You are on page 1of 32

STATUS NEUROLOGIS

Pemeriksa

: Resti Fratiwi Fitri

Tgl pemeriksaan

: 20 Agustus 2014

I. IDENTITAS PASIEN
NAMA

: Ny. DD

UMUR

: 34 th

ALAMAT

: Pancamulya, Banjar Agung

AGAMA

: Islam

PEKERJAAN

: Wiraswasta

STATUS

: Menikah

SUKU BANGSA

: Sunda

TANGGAL MASUK

: 19 Agustus 2014

DIRAWAT YANG KE: 1


II. RIWAYAT PENYAKIT
ANAMNESIS
Keluhan utama

: Lengan dan tungkai kanan tidak dapat digerakkan

Keluhan tambahan

: Lengan dan tungkai kiri terasa lemah dan mati


rasa, punggung terasa seperti terbakar dan kaku
pada leher

Riwayat perjalanan penyakit


OS datang ke RSAM dengan keluhan lengan dan tungkai kanan tidak dapat
digerakkan dan mati rasa sejak 1 bulan yang lalu. Selain itu, lengan dan tungkai
kiri juga dirasakan melemah dan mati rasa, punggung OS terasa seperti terbakar,
dan leher terasa kaku.
7 bulan yang lalu (Januari 2014), OS mengatakan sering mengalami sakit kepala
sebelah kiri seperti ditusuk-tusuk dan leher terasa kaku namun sembuh setelah
minum obat warung. Keluhan ini dirasakan oleh OS selama 2 bulan. Bulan

berikutnya (Maret 2014), OS mengatakan keluhan sakit kepala berkurang namun


tubuh terasa panas dingin dan badan menjadi lemah. Keluhan ini disertai dengan
menggigil. OS memutuskan untuk berobat ke dokter dan diberikan obat. Setelah
itu, lengan kiri OS menjadi lemas, terasa kesemutan dan panas seperti terbakar.
1 bulan kemudian (Bulan April 2014), lengan kanan OS ikut melemah, terasa
kesemutan dan panas seperti terbakar juga. Keluhan ini diikuti dengan rasa kaku
pada leher dan kepala bagian kiri, rasa panas seperti terbakar dan kesemutan juga
terasa pada leher dan kepala bagian kiri. Keluhan ini dirasakan terus-menerus.
Lengan kiri berangsur-angsur menjadi sembuh dan dapat digerakkan kembali. 2
bulan yang lalu (Juni 2014), OS mengatakan punggung terasa panas. OS
mengalami kejang 2 kali. Kejang pertama terjadi di siang hari, anggota gerak OS
menjadi kaku dan tidak dapat dikontrol, air kencing keluar dengan sendirinya, OS
dalam keadaan sadar. Kejadian ini berlangsung selama 5 menit. Kejang kedua
terjadi 3 hari kemudian, OS dalam keadaan sadar. Setelah kejang, lengan kiri
kembali tidak dapat digerakkan dan merasakan sensasi. Lengan kanan menyusul
2 minggu kemudian. OS kemudian mencari pengobatan ke dokter. 1 bulan
yang lalu (Juli 2014), kejang ketiga terjadi, OS dalam keadaan sadar. Kejadian ini
diikuti dengan lumpuhnya kedua tungkai. Anggota gerak terasa tebal, kram,
kesemutan dan dingin di ujung kaki dan tangan, namun seperti terbakar.
OS mengatakan suhu mempengaruhi rasa kram atau sensasi panas di tubuhnya.
Apabila cuaca dingin atau terkena angin maka tubuh terasa kaku dan menegang.
Apabila cuaca panas maka tubuh akan terasa panas sekali. OS mengaku tidak bisa
mengontrol reflek pergerakan lengan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi diakui.
Kencing manis disangkal.
Sakit jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien menderita hipertensi dan stroke
Riwayat Sosial Ekonomi
OS adalah seorang ibu, memiliki 1 suami dengan 2 orang anak (8 tahun dan 3
tahun). Saat ini OS tinggal dirumah miliki sendiri bersama keluarganya. Biaya
hidup keluarga ditanggung oleh OS dan suami.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

