You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri tahu telah berkembang secara turun temurun di berbagai wilayah
Indonesia khususnya Jawa pada skala mikro dengan proses produksi secara
tradisional. Kondisi tersebut menyebabkan limbahnya sangat besar yaitu 12
m3/ton kedelai (Zamroni, 2004) dan kandungan bahan organiknya juga
tinggi COD: 5.000-8.000 mg/L (Wagiman, 2001). Sebagian besar limbah
dibuang langsung ke lingkungan, misalnya di DIY industri tahu yang
memiliki IPAL hanya 17,65% dengan pengoperasian yang tidak maksimal.
Beberapa penyebab industri tahu tidak melakukan pengolahan limbah cairnya
antara lain: (i) keterbatasan dana untuk membangun dan mengoperasikan
IPAL, (ii) tidak tersedia teknologi pengolahan limbah untuk industri kecil,
(iii) pengusaha tidak melihat kemanfaatan pengolahan limbah cair, (iv)
tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidupnya masih rendah,
(v) dampak pembuangan limbah terhadap lingkungan tidak muncul spontan
sehingga masyarakat seakan resisten. Untuk mengatasi masalah tersebut maka
diperlukan pengembangan teknologi yang mengedepankan aspek nilai tambah
bagi pengusaha. Polutan di dalam limbah cair tahu terdiri dari air 90,74%,
protein 1,8%, lemak 1,2%, serat kasar 7,36% dan abu 0,32% (Rahardjo dalam
Trismila et al., 2001). Komposisi tersebut memungkinkan pengembangan
biogas dari limbah cair tahu menjadi alternatif untuk industri kecil-menengah.
Biogas dapat dikonversi menjadi energi yang sangat dibutuhkan pada proses
produksi tahu, ramah lingkungan dan termasuk kategori energi terbarukan.
Dengan demikian, ada keuntungan ganda produksi biogas yaitu menghasilkan
energi bagi industri bersangkutan dan menurunkan tingkat bahaya limbah
cair. Produksi biogas di atas menggunakan UASB dengan pertimbangan alat
termasuk high-rate reaktor dan efisiensinya tinggi yaitu 70-90%, waktu

tinggal hirolik rendah, kebutuhan energi kecil, tidak memerlukan media, dan
teknologi telah teruji. Teknologi UASB sudah tersebar di seluruh dunia dan
banyak dipakai untuk penanganan berbagai macam limbah khususnya limbah
industri pertanian seperti industri gula, pengolahan kentang, pengalengan
daging, kertas, sari buah, dan industri makanan (Laubscher et al., 2001).
UASB juga sudah dipakai pada industri tahu di Indonesia dengan hasil yang
cukup memuaskan (Sujarwo, 2004). Pengolahan limbah secara anaerobik
akan menghasilkan biogas yang terdiri dari CO2 dan CH . Fraksi metana
bervariasi tergantungsubstrat yang terkandung di dalam limbah (Marchaim,
1992), tetapi pada umumnya berkisar antara 0,2-0,7 (Anonim, 2004).
Produksi gas juga tergantung pada kinerja bakteri metanogen yang
dipengaruhi oleh pH, suhu, kandungan nutrien, keberadaan faktor
penghambat dan waktu retensi. Menurut Mulligan et al. (1993), untuk
pembebanan 36,5 kg COD/m3/hari dapat menghasilkan gas sebesar 12,0
m3/m3/hari. Produksi biogas juga mulai dikembang pada skala industri
seperti di Finlandia pada tahun 2000 ada 15 pabrik penghasil biogas dari
limbah domestik maupun industri, pada tahun yang sama di Jerman
berkembang 5 perusahaan biogas sejenis (Leinonen dan Kuittinen, 2001).
Anaerobik sangat cocok untuk mengolah limbah cair yang mengandung
bahan organik kompleks seperti limbah dari industri makanan, minuman,
bahan kima dan obat-obatan (Anonim, 2003). Bahan organik tersebut
didegradasi menjadi senyawa sederhana dan stabil melalui empat tahap yaitu
hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan methanogenesis (Beteau, 1997).
Senyawa kompleks seperti lemak, polisakarida

