You are on page 1of 12

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1

Mastoiditis

4.1.1

Anatomi Mastoid
Antrum mastoid terletak di belakang cavum tympani di dalam mpars

petrosa ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah malalui aditus.
Diameter aditus lebih kurang 1 cm. Dinding anterior berhubungan dengan telinga
tengah dan berisi aditus ad antrum. Dinding posterior memisahkan antrum dari
sinus sigmoideus dan cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk
dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan canalis
semicircularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang , yaitu
tegmen tympani, yang berhubungan dengan meningens pada fossa cranii media
dan

lobus

temporalis

cerebri.

Dinding

inferior

berlubang

lubang,

menghubungkan antrum dengan cellulae mastoideae (Snell, 2006).


Pocesus mastoideus mulai berkembang pada tahun kedua kehidupan.
Cellulae mastoidea adalah suatu rongga yang saling berhubungan di dalam
procesus mastoideus

yang di atas berhubungan dengan antrum dan cavum

tympani. Rongga rongga ini dlapisi oleh membran mukosa (Snell, 2006).
Cellulae mastoidea seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani.
Dekat antrum sel sel nya kecil, makin ke perifer sel selnya bertambah besar.
Oleh karena itu bila terjadi radang pada sel sel mastoid, drainase tidak begitu

13

baik sehingga mudah terjadi radang pada mastoid atau disebut mastoiditis
( Adams, 1997).
4.1.2

Definisi
Definisi mastoiditis adalah semua peradangan yang terjadi di prosessus di

mastoid air cell yang berada di tulang temporal. (Devan, 2014).


4.1.3

Etiologi
Mastoiditis dapat disebabkan kuman kuman pseudomonas, streptoccus,

staphyloccus, Moraxella Catarrhalis, dan bakteri lainnya. Mikrobakteri penyebab


tersering adalah Streptococcus pneumonia (Devan, 2014).
4.1.4

Epidemiologi
Insiden mastoiditis yang memerlukan pembedahan yang berasal dari otitis

media akut sebanyak 0,004 % di Amerika Serikat. Mastoiditis akut adalah


penyakit yang sering terjadi pada usia muda kurang dari 2 tahun, dengan usia rata
rata 12 bulan. Tetapi mastoiditis bisa terjadi kepada orang di segala usia (Devan,
2014).
Sebelum masa antimikroba, mastoidektomi dilakukan sebanyak 20 % dari
pasien dengan otitis media akut. Insiden mastoiditis telah menurun sejak
berkembangnya antimikroba dan telah menjadi langka. Pada tahun 1948, tingkat
ini menurun sampai kurang dari 3 % dan saat ini diperkirakan kurang dari 5 kasus
per 100.000 orang di Amerika Serikat atau negara negara maju lainnya. Insiden
mastoiditis lebih tinggi di negara negara berkembang daripada tempat lain,
terutama sebagai konsekuensi dari otitis media yang tidak diobati. Walaupun
insiden penyakit in telah menurun secara substansial di Amerika Serikat, namun

14

masih merupakan infeksi yang signifikan secara klinis dengan potensi komplikasi
mengancam jiwa (Brook, 2014).
Negara negara berkembang dan negara negara di mana otitis media
akut tidak diobati dengan antibiotik memiliki peningkatan insiden mastoiditis,
mungkin dihasilkan dari otitis media yang tidak diobati. Sebagai contoh , insiden
mastoiditis di Belanda yang memiliki tingkat peresepan antibiotik rendah untuk
otitis media akut, dilaporkan sebanyak 3,8 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Di semua negara lain dengan tingkat persepan antibiotik tinggi, kejadian ini jauh
lebih rendah daripada ini, yaitu 1,2 2 kasus per 100.000 orang per tahun (Brook,
2014).
4.1.5

Patofisiologi
Mastoiditis terjadi karena Streptococcus B Hemolyticus / pneumococcus.

Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknyas air ke
dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan
infeksi traktur respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa
terdapat pus yang berbau busukk akibat infeksi traktur respiratorius (Kartika,
2009).
Mastoditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah , bakteri
yang didapat apda mastoiditis baisanya sama dengan bakteri yang didapat pada
infeksi telinga tengah. Bakteri gram negatif dan Staphyloccus Aureus adalah
beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah
disebutkan di atas, bahwa keadaan keadaan yang menyebkan penurunan dari
sistem imun dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis.