- Kesadaran

: Kompos mentis

- GCS

: E4 M6 V5 = 15
E4 : Dapat membuka mata secara spontan
M6: Mengikuti perintah
V5 : Waktu bicara orientasi baik

- Vital sign
Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 92x / menit

RR

: 24 x / menit

Suhu

: 36,80 C

- Gizi

: kesan cukup

Status Generalis
- Kepala
Rambut

: Hitam dan tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva ananemis, sklera anikterik

Telinga

: Liang lapang, membran timpani intak.

Hidung

: Deviasi septum (-), secret (-)

Mulut

: Bibir kering, lidah tidak kotor, sianosis (-)

- Leher
Pembesaran KGB

: Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

Pembesaran tiroid

: Tidak ada

JVP

: Tidak meningkat

Trachea

: Letak ditengah

- Thorak
Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Batas kanan : Sela iga IV garis parasternal kanan

Auskultasi

Batas kiri

: Sela iga V garis midclavicula kiri

Batas atas

: Sela iga II garis parasternal kiri

: Bunyi jantung I II murni, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi

: Pergerakan nafas kanan-kiri simetris,


retraksi sela iga (-)

Palpasi

: Fremitus taktil paru kanan = paru kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler ( +/+ ), whezing ( -/- ), ronkhi (-/-)

- Abdomen
Inspeksi

: Perut rata dan simetris

Palpasi

: nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

- Ekstremitas
Superior

: oedem ( -/- ), sianosis ( -/- ), turgor kulit ( N/N )

Inferior

: oedem ( -/- ), sianosis ( -/- ), turgor kulit ( N/N )

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


Saraf cranialis

N. olfaktorius ( N. I )
Daya penciuman hidung

Kanan / Kiri

: ( N/N )

N. opticus ( N. II )
Tajam penglihatan

: (VOD = >3/60 BS / VOS = > 3/60

BS )

Lapang penglihatan

: Sama dengan pemeriksa

Tes warna

: Tidak buta warna

Fundus oculi

: Tidak dilakukan

N. occulomotorius, N. trochlearis, N. abducen ( N.III-N.IV-N.VI )


Kelopak mata :
Ptosis

:(-/-)

Endopthalmus

:(-/-)

Exopthalmus

:(-/-)

Pupil :
Diameter

: ( 3 mm / 3 mm )

Bentuk

: ( Bulat / Bulat )

Isokor / anisokor

: Isokor

Posisi

: ( Sentral / Sentral )

Reflek cahaya langsung

:(+/+)

Reflek cahaya tidak langsung

:(+/+)

Gerakan bola mata


Medial

:(+/+)

Lateral

:(+/+)

Superior

:(+/+)

Inferior

:(+/+)

Obliqus, superior

:(+/+)

Obliqus, inferior

:(+/+)

Reflek pupil akomodasi

:(+/+)

Reflek pupil konvergensi

:(+/+)
5

N. trigeminus ( N. V )
Sensibilitas
Ramus oftalmikus

: ( Normal / Nomal )

Ramus maksilaris

: ( Nomal / Normal )

Ramus mandibularis

: ( Normal / Normal )

Motorik
M. maseter

:(+/+)

M. temporalis

:(+/+)

M. pterigoideus

:(+/+)

Reflek

Reflek kornea ( sensoris N. V, motoris N. VII )

:(+/+)

Reflek bersin

: (+/+)

N. fascialis ( N. VII )
Inspeksi wajah sewaktu :
Diam

: Simetris

Tertawa

: Simetris

Meringis

: Simetris

Bersiul

: Simetris

Menutup mata

: Simetris

Pasien disuruh untuk :


Mengerutkan dahi

: Simetris

Menutup mata kuat-kuat

: Simetris

Menggembungkan pipi

: Simetris

Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah

:(+)

