You are on page 1of 17

Judul Buku

: Pengantar Teknologi Pertanian

Penerbit/ Tahun : Penerbit Swadaya/ Cetakan III, Jakarta 2009


Pengarang

1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA


2. Dr. Ir. Illah Sailah, MS
Resume:

Berdasarkan skala usaha, agroindustri dipilah menjadi skala besar,


menengah

dan

kecil.

Industri

skala

besar

berbasis

perkebunan

(BUMN/PTPN, swasta), perikanan laut (pengolahan tuna, cakalang, ikan


karang) dan peternakan (feedlts, broiler farms). Agroindustri menengah
dan kecil pada umumnya berlokasi di pedesaan dengan berbasis pertanian
rakyat (pengolahan palawija, hortikultura, hasil peternakan, perikanan air
tawar, payau dan laut)
Baharsyah (1993)
Bab 8 Agroindustri Pedesaan dan Perekonomian Rakyat, Hal 140-141

Tujuan pengembangan agroindustri pedesaan adalah:


a. Untuk

meningkatkan

nilai

tambah

hasil

panen

(pertanian,

peternakan dan perikanan) di pedesaan atau pesisir, baik untuk


konsumsi langsung maupun untuk bahan baku agroindustri lanjutan
(sekunder)
b. Meningkatkan jaminan mutu dan harga, sehingga tercapai efisiensi
kegiatan agribisnis
c. Mengembangkan

diversifikasi

produk

sebagai

upaya

penanggulangan kelebihan produksi atau kelangkaan permintaan


pada periode tertentu
d. Sebagai
teknologi

wahana

pengenalan,

sekaligus

wahana

penguasaan
peran

serta

dan

pemanfaatan

masyarakat

dalam

menerapkan budaya industri, melalui penciptaan wirausaha baru


dan swadaya petani/peternak/nelayan
Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA
Bab 8 Agroindustri Pedesaan dan Perekonomian Rakyat, Hal 141

Kendala Agroindustri Pedesaan:


a. Keterbatasan modal
Dengan pemilikan lahan yang relatif kecil (< 1 Ha) menyebabkan
pengembangan pertanian secara bisnis kurang dapat diandalkan,

sehingga taraf ekonomi petani, peternak maupun nelayan jadi


sangat rendah
b. Kualitas sumber daya manusia
Agroindustri di pedesaan sebagian besar mempekerjakan 5-7 orang
dan selebihnya 8-19 orang dengan tingkat pendidikan sebagian
besar tamatan SD (Wardhani, 1996). Sehingga kualitas SDM yang
dimiliki terbatas baik jumlah (kuantitas) maupun kualitas.
c. Keterbatasan penerapan teknologi
Pada umumnya kegiatan agroindustri di pedesaan masih tradisional,
hal

ini

dikarenakan

rendahnya

penggunaan

teknologi

dalam

kegiatannya. Penyediaan teknologi tepat guna diperlukan untuk


mengembangkan

kegiatan

usahanya,

baik

teknologi

produksi

maupun proses termasuk pengemasan dan pengangkutan.


d. Sarana prasarana yang kurang dan tidak memadai
Sarana prasarana transportasi dan telekomunikasi merupakan
infrastruktur dalam pengembangan agroindustri pedesaan. Kondisi
yang

buruk

dan

kurang

terjangkau

menyebabkan

kegiatan

agroindustri di pedesaan terhambat.


e. Kelembagaan
Jaringan

kelembagaan

belum

optimal

dalam

pengembangan

agroindustri sehingga menyebabkan nilai tukar komoditas pertanian


yang dihasilkan semakin rendah. Kelompok tani, UKM/koperasi dan
kemitraan usaha masih berjalan sendiri (kurang koordinasi).
Selain itu, para produsen dan pengolah banyak yang tidak dapat
memasarkan langsung ke konsusmen. Produsen/pengolah harus
melewati jalur melalui pengumpul/tengkulak. Kondisi ini terjadi
akibat kurangnya pengetahuan petani dan kurangnya akses ke
pasar baik lokal, regional, nasional maupun internasional.
Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA
Bab 8 Agroindustri Pedesaan dan Perekonomian Rakyat, Hal 141-142

