You are on page 1of 68

Skin Physical Exam

BAGIAN / SMF IKKK FK UNSYIAH/RSUDZA


BANDA ACEH 2014
I. Tujuan Umum :
1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan penyakit kulit dan
kelamin.
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan status dermatologis dengan
sistematis dan benar
3. Mampu menentukan dan melakukan tes klinis (uji kulit) dengan
teknik yang benar
II. Tujuan Khusus :
1. Mampu melakukan anamnesis pasien penyakit kulit dan kelamin.
2. Mampu mempersiapkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan
dengan cahaya terang
3. Mampu menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari
pemeriksaan / tes.
4. Mampu memotivasi pasien agar melakukan apa-apa yang disuruh
oleh pemeriksa
5. Mampu memberikan instruksi kepada pasien : membuka bajunya
dengan cara yang baik.
6. Mampu melakukan pemeriksaan status dermatologis
7. Mampu mendeskripsikan status dermatologis dengan tepat dan
menghubungkannya dengan gejala kinis pasien
8. Mampu menentukan dan melakukan tes klinis (uji kulit) yang
relevan dengan gejala klinis pasien

ANATOMI KULIT DAN ADNEKSA KULIT

Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh manusia yang


terdiri atas :
A. Epidermis, merupakan lapisan luar yang terdiri dari
Stratum korneum (lapisan tanduk)
Stratum lusidum
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) : berisi
sedikit keratin sehingga kulit menjadi keras dan kering ;
mengandung melanin
Stratum spinosum (stratum malphigi)
Stratum basalis
B. Dermis:
Stratum papilare
Stratum retikulare
C. Subkutis: terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya
Adneksa kulit
Kuku: terdiri atas matriks kuku, dinding kuku (nail
wall), dasar kuku (nail bed), alur kuku (nail groove),
akar kuku (nail root), lempeng kuku (nail plate), lunula,
eponikium, hiponikium
Rambut: terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit
(akar rambut) dan bagian yang berada di luar kulit
(batang rambut)
Kelenjar : kelenjar ekrin dan apokrin, kelenjar sebasea.

II. FAAL KULIT

1.
2.
3.
4.

Fungsi proteksi
Fungsi absorpsi
Fungsi ekskresi
Fungsi pengindra (Sensori) :
Sehubungan dengan fungsinya sebagai alat peraba, kulit
dilengkapi dengan reseptor-reseptor khusus. Reseptor untuk rasa
sakit ujungnya menjorok masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk
tekanan, ujungnya berada di dermis yang jauh dari epidermis.
Reseptor untuk rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya
terletak di dekat epidermis.
Badan Ruffini : panas
Badan Krause: dingin
Badan taktil Meissner dan Badan Ranvier: rabaan
Badan Paccini: tekanan
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh
6. Fungsi pembentukan pigmen
7. Fungsi keratinisasi
8. Fungsi produksi vitamin D
9. Fungsi ekspresi emosi
III.TAHAPAN DALAM MEMBUAT DIAGNOSIS
DERMATOLOGIS
Penegakkan diagnosis mudah dilakukan dengan memperhatikan
tahap-tahap berikut:
1. Pendekatan terhadap pasien (anamnesis)
2. Pemeriksaan kelainan morfologi (deskripsi status dermatologis)
3. Pemeriksaan fisik kulit (tes klinis)
4. Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan KOH, sediaan langsung,
pewarnaan gram, kultur, tzank test, indeks bakteri dan indeks
morfologi, pemeriksaan
histopatologis,
imunofluoresensi,
serologis, radiologis, pemeriksaan genetik, dan biomolekuler)
7

ANAMNESIS
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada saat melakukan anamnesis:
1. Riwayat penyakit sekarang (present illness history) :
Kronologis timbulnya keluhan atau lesi secara sitematis,
berurutan, dan mencakup segala hal yang mendukung
diagnosis utama dan menyingkirkan diagnosis banding,
terdiri dari :
a. Keluhan utama : keluhan yang menyebabkan pasien
datang berobat (keluhan subyektif maupun obyekti).
b. Keluhan tambahan : keluhan lain yang terkait keluhan
utama maupun keluhan pasien selain keluhan utama
c. Onset (sejak kapan) : kapan lesi timbul, berapa lama ?
d. Progresi lesi dan keluhan : evolusi (bagaimana
perkembangan atau perubahan bentuk lesi ?) ; symptoms
atau gejala (pruritus, nyeri, perih,dan mati rasa);
e. Durasi (frekuensi) lesi dan keluhan : keparahan (sangat
nyeri atau sangat gatal); periodisitas (apakah lesi konstan
atau menetap); dan kapan-kapan saja lesi muncul ?
f. Hal-hal yang memperberat keluhan dan lesi : sinar
matahari, musim dingin, bahan kimia, produk topikal,
metal, hubungan dengan menstruasi ataupun kehamilan,
memburuk pada malam atau musim semi?
g. Hal-hal yang mengurangi keluhan dan lesi : misalnya
bila habis mandi keluhan gatal hilang ?

Riwayat pemakaian obat terkait keluhan saat ini : Riwayat


pemakaian obat sebelumnya termasuk penggunaan suplemen
dan produk herbal. Beberapa obat topikal dapat menyebabkan
kelainan pada kulit baik lokal maupun sistemik. Pada kakus
kontal alergika hendaknya ditelusuri penyakit awal (underlying
disease) yang mendasari. Perlu ditanyakan respon terhadap
pengobatan sebelumnya.
2. Riwayat penyakit dahulu (past medical history)
Meliputi berbagai penyakit yang pernah diderita pasien
sebelumnya baik penyakit kulit maupun penyakit sistemik
lain seperti diabetes mellitus, tuberkulosis, hipertensi serta
riwayat rawat inap dan riwayat operasi sebelumnya.
3. Riwayat penyakit keluarga (family history)
Riwayat keluarga yang terkait gangguan serupa atau
penyakit lainnya. Penyakit yang bersifat menular. Penyakit
dengan latar belakang genetik. Riwayat atopi, melanoma,
xanthoma dan tuberous sklerosis.
4. Riwayat kebiasaan sosial (social history)
5. Data pribadi seperti umur pasien, hobi, pekerjaan, olahraga,
merokok, diet, personal hygiene, hubungan suami istri,
hubungan dengan tetangga dan teman

