patients with HBV, in whom
hepatocellular carcinoma can develop in livers that are not frankly cirrhotic, underlying fibrosis
is usually present, with the suggestion of regeneration. By contrast, in patients with HCV,
hepatocellular carcinoma invariably presents, more or less, in the setting of cirrhosis. This
difference may relate to the fact that HBV is a DNA virus that integrates in the host genome and
produces HBV X protein that may play a key regulatory role in hepatocellular carcinoma
development;[10] an RNA virus replicates in the cytoplasm and does not integrate in the host
DNA.
The disease processes, which result in malignant transformation, include a variety of pathways,
many of which may be modified by external and environmental factors and eventually lead to
genetic changes that delay apoptosis and increase cellular proliferation.
The chart below provides an overview of the pathways and the modifiers that lead to
hepatocellular carcinoma.

Recent analysis has sought to elucidate the genetic pathways that are altered during
hepatocarcinogenesis.[11] Among the candidate genes involved, the p53, PIKCA, and -catenin
genes appear to be the most frequently mutated in patients with hepatocellular carcinoma.
Additional investigations are needed to identify the signal pathways that are disrupted, leading to
uncontrolled division in hepatocellular carcinoma. Two pathways involved in cellular
differentiation (ie, Wnt--catenin, Hedgehog) appear to be frequently altered in hepatocellular
carcinoma. Up-regulated WNT signaling appears to be associated with preneoplastic adenomas
with a higher rate of malignant transformation.
Additionally, studies of inactivated mutations of the chromatin remodeling gene ARID2 in 4
major subtypes of hepatocellular carcinoma are being performed. A total of 18.2% of individuals
with hepatitis C virusassociated hepatocellular carcinoma in the United States and Europe
harbored ARID2 inactivation mutations. These findings suggest that ARID2 is a tumor suppressor
gene commonly mutated in this tumor subtype.[12]

While various nodules are frequently found in cirrhotic livers, including dysplastic and
regenerative nodules, no clear progression from these lesions to hepatocellular carcinoma occurs.
Prospective studies suggest that the presence of small-cell dysplastic nodules conveyed an
increased risk of hepatocellular carcinoma, while large-cell dysplastic nodules were not
associated with an increased risk of hepatocellular carcinoma. Evidence linking small-cell
dysplastic nodules to hepatocellular carcinoma includes the presence of conserved proliferation
markers and the presence of nodule-in-nodule on pathologic evaluation. This term describes the
presence of a focus of hepatocellular carcinoma in a larger nodule of small dysplastic cells.[13]
Recent work speculated that hepatocellular carcinoma develops from hepatic stem cells that
proliferate in response to chronic regeneration caused by viral injury.[14] The cells in small
dysplastic nodules appear to carry markers consistent with progenitor or stem cells.

Kanker Hati
Karsinoma hepatoseluler
1.

Pengertian
Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan

fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya


sebagian besar fungsi hepar. ( Gips & Willson :1989 )
Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan
karna hepatis kronik dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan
pada fungsi hati. ( Ghofar , Abdul : 2009 )
Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan
mekanisme kontrol dalam sel yang mengakibatkan pembelahan sel yang
tidak terkontrol. Sel abnormal tersebut akan membentuk jutaan kopi, yang
disebut klon. Mereka tidak dapat melakukan fungsi normal sel hati dan sel
terus menerus memperbanyak diri. Sel-sel tidak normal ini akan membentuk
tumor (Anonim, 2004).
2.

Etiologi
Kanker hati ( karsinoma hepatoseluler ) disebabkan adanya infeksi

hepatis B kronis yang terjadi dalam jangka waktu lama. ( ghofar, Abdul :
2009 )
Penyebab kanker hepar secara umum adalah infeksi virus hepatitis B
dan C, cemaran aflatoksin B1, sirosis hati, infeksi parasit, alkohol serta faktor
keturunan. (Fong, 2002).
Infeksi virus hepatitis B dan C merupakan penyebab kanker hepar
yang utama didunia, terutama pasien dengan antigenemia dan juga
mempunyai penyakit kronik hepatitis. Pasien laki-laki dengan umur lebih dari
50

tahun

yang

menderita

penyakit

hepatitis

dan

mempunyai

kemungkinan besar terkena kanker hepar. (Tsukuma dkk., 1993; Mor dkk.,
1998).
Orang yang didiagnosis menderita kanker hati berusia diatas enam
puluh tahun. Dari sebuah survei di Kanada,setiap tahun sekitar 1800 orang
didiagnosis menderita kanker hati, dan separuh lebih adalah lelaki.
Faktor faktor yang dapat merusak hati dan penyebab kanker hati :
1. Tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang
2. Tidak buang air di pagi hari
3. Pola makan yang terlalu berlebihan
4. Tidak makan pagi
5. Terlalu banyak mengkonsumsi obat obatan
6. Terlalu banyak mengkonsumsi bahan pengawet, zat tambahan, zat
pewarna, pemanis buatan.
7. Minyak goreng yang tidak sehat. Sedapat mungkin kurangi
penggunaan minyak goreng saat menggoreng makanan. Jangan
mengkonsumsi makanan yang di goreng bila kita dalam kondisi penat,
kecuali dalam kondisi tubuh yang fit.
8. Mengkonsumsi makanan mentah ( sangat matang ) juga menambah
beban hati. Sayur yang digoreng harus dimakan habis saat itu juga,
jangan disimpan.
9. Alkohol
10. Keturunan
11. Hepatis B, C
3.