Judul Buku

: Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan

untuk Agroindustri
Penerbit/ Tahun : IPB Press/ Bogor, 2002
Pengarang

: Dr. Ir. Muslimin Nasution

Resume

Definisi Agroindustri (halaman 6-9)


a. Agroindustri sebagai pengolahan bahan baku yang bersumber dari
tanaman atau binatang. Pengolahan yang dimaksud berupa proses
transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimiawi,
penyimpanan, pengepakan dan pendistribusian produk. (Brown,
1994)
b. Agroindustri merupakan upaya untuk meningkatkan nilai tambah,
menghasilkan produk yang dapat dipasarkan, digunakan atau
dimakan,

meningkatkan

daya

siman

dan

menambahkan

pendapatan serta keuntungan produsen. (Hicks, 1995)


c. Pengembangan agroindustri di Indonesia berpeluang karena:

Didukung oleh besarnya potensi sumberdaya yang dimiliki

Tuntutan (demand) pasar yang meningkat dari tahun ke


tahun, baik dalam maupun luar negeri

Keanekaragaman produk pertanian merupakan potensi yang


sangat besar untuk dikembangkan menjadi berbagai produk
olahan (agroindustri)

Tuntutan pasar dengan semakin meningkatnya permintaan


bahan pangan olahan

Adanya gejala negara maju mulai meninggalkan industri


pengolahan merupakan peluang untuk mengembangkan
agroindustri di Indonesia (Wardoyo, 1992)

Peran agroindustri bagi Indonesia antara lain (halaman 12-13):


a. Agroindustri mampu menciptakakn nilai tambah hasil pertanian di
dalam negeri.
b. Mampu

menyediakan

menarik

tenaga

lapangan

kerja

sektor

kerja

khususnya

pertanian

ke

yang

sektor

dapat
industri

(agroindustri)
c. Meningkatkan penerimaan devisa melalui ekspor hasil agroindustri
d. Memperbaiki pembagian pendapatan dan menarik investor untuk
mendukung pembangunan sektor pertanian. (Simatupang dan
Purwoto, 1990)

Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri


antara lain: kualitas SDM, sumber daya biofisik, teknologi, kelembagaan
dan sistem pendukung. (halaman 16-19)
a. Kualitas SDM
Kualitas

SDM

dilihat

dari

angkatan

kerja,

pemilikan

modal,

pendidikan ketrampilan
b. Sumber daya biofisik
Pengembangan sumber daya biofisik (lahan, air, sumberdaya
hayati) harus dilaksanakan berdasarkan pendekatan agroekosistem
dan daya dukung wilayah.
c. Teknologi
Permasalahan

yang

terjadi

adalah

terbatasnya

penguasaan

teknolgi, ketimpangan teknologi yang ada dengan yang dibutuhkan


dan rendahnya diseminasi teknologi.
d. Kelembagaan
Jaringan kelembagaan yang ada selama ini belum dikembangkan
secara optimal untuk pengembangan agroindustri. Kelompok tani,
UKM baik koperasi dan kemitraan usaha masih berjalan sendirisendiri/kurang terkoordinir.
e. Sistem pendukung
Sistem

pendukung

yang

diperlukan

dalam

mengembangkan

agroindustri adalah investasi. Permasalahan yang dihadapi adalah


besarnya resiko usaha yang dihadapi karena resiko usaha yang
besar karena sifat komoditas cepat rusak, perilaku pasar komoditas
pertanian, dan struktur pasar modal lebih ke sektor non pertanian.