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dermatologis merupakan pemeriksaan


tubuh pasien untuk menemukan adanya kelainan atau tanda
klinis penyakit, meliputi : pemeriksaan kulit, adneksa kulit
(rambut dan kuku), membrana mukosa (mata, mulut,
hidung, dan genetalia)
Hasil pemeriksaan harus dicatat dalam rekam medis.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari
kepala dan berakhir pada anggota gerak (cranio cauda)
Alat-alat
yang
diperlukan
untuk
melakukan
pemeriksaan fisik :
1. Alat pembesar ( loupe )
2. Flashlight / lampu senter untuk menerangi lesi
3. Mistar untuk mengukur lesi
4. Kaca objek untuk pemeriksaan diaskopi, kaarsvlek
phenomen dan auspitz sign
5. Kapas alkohol untuk menghilangkan sisik atau minyak
pada permukaan kulit
6. Kasa atau tissue dengan air untuk menghilangkan make
up
7. Sarung tangan, harus digunakan saat pemeriksaan
skabies, sifilis sekunder, memeriksa membrana mukosa,
dan daerah genetalia.
8. Pisau skalpel nomor 15 untuk mengikis lesi atau nomor
11 untuk insisi lesi
9. Lampu Wood (365 nm) untuk menilai fluoresensi
10.
Kamera untuk dokumentasi

10

Teknik pemeriksaan fisik kulit

Inspeksi kulit
Observasi tampilan keseluruhan pasien, termasuk
hygiene kulit, warna kulit dan variasinya, vaskularisasi,
keringat, edema, injury (perlukaan)
Warna kulit dipengaruhi oleh ras. Kulit abnormal
ditemukan : flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi
yang tidak teratur
Observasi dan dokumentasikan kelainan kulit yang
ditemukan
Palpasi kulit:
Pergunakan jari-jari tangan untuk memeriksa lesi. Sarung
tangan dispossible dapat digunakan untuk melindungi
pemeriksa ketika malakukan pemeriksaan luka
Pada palpasi, periksa kelembaban kulit, temperatur,
tekstur, turgor, dan lesi (kerusakan kulit)

11

DESKRIPSI STATUS DERMATOLOGIS


Setelah melakukan inspeksi dan palpasi, maka tentukan
deskripsi status dermatologis berdasarkan TERMINOLOGI
lesi kulit, (tipe lesi, morfologi lesi, ukuran, jumlah, susunan,
konfigurasi, dan distribusi lesi).
Terminologi lesi kulit
Definisi Lesi (bahasa latin) artinya cedera. Lesi merupakan
jaringan abnormal pada tubuh karena roses trauma (fisik,
kimiawi, elektris) ; infeksi; kelainan metabolisme, dan
autoimun.
a. Lokasi atau Regio :
Merupakan tempat terdapatnya lesi dan ditentukan
berdasarkan lokasi anatomi tubuh manusia, contohnya
regio frontalis, regio aksilaris, regio sternalis, regio
umbilikalis, dan lain-lain
b. Tipe lesi :
Lesi (bahasa latin) = cedera, merupakan jaringan abnormal
pada tubuh karena proses trauma (fisik, kimia, elektris),
infeksi, kelainan metabolisme, autoimun. Lesi ditentukan
berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit dan
berdasakan perjalanan penyakit

12

Berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit


Tabel 1. Kelompok lesi berdasarkan letaknya terhadap permukaan kulit
Lebih tinggi

Lebih
rendah

Sama rata

Perubahan
permukaan

Berisi
cairan

Pembuluh
darah

Papula

Erosi

Makula

Skuama

Vesikel

Purpura

Plak

Ulkus
Skar
atrofi

Patch

Krusta

Bula

Telangiektasis

Ekskoriasi

Pustula

Infark

Kista

Fisura

Abses

Wheal/Urtika

Likenifikasi

Nodul

Skar Hipertrofi

Berdasarkan perjalanan penyakit dan proses terbentuk lesi


:
I. Lesi primer, adalah kelainan kulit yang terjadi pada
permulaan penyakit
Lesi primer yang sama rata dengan permukaan kulit :
1. Makula
Lesi datar pada kulit atau membran mukosa berupa
perubahan warna tanpa perubahan konsistensi, tidak
dapat dipalpasi, bentuknya bervariasi, ukuran kurang
dari 0,5 cm, dan batasnya bisa berbeda dengan kulit
normal (sirkumskripta/berbatas tegas) atau samar dengan
kulit sekitarnya (difus/tidak tegas).
2. Patch
Makula dengan ukuran yang lebih dari 0,5 cm

13

Lesi primer yang lebih tinggi dari permukaan kulit


1. Papula
Bentuk peninggian kulit yang padat, ukuran kurang dari
0,5 cm. Lesi padat tersebut disebabkan oleh infiltrat sel
radang atau massa padat lainnya di epidermis atau
dermis.
2. Plak
Merupakan peninggian kulit yang berbentuk padat
dengan diameter lebih dari 0,5 cm, mempunyai luas
permukaan yang relatif lebih besar dibanding tingginya.
Plak juga bisa terbentuk akibat perluasan dan gabungan
dari papul-papul
3. Nodula
Lesi yang menonjol, berbentuk padat, dan dapat teraba
dengan diameter lebih dari 0,5 cm. Nodul bisa terletak di
epidermis, dermis, dan subkutan
4. Urtika atau Wheal
Peninggian kulit yang datar karena edema dermis
bagian atas. Bersifat gatal, timbulnya cepat, hilang
setelah beberapa jam, pori-pori melebar, warna pucat.

14

Lesi primer yang berisi cairan


1.
Vesikel
Peninggian kulit berisi cairan dengan ukuran kurang dari 0,5
cm, dapat pecah menjadi erosi, dapat bergabung menjadi bula
2.
Bula
Peninggian kulit berisi cairan dengan ukuran lebih dari 0,5 cm
3.
Pustula
Peninggian kulit berisi nanah dengan ukuran kurang dari
0,5cm

II. Lesi sekunder : kelainan kulit yang dapat timbul selama


perjalanan penyakit
Lesi sekunder akibat perubahan permukaan kulit
1. Skuama
Pengelupasan dari stratum korneum. Partikel epidermal
dapat kering atau berminyak, tipis ataupun tebal dan
dilapisi massa keratin. Warnanya bervariasi : putih
keabu-abuan kuning atau coklat.
2. Krusta
Cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit.
Cairan tersebut bisa berasal dari serum, darah dan
eksudat purulen. Warna krusta berbeda-beda, tergantung
dari cairan yang keluar, warna kekuningan bila berasal
dari serum, akan berwarna merah kehitaman bila berasal
dari darah, dan kuning kehijauan berasal dari pus.

