Professional Documents
Culture Documents
MORBILI
Oleh :
Mokhammad Tajul Muluk
(087.00.156)
Pembimbing:
:
: Ruang Kuliah Dokter Muda Departemen/Instalasi Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
08700156
Koordinator Pendidikan
Kepala SMF Ilmu Penyakit Dalam
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
penyusun telah menyelesaikan tugas baca yang berjudul Referat Morbili. Makalah ini
disusun sebagai tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Ilmu
Penyakit Dalam dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto, dengan harapan dapat dijadikan
sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan kita.
Dalam penyusunan referat ini, ada hambatan seperti kurangnya sumber referensi.
Namun, penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan dan bimbingan dari dosen, sehingga kendala yang dihadapi penulis dapat teratasi. Oleh
karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. H. Sahid Suparasa, Sp. PD, FINASIM Sebagai Pembimbing dan SMF Ilmu
Penyakit Dalam RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto
2. Dr. H. Rudyanto, Sp. PD, FINASIM sebagai Kepala SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto
Penyusun sadar sepenuhnya bahwa referat ini jauh dari kesempurnaan dan untuk
itu penyusun membutuhkan saran dan kritik yang membangun agar dalam pembuatan
referat yang akan dating akan menjadi lebih baik. Akhirnya kami berharap semoga referat
ini bermanfaat dalam menambah wawasan bagi kita semua.
DAFTAR ISI
i
3
ii
iii
iv
10
11
11
29
31
34
33
DAFTAR
PUSTAKA
...........................................................................................................
37
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
dimana anak yang menderita kurang gizi sangat banyak, morbilli merupakan
penyakit yang berakibat fatal dan menyebabkan kematian sampai 5-12 %. Gejala
morbilli agak sulit di deteksi secara dini, dikarenakan gejala yang ditimbulkan
seperti batuk, pilek, dan demam yang menyerupai gejala flu biasa. Munculnya
bercak merah dikulit pun hamper menyerupai bercak merah yang diakibatkan
keracunan obat atau alergi karena dingin. 124
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut menular yang ditandai dengan
3 stadium, yaitu : a. stadium kataral (prodromal), b. stadium erupsi, c. stadium
konvalesensi.
B. Etiologi
Penyebab morbili adalah virus RNA dari family Paramyxovirus yaitu
genus morbilivirus. Virus morbilli terdapat dalam sekret nasofaring dan darah
selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Cara
penularan ialah melalui droplet dan kontak. Virus dapat tetap aktif selama
sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar. Virus ini sangat sensitive
terhadap panas dan dingin serta dapat diinaktifkan pada suhu 30 0C dan -200C,
sinar ultraviolet, eter, ripsin dan betapropilakton. nelson
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan
ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari
sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi
dapat dideteksi bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal terjadi melalui tetesan-tetes semprotan
selama stadium kataral (masa prodromal). Penularan terhadap kontak rentan
sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi
menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan (mulai fase prodromal), pada
beberapa keadaan dapat terjadi sebelum hari ke 7. Tindakan pencegahan
isolasi terutama di Rumah Sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari
hari ke-7 sesudah pemajanan sampai hari ke-5 sesudah ruam muncul.
C. Epidemiologi
Campak adalah endemic pada sebagian besar dunia. Dahulu, epidemic
cenderung terjadi secara ireguler, tampak pada musim semi di kota-kota besar
dengan interval 2 sampai 4 tahun. Biasanya penyakit ini timbul pada masa
anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan
mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan
8
dan setelah umur tersebut kekebalan akan berkurang sehingga bayi dapat
menderita morbili. Bila ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang
dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat
menderita penyakit ini setelah bayi dilahirkan. Bila seorang wanita menderita
morbili ketika hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami
abortus. Bila ibu hamil menderita morbili pada trimester pertama, kedua, atau
ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan
atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak
yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
D. Patologi
Lesi esensial campak terdapat di kulit, membrane mukosa nasofaring,
bronkus, dan saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan
proliferasi sel mononuclear dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi sekitar
kapiler. Biasanya ada hyperplasia jaringan limfoid, terutama pada apendiks,
dimana sel raksasa multinukleus berdiameter sampai 100 m (sel raksasa
Warthin-Finkeldey) dapat ditemukan.