Faktor kunci dalam pengembangan agroindustri (halaman 20):

a. Prinsip keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan menjadi


keunggulan kompetitif dari komoditas yang dihasilkan
b. Tingkat teknologi yang kompatibel/ sesuai dengan ketrampilan dan
lingkungan masyarakat setempat
c. Ketersediaan bahan baku yang berkesinambungan
d. Tersedianya

perangkat

institusi/kelembagaan

yang

mampu

mendorong iklim usaha yang kondusif.

Sasaran pengembangan agroindustri (halaman 21):


a. Menciptakan nilai tambah
b. Menciptakan lapangan pekerjaan
c. Memperbaiki distribusi pendapatan
d. Mendorong pembangunan pertanian

Strategi Pengembangan Agroindustri (halaman 27)


a. Merubah pola pikir petani dan pola pikir yang berorientasi pada
produksi

ke

orientasi

pasar,

melalui

kegiatan

penyuluhan,

pendidikan dan pelatihan untuk mencetak tenaga profesional


b. Melonggarkan
agroindustri

semua
dapat

kendala

mencapai

struktural
tingkat

sehingga

yang

optimal

aktivitas
melalui

pembangunan prasarana fisik, lembaga finansial yang terjangkau.


Peningkatan peran koperasi pertanian/perdesaan serta peningkatan
peran penelitian dan pengembangan agroindustri

Cakupan pengembangan agroindustri meliputi (halaman 27):


a. Penganekaragaman (diversifikasi) produk
b. Pembangunan prasarana fisik dan lembaga yang baru
c. Merubah pola pikir petani menjadi orientasi pasar
d. Menumbuhkembangkan kegiatan produktif yang saling terkait mulai
dari

sub

sistem

produksi,

pengolahan

sampai

dengan

pemasarannya.

Program pengembangan agrobisnis/agroindustri dapat dicapai secara


optimal apabila konsep dan pelaksanaannya dilakukan secara terpadu
antar sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku dan sektor industri
serta perdagangan. (halaman 33)

Pendekatan pembangunan agroindustri dapat dilakukan melalui (halaman


33):
a. Pendekatan pasar

Pada pendekatan ini diarahkan untuk menciptakan terobosanterobosan insentif yang mampu mendorong ekspor dan membatasi
impor.
b. Pendekatan kelembagaan
Pada pendekatan ini, kelembagaan on farm dan off farm harus
saling menghidupi. Lembaga penunjang yang perlu diperhatikan
adalah lembaga keuangan di perdesaan, dan lembaga penelitian
pendidikan, khususnya penyuluhan
c. Pendekatan skala usaha
Agroindustri

yang

berkembang

di

perdesaan

umum

masih

cenderung tradisional, skala rumah tangga dan tersebar dalam unitunit usaha kecil. Oleh karena itu pendekatan ini diarahkan dengan
membentuk

pola

unggulan yang

sentra

pengembangan

terintegrasi dengan

agribisnis

komoditas

subsistem agribisnis dan

pemasarannya.

Agroindustri dikelompokkan ke dalam empat level/ tingkatan, yaitu:


(Halaman 38-39)
a. Level 1, aktivitasnya berupa kegiatan pembersihan, pengkelasan
dan pengemasan. Contoh produknya: buah-buahan segar, telor,
sayur-sayuran segar
b. Level 2, aktivitasnya berupa kegiatan pengeringan, penggilingan,
pemotongan dan pencampuran. Contoh produknya: beras, daging
kering, bumbu, makanan ayam, rami, kapas
c. Level 3, aktivitasnya berupa kegiatan pemasakkan/perebusan,
pengalengan, pembekuan, ekstrasi. Contoh produknya: produksi
susu, buah dan sayur kalengan, daging kalengan, saus tomat,
minyak dan minuman
d. Level 4, aktivitasnya berupa kegiatan pengubahan kandungan kimia
dan teksturisasi. Contoh produknya: ban (karet), gula, pangan siap
saji

Penanganan pasca panen terhadap produk pertanian secara umum


mencakup kegiatan pembersihan, pengeringan, sortasi dan pengekelasan,
pengemasan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan dengan fokus
kegiatan sebagai berikut (halaman 39-40):
a. Pembersihan

Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan bakteri serta


kotoran

yang

melekat

pada

produk.