15

3. Eskoriasi
Hilangnya jaringan sampai stratum papilare di dermis.
Secara klinis tampak adanya bintik perdarahan di kulit.
Garukan dapat menghasilkan lesi yang panjang, paralel
dan menyilang serta dapat menimbulkan krusta
kehitaman
4. Fisura
Hilangnya kontinuitas (kesinambungan) kulit sehingga
kulit pecah (diskontinuitas) tanpa kehilangan jaringan.
5. Likenifikasi
Penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas,
disebabkan penebalan epidermis disertai perubahan
kolagen pada bagian superfisial dermis.
6. Sikatrik (skar)
Pembentukan jaringan baru, bila lebih banyak
mengandung jaringan ikat untuk mengganti jaringan yang
rusak akibat penyakit atau trauma pada dermis yang lebih
dalam dinamakan skar hipertrofi. Bila Pembentukan
jaringan baru yang sifatnya sedikit mengandung jaringan
ikat untuk mengganti jaringan yang rusak, dinamakan
skar atrofi.

16

Lesi sekunder yang lebih tinggi dari permukaan kulit

1. Sikatrik atau skar hipertrofi


Pembentukan jaringan baru yang sifatnya lebih banyak
mengandung jaringan ikat untuk mengganti jaringan yang
rusak akibat penyakit atau trauma pada dermis yang lebih
dalam, bila membesar disebut skar hipertrofi. Skar hipertrofi
biasanya berbentuk papula keras, plak, atau nodul. Bila
tumbuh sangat berlebihan, disebut keloid. Berbeda dengan
skar hipertrofi, keloid dapat meluas melampaui daerah luka
awal.
Lesi sekunder yang lebih rendah dari permukaan kulit
1. Erosi
Hilangnya sebagian atau seluruh jaringan epidermis atau epitel
mukosa. Erosi dapat terjadi akibat trauma, misalnya garukan,
laserasi, vesikel atau bula superfisial yang pecah dan nekrosis
epidermis. Meskipun erosi dapat menimbulkan infeksi
sekunder, erosi tidak meninggalkan skar.
2. Ulkus
Hilangnya jaringan yang melebihi stratum papilare.
Ulkus
mempunyai tepi, dinding, dasar dan isi. Bentuk ulkus dapat bulat,
lonjong, atau tidak beraturan. Sekitar ulkus dapat tenang atau
terdapat tanda inflamasi akut/kronis (biasanya hiperpigmentasi). Tepi
ulkus bisa datar atau tinggi. Pengerasan karena sebukan sel radang di
sekitar ulkus, akan teraba keras (indurasi), misalnya pada ulkus
durum (sifilis stadium I). Rasa nyeri pada perabaan (dolent) dapat
dirasakan pada ulkus mole (chancroid).

17

3. Sikatriks atau skar atrofi


Pembentukan jaringan baru yang sifatnya lebih banyak
mengandung jaringan ikat untuk mengganti jaringan yang rusak
akibat penyakit atau trauma pada dermis yang lebih dalam.
4. Kista
Rongga berkapsul yang berisi cairan atau bahan-bahan
semisolid (sel dan produknya seperti keratin), yang bisa terletak
di epidermis, dermis & subkutan.
Jenis Morfologi
Berdasarkan pengelompokan penyakit (klinis), maka jenis
morfologi dapat dibedakan berdasarkan lesi yang terlihat, yaitu
monomorf atau polimorf.
1. Monomorf : Kelainan kulit terdiri atas satu jenis morfologi.
Penyakit terdiri atas satu jenis lesi saja, misalnya bula pada
impetigo bulosa, moluskum kontagiosum, miliaria, dan
psioriasis gutata.
2. Polimorf : Kelainan kulit pada satu saat terdiri atas
bermacam-macam morfologi, dapat terlihat makula
eritematous, papul, vesikel, erosi kusta. Lesi polimorfi dapat
ditemukan misalnya pada dermatitis atopik, dermatitis
kontak alergika, dan akne vulgaris.

18

Terminologi

Definisi

Contoh

TIPE LESI PRIMER : PERUBAHAN PATOLOGIS AWAL PADA KULIT

Henoch shoenlein purpura

Pityriasis versikolor

Makula

Exanthema eruption
(erupsi eksantem karena obat)

19

Eritrasma

Fixed drug eruption

Patch

Vitiligo

20

Trikoepitelioma

Papul

Morbus Hansen tipe MB

Plaque

Karbunkel

Nodul

21

Urtikaria

Wheal/urtika

Kista

22

Varisela

Miliaria kristalina

Vesikel

Pompholix

23

Pemfigoid bulosa

Impetigo bulosa
Bulla

24

Folikulitis

Psoriasis pustulosa

Pustula

Dermatitis kontak iritan toksik

25

Psoriasis vulgaris

Tinea korporis

Skuama
Dermatitis seboroik

Pityriasis Rosea

26

Impetigo krustosa

Krusta

Ekskoriasi

Pemfigus vulgaris

Erosi

Ulkus

Ecthyma

27

TIPE LESI KULIT SEKUNDER : DIHASILKAN AKIBAT PROSES EKSTERNAL


( GARUKANM MANIPULASI INFEKSI, ATAUPUN PROSES PENYEMBUHAN
LESI PRIMER

Liken simpleks kronis

Lichenifikasi

Skar hipertrofi

Skar atrofi (acne scar)


Scar

28

Tinea pedis

Fisura

Hilangnya kontinuitas
(kesinambungan) kulit
sehingga kulit pecah
(diskontinuitas) tanpa
kehilangan jaringan.

Impetigo krustosa

Krusta

JUMLAH LESI :
1. Soliter ( tunggal) : : Hanya ada satu lesi
2. Multipel ( lebih dari satu ) : Banyak lesi berjumlah lebih dari 3
atau berjumlah banyak.