Di Kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel
rambut. Bercak koplik terdiri eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa
dengan bercak pada lesi kulit. Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal
dan faring meluas ke dalam jaringan limfoid dan membrane mukosa
trakeobronkial. Pneumotitis interstisial akibat dari virus campak mengambil
bentuk pneumonia sel raksasa Hecht. Bronkopneumonia dapat disebabkan
oleh infeksi bakteri sekunder.
Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinasi
perivaskuler pada daerah otak dan medulla spinalis. Pada panensefalitis
sklerotikans subakut Dawson (subacute sclerosing panencephlitis (SSPE),
dapat ada degenerasi korteks dan substansi putih (alba) dengan benda-benda
inklusi intranuklear dan intrasitoplasmik.
Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan
proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar
kapiler. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lender nasofaring, bronkus
dan konjungtiva.
E. Gejala Klinis
9
mukosa bukalis
10
tampak halus yang diawali pada wajah lalu menyebar ke batang tubuh dan
menghilang dalam 3 hari serta kurang mencolok daripada ruam morbilli
sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit.
2. Eksantema subitum
Penyakit ini disebabkan oleh virus dan biasanya muncul pada bayi berusia 636 bulan. Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal, ruam tidak mencolok,
dan tidak mengenai muka sedangkan hal tersebut sangat khas untuk campak. Rubeola
infantum (eksantema subitum) dibedakan dari morbilli dimana ruam dari roseola
infantum tampak ketika demam menghilang, walaupun batuk ada.
3. Infeksia ricketsia
Ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada morbilli khas terlibat. Tidak adanya
batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali
penyakit serum atau ruam karena obat dan juga tidak diketemukannya bercak koplik.
G. Komplikasi
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum sehingga dapat terjadi
anergi (uji tuberculin yang semula positif menjadi negative). Keadaan ini
menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut,
ensefalitis dan bronkopnemonia. Bronkopnemonia dapat disebabkan oleh
virus morbili atau oleh pneumococcus, streptococcus, dan staphylococcus.
Bronkopnemonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda,
anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (missal:
tuberculosis), leukemia dan lain-lain.
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia,
paraplegia, afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis. Ensefalitis
morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita
morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus
morbili hidup (ensefalitis morbili akut) pada penderita yang sedang mendapat
pengobatan imunosupresif (immunosuppressive measles encephalopathy) dan
sebagai subacute sclerosing panencephalitis (SSPE).
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka
kematian rendah dan sisa deficit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis
setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah
vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000.
12
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf
pusat. Penyakit ini progesif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang
dewasa. Disertai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan
mental, disfungsi motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan
sebagian penderita meninggal dunia dalam 6 bulan-3 tahun setelah terjadi
gejala pertama. Meskipun demikian remisi spontan masih bias terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili
memegang peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili
sebelum umur 2 tahun sedangkan SSPE dapat timbul sampai 7 tahun setelah
morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira-kira 3
tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili
adalah 0,5-1,1 tiap 10 juta, sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2-9,7
tiap 10 juta.
Immunosuppressive measles encephalopathy didapatkan pada anak
dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena
keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif. Diafrika
didapatkan kebutaan pada anak yang menderita malnutrisi.
Komplikasi campak menjadi lebih berat pada pasien dengan gizi buruk
dan anak yang berumur lebih kecil. Komplikasi-komplikasi tersebut
diantaranya :
1). Diare yang diikuti dehidrasi
2). Otitis media
3). Laringotrakeobronkitis (croup)
4). Bronkopneumonia
5). Ensefalitis akut, terjadi pada 2-10/10000 kasus dengan angka
kematian10-15%.
6). Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), yang merupakan suatu
proses degenerative susunan saraf pusat dengan gejala karakteristik
terjadi deteriorasi tingkah laku dan intelektual, diikuti kejang.