N. acusticus ( N. VIII )
N. cochlearis
Ketajaman pendengaran

:( + / +)

Tinitus

:(-/-)

N. vestibularis
Test vertigo

: Tidak dilakukan
6

Nistagmus

:(-/-)

N. glossopharingeus dan N. vagus ( N. IX dan N. X )


Suara bindeng / nasal

:(-/-)

Posisi uvula

: Di tengah

Palatum mole

: Istirahat : Simetris
Bersuara : Terangkat

Arcus palatoglossus

: Istirahat : Simetris
Bersuara : Terangkat

Arcus pharingeus

: Istirahat : Simetris
Bersuara : Terangkat

Reflek batuk

: Tidak dilakukan

Reflek muntah

: Tidak dilakukan

Peristaltik usus

: Bising usus (+) normal

Bradikardi

: (-)

Takikardi

: (-)

N. accesorius ( N. XI )
M. sternocleidomastoideus

:(N/N)

M. trapezius

:(N/N)

N. hipoglossus ( N. XII )
Atropi

: (-)

Fasikulasi

: (-)

Deviasi

: (-)

Tanda perangsangan selaput otak


Kaku kuduk

: (-)

Kernig test

: Sulit dinilai

Lasseque test

: Sulit dinilai

Brudzinsky I

: Sulit dinilai

Brudzinky II

: Sulit dinilai

Sistem motorik
- Gerak

Inferior ka / ki

( - / aktif )

- Kekuatan otot
- Tonus

Superior ka / ki

(-/-)

2/5

0/1

Normotonus / Normotonus

Normotonus /Normotonus

- Klonus

-/-

-/-

- Atrophi

-/-

-/-

- Reflek fisiologis
- Reflek patologi

Bicep ( + / + )

Pattela ( + / + )

Trisep ( + / + )

Achiles ( + / + )

Hoffman trommer ( - / - )

Babinsky ( - / - )
Chaddock ( - / - )
Oppenheim ( - / - )
Schaefer ( - / - )
Gordon ( - / - )
Gonda ( - / - )

Sensibilitas
-

Eksteroseptif / rasa permukaan


Rasa raba

: ( - / - ) thigmanesthesia

Rasa nyeri

:(-/-)

Rasa suhu panas

: ( - / - ) hipesthesia

Rasa suhu dingin

: ( - / - ) hipesthesia

Propioseptif / rasa dalam


Rasa sikap

: (+ / +)

Rasa getar

: tidak dilakukan

Rasa nyeri dalam

: (+ / +)

Fungsi kortikal untuk sensibilitas


Asteriognosis

: (+ / +)

Grafognosis

:(-/-)

Two point discrimination

: sulit dinilai

Koordinasi

Tes tunjuk hidung

:(-/+)

Tes pronasi supinasi

:(-/+)

Susunan saraf otonom

Miksi
Defekasi

: Incontinensia urin
: Normal

Salivasi

: Normal

Fungsi luhur

Fungsi bahasa

: Baik

Fungsi orientasi

: Baik

Fungsi memori

: Mediate memory baik


Recent memory baik
Remote memory baik

Fungsi emosi

: Stabil

RESUME
Pasien seorang perempuan berumur 34 tahun datang ke RSAM dengan keluhan
lengan dan tungkai kanan tidak dapat digerakkan dan mati rasa sejak 1 bulan
yang lalu. Selain itu, lengan dan tungkai kiri juga dirasakan melemah dan mati
rasa, punggung OS terasa seperti terbakar, dan leher terasa kaku. Kelemahan
anggota gerak dimulai dari lengan kiri lalu ke lengan kanan, diteruskan ke kedua
tungkai. Pasien mempunyai riwayat penyakit darah tinggi. Vital sign didapatkan:
tekanan darah 120/80mmHg, frekuensi nadi 92x/mnt, pernafasan 24x/mnt, suhu
tubuh 36,8o C. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tetraparese dan penurunan
sensibilitas pada keempat anggota gerak. Fungsi saraf otonom juga terganggu.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ct-Scan Kepala (10 Juni 2014)