15

Pada beberapa penelitian terakhir hampir sebagian dari anak anak yang
menderita mastoiditis tidak memiliki penyakit infeksi telinga tengah se belumnya.
Bakteri yang berperan pada penderita anak anak ini adalah S. Pneumoniae
(Kartika, 2009)
4.1.6

Gejala Klinis

Pasien mungkin memiliki gejala unik dari mastoiditis akut dan kronis. Mastoiditis
akut umumnya timbul setelah episode baru atau terjadi bersamaan dengan otitis
media akut dan sering menyebabkan demam (Brook, 2014).
Presentasinya bervariasi menurun usia dan tahap infeksi :
A. Penyakit kronis yang dapat subklinis, sering terjadi sekunder pada
pengobatan sebagain dengan otitis media akut dengan antibiotik.
B. Otorrhea yang berlangsung lebih dari 3 minggu adalah tanda yang paling
konsistem uang menunjukkan bahwa proses kronis yang melibatkan
mastoiditis telah terjadi.
C. Demam bisa ditemukan, suhu pasien dapat tinggi. Demam dapat tak henti
hentinya pada mastoiditis akut dan mungkin berhubungan dengan otitis media
akut terkait. Demam yang menetap, terutama jika pasien mendapatkan
antimikroba yang memadai dan tepat, adlaah umum pada mastoiditis akut.
D. Nyeri dapat dilaporkan. Nyeri terlokalisir jauh di dalam atau di belakang
telinga dan biasanya lebih buruk pada malam hari. Nyeri yang menetap
adalah tanda peringatan penyakit mastoideus temuan ini mngkin sulit untuk
mengevaluasi pada pasien muda
E. Kehilangan pendengaran dapat terjadi. Hal ini biasa terjadi dengan semua
proses melibatkan celah tengah telinga.

16

F. Gejala non spesifik (paling umum diamati pada bayi) termasuk kehilangan
nafsu makan dan iritabilitas
4.1.7

Pemeriksaan Fisik
Mastoiditis akut adalah infeksi bakteri serius dari tulang temporal dan

paling sering sebagai komplikasi dari otitis media. Symptom yang sering adalah
eritema, aurikula bengkak, dan demam (Devan, 2014).
Temuan pada mastoiditis akut dan kronik termasuk penebalan periosteal,
abses subperiosteal, otitis media, dan tonjolan nipplelike (seperti puting) dari
membran timpani pusat. Meneentukan adanya penebalan periosteal memerplukan
perbandingan dengan bagian telinga yang lain. Perubahan posisi dari daun telinga
ke arah bawah dan ke luar (terutama pada anak anak < 2 tahun) atau ke atas dan
ke luar (pada anak anak > 2 tahun) dapat ditemukan. Abses subperiosteal
merubah posisi aurikel ke lateral dan melenyapkan kulit postauricular. Jika lipatan
tetap ada proses ini terjadi di lateral periosteum. Otitis media terlihat dengan
pemeriksaaan otoskop. (Brook, 2014)
Tanda tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut (Brook, 2014)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bulging membran timpani yang erythematous.


Eritema , tenderness, dan edema di atas area mastoid
Fluktuasi postauricular
Tonjolan dari aurikula
Pengenduran dinding kanalis postsuperior
Demam (terutama pada anak anak < 2 tahun)
Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak anak < 2 tahun)
Temuan pada mastoiditis kronis mungkin konsisten dengan komplikasi

ekstensi ke luar proses mastoideus dan periosteum yang mengelilinginya atau


dengan komplikasi lain intratemporal seperti lumpuh wajah

17

4.1.8

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan (Syamsuhidajat, 1997) :


1.
2.

Gejala klinis
Laboratorium
Darah : leukositosis
Pengambilan sekret untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas antibiotik

3.
4.

Pemeriksaan audiometric : tuli konduktif


Foto rontgen dan CT Scan menunjukkan perkabutan difus sel sel mastoid
dan hilangnya septa antar selulae

4.1.9

Penatalaksanaan
Pasien diberikan antibiotik yang didasarkan dari hasil kultur. Pemberian

dilakukan selama 2 3 mingu secara oral. Selama pemberian antibiotik, pasien


harus diobservasi untuk memonitor tanda tanda kekambuhan. Bila tidak terdapat
perbaikan atau ditemukan kolesteatoma perlu dilakukan pembedahan (Devan,
2014).
Terapi pembedahan yang dapat dilakukan meliputi myringotomy
/tympanocentesis , tympanostomy tube placement, dan mastoidectomy.
Myrongotomy / tympanocentesis digunakan untuk mengambil spesimen
dan meredakan nyeri akibat otitis media akut. Pembukaan ini biasanya sembuh
dalam beberapa hari. Tympanostomy tube membuat drainase dari pus yang
terperangkap di telinga tengah dan mastoid. Karena ini digunakan sebagai
drainase, tympanostomy tube biasanya dimasukkan saat mastoidectomy. Tube
mempertahankan pembukaan membran timpani dan memberi akses ke telinga

18

tengah dan matsoid untuk obat tetes antibiotik atau steroid dan untuk drainase
tanpa harus mengkhawatirkan masalah di tuba eustachius (Devan, 2014).
Mastoidectomy adalah tindakan pembedahan dari mastoid air cell yang
telah terinfeksi. Prosedur ini meliputi pembukaan mastoid air cell dengan
melakukan insisi postaurikular dan memasuki mastoid dan membuang mastoid
cortex . Teknik operasi mastoidektomi ada beberapa tipe, yaitu mastoidektomi
sederhana (operasi Schwartze), mastoidektomi radikal (operasi Zautal / Stacke),
dan mastoidektomi dengan modifikasi (operasi Bondy) (Daven, 2014).
A.