Disebabkan oleh infeksi virus yang menetap, timbul beberapa tahun
setelah infeksi merupakan salah satu komplikasi campak onset
lambat. Terjadi pada 1/25000 kasus, menyebabkan kerusakan otak
progresif dan fatal.
13
H. Pengobatan
Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, suplemen
nutrisi, antibiotic diberikan apabila terjadi infeksi sekunder, antikonvulsi apabila terjadi
kejang. Dan pemberian vitamin A.
Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu >39.00), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit,
atau adanya komplikasi.
Tanpa komplikasi
a. Pasien dirawat di ruang isolasi
b. Tirah baring ditempat tidur
c. Vitamin A 100000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
d.
Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan
I.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami penyakit morbilli dari mulai definisi,
epidemiologi,
patofisiologi,
tanda
dan
gejala,
sampai
dengan
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Traumatologi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan
atas jaringan tubuh yang masih hidup, sedang logos berarti ilmu. Traumatologi
adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau perlukaan,
cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang
kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat
kekerasan yang menimbulkan jejas. Ilmu ini penting dalam menentukan jenis luka
yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.
Aplikasinya dalam pelayanan Kedokteran Forensik adalah untuk membuat
keterangan suatu tindak kekerasan yang terjadi pada seseorang. (Basbeth Ferryal.
2005; Dahlan, Sofwan.2004).
2.2. Insiden Traumatologi
Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam kedokteran Forensik.
Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Survey di sebuah
rumah sakit di kota London menyatakan 425 pasien yang dirawat oleh karena
kekerasan fisik yang disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147
kasus penyerangan di jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan
besi batangan dan pemukul baseball atau benda benda serupa, lalu di ikuti
dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat berarti dari kasus
penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka
yang serius. (Basbeth Ferryal. 2005; Dahlan, Sofwan.2004).
Sedangkan jumlah kejahatan di Indonesia meningkat 15 persen pada 2006.
Rata-rata orang terkena kejahatan meningkat. Selama 2006, jumlah kejahatan
meningkat dari 256.543 (tahun 2005) menjadi 296.119. Inilah peningkatan
kejahatan yakni sekitar 15,43 persen. Jumlah penduduk yang beresiko terkena
kejahatan rata-rata 123 orang per 100.000 penduduk Indonesia di 2006. Bila
17
dibandingkan tahun 2005 terjadi kenaikan 1,65 persen. (Basbeth Ferryal. 2005;
Dahlan, Sofwan.2004).
2.3. Aspek Medikolegal
Dari sudut hukum, luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh
suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja), recklessness
(ceroboh), atau negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan berat ringannya
hukuman perlu ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka. Kebijakan hukum
pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas
pengaruhnya terhadap : Kesehatan jasmani, Kesehatan rohani, Kelangsungan
hidup janin di dalam kandungan, Estetika jasmani, Pekerjaan jabatan atau
pekerjaan mata pencarian, dan Fungsi alat indera. (Basbeth Ferryal. 2005; Dahlan,
Sofwan.2004).
Pengertian kualifikasi luka semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran
Forensik sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX
pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90. (Dahlan, Sofwan.2004).
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana
penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
18
lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi
bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Berikut ini klasifikasi luka : (Dahlan, Sofwan.2004)
1. Luka ringan : luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya.
2. Luka sedang : luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya untuk sementara
waktu.
3. Luka berat : Luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP,
yang terdiri atas:
a. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan
sempurna. Pengertian tidak akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan
pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata yang menyebabkan
kornea robek. Sesudah dijahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat
melihat.