-

Struktur mediana tidak terdeviasi

Sisterna ventrikel tidak melebar

Sulci dan gyri normal

Tak tampak massa retrobulber

Tak tampak pemadatan intracinus paranasal

Celula mastoidea kanan dan kiri baik

Kesan:
- Tidak tampak kelainan

MRI (14 Juli 2014)


-

Curve lurus vertebrae cervicalis

Alignment vertebrae cervicalis masih tampak normal

Intensitas signal corpora vertebrae cervicalis masih tampak normal

Paedicle vertebrae cervicalis dalam batas normal

Facies articularis vertebrae cervicalis dalam batas normal

Tidak tampak osteofit pada endplate corpora vertebrae cervicalis

Tampak lesi isointens, homogen; batas tegas, tepi reguler, soliter, pada
T1W1, yang memberikan intensitas signal meningkat, hiperintens,
inhomogen, pada T2W1, di daerah intradural-ekstramedulla anterior,
setinggi bagian distal clivus sampai corpus vertebra C1, yang ke arah
lateral kanan dan kiri, meluas ke daerah extradural menekan radiks spinalis
segmen C1 bilateral, sedangkan ke arah posterior, mendesak dan menekan
mendulla spinalis proksimal serta menyebabkan stenosis foramen magnum
dan canalis spinalis di daerah tersebut.

Tampak lesi isointens, inhomogen, batas tidak tegas, tei irreguler, pada
T1W1, yang memberikan intensitas signal meningkat, hiperintens,
inhomogen, pada T2W1, di intra medulla oblongata bagian distal dan
medulla spinalis bagian proksimal, memanjang, sampai setinggi corpus
vertebrae C4.

Tampak multiple disc bulging pada discus intervertebralis C3-4, C4-5 dan
C5-6 dengan pereganagn ligamentum longitudinal anterior et posterior
yang masih utuh.

Kesimpulan:

Curve lurus vertebrae cervicalis


10

Lesi isointens, homogen; batas tegas, tepi reguler, soliter, pada T1W1,
yang memberikan intensitas signal meningkat, hiperintens, inhomogen,
pada T2W1, di daerah intradural-ekstramedulla anterior, setinggi bagian
distal clivus sampai corpus vertebra C1, yang ke arah lateral kanan dan
kiri, meluas ke daerah extradural menekan radiks spinalis segmen C1
bilateral, sedangkan ke arah posterior, mendesak dan menekan mendulla
spinalis proksimal serta menyebabkan stenosis foramen magnum dan
canalis spinalis di daerah tersebut Sugestif SOL solid intaduralekstramedulla yang meluas ke ekstradural, ec. DD/ - Schwannoma
- Meningioma

Lesi isointens, inhomogen, batas tidak tegas, tei irreguler, pada T1W1,
yang memberikan intensitas signal meningkat, hiperintens, inhomogen,
pada T2W1, di intra medulla oblongata bagian distal dan medulla spinalis
bagian proksimal, memanjang, sampai setinggi corpus vertebrae C4, ec.
Myelitis, perlu dipertimbangkan (Bagaimana klinis dan lab?)

Multiple disc bulging pada discus intervertebralis C3-4, C4-5 dan C5-6
dengan pereganagn ligamentum longitudinal anterior et posterior yang
masih utuh.