Mastoidektomi Sederhana
Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan

pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan


pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya
infeksi tenang dan telinga tidak baari lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran
tidak diperbaiki (Soepardi, 2007).

Indikasi mastoidektomi sederhana adalah :


1.

Mastoiditis laten
Mastoiditis koleasen yang tidak menunjukkan tanda dan gejala
yang khas dikelompokkan ke dalam istilah tersembunyi atau
mastoiditis late, pada umumnya pengobatan tidak cukup dengan
antibiotik. Gejala yang akut reda tapi pasien tidaklah sepenuhnya
baik. Nyeri disertai dengan ketulian dan demam, pada pemeriksaan

19

membran timpani tampak jelas dan tanda tanda peradangan dan


kongesti mukosa timpani. Tampak post aural periosteal yang
mengentalkan tulang mastoid. Dari pemeriksaaan radiologi tampak
proses koalesens mastoid.
2. Matoiditis subperiosteal
Adanya pembengkakan klasik di belakang telinga disertai
pergeseran daun telinga bawah yang lebih cenderung dianggap
sebagai komplikasi dari mastoiditis akut ketimbang tanda dari
mastoiditis akut. Dengan mengadakan erosi terhadap dinding
bagian luar, abses periosteal akan menyebabkan pembengkakan di
bagian dalam liang telinga. Apabila dengan pemeriksaan radiologi
mastoid masih meragukan, sebaiknya dipertimbangkan melakukan
eksplorasi secara bedah.

3. Abses bezold
Adalah abses di leher yang letaknya dalam, sebagai komplikasi
mastoiditis akut, dimana nanah merembes sampai ke permukaan
superior dari mukulus sternokleidomastoideus.
B. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan
kavm timpani dibersihkan dari semua jaringan aptologik. Dinding batas
antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan sehingga ketika daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan

20

patologik dan emncegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran


tidak diperbaiki (Soepardi, 2007).
Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang
seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol,
supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali,
sehingga dapa tmenghambat pendidikan atau karier pasien. Modifikasi
operasi ini adalah dengan memasang rongga operasi kering permanen,
tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus auditorius eksterna menjadi
lebar (Soepardi, 2007).
C. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah
atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan
operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada (Soepardi,
2007)).
4.2

Kolesteatoma

4.2.1

Definisi
Kolesteatoma adalah suatu kista epitarial yang berisi deskuamasi epitel

(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma


bertambah besar. Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johaes Muller
pada tahun 1983 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor,, yang
ternyata bukan, beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara
lain : keratoma (Schucknecht), squamous epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis
(Birrel, 1958)

21

4.2.2

Patogenesis
Banyak teori dikemukakan para ahli tentang patogenesis kolesteatoma,

antara lain adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori
implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi
kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan : kolesteatoma adalah epitel
kulit yang berada pada tempat yang salah, atau menurut pemahaman penulis
kolesteatoma dapat terjadi oleh karena adanya epitel kulit yang terperangkap
(Soepardi, 2007).
Sebagai kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified
squamous epithalium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka, terpapar
ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul de sac
sehingga apabila terdpat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama
maka epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap
sehingga membentuk kolesteatoma.
4.2.3

Klasifikasi

Kolesteatoma dpaat dibagi atas 2 jenis (Soepardi, 2007):


1.

Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan


ditemukan pada telinga dengan membran timpani utuh tanpa tanda tanda
infeksi. Lokasi kolesteatom biasanya di kaum timpani, daerah perosus
mastoid atau di cerebellopontin angel. Kolesteatoma di cerebellopontin

2.

angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.
Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi
atas dua :
A. Kolesteatoma akuisital primer

22

Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran


timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari
membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di
telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi).
B. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari
liang telinga atau dari pinggir perforasi timpani ke telinga tengah
(Teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani
karena adanya iritasi infeksi yang berlangsung lama (Teori Metaplasi).
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat
implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi,
setelah blust injury, pemasangan pipa ventilasi, atau setelah miringotomi.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan
kuman (infeksi). Yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.
Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan
produksi berbagai mediatur inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang
diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin 1 ,
interleukin-6, tumor necrosis factor alpha (TNF-), dan transforming growth
factor (TGF). Zat zat ini dapat menstimulasi sel sel keratonsit matriks
kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.
Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya
serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap
tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri.

23

Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis,


meningitis dan abses otak (Soepardi, 2007).

24

You might also like