Professional Documents
Culture Documents
Pokok bahasan
Sasaran
Tempat
: R. 28 RSSA
Hari, tanggal
Alokasi waktu
: 60 menit
Metode
Pertemuan ke
: 1 (satu)
A. Tujuan Instruksional
1. Tujuan umum
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1x60 menit diharapkan sasaran mampu
mengetahui tentang Gagal Ginjal Kronik.
2. Tujuan khusus
Setelah mendapat penyuluhan tentang Gagal Ginjal Kronik, diharapkan peserta
mampu:
a. Mengetahui pengertian Gagal Ginjal Kronik
b. Mengetahui tentang penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik
c. Mengetahui tentang patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik
d. Mengetahui tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik
e. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal
f.
Kronik
Mengetahui penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik
B. Materi Penyuluhan
1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik
2. Penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik
3. Patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik
4. Tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik
5. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronik
6. Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik
7. Sasaran
Sasaran penyuluhan adalah pasien dan keluarga yang dirawat di ruang 28
8. Metode
Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan tanya jawab
9. Media
Media yang digunakan adalah leaflet, dan powerpoint
10. Kegiatan Penyuluhan
Tahap
Waktu
Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan Peserta
Metode
media
Pembukaan
5 menit 1. Membuka
kegiatan 1. Menjawab
dengan
Ceramah
microphone
Ceramah,
Leaflet dan
Tanya
ppt
salam
2. Mendengarkan
mengucapkan
salam.
2. Memperkenalkan
penjelasan
penyaji
diri.
3. Menjelaskan
maksud dan tujuan
Penyajian
45
dari penyuluhan.
4. Kontrak waktu
5. Membagikan leaflet
1. Menggali
menit
pengetahuan
peserta
dan
sebelum
diberi penyuluhan.
2. Menjelaskan
-
tentang :
Pengertian Gagal
Ginjal Kronik
Penyebab
memperhatikan
2. Memberikan
Ginjal Kronik
Patofisiologi
jawab
tanggapan dan
pertanyaan
mengenai
yang
terjadinya Gagal
-
1. Mendengarkan
hal
kurang
dimengerti.
3. Mencatat halhal penting
(proses
terjadinya) Gagal
-
Ginjal Kronik
Tanda dan gejala
Gagal
Ginjal
Kronik
Pemeriksaan
yang
dilakukan
untuk
mengetahui
adanya
-
Ginjal Kronik
Penatalaksanaan
pada
Penutup
10
menit
Gagal
Gagal
Ginjal Kronik
1. Mengulang
informasi
penting.
1. Mendengarkan
yang
dan
bertanya,
serta menjawab
Ceramah,
diskusi,
tanya
Leaflet
2. Menggali
pertanyaan.
2. Memberikan
pengetahuan
peserta
setelah
tanggapan
balik.
dilakukan
penyuluhan
jawab
dalam
Lampiran 1
CKD (Chronic Kidney Disease)
DEFINISI
Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal.1 Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria.(Usu, 2008).
ETIOLOGI
PGK memiliki etiologi yang bervariasi dan tiap negara memiliki data etiologi PGK yang
berbeda-beda. Di Amerika Serikat, diabetes melitus tipe 2 merupakan penyebab terbesar
ESRD. Hipertensi menempati urutan kedua. Di Indonesia, menurut data Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (2000), glomerulonefritis merupakan 46.39% penyebab gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis. Sedangkan diabetes melitus insidennya 18,65% disusul
obstruksi / infeksi ginjal (12.85%) dan hipertensi (8.46%) (Firmansyah, 2010). Dari data yang
sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 20072008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes
melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Usu, 2008).
1.
Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan
ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus
sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Usu, 2008).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan
secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan
darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Usu,
2008).
2.
Diabetes melitus
Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal yang
ditandai dengan adanya proteinuri (mula-mula intermiten kemudian persisten),
penurunan GFR (glomerular filtration rate)peningkatan tekanan darah yang
perjalanannya progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. Berbagai
teori tentang patogenesis nefropati diabetik adalah peningkatan produk glikosilasi
dengan proses non enzimatik yang disebut AGEs (Advanced Glicosylation End
Products), Peningkatan reaksi jalur poliol (polyol pathway), glukotoksisitas (otooksidasi),
dan
protein
kinase
memberikan
kontribusi
pada
kerusakan
4.
Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan
pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat
dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (usu, 2008)
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
kelainan patalogik
terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. laju filtrasi gromelurus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik (CKD) pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Penyebab utama
perburukan fungsi ginjal adalah adanya hiperfiltrasi glomerulus. Penurunan jumlah nefron
(sebagai filter) dalam ginjal terjadi seiring perjalanan penyakit ginjal kronik. Nefron yang
tersisa akan mengalami adaptasi struktural dan fungsional. Adaptasi ini menyebabkan
perubahan
hemodinamik
dan
non-hemodinamik
yang
akan
menyebabkan
glomerulosklerosis. Kondisi akan merusak nefron yang tersisa (Firmansyah, 2010). Aktifitas
jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor
seperti transforming growth factor (TGF- ). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik (CKD) adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial (Suwitra, 2006).
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik (CKD), terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reverse), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan serum kreatinin. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan serum kreatinin. Sampai pada LFG 30%, mulai terjadi keluhan
pada pasien seperti, nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna.
Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG 15% akan terjadi gejala
dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi penganti ginjal
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006).
TANDA DAN GEJALA
Menurut Nursalam (2006), manifestasi klinis yang terjadi :
-
Gastrointestinal
Kardiovaskuler
dan perdarahan.
-
sodium
sehingga
terjadi
hipermagnesemia, hipokelemia.
Dermatologi
dehidrasi,
asidosis,
hiperkalemia,
pucat,
hiperpigmentasi,
pluritis,
Abnormal skeletal
osteodistrofi
Hematologi
anemia,
Fungsi psikososial
ginjal
menyebabkan
osteomalaisia.
-
defek
kualitas
flatelat,
perdarahan meningkat.
-
c.
2)
penyebab
glomerulonefritis,
dan
tes-ts
penyaringan
sebagai
4)
(Pernefri, 2010).
e.
Pemerikasaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan pemeriksaan Histopatologi ginjal
Biposi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa
PENATALAKSANAAN
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik (CKD) sesuai dengan
derajatnya
Derajat
LFG (ml/mnt/1,73m2)
1
90
Rencana tatalaksana
-
Terapi
penyakit
dasar,
60-89
resiko kardiovaskuler
Menghambat pemburukan
30-59
fungsi ginjal
Evaluasi
dan
terapi
15-29
komplikasi
Persiapan
terapi
untuk
< 15
pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal
Kronik
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat
Tidak dianjurkan
0,6-0,8/kg/hari, termasuk
(g/kg/hari)
Tidakdibatasi
10 g
biologi tinggi.
0,6-0,8 kg/hari, termasuk
0,35 gr/kg/hr protein
nilai biologi tinggi atau
tambahan 0,3 g asam
amino esensial atau
10 g
<60
(sindrom
nefrotik)
asam keton
0,8/kg/hr (+1 gr protein/g
9 g
keton
(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006)
b. Terapi farmakologis untuk hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat untuk memperkecil
resiko kardiovaskuler juga sangat penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa, pengendalian tekanan darah
mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein,
dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Disamping
itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuri. Saat ini
diketahui secara luas bahwa, proteinuri merupakan faktor resiko terjadinya
perburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuri berkaitan dengan
proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Beberapa obat antihipertensi, terutama Penghambat Enzim Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE inhibitor), melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. hal ini terjadi lewat
mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
c. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal
yang penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh
penyakit kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi
penyakit kardiovaskuler adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia
dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit
ginjal kronik secara keseluruhan.
d. Pencegahan dan terapi terhadap Anemia
Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah
defisiensi besi, kehilangan darah (perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup
eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10 g% atau hematokrit
30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum/ serum iron,
kapasitas ikat besi total/Total iron Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber
perdarahan,
morfologi
eritrosit,
kemungkinan
adanya
hemolisis
dan
lain
g. Hemodialisis
Pada umumnya indikasi dialisis pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus
(LFG < 5mL/menit). Keadaan pasien yang yang mengalami LFG < 5 mL/mnt tidak
selalu sama, sehingga dialisis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal
ini:
Fluid overloaded