Patofisiologi
Kanker hati terjadi akibat kerusakan pada sel sel parenkim hati yang

biasa secara langsung disebabkan oleh primer penyakit hati atau secara
tidak langsung oleh obstruksi aliran empedu atau gangguan sirkulasi hepatik
yang menyebabkan disfungsi hati. Sel parenkim hati akan bereaksi tehadap

unsur unsur yang paling toksik melalui penggantian glikogen dengan lipid
sehingga terjadi infiltrasi lemak dengan atau tanpa nekrosis atau kematian
sel.

Keadaan

ini

sering

disertai

dengan

infiltrasi

sel

radang

dan

pertumbuhan jaringan fibrosis. Regenerasi sel dapat terjadi jika proses


perjalanan penyakit tidak terlampau toksik bagi sel sel hati. Sehingga
terjadi pengecilan dan fibrosis selanjutnya akan menjadi kanker hati.

4.

Pathway

5.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari Carcinoma Hepatoseluler berupa tanda dan

gejala yang meliputi : Kulit menjadi berwarna kuning, Deman, Menggigil,


Merasa lelah yang luar biasa, Nausea, Nyeri pada perut, Kehilangan nafsu
makan, Berat badan yang turun drastis, Nyeri pada punggung dan bahu, Urin
yang berwarna gelap, Terjadi pendarahan di bagian dalam tubuh.
6.

Penatalaksanaan
A. Non Bedah .

1. Terapi Radiasi
Tujuan : Mengurangi

nyeri dan gangguan rasa nyaman, gejala

anoreksia, panas dan kelemahan.


Pelaksanaan metode radiasi meliputi :

Penyuntikan anti bodi berlabel isotop radio aktif secara intravena yang
secara spesifik akan menyerang antigen yang berkaitan dengan tumor.

Penempatan sumber radiasi perkutan intensitas tinggi untuk terapi


radiasi interstisil.

2. Kemoterapi
Tujuan

Untuk

memperbaiki

kualitas

hidup

pasien

dan

memperpanjang kelangsungan hidupnya.


Bentuk terapi ini juga dapat dilakukan sebagai terapi ajuan setelah
dilakukan reseksi tumor hati. Kemoterapi sistemik dan kemoterapi infus
regional merupakan dua metode yang digunakan untuk memberikan
preparat antineoplastik kepada pasien tumor primer dan metastasis hati.
Untuk memberikan kemoterapi dengan kosentrasi yang tinggi kedalam
hati melalui arteri hepatika dipasang pompa yang dapat ditanam. Metode ini
menghasilkan pemberian obat dengan cara infus yang kontinyu, dapat di
andalkan dan terkontrol yang dapat dilaksanakan sendiri dirumah.

2.1 Definisi
Menurut National Cancer Institute karsinoma hepatoseluler adalah sebuah jenis
adenokarsinoma, dan merupakan tipe yang paling umum dari tumor hati. (6)
Karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah tumor primer yang paling umum pada hepar dan
salah satu kanker paling umum di seluruh dunia. HCC merupakan keganasan hepatoseluler asal
primer. (2)
Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu,
pembuluhpembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati
(hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kankerkanker hati
primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular
(hepatocellular cancer) atau karsinoma (carcinoma).
2.2 Insidensi
Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu keganasan
yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya ialah sekitar 1 juta kasus,
dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1. Tingkat kejadian sama dengan tingkat
kematian. Di Amerika Serikat, terdapat 19.160 kasus baru dan 16.780 kematian yang tercatat
pada tahun 2007. Tingkat kematian pada laki-laki di negara-negara kejadian rendah seperti
Amerika Serikat adalah 1,9 per 100.000 per tahun; di daerah-daerah dengan insidensi menengah
seperti Austria dan Afrika Selatan, angka kematian tahunan berkisar 5,1-20,0 per 100.000, dan
pada daerah dengan insidensi yang tinggi seperti di Asia (Cina dan Korea), angka kematian 23,1150 per 100.000 per tahun (lihat tabel 2.1). (1)
Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan
predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6 : 1.
(10)

Tabel 2.1 Angka Insidensi Penyakit Karsinoma Hepatoseluler Berdasarkan Jenis Kelamin Dan
Wilayah Geografis. (1)

