You are on page 1of 4

PENGARUH RANGSANG BERKUMUR, MENGUNYAH DAN STIMULASI

KIMIA TERHADAP SEKRESI SALIVA


Posted by belindch in dentistry and tagged with oral biology26 Maret 2010

ABSTRACT
Secretion of gl. salivary, according to Amerongen (1991), can stimulate by
mechanical stimulation (mastication), chemical (sour, sweeot, salty, bitter, hot),
neuronal (sympathic and parasympathic), psychological and also pain. The aims of
this study were to understand about the effect of gargling, mastication and chemical
stimulation to salivary secretion. This study were divide into 2 steps, first was to
collect unstimulated saliva by collect it on the oral cavity in 5 minutes. Then the
second was to collect stimulated saliva by gargling for a minute, mastication (apple
and banana) for 5 minutes and sitrat acid stimulation by drop it to the tongue. The
sample of saliva was collected in 15 minutes interval for each experiment and
subject was on stand up position. The volume of those sample were measured by a
spuit injection and the pH were measured by pH meter. Stimulated saliva gave the
biggest volume (in sequence: banana mastication: 1.46 mL, sitrat acid stimulation:
1.37 mL, gargling stimulation: 1.25 mL and apple mastication: 1.025) while
unstimulated saliva was the smallest. The result of measuring pH, unstimulated
saliva has the lowest pH (7.07), follow by banana mastication (7.31), gargling
stimulation (7.36), sitrat acid stimulation (7.42) and last apple mastication (8.13).
Kata Kunci : saliva, sekresi saliva, pH saliva, volume saliva
PENDAHULUAN
Saliva adalah sekresi eksokrin mukoserous berwarna bening dengan sifat sedikit
asam, tidak berbau dan memiliki kekentalan bervariasi (Rantonen P, 2003). Total
volume saliva yang dikeluarkan dalam satu hari mencapai 800-1000 ml dengan pH
rata-rata 6-7 yang sangat dipengaruhi laju aliran saliva (Macphee and Cowley, 1975;
Humprey dan Williamson, 2001). Sekresi saliva dikontrol oleh pusat salivasi di
medulla yang terdiri dari salivary nuclei superior dan inferior (Burgen and Emmelin,
1961). Menurut Grant (1988), jalannya stimulus melalui jalur parasimpatik yang
mengatur glandula parotis yaitu Nuklei salivatori inferior (Nervus
glossopharyngeal, n. IX) nervus timpanicus ganglion oticum (Nervus
auriculotemporalis) kelenjar.
Sekresi kelenjar ludah, menurut Amerongen (1991), dapat dirangsang dengan caracara mekanis (mengunyah), kimiawi (rangsangan asam, manis, asin, pahit, pedas),
neuronal (syaraf simpatis dan parasimpatis), psikis, serta rangsangan sakit.
Sebagian rangsang kecap terutama rasa asam menimbulkan sekresi saliva dalam
jumlah besar sampai 8-20 kali kecepatan sekresi basal (Guyton, 1995). Konsistensi
makanan akan mempengaruhi kelenjar ludah dan selanjutnya pada jumlah dan
susunan ludah. Penggunaan makanan cair yang menghilangkan daya pengunyahan
akan mengurangi daya sekresi. Sebaliknya, makanan padat akan merangsang
sekresi saliva secara mekanis (Amerongen, 1991).

Sekresi saliva mengandung imunoglobulin, sel darah putih, lipid, elektrolit dan enzim
proteolitik (lisozim) sehingga dapat memberikan perlindungan alami untuk menjaga
integritas gigi, lidah, dan membran mukosa oral dan area oropharingeal serta
memberikan resistensi penting untuk penyakit periodontal (Burgen and Emmelin,
1961).
Susunan dan volume ludah sangat berubah-ubah dilihat dari segi keasaman (pH),
elektrolit, dan protein yang ditentukan antara lain oleh
1.