Selain

itu

juga

untuk

menghilangkan residu (sisa) bahan berbahaya/ pestisida


b. Pengeringan
Bertujuan untuk menurunkan kadar air dengan cara menjemur.
c. Sortasi
Bertujuan untuk memisahkan hasil panen yang baik dan buruk baik
secara manual maupun mekanis
d. Grading
Bertujuan untuk memisahkan produk berdasarkan ukuran, warna
dan bentuknya
e. Pengemasan
Bertujuan untuk melindungi produk dari kerusakan fisik dan
kimiawi.
f.

Penyimpanan
Bertujuan untuk memperpanjang masa simpan yang dilakukan
dengan

cara

tertentu

untuk

mengurangi

aktivitas

fisiologis

(mikroba).

Judul (Skripsi)

Studi

Perencanaan

Pengembangan

Agroindustri

Pedesaan Komoditas
Hortikultura Unggulan di Kabupaten Purwakarta
Penerbit/ Tahun : Dept. Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB/ 2008

Penulis

: Mildaa Shanty

Resume:

Pengertian dan Peran Agroindustri (Halaman 6-7)


a. Agroindustri merupakan pengusahaan pengolahan bahan mentah
hasil pertanian dari tumbuhan dan hewan (Austin, 1983)
b. Untuk mengembangkan agroindustri skala kecil dan menengah
dapat didorong dengan pertumbuhan usaha agroindustri perdesaan
yang berupa unit usaha bersama yang menyerap, melibatkan dan
dimiliki oleh warga pedesaan sebagai pola inti plasma dengan mitra
usahanya kelompok tani (Lukmana,1995)

Pengertian Industri Kecil (Halaman 7-8)


a. Industri kecil menengah (IKM)/ industri kecil termasuk industri kecil
dan industri rumah tangga. Kriterianya memiliki nilai usaha tidak
lebih dari 200jt tidak termasuk tanah dan bangunan, usaha dimiliki
oleh WNI (SK Menperin No. 150/M/SK/7/1995)
b. Industri kecil merupakan industri dengan skala usaha yang relatif
cukup untuk memenuhi kebutuhan sampai 10 orang keluarga.
Ruang lingkupnya meliputi usaha kerajinan atau skala rumah
tangga

sampai

usaha

perdagangan

dengan

modal

terbatas

(Eriyatno, 1979)
c. Menurut Departemen Perindustrian (1981), industri kecil memiliki
ciri-ciri:

Orientasi pasar lokal

Metode produksi sederhana

Produk spesifik

Volume produksi kecil

Peralatan tidak mahal

Modal dan pinjaman terbatas

Tidak mampu menghadapi persaingan yang tidak sehat

Kualitas produk rendah

Lemah

dalam

keterampilan

manajemen

dan

motivasi

keusahaan
Industri kecil juga memiliki kelebihan yaitu:

Mampu

memproduksi

ketrampilan tinggi

barang

yang

membutuhkan

Mampu memproduksi secara massal dengan komponen


khusus

Produksi dapat dilakukan pada tempat yang kecil

Memiliki lokasi yang meringankan pengangkutan

Beroperasi lebih fleksibel

Biaya-biaya umum rendah

Resiko relatif kecil

Cepat dalam menanggapi perubahan

Pola pengembangan agroindustri dapat didasarkan pada beberapa aspek,


antara lain: skala usaha, pilihan teknologi, perkembangan industri hilir
dengan konsep agroindustri, pembuatan mesin dan peralatan serta
permasalahan yang dihadapi petani. (Azis, 1993) (Halaman 8)