100.000 Orang Per Tahun


Negara

Laki-Laki

Perempuan

2.5

Brazil, Recife

9.2

8.3

Brazil, Sao Paulo

3.8

2.6

Mozambique

112.9

30.8

South Africa, Cape: Black

26.3

8.4

South Africa, Cape: White

1.2

0.6

Senegal

25.6

Nigeria

15.4

3.2

Gambia

33.1

12.6

Burma

25.5

8.8

Japan

7.2

2.2

Korea

13.8

3.2

China, Shanghai

34.4

11.6

India, Bombay

4.9

2.5

India, Madras

2.1

0.7

Great Britain

1.6

0.8

France

6.9

1.2

Italy, Varese

7.1

2.7

Norway

1.8

1.1

Spain, Navarra

7.9

4.7

Argentina

2.3 Epidemiologi

Daerah endemik terdapat di Cina dan sub-Sahara Afrika, yang berhubungan dengan
daerah endemik tingkat tinggi carrier hepatitis B dan kontaminasi mycotoxin bahan pangan, bijibijian yang disimpan, air minum, dan tanah. Faktor-faktor lingkungan adalah penting; orang
Jepang di Jepang memiliki insidensi lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di Hawaii, juga
memiliki insidensi yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di California. (1)
Tabel 2.2 Hal-Hal Essensial Pada Karsinoma Hepatoseluler. (3)
Penyebab Utama
Hepatitis B (HBsAg seropositif)
Hepatitis C
Diagnosis (sering terlambat)
Klinis
Nyeri, kehilangan berat badan, sakit kuning
Massa, bruit
Kerusakan fungsi hati yang cepat
Laboratorium
Abnormal LFT (30% - "40%)
HBsAg seropositif (50%)
Peningkatan AFP (Amerika Serikat 30%, Afrika 80%)
Imaging
MRI untuk menilai invasi vena hepatik
Biopsi
Risiko perdarahan
Laparoskopi biopsi dilakukan dengan visi teraman

Pengobatan
Reseksi atau transplantasi hanya merupakan penyembuhan satu-satunya
Kriteria untuk reseksi
Tumor dapat dilepas dengan eksisi lokal atau lobektomi
Cukup cadangan fungsional di sisa hati
Tidak menginvasi hati atau vena portal
Tidak ada metastasis atau ekstensi extrahepatic
Kriteria untuk transplantasi
Terdapat tiga lesi atau lebih sedikit
Diameter Kurang dari 5 cm
Keberadaan sirosis
Prognosis
Tingkat Resectability 20%
Five-year survival setelah reseksi kuratif: 33% - 64%
Five-year survival setelah transplantasi: 19% - 70%
Rata-rata bertahan hidup pada penyakit yang tidak dapat direseksi : 4 bulan
Singkatan : AFP, alpha-fetoprotein; LFT, liver function test; MRI,
magnetic resonance imaging.
2.4 Faktor-Faktor Etiologi
Virus Hepatitis
Baik kasus-kontrol maupun studi kohort menunjukkan hubungan yang kuat antara tingkat
carrier hepatitis B kronis dan peningkatan kejadian HCC. Pada orang Taiwan carier laki-laki

yang mempunyai antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) positif, ditemukan berisiko 98 kali
lipat lebih besar untuk menjadi HCC dibandingkan dengan individu dengan HbsAg-negatif.
Kejadian HCC pada orang pribumi di Alaska meningkat secara nyata berhubungan dengan
prevalensi infeksi virus hepatitis B (HBV) yang tinggi. HCC yang disebabkan HBV mungkin
timbul dari siklus kerusakan hati dengan proliferasi berikutnya, dan tidak selalu terjadi dari
sirosis.

(1)

Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik,

peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi sel HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu dan
aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit
dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.
Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon
nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang
berubah akibat HBV. (10)
Peningkatan angka insidensi HCC di Jepang dalam tiga dekade terakhir diperkirakan
berdasarkan penelitian dari hepatitis C. Sebuah intervensi skala besar yang disponsori oleh World
Health Organization (WHO) sedang berlangsung di Asia yang melibatkan vaksinasi HBV pada
bayi baru lahir. HCC pada orang kulit hitam di Afrika tidak berhubungan dengan sirosis yang
parah namun mempunyai diferensiasi yang buruk dan bersifat sangat agresif. Meskipun jenis dari
HBV carrier adalah sama di antara penduduk Bantu di Afrika Selatan, ada perbedaan sembilan
kali lipat dalam kejadian HCC antara orang Mozambic yang hidup di sepanjang pesisir dan
pedalaman. Perbedaan ini disebabkan oleh paparan tambahan dari makanan yang mengandung
aflatoksin B1 dan mikotoksin karsinogenik lainnya. (1)
Hepatitis C virus (HCV) juga telah dikaitkan dengan terjadinya HCC. Antibodi terhadap
HCV telah ditemukan sebanyak 76% dari pasien dengan HCC di Jepang, Italia, dan Spanyol dan
36% di Amerika Serikat. Berbeda dengan HCC disebakan oleh HCV, HCC jarang terjadi pada
carier HBV sebelum terjadinya perkembangan sirosis.