Irama siang-malam

pH dan kapasitas bufer tinggi segera setelah bangun (keadaan istirahat), tetapi
kemudian cepat turun, agak naik sampai malam tapi setelah itu turun.
b. Diet
Diet kaya karbohidrat menurunkan kapasitas bufer, menaikkan metabolisme
produksi asam oleh bakteri-bakteri mulut. Diet kaya sayuran dan protein menaikkan
kapasitas bufer dan membangkitkan pengeluaran zat-zat basa seperti amoniak. pH
akan tinggi seperempat jam setelah makan (stimulasi mekanik) tetapi biasanya 3060 menit turun lagi.
1.
Rangsangan (tipe, intensitas, durasi, sifat dan kekuatan)
Keasaman (pH) ludah yang tidak distimulasi pada kecepatan sekresi rendah kurang
lebih adalah netral (6,4-6,9). Sedangkan ludah encer dapat turun sampai di bawah
6,0. lainnya (keadaan psikis, kadar hormon, gerak badan, obat-obatan, umur, jenis
kelamin). Rangsangan kimiawi pada lidah dapat mengaktifkan sistem saraf otonom,
secara tidak langsung melalui sistem saraf sentral, sehingga kelenjar ludah
dirangsang untuk sekresi. Kecepatan sekresi ludah parotis naik lima kali oleh larutan
sitrun 1%. Asam sitrun dapat menggiatkan lintasan saraf secara refleks (Amerongen,
1991)
(Amerongen, 1991; Roth and Calmes, 1981).
Dalam sebuah jurnal penelitian disebutkan bahwa penyakit sistemik yaitu diabetes
melitus (tipe 1) juga dapat mempengaruhi volume dan pH saliva. Menurut hasil
penelitian penulis, pada pasien DM tipe 1 mengalami penurunan aliran saliva
nonstimulasi. Keasaman (pH) salivanyapun rendah karena berkurangnya kapasitas
bufer saliva. Hal inilah yang meningkatkan resiko karies pada pasien DM tipe 1
(Moreira et al, 2009).
Konsentrasi bikarbonat pada ludah istirahat adalah rendah sedangkan pada ludah
yang dirangsang adalah tinggi. Kapasitas bufer ludah yang dirangsang terutama
(85%) ditentukan oleh konsentrasi bikarbonat, untuk 14% ditentukan oleh

konsentrasi fosfat dan 1% oleh protein ludah. Hal ini mengakibatkan pada kenaikan
kecepatan sekresi, konsentrasi bikarbonat menjadi lebih tinggi dan dengan demikian
pH juga menjadi lebih tinggi. Pada kecepatan sekresi yang rendah pH dapat turun
sampai 6,0 karena semua bikarbonat praktis diresorbsi. Konsentrasi bikarbonat
adalah sistem bufer yang terpenting dalam ludah dan berbanding lurus dengan
kecepatan sekresi ludah; makin tinggi konsentrasi bikarbonat, makin tinggi pH dan
kapasitas bufer dalam ludah (Amerongen, 1991).
Penurunan produksi saliva di dalam mulut dapat mengakibatkan mukosa oral kering,
kasar, dan lengket, mudah berdarah dan mudah terjadi infeksi (Macphee and
Cowley, 1975). Lidah menjadi merah, halus, lemah, hipersensitif terhadap iritasi
serta kehilangan ketajaman pengecapan. Akan terdapat akumulasi plak, material
alba dan debris yang parah. Progres karies akan menjadi cepat dan meluas, serta
penyakit periodontal menjadi parah. (Burgen and Emmelin, 1961; Humprey dan
Williamson, 2001).
Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa mampu memahami
pengaruh rangsang berkumur, mengunyah dan stimulasi kimia terhadap sekresi
saliva.
BAHAN DAN CARA
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu bahan kumur aquabides,
pot saliva, pH meter, stopwatch, tissue, buah apel dan pisang, spuit injeksi, dan
tissue. Praktikum dilaksanakan dalam 2 percobaan yaitu tanpa stimulasi dengan
mengumpulkan saliva dalam rongga mulut selama 5 menit, dan dengan stimulasi
yaitu:
1.