Rontgen Thorak (20 Agustus 2014)


-

Cor dan pulmo dalam batas normal

DIAGNOSIS
- Klinis

= Tetraparese + Incontinensia urin + Tumor medula spinalis


Servikal 1

- Topis

= Medula spinalis C1

- Etiologi

= Neoplasma

PENATALAKSANAAN
1. Umum
2. Medikamentosa :
IVFD RL gtt XX / mnt
11

Kortikosteroid
Antagonis Histamin H2 reseptor
Antipiretik Analgetik
Vitamin

PROGNOSA
-

Quo ad vitam

= Dubia ad bonam

Quo ad Fungsionam

= Dubia ad malam

Quo ad Sanationam

= Dubia ad bonam

12

PEMBAHASAN
1. Apakah Penegakan diagnosis sudah benar?
Diagnosis didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis didasarkan pada penemuan klinis yaitu dengan cara menanyakan
gejala defisit neurologis baik saraf kranial maupun saraf otonom, fungsi
motorik dan sensorik serta tanda-tanda peningkatan TIK. Pertanyaan ini
dilengkapi dengan onset dan progresifitas.
Gejala yang timbul menunjukkan lokasi massa berada. Rasa panas, kesemutan
dan terbakar merupakan khas lesi pada medulla spinalis.
Anamnesis
- Keluhan/gejala defisit neurologik terjadi secara bertahap keluhan
dirasakan oleh OS sejak 7 bulan yang lalu dan terjadi secara bertahap.
Keluhan berupa otot yang terasa melemah, kesemutan, dan panas seperti
terbakar yang dimulai dari lengan kiri, ke lengan kanan, lalu ke leher dan
kepala dan terakhir kedua tungkai secara bersamaan.
- Timbul tanda dan gejala sesuai dengan lokasi massa berada
kelumpuhan terjadi pada lengan dan tungkai. Jika ke empat ekstremitas
terkena semua berarti terdapat lesi di bagian medula spinalis teratas yang
mensuplai saraf untuk semua organ. Organ paling atas yang mengalami
keluhan adalah kulit kepala. Kulit kepala mendapatkan suplai saraf dari
cervikal 2. Kemungkinan massa tumor berada ditingkat cervical 2 atau di
atas nya.
- Abnormal sensasi atau kehilangan sensasi pada ekstremitas. Seperti
sensasi dingin di lengan, tungkai atau di area lain gangguan sensorik
terjadi karena penekanan pada saraf sensorik yang menyuplai persarafan
pada organ tertentu, dalam hal ini adalah anggota gerak, dada, perut dan
punggung. Batas abnormal sensasi sensorik adalah setinggi vertebrae
paling atas yang mengalami penekanan oleh tumor.

13

- Rasa nyeri di punggung yang makin bertambah buruk apabila batuk, bersin
atau saat meregangkan otot dan dipengeruhi suhu
- Inkontinensia alvi dan urin gangguan saraf otonom terjadi karena
medula spinalis merupakan pusat saraf otonom, baik untuk parasimpatis
maupun simpatis. Pada kasusini gangguan parasimpatis menonjol yaitu
inkotinensia urin.
- Kelemahan otot terutama pada kaki dan progresif.
- Kontraksi otot seperti fasikulasi atau spasme.
Pemeriksaan fisik ditemukan:
- Abnormal reflek yaitu hiperrefleksia
- Peningkatan tonus otot
- Kehilangan rasa nyeri
- Kehilangan rasa sensasi suhu
- Kelemahan otot
- Rasa kaku dan nyeri pada tulang belakang
Pada tes rasa raba ditemukan perbedaan rasa raba pada leher ketika
menggunakan kapas. Perbedaan rasa raba berada pada ketinggian 2 cm di atas
tiroid.

2. Apakah penatalaksanaan sudah benar?


Tumor medula spinalis pada SKDI, dokter praktek umum dituntut untuk bisa
mencapai kompetensi 2, yaitu mendiagnosis dan merujuk. Lulusan dokter mampu
membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Untuk penatalaksanaan tumor medula spinalis sesuai literatur adalah pemberian
kortikosteroid, drug of choice adalah deksamethason: 100 mg untuk mengurangi
nyeri pada 85 % kasus dan kemungkinan juga menghasilkan perbaikan
neurologis. Deksametason diberikan sebelum pembedahan. Penanganan pada
kasus ini sudah benar.