(5)

Sebuah interval antara transfusi yang

berhubungan dangan virus hepatitis C (HCV) dan terjadinya HCC adalah ~ 30 tahun. HCC yang
disebabkan oleh virus hepatitis C cenderung memiliki sirosis yang lebih sering dan lebih awal,
tetapi dalam HCC yang disebabkan dengan HBV, hanya setengahnya yang terjadi sirosis; sisanya
menderita hepatitis aktif kronis. (1) Selain itu, kejadian HCC pada carier HCV kronis diperkirakan
setinggi 5% per tahun, dibandingkan dengan 0,5% per tahun untuk carier HBV. (5)

Tabel 2.3 Faktor Resiko Karsinoma Hepatoseluler. (1)


Tersering
Sirosis dari penyebab apapun

Jarang
Sirosis bilier primer

Infeksi kronis hepatitis B atau C

Hemochromatosis

Konsumsi etanol kronis

Defisiensi antitrypsin -1

Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)

Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)

Aflatoksin B1 atau mikotoksin lain

penyakit penyimpanan glikogen


Citrullinemia
Porfiria cutanea tarda
Keturunan tyrosinemia
Wilson's Disease

Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor resiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi
lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun tiga sampai lima persen dari pasien SH akan menderita
HCC, dan HCC merupakan penyebab kematian pada SH. Otopsi pada pasien SH mendapatkan
290-80% di antaranya telah menderita HCC. Pada 60-80% dari SH makronoduler dan tiga
sampai sepuluh persen dari SH mikronuduler dapat ditemukan adanya HCC. Prediktor utama
HCC pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan alfa feto protein (AFP) serum,
beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel hati. (10)
Karsinogen Kimia
Mungkin karsinogen kimia alami yang paling kuat di mana-mana merupakan produk dari
jamur Aspergillus, disebut aflatoksin B1. Produk aflatoksin dapat ditemukan dalam biji-bijian
yang disimpan di tempat yang panas, tempat-tempat lembab, kacang dan nasi disimpan tidak
dalam lemari es. Kontaminasi aflatoksin bahan pangan berkorelasi baik dengan tingkat insidensi
di Afrika dan China. Pada daerah endemik di Cina, bahkan hewan ternak seperti bebek telah
mengidap HCC. Karsinogen yang paling kuat muncul menjadi produk alami dari tumbuhan,
jamur, dan bakteri, seperti pohon-pohon semak yang mengandung alkaloid pyrrollizidine serta

asam tannic dan safrol. Polutan seperti pestisida dan insektisida dikenal karsinogen binatang
pengerat. (1)
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi jamur Aspergillus. Dari
percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 1-2-3- epoksid
merupakan karsinogen utama dari kelompok utama aflatoksin yang mampu membentuk ikatan
dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme karsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1
menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. (10)
Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat
dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan terjadinya peningkatan angka mortalitas
sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi
(Indeks Massa Tubuh (IMT) : 35-40 Kg/m 2) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMTnya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alchoholic
fatty liver disease (NAFLD), khususnya non alchoholic steatohepatis (NASH) yang dapat
berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC. (10)
Diabetes Mellitus (DM)
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor resiko baik untuk penyakit hati
kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatis non alkoholik
(NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin like
growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Indikasi kuatnya
asosiasi antara DM dan HCC terlihat dari banyak penelitian antara lain penelitian kasus kelola
oleh Hasan dkk. Yang melaporkan bahwa dari 115 kasus HCC dan 230 non HCC, rasio odd dari
DM adalah 4,3, meskipun diakui bahwa sebagian dari kasus DM sebelumnya sudah menderita
sirosis hati. Penelitian kohort besar oleh El Serag dkk. Yang melibatkan 173,643 pasien DM dan
650,620 pasien bukan DM menemukan bahwa insidensi HCC pada kelompok DM lebih dari dua
kali lipat dibandingkan dengan insidensi HCC kelompok bukan DM. Insidensi juga semakin
tinggi seiring dengan lamanya pengamatan (kurang dari lima tahun hingga lebih dari 10 tahun).

DM merupakan faktor resiko HCC tanpa memandang umur, jenis kelamin dan ras, dengan angka
resiko 2,16. (10)
Alkohol
Meskipun alcohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat alcohol (>5070 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik.
Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga
meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV.
Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan
HBsAg-positif atau anti HCV-positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alcohol terhadap
infeksi HBV maupun infeksi HCV. Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas
untuk terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat infeksi HBV atau
HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak
meningkatkan resiko terjadinya HCC. (10)
2.5 Patogenesis Molekuler HCC
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen penyebabnya,
transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turnover) sel hati
yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan
oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom,
aktivas onkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan
kurang baiknya penanganan DNA missmatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor
pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronis, alkohol dan penyakit metabolik seperti
hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1, mungkin menjalankan peranannya terutama
melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis).
Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga dihubungkan dengan inaktivasi
gen supresor tumor. LOH dan delesi alelik adalah hilangnya satu salinan (kopi) dari bagian
tertentu suatu genom. Pada manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian kromosom. Infeksi
HBV dihubungkan engan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen p53. Pada
kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat bervariasi (acak). Oleh

karena itu, HBV mungkin berperan sebagai agen mutagenic insersional non selektif. Integrasi
acapkali menyebabkan terjadinya beberap perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses
translokasi, duplikasi terbalik, delesi dan rekombinan. Semua perubahan ini dapat berakibat
hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen seluler penting lain. Dengan analisis Southern
Blot, potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC,
tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk gen X, lazim disebut HBx, dapat berfungsi
sebagai transaktivator transkripsional dari berbagai gen seluler yang berhubungan dengan kontrol
pertumbuhan.