dan protein dihidrolisis

menjadi asam lemak, monosakarida, dan asam amino. Pada tahap


asidogenesis, senyawa hasil hidrolisis dirubah menjadi senyawa bermassa
molekul sedang seperti propionat, butirat, laktat dan etanol. Metanogenesis
sebagai tahap akhir, merupakan konversi senyawa bermassa molekul sedang
menjadi metana dan karbondioksida. Pembentukan metan dapat melalui
konversi hidrogen dan karbondioksida, dan konversi asetat menjadi metan
dan karbondioksida. Metana merupakan hasil akhir proses anaerobik sehingga

dapat digunakan sebagai parameter atau indikator keberhasilan proses


tersebut (Michaud et al., 2002) Biogas merupakan hasil akhir dari proses
anaerobik dengan komponen utama CH4 dan CO2, H2, N2, dan gas lain
seperti H2S. Nilai kalor biogas lebih tinggi dibandingkan sumber energi
lainnya, seperti batubara (586 K.cal/m3) ataupun uap air (302 K.cal/m3),
tetapi lebih rendah dari gas alam yaitu 967 K.cal/m3. Setiap satu meter kubik
biogas setara dengan setengah kilogram gas alam cair (liquid petroleum
gases), atau setengah liter bensin atau setengah liter minyak diesel. Biogas
sanggup membangkitkan tenaga listrik sebesar 1,25-1,50 kilo watt hour
(kwh). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi limbah cair tahu
sebagai bahan baku produksi biogas dengan menggunakan reaktor Upflow
Anaerobic Sludge Blanket (UASB).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud reaktor UASB?
2. Bagaimana prinsip kerja reaktor UASB?
3. Bagaimana proses pembuatan biogas limbah tahu menggunkan reaktor
UASB?
4. Apa kelebihan dan kekurangan reactor UASB?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui reaktor UASB
2. Mengetahui prinsip kerja reaktor UASB
3. Mengetahui proses pembuatan biogas limbah tahu menggunakan reaktor
UASB
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan reactor UASB

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Tahu


Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu
proses produksi, baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang
kehadirannya pada suatu saat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena
dapat menurunkan kualitas lingkungan.

Limbah mengandung bahan

pencemar yang bersifat racun dan bahaya.


Adapun karakteristik limbah adalah sebagai berikut.
1. Berukuran mikro, maksudnya ukurannya terdiri atas partikel-partikel kecil
yang dapat kita lihat
2. Dinamis, artinya limbah tidak diam di tempat, selalu bergerak, dan
berubah sesuai dengan kondisi lingkungan
3. Penyebarannya berdampak luas, maksudnya lingkungan yang terkena
limbah tidak hanya pada wilayah tertentu melainkan berdampak pada
faktor yang lainnya.
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi), maksudnya masalah limbah
tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sehingga dampaknya akan
ada pada generasi yang akan datang.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan
menjadi empat bagian, yaitu:
1. Limbah gas dan partikel
2. Limbah cair
3. Limbah padat
4. Limbah bahan berbahaya dan beracun/B3
4

Sedangkan secara garis besar, limbah dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu:
1. Limbah organik
2. Limbah anorganik
3. Limbah bahan berbahaya dan beracun/B3
Limbah tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu
maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah
padat dan cair. Limbah padat industri tahu belum dirasakan dampaknya
karena limbah padat industri tahu bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Air banyak digunakan sebagai bahan pencucian dan merebus kedelai untuk
proses produksinya. Akibat dari banyak nya pemakaian air dalam proses
pembuatan tahu maka limbah cair yang dihasilkan juga cukup besar. Limbah
cair industri tahu memiliki beban pencemar yang tinggi. Pencemaran limbah
cair industri tahu berasal dari bekas pencucian kedelai, perendaman kedelai,
air bekas pembuatan tahu dan air bekas perendaman tahu. Air limbah tersebut
mengandung bahan organik, bila langsung dibuang kebadan air penerima
tanpa ada nya proses pengolahan maka akan menimbulkan pencemaran,
seperti menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap dan berkurangnya
oksigen yang terlarut dalam air sehingga mengakibatkan organisme yang
hidup didalam air terganggu karena kehidupannya tergantung pada
lingkungan sekitarnya.