29

UKURAN LESI :

SUSUNAN LESI
30

Lesi-lesi ganda dapat tersusun berkelompok/clustered (herpetiformis,


zosteriform) dan tersebar/scattered (diskret, diseminata).
Lesi berkelompok (cluster) :
1. Herpetiformis : Beberapa vesikel bergerombol disatu tempat
menyerupai lesi herpes. Contohnya dermatitis herpetiformis (Duhring
disease), herpes simpleks.

A
Gambar 7.

A.
B.

Bula berkelompok dengan susunan herpetiform pada dermatitis


herpetiformis (duhring disease) ;
Bula multipel dengan susunan herpetiform pada herpes simpleks

Gambar 8 . Vesikula berkelompok mengikuti dermatom dengan


susunan zosteriform pada pasien herpes zoster
Lesi tersebar (scatter)
1. Diskret : Bila lesi tersebar satu persatu. Contohnya pada varisela

31

Gambar 9. Umbilicated vesiculae yang tersebar diskret


2. Diseminata : Penjalaran dari satu lesi ke bagian badan
yang lain. Penyebaran diseminata dapat ditemukan, misalnya pada
dermatitis kontak alergika disertai autosensitisasi, mula-mula terdapat
satu lesi kemudian menyebar ke bagian tubuh yang lain, ataupun pada
id reaction.

Gambar 10. Dermatophytid id reaction


Tinea pedis yang menyebar diseminata ke telapak tangan berupa vesikula
yang sangat gatal.

Gambar 11.Lesi (erupsi makula dan papula) yang tersebar diseminata pada
trunkal pasien id reaction akibat diaper dermatitis
Type of Arrangement

Example of Skin Disease

Clustered / kelompokkelompok

Herpes simplex

32

Grouped / bergerombol

Lichen planus
Dermatitis herpetiformis
Allergic contact dermatitis

Linear

Herpes zoster
Zosteriform

Annular without scale

Secondary syphilis
Lupus erythematosus
Urticaria

33

Morbus hansen tipe multibasiler

Dermatophytosis

Annular with scale

Pityriasis rosea
Erythema annulare centrifugum

34

Konfluen
Drug hypersensitivity eruption
Viral exanthema
Urticaria

Tinea korporis

Polisiklik

35

KONFIGURASI LESI
1. Anular /Sirsiner : berbentuk cincin; yang menunjukkan bahwa pinggir
lesi berbeda dengan pusatnya, baik menonjol, bersisik, atau berbeda
warnanya (misalnya granuloma annulare, tinea corporis, eritema
annulare sentrifugum).

Gambar 12. Tinea korporis dengan konfigurasi anular


2. Bulat/Numular/Diskoid : berbentuk koin; biasanya lesi bulat sampai
lonjong dengan morfologi yang sama dari bagian tepi hingga ke sentral
lesi (misalnya eksema numular, psoriasis tipe plak, lupus diskoid

Gambar 13. Patch hiperpigmentasi ukuran numular


pada dermatitis numularis

36

3. Arkuata/ Arsiner : bentuk lengkung; sering sebagai akibat dari


pembentukan tidak lengkap dari sebuah lesi annular (seperti urtikaria,
lupus eritematosus kutaneous subakut).

Gambar 14. . Lesi berbentuk lingkaran, pada tinea korporis.


4. Polisiklik : terbentuk dari lingkaran-lingkaran, cincin atau cincin
inkomplit yang bergabung (seperti pada tinea korporis, tinea kruris).

Gambar 15. Pada regio thorakalis anterior tampak plak eritematus,


berbatas tegas, tepi polisiklik, aktif dan meninggi, terdiri dari papulae
eritematus , dengan bagian tengah mengalami penyembuhan (central
healing) pada tinea corporis.
5. Linear : menyerupai sebuah garis lurus; sering menunjukkan
kontaktan eksternal atau fenomena Koebner yang terjadi sebagai
37

respon terhadap penggarukan; bisa ada pada lesi tunggal (seperti


scabies burrow, poison ivy dermatitis, atau pigmentasi bleomycin) atau
tatanan lesi ganda (seperti liken nitidus atau liken planus).

Gambar 16. Liken striatus dengan konfigurasi linear


6. Irisformis :Lesi kulit tersusun menyerupai iris mata. Lesi dapat oval
atau bulat dengan perbedaan warna, yaitu di bagian tengah lebih gelap
dari pada bagian tepinya. Bagian tengah dapat pula berbentuk
vesikel/bula disekitarnya terbentuk halo. Contohnya adalah lesi target
(irisformis) pada eritema multiformis.

Gambar 17. lesi target pada eritema multiforme


7. Korimbiformis : Lesi tersusun mirip seekor induk ayam dikelilingi
anak-anaknya, atau suatu lesi induk (ukuran besar) yang dikelilingi lesi
38

kecil-kecilberupa (satelit) yang berukuran lebih kecil, contohnya dapat


ditemukan pada kandidiasis kutis.
8. Retikular : Penampilannya mirip jaring, dengan cincin yang agak
beraturan atau cincin parsial kulit dengan jarak tertentu yang jarang
(misalnya livedo retikularis, cutis marmorata).

Gambar 19. Konfigurasi retikular pada livido retikularis


9. Serpiginosa : seperti atau mirip ular (seperti cutaneous larva migrans
dimana larva bermigrasi dengan cara ini, atau urtikaria).

Gambar 20. Konfigurasi serpiginosa pada cutaneous larva migrants


10. Konfluens : Dua atau beberapa lesi menyatu. Ditemukan beberapa
versikel menyatu, misalnya pada herpes simpleks.

39

Gambar 21. Bula konfluen pada herpes simpleks


DISTRIBUSI
1. Regional : Bila lesi terbatas; hanya ditemukan di satu tempat saja.
2. Unilateral : Lesi hanya ditemukan di satu sisi badan. Misalnya pada
herpes zoster ditemukan lesi pada satu-dua dermatomal saja, misalnya
di torakal 4-5 sinistra.
3. Bilateral : Bila lesi tersebar dikedua belahan tubuh, kanan dan kiri,
tidak perlu persis baik letak maupun ukurannya. Misalnya pada
dermatitis herpetiformis Duhring, Morbus Hansen tipe lepromatosa.
4. Simetris :Bila lesi tersebar dikedua belahan, kanan dan kiri, serta
letaknya satu dan lainnya di tempat yang persis sama; demikian pula
bentuk dan besar persis sama. Misalnya pada dermatitis atopik fase
infantil dapat ditemukan plak di kedua pipi kiri dan kanan sama,
contoh lainnya pada dermatitis kontak alergik akibat kontak sandal
jepit.
5. Generalisata : Bila lesi tersebar ditemukan di setiap bagian tubuh,
yaitu di skalp, wajah, ekstremitas, abdomen, punggung. Umumnya
meliputi 50-90% luas permukaan tubuh. Penyebaran generalisata
dapat ditemukan pada sindrom Stevens Johnson dan Varisela.
6. Universal : Bila lesi ditemukan tersebar hampir diseluruh tubuh (90100%), hanpir tidak ada kulit yang sehat. Misalnya ditemukan pada
eritroderma, penyakit leiner, bayi kolodion, dan iktiosis.