Ini

menimbulkan

hipotesis

bahwa

HBx

mungkin

terlibat

pada

hepatokarsinogenesis oleh HBV.(10)


Di wilayah endemic HBV ditemukan hubungan yang bersifat dose-dependent antara pajanan
AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari p53. Mutasi ini spesifik untuk HCC dan
tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam DNA tumor. Mutasi gen p53 terjadi pada sekitar 30%
kasus HCC di dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda menurut wilayah geografik
dan etiologi tumornya. (10)
Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah berlangsung puluhan tahun dan
umumnya didahuluioleh terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting dari proses cedera
hati kronik diikuti oleh regenerasi dan sirosis pada proses hepatokarsinogenesis oleh HCV. (10)
2.6 Penyebaran
Metastasis intrahepati dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi langsung.
Metastasis Ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatica, vena porta atau vena kava. Dapat
terjadi metastasis pada varises oesophagus dan di paru. Metastasis sistemik seperti ke kelenjar
getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, dan dapat juga sampai di mediastinum. Bila
sampai di peritoneum, dapat menimbulkan asites hemoragik, yang berarti sudah memasuki
stadium terminal.(10)
2.7 Manifestasi Klinis
Timbulnya sebuah karsinoma hepatoseluler mungkin tidak terduga sampai terjadi
penurunan kondisi pasien sirosis yang sebelumnya stabil.

(4)

Gejala pada pasien HCC termasuk

cachexia, nyeri pada perut, penurunan berat badan, kelemahan, abdominal fullness dan bengkak,
penyakit kuning, dan mual yang berhubungan dengan gejala. (1),(4)
Kemunculan asites, kemungkinan perdarahan, yang menunjukkan trombosis vena portal
atau hati dengan tumor atau pendarahan dari tumor nekrotik.

(4)

Perut bengkak terjadi sebagai

akibat dari asites karena penyakit hati kronis yang mendasarinya atau mungkin karena tumor
yang berkembang dengan pesat. Kadang-kadang, nekrosis pusat atau perdarahan akut ke dalam
rongga peritoneum menyebabkan kematian. Di negara-negara dengan program surveilans aktif,
HCC cenderung diidentifikasi pada tahap awal. Penyakit kuning biasanya karena gangguan pada
saluran intrahepatic oleh penyakit hati yang mendasarinya. Hematemesis terjadi mungkin
disebabkan karena adanya varises oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat pada
3-12% pasien. Pasien mungkin dapat tidak menunjukkan gejala. (1)
2.8 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pembesaran hati yang lembut, kadang-kadang
dengan massa yang dapat di palpasi. Di Afrika, presentasi khas pada pasien muda adalah massa
yang berkembang pesat pada perut.(4) Hepatomegali adalah tanda dari fisik yang paling umum,
terjadi pada 50-90% pasien. Bruit perut dicatat dalam 6-25%, dan asites terjadi pada 30-60%
pasien.(1) Auskultasi mungkin mengungkapkan bruit pada tumor atau friction rub ketika
prosesnya telah meluas ke permukaan hati.(4) Ascites harus diperiksa oleh bagian sitologi.
Splenomegali terutama karena hipertensi portal. Berat badan dan wasting otot yang umum,
terutama dengan tumor yang tumbuh dengan cepat atau besar. Demam ditemukan pada 10-50%
pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati kronis dapat hadir, termasuk
sakit kuning, dilatasi vena abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi testis, dan edema
perifer. (1)
2.9 Diagnosis
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan majupesat, maka berkembang
pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang
kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang

akurasinya 70 95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60


70%. (9)
Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography
(PET) yang menunjukkan adanya HCC.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.
Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu
kriteria empat atau lima.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
2.10.1 Penanda Tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel
yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah
0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400
ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga
pada kehamilan. Penanda tumor lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy prothrombin (DCP)
atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91% dari pasien HCC, namun juga dapat
meningkat pada defisiensi vitamin K, hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada
beberapa lagi penanda HCC, seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll,
tetapi tidak ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan
PIVKA-2. (10)

2.10.2 Gambaran Radiologis


A. Gambaran Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua karakteristik
kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor (neovaskularisasi) dan trombosis oleh
invasi tumor.

(1)

Perkembangan yang cepat dari gray-scale ultrasonografi menjadikan gambaran

parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko jaringan hati
lebih mudah dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal
maupun kelainan parenkim difus. (7)
Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang
membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko
yang berbeda dengan parenkim hati normal.