14

TUMOR MEDULA SPINALIS


DEFINISI
Medula Spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan
saraf pusat, berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang
vertebrae. Kerusakan pada medula spinalis menyebabkan gangguan pada masukan
sensoris, gangguan gerakan tubuh tertentu dan gangguan fungsi involunter seperti
pernapasan.
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada
daerah cervical pertama hingga sacral. Dua hal yang harus diwaspai pada tumor
spinal yaitu stabilitas spinal dan kompresi saraf. Tumor medula spinalis dapat
mempengaruhi saraf di dalam area tumor tersebut, menyebabkan gangguan
neurologis dan paralisis. Baik tipe ganas atau jinak, tidak mempengaruhi kualitas
hidup dan dapat menyebabkan kecacatan permanen.
KLASIFIKASI
Tumor spinal sangat bermacam-macam. Sekitar 20% tumor sistem saraf pusat
merupakan tumor spinal. Tidak seperti tumor kranial, kebanyakan tumor spinal
bersifat jinak.
Tumor medula spinalis dibagi menjadi dua berdasarkan asal dan sifat sel tumor,
yaitu:
1. Tumor Primer,
Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari jaringan vertabrae (medula
spinalis).
1) Jinak yang berasal dari
a) tulang; osteoma dan kondroma,
b) serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma),
c) berasal dari selaput otak disebut Meningioma;
d) jaringan otak; Glioma, Ependimoma.
2) Ganas yang berasal dari
15

a) jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,


b) sel muda seperti Kordoma.
2. Tumor Sekunder
Tumor sekunder merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah
rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.
Tumor medula spinalis dibagi tiga berdasarkan letak tumor di medulla, yaitu
tumor intradural dan estradural, dimana tumor intradural itu sendiri dibagi lagi
menjadi tumor intramedular dan ekstramedular.

Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan (C)
Tumor Ekstradural

1. Tumor Ekstradural
Tumor ekstradural adalah tumor spinal yang berasal dari vertebra dan ruang
epidural. Rusaknya tulang dapat menimbulkan instabilitas dan fraktur tulang
belakang. Perluasan tmor ekstradural dapat menimbulkan kompresi medulla
spinalis dan radikulopati.
Tumor metastatik merupakan tumor ekstradural yang tersering, biasanya
daerah sumsum tulang belakang toraks dan lumbal. Tumor primer terseringnya
adalah limfoma, keganasan paru-paru, payudara, dan prostat, diikuti oleh
ginjal, kolon, tiroid, sarkoma, dan melanoma. Deksametason harus diberikan
sambil menunggu pembedahan atau penyinaran dilakukan. Pembedahan hanya
dapat meningkatkan harapan hidup penderita keganasan yang sudah metastasis,
prognosis hidupnya adalah diatas 6 bulan.

16

Chonsky dkk., telah meneliti dan mendapatkan 4 mekanisme dekstruksi tulang


oleh osteoklas yang diaktivasi sel tumor, yaitu:
a) Sel tumor merangsang osteoklas untuk melekat ke tulang
b) Sel tumor merangsang osteoklas untuk mendestruksi tulang
c) Sel tumor memperpanjang masa hidup osteoklas
d) Sel tumor mempercepat formasi osteoklas
e) Tumor ekstradural primer antara lain adalah hemangioma, sarkoma Ewing,
osteosarkoma, kondrosarkoma, dan plasmasitoma.
2. Tumor Intradural ekstramedulla
Tumor intradural ekstramedulla merupakan 40% dari seluruh tumor spinal dan
berasal dari meningen atau radiks saraf. Hampir semua tumor intradural
ekstramedular adalah jinak, berbatas tegas, pertumbuhannya lamban, namun
masih dapat menyebabkan mielopati atau radikulopati. Contoh tumor intradural
eks medula antara lain adalah meningioma, schwannoma dan neurofibroma.
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan
insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan
tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering
pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kirakira 25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma
terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah
lumbal, dan 2% pada foramen magnum.
3. Tumor Intrameduler
Tumor intrameduller hanya 5% dari jumlah seluruh tumor spinal. Gejala tumor
intrameduler antara lain nyeri radikular, gangguan sensorik lokal, kelemahan
atau disfungsi sfingter. MRI dapat dengan jelas memperlihatkan adanya lesi
tumor.
Ependimoma merupakan tumor intrameduar tersering pada dewasa dan
astrositoma merupakan tumor intramedular tersering pada anak-anak.
Pembedahan untuk mengeksisi tumor dapat dilakukan dengan aman karena
tumor degan duramater berbatas jelas. Pascabedah dilakukan terapi radiasi.