19
Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan. Kekuatan
dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada daerah yang lebih
kecil menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk,
semua energi kinetik terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan,
sementara dengan energi yang sama pada pukulan oleh karena tongkat pemukul
kriket mungkin bahkan tidak menimbulkan memar. Efek dari kekuatan mekanis
yang berlebih pada jaringan tubuh dan menyebabkan penekanan, penarikan,
perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi tergantung tidak hanya pada jenis
penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya. Contohnya,kekerasan
penekanan pada ledakan mungkin hanya sedikit perlukaan pada otot namun dapat
menyebabkan ruptur paru atau intestinal, sementara pada torsi mungkin tidak
memberikan efek pada jaringan adiposa namun menyebabkan fraktur spiral pada
femur. (Dahlan, Sofwan.2004).
Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma
mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya
transfer energi dari luar menuju jaringan. Kerusakan yang terjadi pada jaringan
tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkaan
panas, suara serta gangguan mekanik lainnya. Energi kinetik ini akan
mengakibatkan daya dorong peluru ke suatu jaringan sehingga terjadi laserasi,
kerusakan terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan
terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru. (Dahlan, Sofwan.2004).
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan peluru yang menembus
jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada
jaringan seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan kerusakan dengan
adanya zona-zona disekitar luka. Dengan adanya lesatan peluru dengan kecepatan
tinggi akan membentuk rongga disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru
sampai keluar dari jaringan dan diameter rongga ini lebih besar dari diameter
peluru, dan rongga ini akan mengecil sesaat setelah peluru berhenti, dengan
ukuran luka tetap sama. Organ dengan konsistensi yang padat tingkat kerusakan
21
lebih tinggi daripada organ berongga. Efek luka juga berhubungan dengan gaya
gravitasi. (Dahlan, Sofwan.2004).
23
a. Luka lecet:
b. luka memar :
2.7. Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan
kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang
bermakna. Kehilangan 1/4 volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun
dalam kondisi berbaring. Kehilangan 1/2 volume darah dan mendadak dapat
menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang
terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis
perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang
terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.
Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh
pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada
arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit
untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah
sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang
berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena.
(Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004; Dahlan, Sofwan.2004).
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila
terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat
24
25
26
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan,
tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka
oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah
terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai
menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga
menunjukkan arah awal kekerasan. (Hoediyanto, Hariadi A. 2012).
Luka robek : mekanisme terjadinya sama pada kulit lecet, hanya daya tekan dan
gesek lebih kuat serta benda lebih besar sehingga jaringan yang terputus adalah
kulit dan otot. Banyak terjadi pada luka lalu lintas. (Hoediyanto, Hariadi A. 2012)
27
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi
kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian. Kontusio
pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan
dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan peradangan yang kecil pada otak
dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika
terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.
(Dahlan, Sofwan.2004).
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit
pada daerah yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat
menyebabkan gangguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas
yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan
menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur
organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh. (Sjamsuhidajat, Wim de
Jong. 2004).
4. Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya
memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi
fraktur sederhana dan komplit atau terbuka. (Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004).
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi
beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih
lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat
menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang
tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat
terjadi fraktur pada trauma yang ringan. (Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004).
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur
dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak),
arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami
28
Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak.
Apabila fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian
dalam tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri
terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong
lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas.
Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi
atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala,
penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma.
Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara
timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan
perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval (Sjamsuhidajat, Wim de Jong.
2004).
segera untuk
Nontraumatik:
Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
Traumatik:
31
Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di
daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya
arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai
lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi
penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas
meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer
serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan
nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma. (Sjamsuhidajat,
Wim de Jong. 2004).
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini
merupakan tipe perdarahan yang masif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan
meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang
berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak.
Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya
aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya
perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian
bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak
selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh
trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi
tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps
dan bahkan kematian. (Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004).
6. Kontusio otak
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu.
Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian
superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya
pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan
adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran
kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema
otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma,
dan kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah
33
kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus
lain yang menyebabkan perdarahan. (Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004).
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma
biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya
adalah ganglia basal, pons, dan serebelum.
dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan
tidak mempunyai riwayat hipertensi. (Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004).
Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi
eksternal yang dapat ditemui adalah foam cone busa berwarna putih atau merah
muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat
tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis.