Gambar 2.1 USG karsinoma hepatoseluler, tampak nodul hipoecoic dengan diameter 2,3cm pada
pasien laki-laki umur 67 th.
Gambar 2.2 Stadium dini: Kanker hati berupa nodule diameter 3 cm.
B. Computed Tomography (CT) Scan

Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh
segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat
sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula
menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan,
multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling
kecil pun tidak terlewatkan.
Untuk menentukan ukuran dan besar tumor, dan adanya invasi vena portal secara akurat,
CT / heliks trifasik scan perut dan panggul dengan teknik bolus kontras secara cepat harus
dilakukan untuk mendeteksi lesi vaskular khas pada HCC. Invasi vena portal biasanya terdeteksi
sebagai hambatan dan ekspansi dari pembuluh darah. CT scan dada digunakan untuk
menghilangkan diagnosis adanya metastasis. (1)

Gambar 2.3 CT Scan pada wanita 57 tahun dengan riwayat hepatitis B, tampak nodul karsinoma
hepatoselular.

Gambar 2.4 CT-scan dengan kontras memperlihatkan massa pada karsinoma hepatoselular.
C. Angiografi
Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan
angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang
kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran
sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang
sebenarnya.

Gambar 2.5 Celiac angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan multipel karsinoma
hepatoseluler sebelum terapi (kiri), dan sesudah terapi (kanan) menunjukkan penurunan vaskular
dan respon terapi.
D. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT
scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada
penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan
CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah.

Gambar 2.6 Pada gambaran MRI diatas terlihat multipel hipervaskular kecil pada karsinoma
hepatoselular.

Gambar 2.7 Gambaran MRI pada karsinoma hepatoselular, tampak lesi dengan diamer 2,5 cm
pada aspek infero-medial.
2.11 Sistem Staging
Meskipun TNM (tumor primer, kelenjar regional, metastasis) yang merupakan sistem
staging yang dibentuk oleh the American Joint Commission for Cancers (AJCC) kadang-kadang
masih digunakan, saat ini sistem the Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) yang lebih lebih
populer digunakan karena memasukan sirosis dalam salah satu hal penilaiannya, seperti halnya
sistem Okuda (Tabel 2.4 dan 2.5). Prognosis terbaik adalah stadium I, tumor soliter <2>(1)
Tabel 2.4 Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) (1)
Points
Variables

i. Jumlah Tumor

Single

Multipl

e
Ukuran tumor pada Hepar yang
<50

<50

>50

ii. Nilai Child-Pugh

iii. -Fetoprotein level (ng/mL)

<400

400

menggantikan hepar normal (%)a

iv. Trombosis Vena Porta (CT)

No

Yes

a = Luas tumor pada hati


Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.
Tabel 2.5 Klasifikasi Okuda (1)
Ukuran Tumora

Ascites

Albumin (g/L)

Bilirubin
(mg/dL)

50%

<50

>3

<3

(+)

()

(+)

()

(+)

()

(+)

()

Stadium Okuda: Stadium 1= semua (-), Stadium 2= 1 atau 2 (+), Stadium 3 = 3 atau 4 (+).
a = Luas tumor pada hati
2.12 Pengobatan
Sebagian besar pasien HCC mempunyai dua penyakit hati yaitu sirosis dan HCC,
masing-masing yang merupakan penyebab kematian independen. Kehadiran sirosis biasanya
menjadi kendala pada operasi reseksi, terapi ablatif, dan kemoterapi. Jadi penilaian dan
perencanaan perawatan pasien harus mengambil keparahan dari penyakit hati tidak ganas ke
dalam penilaian. Pilihan manajemen secara klinis pada HCC bisa menjadi kompleks (Bagan 2.1).
Pasien dengan tumor lanjut (invasi vaskular, gejala, menyebar extrahepatic) memiliki hidup ratarata ~ 4 bulan, dengan atau tanpa pengobatan. Hasil perawatan dari literatur-literatur sulit untuk
ditafsirkan. Kelangsungan hidup tidak selalu merupakan ukuran keberhasilan terapi karena efek
negatif pada kelangsungan hidup dari penyakit hati yang mendasarinya. (1)
2.12.1 Karsinoma Hepatoseluler Stadium I dan II
Tumor tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik, termasuk
reseksi bedah, ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan terapi injeksi lokal (etanol atau

asam asetat). Banyak juga yang memiliki penyakit hati yang signifikan yang mendasari dan tidak
dapat mentolerir terapi bedah karena kehilangan parenkim hati, namun mungkin mereka
memenuhi persyaratan untuk transplantasi hati orthotopic (orthotopic liver transplant = OLTX) di
masa yang akan datang. Prinsip penting dalam perawatan tahap awal HCC adalah dengan
menggunakan perawatan hati-hemat dan berfokus pada pengobatan baik tumor maupun sirosis.