Tujuan pengembangan agroindustri kecil adalah:


a. Menumbuhkan industri yang makin efisien dan mampu berkembang
mandiri
b. Meningkatkan kemampuan dan peran agroindustri kecil dalam
penyedian produk jadi, bahan baku dan komponen
c. Meningkatkan pendapatan masyarakat
d. Menumbuhkan agroindustri di pedesaan yang memanfaatkan hasil
pertanian secara optimal. (Suhardi, 1993) (Halaman 8)

Judul Penelitian (Tesis) :

Strategi

Pengembangan

Usaha

Kecil

dan

Menengah Agroindustri di
Kabupaten Bogor
Penerbit/ Tahun : Sekolah Pasca Sarjana, IPB/ 2006
Penulis

: Meidina Trijadi Lamadlauw

Resume:

Pengembangan Agroindustri (halaman 7)


a. Agroindustri

merupakan

suatu

sistem industri

yang

kegiatan

utamanya memproses hasil pertanian. (Austin, 1992)


b. Pengolahan hasil pertanian secara bertahap dapat dikelompokkan
dalam empat kategori, yaitu:

Kategori I, pembersihan dan pengelompokkan (grading)

Kategori II, pemisahan, pemotongan dan pencampuran

Kategori

III,

pemasakan,

pemanasan

(pasteurisasi),

pengalengan, pengeringan, pembekuan, penyulingan dan


perangkaian

Kategori IV, perubahan kandungan kimia (Austin, 1992)

Agroindustri skala kecil (halaman 7-10)


a. Pengembangan

agroindustri

menumbuhkembangkan

skala

agroindustri

kecil
yang

bertujuan
makin

efisien

untuk
dan

mampu berkembang sendiri, meningkatkan kemampuan dan peran


agroindustri skala kecil dalam menyediakan produk jadi, bahan baku
(produk setengah jadi) dalam rangka meningkatkan pendapatan
masyarakat serta menumbuhkan agroindustri di daerah dengan
memanfaatkan hasil pertanian secara optimal. (Suhardi, 1993)
b. Strategi dasar untuk mencapai tujuan pengembangan agroindustri
skala kecil adalah menitik beratkan pada kekuatan sumber daya
alam, ketrampilan, padat karya dan teknologi dengan mengantu
prinsip pembangunan berkelanjutan. (Suhardi, 1993)
c. Agroindustri skala kecil memiliki kriteria:

Kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk


tanah dan bangunan tempat usaha

Hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar

Usaha bersifat mandiri, bukan anak/cabang perusahaan dari


usaha besar

Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang berbadan


hukum, termasuk koperasi. (UU No. 9 Tahun 1995)

d. Kriteria tenaga kerja agroindustri dikelompokkan menjadi:

Agroindustri rumah tangga, 1-4 orang karyawan

Agroindustri kecil, 5-19 karyawan

Agroindustri menengah, 20-99 karyawan

Agroindustri

besar,

diatas

100

karyawan.

(Departemen

Koperasi & PPK, 1998)


e. Pengembangan

agroindustri

kawasan-kawasan

skala

pengembangan

kecil

yang

agribisnis

berpusat
menjadi

pada

pemicu

terjadinya proses transformasi budaya dari pertanian tradisional ke


pertanian

agroindustri

sehingga

menjadi

penggerak

proses

modernisasi masyarakat pertanian. (Kartasasmita,1996)


f.

Faktor-faktor

yang

perlu

diperhatikan

dalam

pengembangan

agroindustri skala kecil adalah:

Finansial, berfungsi menentukan pengadaan fasiltas

Pemasaran, berfungsi menetapkan kapasitas olah pabrik dan


menetapkan ruang lingkup produk dan introduksi produk baru

Teknologi, berfungsi untuk menentukan teknologi proses


yang akan dikembangkan

Persediaan (stock), berfungsi dalam menangani pengadaan


bahan baku, integrasi vertikal dan penentuan mutu barang
yang akan dijual

Sumber daya, berfungsi menangani aktivitas tenaga kerja


dengan mengupayakan peningkatan produktivitas tenaga
kerja

Manufaktur, merupakan fungsi sentral yang aktivitasnya


melibatkan

semua

fungsi

dalam

industri.