Keberadaan
gelembung
tidak
membuktikan
adanya
trauma
kepala.
Ukuran luka kita tentukan dengan mengukur panjang luka dan kedalaman
luka. Sebelum panjang luka kita ukur, kita harus merapatkan luka korban terlebih
dahulu. Kita harus menyebutkan alat tubuh apa saja yang dilalui luka tersebut saat
kita melakukan pengukuran kedalaman luka korban. Misalnya luka mengenai
kulit dinding perut, otot perut dan jaringan hati sejauh 5 cm.
Ada 5 hal yang penting kita periksa untuk menggambarkan sifat-sifat atau
ciri-ciri luka si korban, yaitu : (Hoediyanto, Hariadi A. 2012)
1) Sudut luka, tepi luka dan dasar luka.
2) Ada tidaknya jembatan jaringan.
3) Terpotong tidaknya rambut pada luka korban.
4) Ada tidaknya memar atau lecet di sekitar luka.
5) Ada tidaknya sesuatu yang keluar dari luka.
Pada kasus trauma pada kepala dapat dilakukan pemeriksaan dalam untuk
mengetahui adanya cedera pada kepala, penutup otak, maupun otaknya. Dari
pemeriksaan dalam ini dapat diketahui juga adanya rupture arteri yang dapat
mengakibatkan perdarahan yang masif dan mengakibatkan syok bahkan kematian.
(Hoediyanto, Hariadi A. 2012).
LUKA BENDA TAJAM
Benda tajam adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis
maupun runcing. Contoh alat : golok, pisau, keping kaca, gelas, logam, silet,
bayonet dll. Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat
alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat benda
tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda
tumpul dan dari luka tembakan senjata api. Pada kematian yang disebabkan oleh
benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu
kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau
peristiwa bunuh diri. (Hoediyanto, Hariadi A. 2012; Dahlan, Sofwan.2004).
1. Luka iris
36
Luka akibat benda atau alat yang bermata tajam yang terjadi dengan suatu tekanan
dengan tekanan ringan dan goresan pada permukaan tubuh. Ciri khasnya adalah
tepi dan permukaan rata, sudut luka lancip, tidak ada jembatan jaringan, rambut
terpotong, tidak ditemukan luka memar/ lecet disekitarnya , tidak mengenai tulang
dan panjang luka lebih besar dari dalam luka.
Bentuk luka iris :
Bils tegak lurus arah serat elastis / otot luka berbentuk mengganga.
2. Luka tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau
korban yang terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu,
maka salah satu sudut akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika
pisau bermata dua, maka kedua sudutnya tajam. (Hoediyanto, Hariadi A. 2012).
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk
senjata. Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek
yang sesuai dengan bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis
terbentuk dari garis lengkung pada seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak
lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila tusukan
terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan panjang.
(Dahlan, Sofwan.2004).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah
satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat
menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan
pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. (Dahlan, Sofwan.2004).
Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat menunjukkan perkiraan
benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua.
Ukuran luka : (Dahlan, Sofwan.2004).
Ukuran dalam luka lebih panjang dibandingkan dengan ukuran lebar luka
37
38
3. Luka Bacok
Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan
menggunakan instrument yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak
kecil, atau parang. Terkadang bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk
tujuan ini. Luka alami yang disebabkan oleh senjata jenis tersebut bervariasi
tergantung pada ketajaman dan berat senjata. Makin tajam instrument makin tajam
pula tepi luka. Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh instrument tajam yang
lebih kecil, penipisan terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan
dapat ditemukan pada jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat penipisan,
yang disebabkan oleh hapusan bilah yang pipih. Pada instrumen pembacok yang
diarahkan pada kepala, sudut besatan bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk
patahan tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bisa meninggalkan cekungan pada salah
satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau menipis. (Hoediyanto,
Hariadi A. 2012).