Bagan 2.1 Pendekatan pengobatan untuk pasien dengan karsinoma hepatoseluler. Evaluasi klinis
awal bertujuan untuk menilai sejauh mana tumor dan gangguan fungsional yang diakibatkan oleh
sirosis hati. Pasien diklasifikasikan sebagai yang memiliki penyakit dan dapat direseksi, penyakit
yang tidak dapat direseksi, atau sebagai kandidat transplantasi. Singkatan: OLTX, orthotopic
liver transplantation; TACE, transarterial chemoembolization; PEI, percutaneous ethanol
injection; RFA, radiofrequency ablation; LN, lymph node. Child's A/B/C mengacu pada
klasifikasi Child-Pugh dari kegagalam hepar. (1)
Eksisi Bedah

Risiko hepatectomi utama adalah tinggi (mortalitas 5-10%) diakibatkan oleh penyakit
hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Oklusi vena portal preoperative
kadang-kadang dapat dilakukan untuk menyebabkan atrofi lobus HCC yang terlibat dan
hipertrofi kompensasi dari hati yang masih normal.Pada pasien sirosis, operasi hati besar dapat
mengakibatkan kegagalan hati. Klasifikasi Child-Pugh dari gagal hati dapat menentukan
prognosis untuk toleransi operasi hati yang dapat diandalkan, dan hanya Child A yang dapat
dipertimbangkan untuk reseksi bedah. Pasien dengan Child B dan C dengan tahap I dan II HCC
harus dirujuk untuk OLTX jika sesuai, seperti pada pasien dengan asites atau riwayat pendarahan
varises. Meskipun terapi bedah eksisi terbuka merupakan terapi yang paling dapat diandalkan,
namun pasien mungkin lebih baik ditawarkan dengan pendekatan secara laparoskopi untuk
reseksi, menggunakan RFA atau injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol injection=PEI).(1)
Strategi Ablasi Lokal
Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation=RFA) menggunakan panas untuk ablasi
tumor. Ukuran maksimum dari array probe dapat dilakukan untuk zona nekrosis 7-cm, yang akan
cukup untuk tumor berukuran 3-4 cm.(1)
Pengobatan tumor yang dekat dengan pedikel portal utama dapat menyebabkan cedera
duktus empedu dan obstruksi. Hal ini membatasi terapi tumor yang secara anatomi cocok untuk
teknik ini. RFA dapat dilakukan secara perkutan dengan panduan CT atau USG, atau dengan
laparoskopi dengan panduan USG.(1)
Terapi Injeksi Lokal
Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya injeksi lokal ke dalam tumor, yang
paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak relatif dengan riwayat sirosis hati keras memungkinkan
untuk dilakukan injeksi etanol volume besar ke dalam tumor tanpa terjadi difusi ke dalam
parenkim hati atau kebocoran keluar dari hati. PEI menyebabkan kerusakan langsung dari sel-sel
kanker, tetapi juga akan menghancurkan sel-sel normal di sekitarnya. Hal ini biasanya
memerlukan beberapa suntikan (rata-rata tiga), berbeda dengan satu untuk RFA. Ukuran
maksimum tumor terpercaya diperlakukan adalah 3 cm, bahkan dengan beberapa suntikan. (1)

Transplantasi Hepar
Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan sirosis adalah OLTX,
dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus nonkanker. OLTX dapat digunakan
pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3 nodul atau kurang, setiap 3 cm, menghasilkan
kelangsungan hidup yang bagus tanpa tumor (70% selama 5 tahun). Untuk HCC lanjut, OLTX
telah ditinggalkan karena adanya tingkat kekambuhan tumor yang tinggi. Prioritas skoring untuk
OLTX sebelumnya menyebabkan pasien HCC menunggu terlalu lama untuk dilakukan OLTX,
sehingga beberapa tumor menjadi lebih parah selama pasien menunggu hati yang disumbangkan.
Berbagai terapi yang digunakan sebagai "jembatan" untuk OLTX, ialah RFA, PEI, dan
chemoembolization transarterial (TACE). (1)
Terapi Adjuvant
Peran kemoterapi ajuvan bagi pasien setelah reseksi atau OLTX masih belum jelas. Telah
ditemukan bahwa tidak ada manfaat yang jelas dalam kelangsungan hidup dalam keadaan bebas
penyakit atau secara keseluruhan baik untuk pendekatan adjuvant maupun neoadjuvant,
meskipun suatu meta-analisis beberapa percobaan menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam keadaan bebas penyakit dan secara keseluruhan. Analisis dari uji coba kemoterapi ajuvan
pasca operasi sistemik tidak menunjukkan manfaat ketahanan hidup dalam keadaan bebas
penyakit atau secara keseluruhan, namun studi tunggal TACE dan neoadjuvant

131

I-ethiodol telah

menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup setelah dilakukan reseksi. (1)


2.12.2 Karsinoma Hepatoseluler Stadium III dan IV
Pilihan bedah tumor menjadi lebih sedikit pada HCC stadium III. Pada pasien tanpa
sirosis, hepatectomi adalah layak, meskipun mempunyai prognosis yang buruk. Pasien dengan
sirosis Child A dapat direseksi, tetapi lobektomi berhubungan dengan morbiditas yang signifikan
dan kematian, dan prognosis jangka panjangnya adalah kurang. Namun demikian, sebagian kecil
pasien akan mencapai kelangsungan hidup jangka panjang. Karena sifat dari tumor ini, setelah
reseksi berhasil dapat diikuti oleh kekambuhan yang cepat. Pasien-pasien pada stadium ini bukan
kandidat untuk dilakukannya transplantasi karena adanya tingkat kekambuhan tumor tinggi,
kecuali tumor mereka bisa turun-bertahap terlebih dahulu dengan terapi neoadjuvant.