Pencemaran yang dilakukan terus menerus akan

mengakibatkan matinya organisme yang ada dalam air, mengingat air


berubah kondisinya menjadi anaerob.
Menurunnya kadar oksigen yang terlarut dalam air berati kondisi
pencemaran didalam air semakin meningkat, maka diperlukan pencegahan
pencemaran akibat limbah cair industri tahu agar habitat dan kehidupan air
yang ada disekitar lingkungan tetap terlindungi.

2.2 Bioteknologi
Bioteknologi adalah upaya pemanfaatan makhluk hidup dengan
menggunakan prinsip-prinsip ilmiah untuk menghasilkan produk atau jasa
yang berguna bagi manusia.
Pemanfaatan Bioteknologi bagi kehidupan manusia dintaranya digunakan
dalam bidang:
-Pertanian
-Kesehatan
-Lingkungan
-Peternakan
Bioteknologi lingkungan adalah bioteknologi yang penggunaannya
banyak melibatkan mikroorganisme untuk meningkatkan kualitas lingkungan
hidup manusia dan alam sekitarnya. Bioteknologi lingkungan dimanfaatkan
untuk perbaikan lingkungan.
Contoh bioteknologi lingkungan :
1. Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob).
Komponen biogas antara lain sebagai berikut : 60 % CH4 (metana), 38 %
CO2 (karbon dioksida) dan 2 % N2, O2, H2, & H2S.
2. Cacing Tanah
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai
tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Di
Indonesia, cacing tanah telah banyak diternakkan. Sentra peternakan cacing
terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan
sekitarnya.

Manfaat Cacing Tanah


~ Mengurangi pencemaran sampah organik
~ Menyuburkan Tanah
~ Memperbaiki aerasi dan struktur tanah
~ Meningkatkan ketersediaan air tanah
~ Makanan manusia
3. Mikroorganisme Pengolah Limbah
Mikroorganisme dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri untuk
mengolah limbah sebelum limbahnya dibuang ke lingkungan. Misalnya,
industri

yang

limbahnya

mengandung

lemak

dapat

memanfaatkan

mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke sungai.


Proses pengolahan limbah dengan metode biologi adalah metode yang
memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material
yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme yang digunakan
umumnya bakteri aerob.
2.3 Biogas
Biomassa adalah energy alternative paling siap untuk diolah menjadi
sumber energy yang jumlahnya banyak dan berada di sekitar kita dan ramah
lingkungan. Tumbuh-tumbuhan, sampah organic dan kotoran hewan dapat
menghasilkan biogas yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energy pengganti
minyak, gas, kayu bakar, dan batu bara. Biogas merupakan sumber energy yang
bisa diperbaharui (renewable) sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan
semakin menipisnya persediaan sumber energy. Biogas tergolong ke dalam
energi yang berasal dari bahan- bahan organik (bahan non fosil) yang umumnya
berasal dari berbagai limbah organik seperti, kotoran manusia, kotoran hewan,
sisa- sisa tumbuhan dan lain sebagainya. Keberadaan limbah- limbah organik
tersebut mudah didapat dan terjamin kontinuitasnya, selain itu yang
terpenting adalah limbah- limbah organik tersebut ramah lingkungan. Hal ini

dapat menjadi salah satu faktor utama biogas dipertimbangkan sebagai


sumber energi masa depan.
Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan- bahan organik oleh
bakteri- bakteri anaerob Gas yang dihasilkan sebagian besar gas metana
(CH4) dan karbondioksida (CO2), dan beberapa kandungan gas yang
jumlahnya kecil. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari
konsentrasi

CH4.Semakin

tinggi kandungan CH4

maka semakin besar

kandungan energi pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan CH4,
semakin kecil energi pada biogas (Pambudi, 2008).
Salah satu hal yang mempengaruhi produksi gas CH4 di dalam
biogas adalah hubungan antara jumlah karbon (C) dan nitrogen (N) yang
terdapat pada bahan organik dinyatakan dalam terminologi rasio C-N.Rasio CN
yang baik pada slurry adalah berkisar antara 25:1 30:1 (Singh di dalam
Dissanayake, 1977).
Diharapkan penerapan teknologi tepat guna berupa biogas ini memberi
manfaat untuk:
1. Penyediaan energi untuk rumah tangga di desa,
2. Mengurangi

ketergantungan

masyarakat

terhadap

bahan

energi

konvensional, yaitu minyak tanah dan gas elpiji/LPG


3. Meningkatkan ekonomi dan taraf hidup masyarakat desa,
4. Mengurangi penggunaan sumberdaya alam (kayu) sehingga kelestarian
sumber daya alam dapat terjaga, khususnya di hutan.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)