40

Tabel

Distribusi lesi sesuai perjalanan penyakit

Distribution on
Skin Disease
the Skin
Dermatitis kontak alergika

Regional

Unilateral

Tinea korporis

Nevus unius lateris

41

Tinea korporis

Herpes Zoster

Unilateral sesuai
dermatom

42

Dermatitis Kontak alergika karena sandal jepit

Bilateral

Dermatitis atopik

Simetris

Psoriasis vulgaris

43

Eritroderma

Generalisata

Vitiligo

Universal

44

Aplikasi klinis
Pada prakteknya dalam membuat status dermatologis, hendaknya
disusun secara sistematik :
1. Catat lokasi lesi (ada di regio mana)
2. Deskripsi lesi yang ditemukan sebutkan tipe lesi tersebut, misalnya
makula, papul, plak, vesikel, bula, nodul, ulkus dan seterusnya.
Dalam mendeskripsikan tipe lesi primer dan sekunder harus
disebutkan berurutan, dan lebih dahulu tentukan lesi dominan
yang terlihat.
3. Khusus untuk makula dan patch harus mendeskripsikan:

Warna(misalnya sama dengan warna kulit, makula


eritematosa,
makula
hiperpigmentasi,
makula
kecoklatan)
Batas (tegas /sirkumskripta,
atau tidak tegas
/difus). Contoh lesi berbatas tegas adalah makula

Makula violaceous pada fixed drug eruption.


Makula eritematosa atau hiperpigmentasi pada tinea
korporis
Makula eritematosa pada dermatitis kontak iritan
Patch eritematosa pada eritrasma
Contoh lesi berbatas tegas adalah makula :
Makula eritematous pada dermatitis atopik
Makula eritematous pada dermatitis seboroik
Garis tepi ( regular/beraturan, ireguler/tidak beraturan).
Bentuk (bulat, oval, anular, linear, bervariasi /multiform)
Ukuran:
o Milier: sebesar kepala jarum pentol (0,1cm)
o Lentikuler : Sebesar kepala jarum pentol (0,2-0,4) cm)
o Gutata
: Sebesar tetesan air (0,5 cm)
o Numular
: Sebesar uang koin/logam (0,5-5cm)
o Plakat
: Selebar telapak tangan dewasa (>5 cm)
Permukaan (maserasi, skuama, krusta, erosi, likenifikasi) tetapi
deskrisp permukaan tidak selalu harus ada
45

4.Khusus untuk plak harus mendeskripsikan:


Warna (sama dengan warna kulit, plak eritematosa, plak
hiperpigmentasi)

Bentuk (bulat, oval, anular, linear, bervariasi/multiform, plak


berbentuk poligonal)
Ukuran :
oGutata : Sebesar tetesan air (0,5 cm)
oNumular: Sebesar uang koin/logam (0,5-5cm)
oPlakat : Selebar telapak tangan dewasa (>5 cm)
Permukaan (maserasi, skuama, krusta, erosi, likenifikasi) tetapi
tidak selalu harus ada
5.Sebutkan jumlah lesi (soliter atau multipel)

6. Selain inspeksi, perlu dilakukan palpasi pada lesi tersebut,


bagaimana suhunya, konsistensi (kenyal, keras), permukaan (licin,
kasar, rata, verukosa).
7. Pada ulkus dilakukan palpasi apakah terdapat indurasi
(pengerasan), dan ada rasa nyeri (dolent) pada penekanan.
8. Sebutkan pula susunan (konfigurasi), misalnya vesikel multipel
bergerombol (herpetiformis); atau terdapat plak eritomatosa
dengan lesi satelit di sekitarnya tersusun korimbiformis.
9. Distribusi lesi

46

PEMERIKSAAN KLINIS atau CLINICAL TEST


CLINICAL TEST PADA MORBUS HANSEN
PERSIAPAN PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF
1.
Siapkan form POD jangan lupa menulis tanggal pemeriksaan
2.
Siapkan peralatan untuk melakukan tes raba (kapas dan ballpen
yang ringan, jarum suntik steril), nyeri, dan suhu
3.
Penderita diminta duduk dengan santai berhadapan dengan
pemeriksa
A. PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF PERIFER
1. Pemeriksaan N. Facialis:
a)Pasien di minta menutup mata secara perlahan
b) Dilihat dari depan dengan dagu sedikit diangkat, apakah mata
menutup dengan sempurna (tidak ada celah)
c)Bagi mata yang menutup tidak rapat, diukur lebar celahnya lalu
dicatat : misalnya lagophtalmus : ya / tidak ; bila ya 3 mm
(ditulis)

Gambar 23. Pemeriksaan Nervus Facialis


2. Pemeriksaan N. Auricularis magnus :
a)Pasien di minta menoleh maksimal ke kiri sehingga M.
Sternocleidomastoideus berkontraksi dan N. Auricularis Magnus
terdorong ke superfisial

47

b) Dilakukan perabaan dengan 3 jari pada 1/3 atas M.