Mengurangi ukuran tumor primer dapat dilakukan untuk menguragi operasi, dan penundaan
operasi dilakukan untuk penyakit yang extrahepatic dengan menggunakan studi imaging dan
menghindari OLTX karena tidak akan membantu. Stadium IV memiliki prognosis yang buruk,
dan tidak ada pengobatan bedah yang dianjurkan. (1)
Kemoterapi sistemik
Sejumlah besar studi klinis terkendali dan tidak terkendali telah dilakukan pada sebagian
besar kelompok utama kemoterapi kanker. Tidak ada obat tunggal atau obat kombinasi yang
diberikan secara sistemik berpengaruh baik, bahkan hanya mengarah ke tingkat respons sebesar
25% atau hanya sedikit berpengaruh kepada kelangsungan hidup.(1)
Kemoterapi Regional
Berbeda dengan hasil buruk pada kemoterapi sistemik, berbagai agen yang diberikan
melalui arteri hepatik memiliki aktivitas yang terbatas pada HCC (Tabel 2.6). Dua uji terkontrol
acak telah menunjukkan keunggulan untuk bertahan hidup untuk TACE dalam subset yang
dipilih pasien. Satu digunakan doxorubicin dan lainnya menggunakan cisplatin. Terlepas dari
kenyataan bahwa terjadi peningkatan ekstraksi hepatik dari kemoterapi untuk obat sangat sedikit,
beberapa obat seperti cisplatin, doxorubicin, C mitomycin, dan mungkin neocarzinostatin
menghasilkan respon yang cukup besar bila diberikan secara regional. Hanya sedikit data yang
tersedia pemberiannya melalui infus arteri secara terus-menerus untuk HCC, meskipun studi
utama dengan cisplatin telah menunjukkan respon yang baik. (1)
Karena laporan kelangsungan hidup tidak dibuat berdasarkan berdasarkan stadium TNM,
sulit untuk mengetahui prognosis jangka panjang dalam hubungannya dengan batas tumor.
Sebagian besar penelitian tentang kemoterapi arteri hepatik regional juga menggunakan agen
embolisasi seperti ethiodol, gelatin partikel spons (Gelfoam), pati (Spherex), atau mikrosfer. Dua
produk yang terdiri dari mikrosfer didefinisikan dengan ukuran berkisar-Embospheres
(biosphere) dan Sensual SE-menggunakan partikel 40-120, 100-300, 300-500, dan 500-1000 m
ukurannya. Diameter optimal partikel untuk TACE belum didefinisikan. (1)

Penggunaan secara luas dari beberapa bentuk embolisasi di samping kemoterapi telah
menambah efek toksisitas. Hal ini meliputi demam yang sering terjadi tetapi transient, sakit
perut, dan anoreksia (semua dalam> 60% pasien). Selain itu, pada > 20% pasien terjadi
peningkatan asites atau elevasi transien enzim transaminase. Toksisitas hati yang disebabkan
oleh embolisasi dapat dibantu dengan penggunaan mikrosfer pati yang dapat didegradasi, dengan
tingkat respon 50-60%. Sebuah masalah besar dalam menunjukkan keunggulan harapan hidup
pada pasien menanggapi TACE adalah bahwa banyak pasien meninggal akibat sirosis yang
mendasari mereka, bukan tumor. Namun, meningkatkan kualitas hidup pasien adalah tujuan
utama dari terapi regional. (1)
Tabel 2.6 Beberapa Uji Klinis Acak Melibatkan Chemoembolization Arteri Transhepatic (TACE)
untuk Karsinoma Hepatoseluler.
Peneliti

Tahun

Obat 1

Obat 2

Efek
Ketahanan

Kawaii

1992

Doxorubicin + embo

Embo

Tidak

Chang

1994

Cisplatin + embo

Embo

Tidak

Hatanaka

1995

Cisplatin, doxorubicin + embo

Same + ethiodol

Tidak

Uchino

1993

Cisplatin, doxorubicin + oral FU

Same + tamoxifen

Tidak

Lin

1988

Embo

Embo + IV FU

Tidak

Yoshikawa

1994

Epirubicin + ethiodol (Lipiodol)

Epirubicin

Tidak

Pelletier

1990

Doxorubicin + Gelfoam

Tidak

Trinchet

1995

Cisplatin + Gelfoam

Tidak

Bruix

1998

Coils and Gelfoam

Tidak

Pelletier

1998

Cisplatin + ethiodol

Tidak

Trinchet

1995

Cisplatin + Gelfoam

Tidak

Pelletier

1998

Cisplatin + ethiodol

Tidak

Lo

2002

Cisplatin + ethiodol

Ya

Llovet

2002

Doxorubicin + ethiodol

Ya

Catatan: embo= embolisasi; FU= fluorourasil

You might also like