Reactor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) adalah proses tangki
tunggal yang diperkenalkan oleh Gatze Lettinga, pakar proses anaerob dari
Universitas Pertanian Wageningen di Belanda pada 1970-an sebagai inovasi
dan solusi bagi kesulitan operasional pada proses Upflow Anaerobic Filter
buatan Young dan McCarty (1969). Mulai saat itu, proses ini banyak
diterapkan untuk mengolah air limbah karena mampu membentuk sludge
yang berat dan aktif hingga konsentrasi 100 g/L di zona bawah reaktor
dengan mekanisme retensi dan separasi. Retensi terjadi di bawah reaktor
akibat formasi biobutir dan separasi di bagian atas reaktor (alat separator).
Juga karena mampu mengolah polutan aromatik seperti benzoat dan fenol.
Artinya, diharapkan teknologi anaerob akan mampu mengolah segala jenis
limbah industri kimia.

3.2 Prinsip Kerja Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)

Prinsip kerja dari reactor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)


yaitu terdiri dari suatu lumpur padat yang berbentuk butiran. selimut lumpur
terdiri dari butiran mikroba ( 1 sampai 3 mm diameter ) , yaitu kumpulan
kecil mikroorganisme yang karena beratnya, menolak untuk dicuci dari aliran
tersebut . Lumpur atau Sludge tersebut ditempatkan dalam suatu reaktor yang
didisain dengan aliran ke atas, Air limbah akan masuk melalui dasar bak
secara merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan
tetap berada atau tertahan dalam reaktor. Kecepatan upflow harus
dipertahankan sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan pembentukan
sludge blangket yang memberikan area yang luas untuk kontak antara sludge
dan air limbah. Mikroorganisme di lapisan lumpur mendegradasi senyawa
organik. Akibatnya , gas ( metana dan karbon dioksida ) dilepaskan.
Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong sludge
tersebut menuju ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya
densitas butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar
reaktor dan kemudian di kembalikan lagi ke reaktor. Hal ini dapat dilakukan
dengan membuat Gas-Liquid-Solid separator (GLSS) yang ditempatkan di
bagian atas reaktor. Gas dapat ditampung dalam separator tersebut sedangkan
sludge dikembalikan lagi ke reaktor. Menurut Anh (2004), GLSS merupakan
bagian penting dari UASB karena memiliki fungsi sebagai berikut:

Mengumpulkan, memisahkan, dan mengeluarkan biogas yang terbentuk

Mengurangi turbulensi di dalam kompartemen pengendapan yang terjadi


akibat pembentukan gas

Memungkinkan terjadinya pemisahan lumpur secara sedimentasi,


flokulasi, atau terperangkap di dalam sludge blanket

Membatasi ekspansi sludge bed

Mencegah terjadinya wash-out lumpur (terbawanya lumpur ke aliran


efluen)

10

3.3 Proses Pembuatan Biogas dengan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge


Blanket (UASB)
Proses pembuatan biogas limbah tahu menggunakan reactor UASB
dimulai dengan memasukkan Empat liter massa mikroorganisme yang telah
tumbuh (granular) ke dalam reaktor untuk

start-up yang biasanya

membutuhkan waktu yang lama. Waktu start- up dianggap cukup bila laju
degradasi bahan organik dan gas yang terbentuk sudah stabil.
Limbah dari industri tahu ditentukan CODnya berada pada kisaran 50008000 mg/l, pH dijaga 4-5 kemudian dimasukkan ke reaktor anaerobic
mengikuti aliran seperti pada gambar di bawah ini.

Limbah dimasukkan melalui reactor bagian bawah yang sudah berisi


selimut lumpur. Reactor UASB di atas menggunakan dua macam system,
yaitu System Batch Tanpa Sirkulasi (SBTS) dan System Batch dengan
Sirkulasi (SBDS). SBTS adalah metode yang memperlakukan limbah cair
tertampung dalam reaktor selama waktu tertentu tanpa dilakukan sirkulasi.