Stimulasi berkumur dengan aquabides selama 1 menit,

2.
3.

Stimulasi mengunyah apel atau pisang selama 5 menit,


Stimulasi asam sitrun dengan meneteskannya pada lidah

Keempatnya (tanpa stimulasi, berkumur, mengunyah apel atau pisang, asam sitrun)
dilakukan dalam interval waktu 15 menit dan posisi subyek berdiri tegak lurus
lantai. Saliva ditampung dalam pot saliva masing-masing selama 1 menit, kemudian
volumenya diukur menggunakan spuit injeksi dan diukur pH-nya dengan pH meter.
Hasilnya dicatat dan dianalisa.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Rata-rata hasil percobaan
No

Jenis stimulasi

Volume (mL)

pH

Tanpa stimulasi

0.49

7.07

Stimulasi berkumur

1.25

7.36

Stimulasi pengunyahan (apel)

1.025

8.13

Stimulasi pengunyahan (pisang)

1.46

7.31

Stimulasi asam sitrun

1.37

7.42

PEMBAHASAN
1.
Volume saliva
Hasil percobaan menunjukkan volume saliva tanpa stimulasi merupakan volume
terbanyak, diikuti oleh stimulasi pengunyahan pisang, stimulasi asam sitrun,
stimulasi berkumur dan yang paling sedikit adalah stimulasi pengunyahan apel. Hal
ini sesuai dengan pernyataan mengenai sekresi kelenjar ludah menurut Amerongen
(1991), yaitu bahwa sekresi kelenjar ludah dapat dirangsang diantaranya dengan
cara-cara mekanis (mengunyah), kimiawi (rangsangan asam, manis, asin, pahit,
pedas), neuronal (syaraf simpatis dan parasimpatis), psikis (stres akan menghambat
sekresi, sedangkan ketegangan dan kemarahan akan menstimulasi sekresi), serta
rangsangan sakit.
1.

Keasaman (pH) saliva

Hasil pengukuran pH saliva percobaan, yang paling asam adalah saliva tanpa
stimulasi, kemudian stimulasi pengunyahan pisang, stimulasi pengunyahan apel,
stimulasi berkumur dan stimulasi asam sitrun pHnya paling tinggi. Hal ini disebabkan
oleh adanya ion bikarbonat yang berfungsi sebagai buffer. Amerongen (1991)
menyatakan bahwa konsentrasi bikarbonat pada ludah istirahat adalah rendah
sedangkan pada ludah yang dirangsang adalah tinggi. Hal ini mengakibatkan pada
kenaikan kecepatan sekresi, konsentrasi bikarbonat menjadi lebih tinggi dan dengan
demikian pH juga menjadi lebih tinggi.
Pada percobaan pengunyahan, terdapat perbedaan volume dan pH. Pengunyahan
pisang menghasilkan volume yang lebih tinggi daripada pengunyahan apel. Hal ini
berkaitan dengan tingkat keasaman saliva itu sendiri karena pada pengunyahan
pisang yang mengandung karbohidrat akan menaikkan metabolisme produksi asam
oleh bakteri-bakteri dan menurunkan kapasitas bufer mulut, sehingga pH saliva pun
akan menjadi lebih asam daripada pH saliva pengunyahan apel. Hal ini akan
memberikan kompensasi berupa sekresi saliva yang meningkat untuk menetralkan
asam dalam mulut (fungsi buffer saliva).
KESIMPULAN
1.
Hasil pengukuran volume saliva didapatkan hasil yang sesuai dengan teori
bahwa sekresi kelenjar ludah dapat dirangsang diantaranya dengan cara-cara
mekanis (mengunyah) dan kimiawi (rangsangan asam, manis, asin, pahit, pedas).
2.

Terdapat hubungan yang berbanding lurus antara volume dan pH saliva


terkait dengan fungsi saliva sebagai buffer karena mengandung ion bikarbonat.

You might also like