17

Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral. Diperkirakan
60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan servikotorakal.
Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau pada conus
medularis.Astrositoma biasanya bersifat infiltratif hingga eksisi komplit hampir
mustahil dilakukan. Prognosis astrositoma lebih buruk dibandingkan
ependimoma.
PATOFISIOLOGI
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap
penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat
karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker
yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian
menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang
normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.
Proses perkembangan tumor medula spinalis masih belum dapat dijelaskan.
Kemungkinan ada pengaruh dari gen meskipun tidak selalu ada kelainan genetik
yang diturunkan. Pengaruh lingkungan juga diduga berperan penting, misalnya
paparan dari zat-zat kimia. Pada beberapa kasus, tumor medula spinalis
berhubungan dengan syndrom genetik contohnya neurofibromastosis 2 (NF2) dan
von Hippel-Lindau disease. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan jenis
yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien
dengan NF2 memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma
dapat terjadi pada 30% pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya,
yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.
GEJALA DAN TANDA
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri
vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan
indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis dan disebut

18

pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat nyerinya
radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri
funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh
tumor medula spinalis bila:
Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus piramidalis
Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP
seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor
yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali
dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah,
papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor
neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,
yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,
dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian
hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.

19

Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di


sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada
bagian tubuh yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi
tumor. Contohnya, pada tumor di tengah medula spinalis (pada
segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada
depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin,
atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat
menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan,
sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat
memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada tungkai.
Lokasi
Foramen

Tanda dan Gejala


Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat

Magnum

sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering


adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia
dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas
yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat
barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan
adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien
yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing.
Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya
sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing,
disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah,
serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan
neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia,
rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan

Servikal

kelemahan ekstremitas.
Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular
yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang
tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal,
diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu

20

anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat


kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang
lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks
tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit
sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu
jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada
lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk
Torakal

dan jari tengah.


Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada
ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia.
Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada
dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat
gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian
bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus
menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala

melawan suatu tahanan) dapat menghilang.


Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen
lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens
dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula
spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut,
namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan
kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi
kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda
Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi
yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral
bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum,
betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya
sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol
usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai
daerah sakral bagian bawah.

21

Kauda

Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda

Ekuina

khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang
kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai
dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Penemuan klinis
Anamnesis
-

Timbul tanda dan gejala sesuai dengan lokasi massa berada berupa nyeri
radikuler.

Keluhan/gejala defisit neurologik terjadi secara bertahap.

Abnormal sensasi atau kehilangan sensasi pada ekstremitas. Seperti


sensasi dingin di lengan, tungkai atau di area lain.

Rasa nyeri di punggung yang makin bertambah buruk apabila batuk,


bersin atau saat meregangkan otot.

Inkontinensia alvi dan urin.

Kelemahan otot terutama pada kaki dan progresif.

Kontraksi otot seperti fasikulasi atau spasme.