Sternocleidomastoideus, dicari bentukan seperti kabel yang
menyilang M. Sternocleidomastoideus
c) Terdapat struktur lain yaitu : V. Jugularis yang teraba lebih lunak
dan ada pulsasi, sedangkan saraf teraba seperti kabel,
d) Lakukan pemeriksaan yang sama pada N. Auricularis magnus
sinistra
e) Kesimpulan : Terdapat/tidak terdapat penebalan/pembesaran N.
Auricularis D/S, Apakah ada nyeri atau tidak pada saraf

Gambar 23. Pemeriksaan Nervus Aurikularis magnus

3. Pemeriksaan N. Ulnaris (Singkap baju)


a) Lengan pasien dalam posisi fleksi diletakkan di atas tangan
pemeriksa, agar otot rileks sehingga saraf dapat dibedakan dengan
tendon
b) Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa mencari
sambil meraba saraf Ulnaris didalam sulkus nervi ulnaris yaitu

48

c)

d)

e)

f)

lekukan diantara tonjolang tulang siku olkranon dan tonjolan kecil


di bagian medial (epicondilus medialis)
Dibedakan dari tendon dengan cara meraba ke proksimal, jika
tendon akan menjadi otot, bila saraf , akan tetap teraba seperti
kabel
Dengan tekanan ringan gulirkan pada saraf ulnaris, dan telusuri ke
atas dengan halus sambil melihat mimik/reaksi penderita apakah
tampak kesakitan atau tidak
Kemudian dengan prosedur yang sama untuk memriksa saraf
ulnaris kiri (tangan kiri pemeriksa memegang lengan kiri penderita
dan tangan kanan pemeriksa meraba saraf ulnaris kiri penderita
tersebut)
Kesimpulan : Apakah ada penebalan/pembesaran N. Ulnaris
D/S,Apakah ada nyeri atau tidak pada saraf, neuritis atau tidak

Gambar 24. Pemeriksaan Nervus Ulnaris

49

4. Pemeriksaan N. Peroneus comunis/poplitea lateralis (bersamaan,


celana di gulung ke atas)
a) Pasien dalam posisi duduk, kedua kaki dalam keadaaan relaksassi,
sebaiknya dalam posisi menggantung lebih rileks
b) Pemeriksa duduk di depan penderita, dengan tangan kanan
memeriksa kaki kiri penderita dan tangan kiri memeriksa kaki
kanan
c) Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada
pertengahan betis bagian luar penderita sambil pelan-pelan meraba
ke atas samapi menemukan tonjolan tulang (caput fibula), setelah
menemukan tulang tersebut jari pemeriksa meraba saraf paraneous
1 cm ke arah belakang
d) Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan bergantian
ke kanan dan kiri sambil melihat mimik/reaksi penderita
e) Kesimpulan :Apakah ada penebalan/pembesaran N. Peroneus
communis D/S, Apakah ada nyeri atau tidak pada saraf

Gambar 25. Pemeriksaan Nervus Peroneus communis

50

5. Pemeriksaan N. Tibialis posterior


a) Pasien masih dalam duduk rileks
b) Dengan jari telunjuk dan tengah, pemeriksa meraba saraf Tibialis
posterior di bagian belakang bawah dari mata kaki sebelah dalam
(maleolus medialias) dengan tangan menyilang (tangan kiri
pemeriksa memeriksa saraf tibialis kiri dan tangn kanan pemeriksa
memeriksa saraf tibialis posterior kanan penderita)
c) Dengan tekanan ringan saraf tersebut digulirkan sambil melihat
mimik/reaksi dari penderita
d) Kesimpulan :Apakah ada penebalan/pembesaran N. Tibialis
posterior D/S, Apakah ada nyeri atau tidak pada saraf

Gambar 26. Pemeriksaan Nervus Tibialis posterior

51

B.
PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
I. Pemeriksaan rasa raba
1. Pemeriksaan rasa raba di kulit tubuh
a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan
pemeriksaan
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa
c) Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa
raba
d) Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak
lurus pada kelainan kulit yang dicurigai (dari tengah ke tepi lesi)
e) Sebelumnya kita menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh
bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang
disentuh dengan jari telunjuknya, ini dikerjakan dengan mata
terbuka
f) Bilamana hal ini telah jelas, maka pasien diminta menutup
matanya , kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong kain /
karton
g) Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian dengan kulit
yang normal disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi

Gambar 28. Tes raba dengan ujung kapas yang disentuhkan pada les2.

52

Pemeriksaan rasa raba pada tangan


a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan
pemeriksaan
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa,
c) Telapak tangan yang akan di periksa diletakkan di atas meja/paha
penderita atu bertumpu pada tangan kiri pemeriksa sehingga semua
ujung jari tersangga (tangan pemeriksa yang menyesuaikan diri
dengan keadaan tangan penderita) misalnya claw hand, maka
tangan pemeriksa menyangga ujung-ujung jari tersebut sesuai
lengkungan jarinya.
d) Jelaskan pada penderita apa yang akan dilakukan padanya, sambil
memperagakan dengan sentuhan ringan dari ujung ballpoint pada
lengannya dan satau atau dua titik pada telapak tangannnya,
e) Bila penderita merasakan sentuhan diminta untuk menunjuk
tempat sentuhan tersebut dengan jari tangan yang lain
f) Tes diulangi sampai penderita mengerti dan kooperatif
g) Penderita diminta menutup mata atau menoleh kearah berlawanan
dari tangan yang diperiksa
h) Penderita diminta menunjuk tempat yang terasa disentuh,
i) Usahakan pemeriksaan titik-titik tersebut tidak berurutan (secara
acak)
j) Penyimpangan letak titik yang ditolerir 2,5 cm

53

Gambar 28. Tes rasa nyeri dengan ballpen pada telapak tangan
Kesimpulan nila rasa (+) V dan Bila (-) X

54

2.