39
Pada umumnya luka tembak masuk kontak adalah merupakan perbuatan bunuh
diri. Sasarannya: (Hoediyanto, Hariadi A. 2012)
Daerah temporal
Dalam mulut, telinga, wajah dibawah dagu dengan arah yang menuju otak.
Luka pada kulit tidak bulat, tetapi berbentuk bintang dan sering ditemukan
cetakan/jejas ujung laras daun mata pejera. Terjadinya luka berbentuk bintang
disebabkan karena ujung laras ditempelkan keras pada kulit, maka seluruh gas
masuk kedalam dan akan keluar melalui lubang anak peluru. Desakan keluar ini
menembakkan cetakan laras dan robeknya kulit. Bila korban menggunakan
senjata api dengan picu, maka picu akan menimbulkan luka lecet pada kulit antara
ibu jari dan jari telunjuk. Luka lecet ini dinamakan schot hand. Pada tepi luka
berwarna pinkish-red karena terbentuknya carboxyhemoglobin akinat gas CO
yang masuk. ( Hoediyanto, Hariadi A. 2012)
1. Luka tembak jarak dekat
Terjadi jarak tembakan mulai jarak kontak longgar hingga jarak kurang dari
60 cm, mempunyai ciri khas yang disebabkan dari efek asap , nyala api,tatooage
dan pada tepi luka terdapat gelang kontusi selebar 1-1,5 mm.( Hoediyanto,
Hariadi A. 2012).
40
41
Fragmentasi
Ada tidaknya fragmen tulang yang ikut keluar, tulang dibawah kulit
tempat keluar, benda yang tertekan pada kulit tempat keluar.
Luka tembak masuk dilukiskan dalam keadaan aslinya, lebih baik kalau
bisa di potret
42
pada tangan
Identifikasi Senjata Api
Syarat mutlak untuk identifikasi senjata api ialah harus ditemukan
anak peluru dan/atau selongsong
43
44
asetat.
Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.
Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka,
ialah:
Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas
ialah:
-
Terlihat kering.
Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid
2.Basa
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain : KOH, NaOH,
NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:
46
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini :
gi nj a l
ak ut
da n
r ea ks i
pe ra da ng an
pa da
s al ur an
g as tr oi nt es ti n al . Za t k imi a k or os i f ma s u k k e da la m t ub uh d en ga n
b er ba ga i ca ra , an ta ra l ai n : mel a lu i or al , i nh al as i, pa re nt er al da n
s u bk ut an .
47
BAB III
PENUTUP
3.1. Summary
Traumatologi (dari bahasa Yunani Trauma "yang berarti luka" atau luka)
adalah studi tentang luka dan luka yang disebabkan oleh kecelakaan atau
kekerasan kepada seseorang, dan terapi bedah dan perbaikan kerusakan.
Pengertian kualifikasi luka semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran
Forensik sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX
pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90.
Berikut ini klasifikasi luka :
1. Luka ringan : luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya.
2. Luka sedang : luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya untuk sementara
waktu.
3. Luka berat : Luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP,
yang terdiri atas:
a) Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan
sempurna. Pengertian tidak akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan
pada fungsinya.
b) Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut. Dapat mendatangkan
bahaya maut pengertiannya memiliki potensi untuk menimbulkan
kematian, tetapi sesudah diobati dapat sembuh.
c) Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencahariannya. Luka yang dari sudut medik tidak
membahayakan jiwa, dari sudut hukum dapat dikategorikan sebagai luka
berat.
48
49
Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma
mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya
transfer energi dari luar menuju jaringan. Kerusakan yang terjadi pada jaringan
tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkaan
panas, suara serta gangguan mekanik lainnya. Energi kinetik ini akan
mengakibatkan daya dorong peluru ke suatu jaringan sehingga terjadi laserasi,
kerusakan terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan
terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoediyanto, Hariadi. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal, 7 ed. Surabaya: Airlangga University Press, 2012
2. Dahlan, Sofwan. Pembuatan Visum Et Repertum. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang : 2003.
3. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. 2004 Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik..
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.
4. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 1997. Hal 37-54
50
51