11

Untuk SBDS menggunakan sirkulasi dengan tujuan memperbesar frekuensi


kontak antara bakteri dengan bahan organik. Bahan organik kontak paling
banyak dengan mikroba saat pemasukan influen ke dalam reaktor yang sudah
berisi lumpur mikroba sebanyak setengah reaktor.
Aliran limbah pada system SBTS dimulai dari limbah bergerak naik
melalui selimut lumpur, setelah limbah mencapai bagian atas reactor, limbah
akan dikeluarkan sebagai efluen. Sedangkan aliran limbah pada system SBDS
dimulai dari limbah bergerak naik melalui selimut lumpur, setelah limbah
mencapai bagian atas reactor, limbah akan dikeluarkan dan dimasukkan
kembali ke dalam reactor melalui bagian bawah reactor.
Limbah yang bergerak pada selimut lumpur akan mengalami degradasi
senyawa organic oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan gas metana
dan karbon dioksida. Gas yang terbentuk akan bergerak naik menuju ke
penampung gas. Sludge yang terdapat pada bagian bawah reactor sering ikut
bergera naik karena adanya gas yang terperangkap pada sludge tersebut,
sehingga diperlukan Gas-Liquid-Solid separator (GLSS) yang diletakkan
pada bagian atas reactor yang akan menahan sludge naik ke bagian atas
reactor. Proses ini akan berlangsung terus menerus.
Hasil yang diperoleh berdasarkan jurnal, SBTS menghasilkan lebih
banyak biogas dibandingkan dengan SBDS dengan total produksi masingmasing 11,115 L dan 6,575 L atau ada selisih 5.063 L. Perbedaan tersebut
menunjukkan bahwa sirkulasi justru menurunkan produksi biogas karena total
sirkulasi menjadi sangat tinggi. Sirkulasi secara alamiah sudah cukup
sehingga tidak perlu penambahan sirkulasi eksternal.
Pembentukan biogas tertinggi terjadi pada hari pertama, sedangkan pada
hati ketiga dan seterusnya terjadi penurunan, hal ini disebabkan menurunnya
kadar bahan organic pada limbah tahu yang ditandai dengan menurunnya
nilai COD.
Penurunan bahan organic pada SBTS lebih banyak disbanding dengan
SBDS. Setelah 12 hari, sistem dengan sirkulasi dapat merombak jauh lebih
baik dari pada system tanpa sirkulasi.

12

Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi biogas mencapai maksimal


pada hari pertama atau beberapa jam setelah penambahan influen, berarti
proses hidrolisis dan asidifikasi berlangsung cepat dan kenaikan pH menjadi
6 dan 7 terjadi pada hari itu juga. McLean (1995) menyatakan bahwa waktu
tinggal limbah dalam UASB selama 8,5 jam dengan efisiensi penurunan COD
sebesar 70-90%. Reaksi metanogenik tersebut dapat dideteksi dengan
timbulnya biogas beberapa jam setelah penambahan influen.
Berdasarkan faktor laju produksi biogas, laju degradasi bahan organik,
nilai pH maka waktu 4 hari dan sistem tanpa sirkulasi (SBTS) merupakan
pilihan terbaik untuk analisis potensi produksi biogas. Limbah tahu sangat
potensial untuk digunakan sebagai biogas, baik dar segi ekonomis maupun
teknis, misalnya industry tahu setiap harinya mengolah 100 kg kedelai, 1 kg
kedelai menghasilkan limbah cair sebanyak 75-150 L, maka dalam waktu 4
hari akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 16.615,00.

3.4 Kelebihan dan Kekurangan Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)


UASB tidak sesuai untuk daerah tanpa pasokan air atau listrik yang
konstan. Teknologi ini relatif sederhana untuk dirancang dan dibangun , tetapi
pada pengembangan pasir lumpur mungkin memakan waktu beberapa bulan .
Reactor UASB berpotensi untuk menghasilkan mutu limbah cair yang lebih
tinggi daripada Septic Tank , dan dapat dilakukan dalam volume reaktor yang
lebih kecil . Influen yang mengandung terlalu banyak padatan , protein atau
lemak , dapat menyebabkan reaktor tidak bekerja dengan benar . Suhu juga
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja dari reactor UASB.
Kelebihan dari reactor UASB secara umum adalah:

Pengurangan tinggi dari BOD

Dapat menahan tarif beban organik dan hidrolik tinggi

Produksi lumpur rendah ( dengan demikian jarang diperlukan


penyedotan)

Biogas dapat digunakan untuk energy

13

Kekurangan dari reactor UASB adalah:

Perawatan mungkin tidak stabil

Membutuhkan operasi dan pemeliharaan oleh operator terampil; sulit


untuk mempertahankan kondisi hidrolik yang tepat

Waktu permulaan panjang

Diperlukan sumber listrik konstan

Tidak semua bagian dan bahan tersedia secara local

Memerlukan ahli desain dan konstruksi

Effluent dan lumpur memerlukan perawatan lebih lanjut dan / atau


debit yang tepat

14

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Reaktor UASB merupakan alat yang digunakan untuk mengolah limbah
cair dengan bantuan mikroorganisme anaerob yang menghasilkan biogas.
Prinsip dari reactor UASB yaitu limbah dimasukkan ke dalam reactor
UASB yang berisi kumpulan mikroorganisme kecil (sludge blanket) melalui
bagian bawah reactor. Limbah akan bergerak naik melalui sludge blanket dan
akan mengalami degradasi senyawa organic oleh mikroorganisme. Degradasi
ini menghasilkan gas metana dan karbon dioksida yang akan bergerak naik
dan ditampung pada penampung gas.
Proses pengolahan limbah tahu dengan reactor UASB dimulai dengan
memasukkan massa mikroorganisme ke dalam reactor untuk start-up. Setelah
itu, limbah tahu dimasukkan ke dalam reactor melalui bagian bawahnya,
limbah tahu akan bergerak naik dan akan mengalami degradasi degradasi
senyawa organik oleh mikroorganisme. Proses degradasi ini menghasilkan
gas metana dan karbondioksida yang kan bergerak naik menuju ke
penampung gas.
Reactor UASB tidak sesuai untuk daerah yang saluran listrik dan airnya
tidak konstan, selain itu, membutuhkan operasi dan perawatan dari operator
yang terampil. Waktu permulaan yang panjang dan tidak semua bahan
tersedia secara local.
Kelebihan reactor UASB yaitu pengurangan tinggi dari BOD, dapat
menahan tarif beban organik dan hidrolik tinggi, produksi lumpur rendah (
dengan demikian jarang diperlukan penyedotan) dan biogas yang terbentuk
dapat digunakan untuk energy.

15

4.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari sempurna, di antaranya dalam makalah ini
masih belum dijelaskan dengan lebih rinci cara kerja dari reactor UASB.
Diharapkan bagi penulis makalah selanjutnya untuk lebih melengkapi
makalah ini , sehingga menjadi lebih baik.

16

DAFTAR PUSTAKA

Agung R, Tuhu., Hanry Sutan Winata. Pengolahan Air Limbah Industri Tahu
dengan

Menggunakan

Teknologi

Plasma.

Jurnal

Ilmiah

Teknik

Lingkungan. 2 (2): 19-28.


Bal AS, Dhagat NN. 2001. Upflow anaerobic sludge blanket reactor--a review.
Pubmed. 43(2):1-82.
Lettinga, L., dan L. W. Hulshoff Pol. 1991. UASB-Process Design for Various
Types of Wastwaters. Wat. Sci. Tech. 24(8): 87-107.
Tilley, Elizabeth dkk. 2008. Compendium of Sanitation Systems and
Technologies. Swiss: Eawag.
Wagiman. 2007. Identifikasi Potensi Produksi Biogas dari Limbah Cair Tahu
dengan

Reaktor

Upflow

Anaerobic

Sludge

Blanket

(UASB).

Bioteknologi. 4 (2): 41-45.


Wiratmana, I Putu Awing dkk. 2012. Studi Eksperimental Pengaruh Variasi
Bahan Kering Terhadap Produksi dan Nilai Kalor Biogas Kotoran Sapi.
Jurnal Energi dan Manufaktur. 5(1): 22-32.
Yonathan, Arnold dkk. 2013. Produksi Biogas dari Eceng Gondok (Eicchornia
crassipes): Kajian Konsistensi dan pH Terhadap Biogas Dihasilkan.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(2): 211-215.

17

You might also like