Pemeriksaan rasa raba pada kaki


a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan
pemeriksaan
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa,
c) Kaki kanan penderita diletakkan pada paha kiri, usahakan telapak
kaki menghadap ke atas,
d) Tangan kiri periksa menyanggah ujung kaki penderita,
e) Berilah penjelasan apa yang akan dilakukan sambil memperagakan
dengan menyentuh ujung ballpoint pada telapak kaki tanpa lesi
(penderita membuka mata). Bila penderita merasakan sentuhan
tersebut, diminta penderita menunjuk tempat sentuhan tersebut,
f) Cara mengetes tersebut diulang, hingga penderita mengerti dan
kooperatif,
g) Pada daerah yang menebal boleh sedikit menekan dengan
cekungan berdiameter 1 cm
h) Dengan ujung ballpoint pemeriksa menyentuh tangan penderita
pada titik-titik tertentu di telapak tangan secara acak
i) Jarak penyimpangan yang bisa diterima maksimal 2,5 cm

Gambar 28. Tes rasa nyeri dengan ballpen pada telapak kaki
Kesimpulan nila rasa (+) V dan Bila (-) X

55

II. Pemeriksaan rasa nyeri


a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan
pemeriksaan
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa
c) Tangan yang akan diperiksa diletakkan diatas meja/paha pasien
atau bertumpu pada tangan kiri pemeriksa
d) Berikan penjelasan apa yang akan dilakukan sambil
memperagakan dengan menekan jarum dengan ujung tajam pada
kulit yang normal dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul,
pasien harus mengatakan mana yang tajam dan mana yang tumpul.
(ujung jarum tegak, gentle, jangan sampai berdarah)
e) Mata pasien ditutup, lalu bergantian kedua ujung jarum tersebut
ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai
f) Bila pada daerah yang dicurigai tersebut beberapa kali pasien salah
menyebutkan rasa pada ujung jarum yang ditempelkan maka
disimpulkan bahwa sensasi nyeri di daerah tersebut terganggu

Gambar 27. Tes rasa nyeri dengan ujung jarum suntik yang disentuhkan pada lesi
Kesimpulan nila rasa (+) V dan Bila (-) X

56

III. Pemeriksaan suhu


a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan
pemeriksaan,
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa,
c) Tangan yang akan diperiksa diletakkan dia tas meja/paha pasien
atau bertumpu pada tangan kiri pemeriksa,
d) Berikan penjelasan apa yang akan dilakukan sambil
memperagakan dengan menyentuhkan ujung tabung reaksi yang
berisi air panas (sebaiknya 40oC) dan air dingin (20oC) pada daerah
kulit yang normal, untuk memastikan bahwa orang yang diperiksa
dapat membedakan panas dan dingin,
e) Mata pasien ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian
kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang
dicurigai,
f) Bila pada daerah yang dicurigai tersebut beberapa kali pasien salah
menyebutkan rasa tabung yang ditempelkan, maka disimpulkan
bahwa sensasi suhu di daerah tersebut terganggu.

Gambar 29. Tes suhu


Menggunakan 2 tabung reaksi yang berisi air dingin dan air hangat. Bila ada gangguan
sensibilitas, pasien tidak dapat membedakan dingin dan panas

57

CLINICAL TEST PADA URTIKARIA :


TES DERMOGRAFISME
Menggores kulit dengan benda tumpul dilakukan guna menilai :
dermographism, yaitu urtika atau wheal linear yang muncul akibat goresan

Gambar 23 . Dermographism pada pasien urtikaria

CLINICAL TEST PADA DERMATITIS ATOPIK :


TES DERMOGRAFISME PUTIH
White dermographism, yaitu garis putih yang terjadi setelah goresan
( tidak mengikuti triple phenomena Lewis yang seharusnya ), hal tersebut
dapat terlihat pada penderita dermatitis atopik. Dasar pemikiran adalah
bahwa pada kulit normal bila digores dengan benda tajam maka ;
- Pertama : timbul garis putih yang kemudian berubah menjadi kemerahan
- Kedua : timbul daerah kemerahan disekitar tempat goresan
- Ketiga : timbul edema setelah beberapa menit

Pada penderita dermatitis atopik, garis merah yang terjadi tidak segera
disusul dengan daerah kemerahan tetapi malah disusul warna putih pucat
selama 2-3 menit.

Gambar 24. White dermographysm

58

CLINICAL TEST PADA PSORIASIS VULGARIS


Kaarsvlek phenomen (fenomena tetesan lilin) : dapat dibuktikan pada
skuama berlapis, yaitu menggores skuama pada lesi dengan skapel/ pinggir
kaca objek sehingga skuama akan berubah warnanya menjadi putih seperti
lilin disebabkan oleh berubahnya indeks bias.
Autzpitz sign (tanda Auspitz) : bila penggoresan diteruskan akan
tampak bintik-bintik perdarahan (pin point bleeding), yang disebabkan
oleh disebabkan pemenggalan papila dermis dan pelebaran serta
berkelok-keloknya pembuluh darah. Tanda Auspitz ini lebih mempunyai
nilai diagnostik.Koebner phenomen (fenomena Koebner) : lesi yang sama
seperti lesi sebelumnya dapat timbul pada tempat trauma se-perti garukan,
lokasi sunburn atau pembedahan.

Gambar 25. A. Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan tanda auspitz

B. Fenomena Koebner
PEMERIKSAAN KLINIS PADA PURPURA : TES DIASKOPI
Pemeriksaan secara diaskopi, yaitu cara memeriksa dengan menekan
lesi kulit menggunakan benda transparan, misalnya kaca obyek atau spatel
plastik, digunakan untuk membedakan antara eritema (akibat vasodilatasi)
dengan purpura (akibat ekstravasasi eritrosit); juga warna apple jelly
(kekuningan) dapat terlihat pada lupus vulgaris

59

Bila terdapat kemerahan lakukan tes diaskopi


+ (warna merah menghilang) = macula eritematous
(warna merah tidak menghilang) = purpura atau telangiektasis

Gambar 26. Tes diaskopi

CLINICAL TEST PADA BULLOUS DISEASE :


NIKOLSKY SIGN
Tanda Nikolski positif disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara
mengetahui tanda tersebut ada dua :
1. Menekan dan menggeser kulit di antara dua bula dan kulit tersebut
akan terkelupas, disebut dengan Nikolskys sign atau Nikolskys sign
type 1

Gambar
Nikolskys sign atau Nikolskys sign type 1 pada pemfigus vulgaris, steven
johnsons syndrome dan toxic epidermal necrolysis , staphylococcal scalded skin syndrome
(S4)

60

2.