Pemeriksaan fisik
-

Abnormal reflek yaitu hiperrefleksia

Peningkatan tonus otot

Kehilangan rasa nyeri dan sensasi suhu

Kelemahan otot

Rasa kaku dan nyeri pada tulang belakang

2. Pemeriksaan tambahan
-

Pemeriksaan LCS

Citology

Myelogram

Spinal CT Scan

22

Spine MRI

Spine X-Ray

Tumor primer dan tumor metastasis dapat memberikan gambaran klinis yang
sama karena berada pada bagian yang sama. Penting untuk membedakan kedua
asal tumor tersebut karena terapi yang berbeda. Untuk dapat membedakannya bisa
dari waktu terlihat gejala, demografi dan lokasi. Berikut tercantum pada tabel 1.

Table 1. Distinguishing Features of Primary and Metastatic Spine Tumors

Primary Tumor

Metastatic Tumor

Percentage

95

Presentation:
Demographics

Younger

Older

Vertebral body/posterior
elements
Longer duration

Vertebral body

En bloc

Piecemeal

Radiation

Proton beam

Conventional

Chemotherapy

Unlikely

Common

Cure

Palliation

Location
Time to presentation
Treatment:
Surgery

Treatment goal

Planned surgical morbidity Low

Shorter duration

High

Setelah dapat membedakan antara tumor primer atau sekunder, kita bisa
melanjutkan langkah selanjutnya. Apabila tumor primer maka lakukan biopsi
untuk mengetahui sitologi dari sel tumor sehingga bisa menentukan jenis tumor
jinak atau tumor ganas. Selain itu, biopsi dan sitologi dapat pula untuk

23

menentukan staging. Alur tercantum pada gambar 2.2. Staging tercantum pada
Tabel 2.

24

Table 2. Basic Surgical Staging Considerations Based on Modified Enneking


Classification

Staging

Description

Treatment

S1 (latent):
Benign

No growth

Well-defined capsule

Nonoperative (unless
decompression/stabilization
required)

S2 (active):

Thin capsule

Intralesional curettage

Slow growth
Reactive pseudocapsule
S3 (aggressive):

Rapid growth

Capsule incomplete

Marginal en bloc resection

Wide reactive
pseudocapsule
Low grade (I):
IA (confined to

Wide pseudocapsule

Wide en bloc resection

IIA (confined to

Pseudocapsule infiltrated by

Wide en bloc resection with

vertebra)

tumor

adjuvant therapy

Distant metastasis

Palliative surgery and adjuvant

Malignant vertebra)
IB (paravertebral
extension)
High grade (II):

IIB (paravertebral
extension)

High grade with


metastasis (III)

therapy

25

Gambar 2.2. Alur penegakan diagnosis dan staging hingga pemilihan terapi bedah.

26

TERAPI
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular

adalah

dengan

pembedahan.

Tujuannya

adalah

untuk

menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis


secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi
secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post
operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif
secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi.
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
a. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin juga
menghasilkan perbaikan neurologis).
b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik
kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik untuk nyeri.
Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy
pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi);
radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih
sedikit.
c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat
blok dan kecepatan deteriorasi
bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan
sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason
keesokan harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan
(tappering) selama radiasi, selama 2 minggu.
bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4
mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi.

27

d. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat
diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.
e. Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik
myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada
pembedahan tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan:
Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila lesi
dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada
pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase.
Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali
signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan
tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.
Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:
Paraplegia
Quadriplegia
Infeksi saluran kemih
Kerusakan jaringan lunak
Komplikasi pernapasan
PROGNOSIS
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan
pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya
pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah
28

pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin
buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan
Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
2. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [ 20 Agustus 2014].
3. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults.
[serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/
webcontent/003088-pdf. [20 Agustus 2014].
4. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management
of

Intradural

Intramedullary

Neoplasms.

[serial

online].

http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [20 Agustus 2014].


5. Clarke MJ, Mendel E, and Vrionis FD . Primary Spine Tumors: Diagnosis
and

Treatment.

[serial

online].

http://www.medscape.com/viewarticle/826306_9 [ 20 Agustus 2014]

30

Rontgen Thorak (20 Agustus 2014)

CT SCAN (10 Juni 2014)

MRI (14 Juli 2014)

31

32

You might also like