(Hax

dan

Majluf,1984)

Definisi Usaha Kecil dan Menengah (halaman 6)


a. Usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan serta status kepemilikan. Secara spesifik usaha kecil


memiliki kriteria:

Kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk


tanah dan bangunan tempat usaha

Hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar

Dimiliki WNI

Usaha bersifat mandiri, bukan anak/cabang perusahaan dari


usaha besar

Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang berbadan


hukum, termasuk koperasi. (UU No. 9 Tahun 1995)

b. Usaha kecil merupakan setiap jenis industri yang mempekerjakan


tenaga kerja sebanyak 5 19 orang, sedangkan usaha menengah
yaitu usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara
Rp 1 50 miliar. (LIPI, 2001)

Potensi dan kedudukan UKM dalam Pembangunan (halaman 7-8)


a. Sektor UKM memiliki peran strategis secara ekonomi dan sosial
politis. Secara ekonomi berperan menyediakan barang dan jasa
bagi konsumen berdaya beli rendah sampai sedang, menyumbang
lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi dan berkontribusi dalam
perolehan devisa negara. Secara sosial politis berperan dalam
penyerapan tenaga kerja serta upaya pengentasan kemiskinan
(Sjaifuddian et.al, 1997)
b. Dengan demikian, pengembangan UKM dilakukan dalam upaya:

Meningkatkan kegiatan ekonomi rakyat

Meningkatkan kesempatan usaha dan lapangan kerja,

Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat

Meningkatkan pemerataan pendapatan dan pembangunan


regional sehingga terwujud pembangunan berkelanjutan

Faktor Penguat dan Penghambat UKM (halaman 9-10)


a. Faktor penguat dalam pengembangan UKM adalah kemampuan
bertahan hidup yang tinggi dan kemampuan menggunakan pasokan
secara

efisien.

Sedangkan

faktor

penghambat

dalam

pengembangan UKM adalah adanya rekayasa tatanan sistem


perekonomian bebas internasional

Arah Pengembangan UKM (halaman 10-11)

a. Pengembangan UKM diarahkan pada menciptakan iklim yang


kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Dengan demikian,
perlu adanya kebijakan yang mampu meningkatkan partisipasi
ekonomi

lemah

dalam

kegiatan

ekonomi

sehingga

dapat

memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak

Faktor yang berpengaruh dalam Pengembangan UKM (halaman 13-15)


a. Kebijakan pemerintah
Kebijakan diperlukan untuk mengatur kegiatan usaha perekonomian
baik dalam perkreditan, perpajakan, perizinan, kemitraan dan
kebijakan lainnya yang berkaitan dalam pengembangan UKM.
(Parsson, 1995; Sjaifuddin et.al, 1997; Mead dan Liedholm, 1998)
b. Pemasaran
Permintaan terhadap produk UKM tidak saja melalui permintaan
efektif, tetapi juga pada peningkatan akses terhadap informasi
pasar dan akses pasar ekspor (Hubeis, 1997; Sjaifuddin et.al, 1997;
Thoha, 2000)
c. Teknologi
Teknologi

dapat

memberikan

alternatif

untuk

efektifitas

dan

efisiensi kerja manusia. (Hubeis, 1997; Sjaifuddin et.al, 1997; Berry


et.al, 2000)
d. Pendapatan per kapita
Semakin tinggi pedapatan per kapita suatu negara maka semakin
kecil pangsa tenaga kerja UKM (Anderson, 1982; Biggs dan
Oppenheigin, 1986)
e. Permodalan
Modal yang digunakan oleh UKM relatif kecil dan usahanya
sederhana. Modal berasal dari tabungan atau penjualan hartanya.
Keterbatasan

modal

menjadi

penghambat

bagi

usaha

kecil

meningkatkan skala usahanya. (Sjaifuddin et.al, 1997)


f.