Cara kedua dengan menekan bula maka bula akan meluas karena
cairan di dalamnya mengalami tekanan disebut dengan Nikolskys sign

type

Gambar

asboe

hansen

sign

Nikolskys sign atau Nikolskys sign type 2 pada pemfigoid bulosa

PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN LAMPU WOOD


Menggunakan lampu merkuri tekanan tinggi yang menghasilkan sinar
UV (360 nm), untuk memeriksa memeriksa infeksi jamur dan bakteri pada
kulit superfisial, menggambarkan derajat pigmentasi antara kulit normal
dengan kulit yang ada lesinya, menentukan area kulit hipopigmentasi atau
amelanosit.
Alat :Lampu Wood dan ruangan kedap cahaya. Prinsip kerja : Sinar
Wood diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan berat
molekul metabolik organisme penyebab, sehingga menimbulkan indeks
bias berbeda, dan menghasilkan pendaran warna tertentu. Cara kerja :
Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah
61

mungkin. Obat topikal, bahan kosmetik, lemak, eksudat harus dibersihkan


terlebih dahulu karena dapat memberikan hasil positif palsu. Pemeriksaan
harus dilakukan di dalam ruangan kedap cahaya agar perbedaan warna
lebih kontras. Jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa 1015cm, Lampu Wood diarahkan ke bagian lesi dengan pendaran
paling besar/jelas.
Interpretasi :
Tinea kapitis (M. caris, M. audouinii, M. rivalieri, M. Ferrugineum
dan M. gypseum) hijau terang. Pitiriasis versikolor: putih kekuningan,
orange tembaga, kuning keermasan atau putih kebiruan (metabolit
koproporfirin). Tinea favosa (Trichophyton schoenleinii) : biru suram /
hijau suram (akibat metabolit pteridin). Eritrasma (Corynebacterium
minutissimum) : merah koral (metabolit porfirin). Infeksi pseudomonas :
hijau (metabolit pioverdin atau fluoresein).
Hasil positif palsu : salep dan krim dikulit atau eksudat : biru, jingga;
tetrasiklin, asam salisilat dan petrolatum : kuning

Gambar 28. Wood lamp

62

Gambar 29. Fluoresen merah bata pada eritrasma

Gambar Fluoresen kekuningan pada pityriasis versikolor

Gambar 28. Fluoresen hijau pada tinea kapitis

63

64

Penutup
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit perlu dipahami dan dikuasai
morfologi serta terminologi baku, kemudian dilatihkan pada aplikasi klinis.
Anamnesis sangat penting membantu mencari etio-patogenesis penyakit.
Melakukan inspeksi dan palpasi kulit hendaknya dilakukan secara
sistematik. Jelaskan lokasi dan morfologi dengan menggunakan
terminologi yang telah umum dipakai secara nasional maupun
internasional.
Filosofi :
Untuk membaca kata, seseorang harus mengenal huruf;
Untuk membaca kulit, seseorang harus mengenal lesi-lesi pokok.
Untuk memahami sebuah paragraf, seseorang harus mengetahui
bagaimana kata-kata dirangkai;
untuk mengetahui diagnosis banding, seseorang harus mengetahui
lesi-lesi pokok apa yang ada, bagaimana mereka berkembang, dan
bagaimana mereka tertata dan tersebar.
Marilah kita selalu membaca dan membuka diri untuk ide dan hal-hal baru.

65

Cheklist Pemeriksaan Fisik Kulit


No

Aspek yang dinilai

I.

Memberikan salam pembuka dan memperkenalkan diri


Mempersiapkan perasaan pasien untuk
menghindari rasa takut dan stress sebelum
melakukan pemeriksaan fisik
1. Memberi penjelasan dengan benar, jelas,
lengkap dan jujur tentang cara dan tujuan
pemeriksaan
2. Memberitahukan kemungkinan adanya
rasa sakit atau tidak nyaman yang timbul
selama pemeriksaan dilakukan
Melakukan
Pemeriksaan
Dermatologis
(inspeksi dan palpasi lesi) :
1. Menggunakan kaca pembesar (loupe)
2. Menentukan Regio
3. Menentukan tipe lesi primer dan sekunder
secara berurutan
4. Menentukan jumlah lesi
5. Menentukan susunan lesi
6. Menentukan konfigurasi lesi
7. Menentukan distribusi lesi
8. Melaporkan deskripsi status dermatologis
Melakukan Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Syaraf Perifer :
1. N. Auricularis magnus dextra/sinistra
2. N. Ulnaris dextra/sinistra
3. N. Peroneus communis dextra/sinistra
4. N. N. Tibialis posterior dextra/sinistra
B. Pemeriksaan Sensorik (Sensibilitas)
1. Pemeriksaan sensibilitas raba
2. Pemeriksaan sensibilitas nyeri

II.

III.

IV.

66

Skor
1 2

3. Pemeriksaan sensibilitas suhu


V.
Clinical Test / Uji Kulit
1. Nikolskys sign / Asboe Hansen
sign/bullous spread phenomen
2. Kaarsvlek phenomen/Austpitz
sign/Koebner phenomen
3. Dermografisme
4. Dermografisme putih
5. Diaskop
6. lampu Wood
SKOR YANG DIDAPAT
SKOR TOTAL

Banda Aceh,2014

Instruktur

Keterangan Skor
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan, dengan banyak perbaikan ( lebih dari 50 %)
2 = Dilakukan, dengansedikit perbaikan (kurang dari 50%)
3 = Dilakukan dengan sempurna
Cakupan penguasaan keterampilan :
(Skor/ yang didapat / Skor Total) x 100% = ......%
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Penyakit Dalam FKUI, 2006, Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi
IV : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Indonesia, FKUI :
Jakarta.
67

Bickley LS., 2007. Bates, Guide to Physycal Examination and History


Taking. 9th Ed. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkin
Despopoulos A, Sulbernagl S., 2003. Kidney, Salt & Water Balance :
Color Atlas of Physiology. 5th Ed. Thieme. Sttugart : New York.
L. Willms J, 2005, Diagnosis Fisik Evaluasi : Diagnosis & Fungsi di
Bangsal, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Purnomo, B, Basuki,.2003. Dasar-Dasar Urologi. CV. INFOMEDIKA :
Jakarta.
R. Norwitz, Errol MD, PhD,. 2001. Obsterics and Gynecology at a
Glance, Blackwell Science Ltd : Osney Mead-Oxford.
Swartz,MH, 2002, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Tanagho EA, McAninch JW (eds.), 2000. Smiths General Urology, 15th
Ed., Lange Medical Books / McGraw-Hill.
Vasavada SP, M.D et all. 2005. Female Urology, Urogynecology, and
Voiding Dysfunction. Maecel Dekker : New York.
Walsh PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ I (eds.), 1998. Campbells
Urology, 7th Ed., WB Saunders Co.,

68

You might also like