Akses ke lembaga keuangan/permodalan


Lembaga keuangan diharapkan dapat mendukung kegiatan UKM
melalui penyediaan kredit. Akses usaha kecil terhadap sumber
modal

dari

perbankan

Tambunan, 1999)
g. Sistem informasi

masih

relatif

kecil.

(Liedholm,

1993;

Informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan UKM tidak hanya


tentang pasar, pasokan, produksi dan teknologi tetapi pasar produk
yang

ditawarkan.

Penyediaan

pusat

informasi

yang

mudah

dijangkau dengan informasi aktual merupakan sumber daya yang


penting bagi pengembangan UKM (Hubeis, 1997)
h. Lokasi usaha
Lokasi yang berdekatan dengan jaringan transportasi adalah yang
paling utama. Untuk jenis produk tertentu pada tingkat eceran,
konsumen cenderung lebih efisien membeli produk yang dekat
dengan lokasi tempat tinggalnya.
i.

Gender
Pria pada umumnya lebih berani dalam mengambil resiko. Namun
demikian, mengembangkan usaha kecil kaum perempuan lebih
relevan karena usaha kecil merupakan sumber pendapatan dan
peluang usaha. Sebagian perempuan terkonsentrasi pada unit usah
kecil termasuk usaha keluarga. (Sjaifuddin et.al, 1997)

j.

Umur pengusaha
Motivasi tinggi untuk pengusaha kecil usia produktifnya 15-55 tahun
dapat membuat UKM lebih berkembang. Hal ini menjadi alternatif
bagi usia produktif untuk mengurangi jumlah pengangguran

k. Kemampuan manajemen
Perencanaan

usaha

jangka

pendek

maupun

jangka

panjang

diperlukan untuk menyesuaikan keadaan yang berubah sehingga


UKM dapat memasuki dan menguasai pasar baik terbuka maupun
tersegmentasi. (Hubeis, 1997)

Aktor yang berperan dalam pengembangan UKM (halaman 15-17)


a. Pemerintah daerah, berperan dalam membuat kebijakan dan
memberikan dukungan anggaran untuk meningkatkan kemampuan
UKM
b. Perguruan tinggi, berperan dalam menyediakan informasi IPTEK,
pelatihan, litbang
c. KADIN, berperan menyuarakan kepentingan usaha (representasi)
dengan pemerintah.
d. Koperasi, berperan sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat dalam
menjalankan kegiatan UKM

e. Lembaga

swadaya

masyarakat,

berperan

dalam

penguatan

kelembagaan melalui pembentukan organisasi dan kelompok usaha


f.

Asosiasi pengusaha kecil, berperan sebagai penyedia informasi


tentang situasi usaha dan peluang-peluang usaha

g. Pers, berperan dalam menyebarluaskan informasi mengenai UKM


h. Organisasi masyarakat, berperan dalam memahami persoalan dan
kebutuhan UKM
i.

Lembaga keuangan, berperan dalam mendukung UKM melalui


penyaluran dan kredit

j.

Lembaga penelitian dan pengkajian, berperan dalam memberikan


pelatihan dan peningkatan kemampuan kegiatan UKM.

Judul Penelitian (Tesis) :

Kajian

Kelembagaan

Agroindustri

Pangan

Olahan di Kawasan Agropolitan


Kota Batu Prov. Jatim
Penerbit/ Tahun : Sekolah Pasca Sarjana, IPB/ 2009
Penulis

: Qosdus Sabil

Resume:

Pengembangan Agroindustri Pedesaan (Halaman 15)


a. Ada beberapa pertimbangan yang mendukung pengembangan
agroindustri sebagai sektor pemimpin (leading sector), yaitu:

Sektor

agroindustri

memiliki

pangsa

besar

dalam

perekonomian sehingga kemajuan yang diperoleh dapat


mempengaruhi perekonomian keseluruhan

Pertumbuhan dan nilai tambah relatif tinggi

Adanya keterkaitan sektor hulu dan hilir yang relatif besar


sehingga mampu menarik pertumbuhan sektori lain. (Rustadi
et al, 2004)

Evaluasi Kelayakan Agroindustri (Halaman 26-27)


a. Pengembangan agroindustri memerlukan berbagai kelayakan, yaitu
kelayakan teknis, ekonomi dan kelayakan sosial.

Kelayakan Teknis
Kelayakan teknis mencakup aspek teknis dan teknologis yang
digunakan, yaitu berkaitan dengan penentuan kapasitas
produksi, pemilihan teknologi, penentuan kebutuhan bahan
baku, bahan pembantu dan pendukung serta penentuan
lokasi dan letak pabrik pengolahan

Kelayakan ekonomis
Kelayakan ekonomi menyangkut lamanya life cycle profit dari
produk yang berkaitan sehingga berkaitan dengan aspek
pasar dan pemasaran serta aspek finansial.

Kelayakan sosial
Kelayakan sosial berkaitan dengan agama, adat istiadat,
kelestarian alam, pemakaian tenaga kerja dan sebagainya.
Dalam

pengembangan

agroindustri

hendaknya

tidak

melanggar/berlawanan dengan tata nilai sosial yang ada.


(Basdabella, 2001)
b. Berkaitan

dengan

tata

letak

agroindustri,

pemilihannya

mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:

Ketersediaan bahan baku


Lokasi pabrik agroindustri harus dengan lokasi bahan baku

Pemasaran produk
lokasi pabrik agroindustri adakalanya berdekatan dengan
pemasaran produk atau dekat dengan bahan baku dan
pemasaran produk. Dalam pemasaran produk, terdapat
empat hal yang harus diperhatikan:
i.

Kedudukan produk yang direncanakan pada saat ini

ii.

Komposisi dan perkembangan permintaan pada masa


yang akan datang

iii.

Adanya persaingan

iv.

Peranan pemerintah dalam menunjang pemasaran


produk. (Gittinger, 1986)

Kebijakan pemerintah
Penentuan lokasi oleh pemerintah biasanya dikaitkan dengan
kebijakan pengembangan wilayah untuk sebagai kawasan
investasi dan pusat pertumbuhan.

Ketersediaan industri penunjang dan komplementer


Termasuk di dalamnya lembaga keuangan, jasa energi,
telepon serta infrastruktur baik jalan, sarana angkutan
maupun fasilitas pelabuhan.

Lingkungan
Pengaruh

kegiatan

terhadap

limbah

dan

pencemaran

lingkungan lainnya sehingga untuk jenis industri tertentu


harus

mengeluarkan

biaya

yang

lebih

besar

agak

kegiatannya ramah lingkungan

Strategi Pengembangan Ekonomi Kawasan Agropolitan (halaman 27)


a. Tujuan dari pengembangan program agropolitan adalah:

Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat


petani di perdesaan

Mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang


berdaya saing, berbasis kerakyatan dan berkelanjutan

Meningkatkan

keterkaitan

desa

dan

kota

(urban

rural

linkages)

Mempercepat pertumbuhan kegiatan ekonomi perdesaan


yang berkeadilan

Mempercepat industrialisasi di wilayah perdesaan

Mengurangi arus migrasi dari desa ke kota

Memberi

peluang

berusaha

dan

menciptakan

lapangan

pekerjaan

Meningkatkan pendapatan asli daerah. (Pokja Pengembangan


Kawasan Agropolitan Pusat, 2004)

You might also like