Professional Documents
Culture Documents
Nasib Si Pembalap
Virgo (21 th) Mahasiswa Kedokteran Universitas Kota Baru, mengalami kecelakaan
bersama temannya yang terjatuh dari sepeda motor karena menabrak tembok. Mereka langsung
dibawa ke UGD RS kota Kita, dan langsung ditangani drg.spesialis bedah mulut.
Pada pemeriksaan intra oral, Virgo mengalami fraktur dan mobility pada gigi 21 serta avulsi 11.
Pada gigi 12 dan 13 dibagian labial 1/3 permukaan gingival terjadi vulnus puntum sehingga
gingivanya mengalami luka robek.
Sedan kondisi temannya saat kecelakaan hanya luka lecet saja, tapi sang teman saat diperiksa
rongga mulutnya terdapat abses periodontal kronis region posterior rahang bawah gigi 36.
Tindakan pada Virgo dilakukan hecting dengan teknik suturing flap mukoperiosteal
daerah yang robek. Sedangkan untuk mengatasi kondisi mobility gigi 11 dan avulsi gigi 21
dilakukan dengan tindakan splinting dan fiksasi pada gigi tersebut. Sebelum tindakan operasi,
Vinrgo di anastesi terlebih dahulu dengan anastesi blok dan infiltrasi oleh drg.Sp.BM.
Pada rekan Virgo, dilakukan incise abses di daerah bukal gigi 36 nya. Setelah tindakan bedah
minor tersebut selesai, drg. Memberikan obat antibiotika dan analgetika antiinflamasi serta
roburantia kepada keduanya.
Bagaimana saudara menjelaskan kasus yang terjadi pada Virgo tersebut ?
A. TERMINOLOGI
1. Vulnus Punctum : Luka tusuk yang disebabkan oleh sesuatu benda yang runcing dan
tajam yang menembus kulit.
2. Hecting : Penyatuan jaringan yang terputus serta meningkatkan penyembuhan jaringan,
atau penjahitan luka sampai sembuh.
3. Suturing Flap Mukoperiosteal : Suturing pada flap mukoperiosteal dengan tujuan
4.
5.
6.
7.
8.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa saja prinsip dasar dalam bedah mulut ?
2. Apa saja jenis perawatan pada bedah mulut ?
3. Bagaimana prosedur fiksasi ?
4. Kondisi bagaimana yang di anjurkan untuk melakukan fiksasi ?
5. Apa saja antibiotic dan analgetik dalam bedah?
6. Apa saja jenis jenis anastesi ?
7. Bagaimana prosedur anastesi ?
8. Apakah ada teknik suturing lain? Kalau ada,apa saja teknik suturing ?
9. Apa indikasi dari suturing flap mukoperiosteal ?
10. Apa saja jenis jenis teknik insisi dan eksisi ?
11. Apa indikasi dan kontra indikasi dari splinting ?
C. ANALISA MASALAH
1. Prinsip dasar bedah mulut :
- Diagnose yang tepat
- Rencana perawatan
- Pembedahan
- Memenuhi tata kerja yang teratur
Harus memperhatikan prinsip asepsis :
- Persiapan operator
- Persiapan instrument
- Persiapan ruang bedah
a. Asepsis
b. Trauma seminimal mungkin
c. Prosedur kerja sistematis
2. Jenis perawatan dalam bedah mulut :
- Eksodonsia
- Bedah Minor contohnya insisi dan eksisi
- Bedah Mayor
3. Prosedur fiksasi dalam bedah mulut : LO
4. Kondisi yang dianjurkan fiksasi : LO
5. Antibiotik dalam bedah mulut :
- Ampisilin
- Amoxicillin
- Eritromisin
- Metronidazole
- Tetrasiklin
6. Jenis jenis anastesi :
a. Anastesi umum
b. Anstesi local ;
-topikal
-infiltrasi
-blok
Faktor yang mempengaruhi pemberian anastesi :
-
Usia pasien
Keadaan umum pasien
Jenis pembedahan
Permintaan pasien
7. Prosedur anastesi
a. Blok
- Identifikasi lokasi operasi
- Identifikasi jalannya persyarafan
- Suntikkan beberapa cc obat anastesi di sekitarnya
- Cek hasilnya
b. Infiltrasi
- Masukkan jarum ke salah satu sudut area operasi arahkan ke area kanan lalu aspirasi
- Jarum dibelokkan ke arah kiri masukkan ke arah seberangnya lagi.
- Masukkan dari kanan ke kiri seperti sebelumnya
D. SKEMA
KPIJAFBIS
RONEKNU
ONDATSIDT
STIANI
ERKSTBHKU
DAEIPAR
USOAEPMSI
RITNUIN
NISADLG
DKLWAU
INAST
KDTWA
ANR
SNGT
IA
N
I
I
E. LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prinsip dasar BM
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis perawatan dalam BM
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fiksasi dan splinting
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan antibiotic dan analgetik dalam BM
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anastesi
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan suturing
F. SINTESA DAN UJI INFORMASI YANG DIPEROLEH
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prinsip dasar BM
PRINSIP PRINSIP DALAM ILMU BEDAH MULUT
Sebagaimana telah diketahui seorang ahli bedah mulut mempunyai pengetahuan dasar,
terutama mengenai Anatomi, Fisiologi, Farmakologi dan sebagainya.
Prinsip untuk dapat melakukan pekerjaan dengan sebaik baiknya yang penting adalah
membuat :
I.
Ilmu Bedah Mulut kita harus dapat memandang orang sakit dalam keseluruhannya, walaupun
harus memusatkan perhatian kedaerah yang menjadi keluhan. Kita harus membedakan struktur
yang normal dengan yang sakit ( abnormal ) dan melatih diri untuk dapat meraba dan
mengenal
menginterprestasikannya
E.
Kebiasaan kebiasaan
F.
Ad. B Yaitu penyakit penyakit atau rasa sakit yang diderita orang sakit sekarang, penyebaran rasa
sakit, lamanya rasa sakit berlangsung, juga penyakit lain yang dirasakannya.
Ad. C Yaitu penyakit penyakit yang diderita sebelum ini, perawatan perawatan yang pernah
didapatkan, tempat- tempat perawatan dan lain lain.
Penyakit penyakit spesifik yang pernah diderita misalnya :
- Rematik
- TBC
- Penyakit penyakit kelamin
- Bleeding tendencies
Ad. D Yaitu perbedaan sosial dan pekerjaan orang sakit.
Ini penting untuk mengetahui lingkungan orang sakit sehubungan dengan penyakitnya, seperti
emosi, keadaan sosial ekonomi dan lain sebagainya. Juga pekerjaan penting yaitu exposure
terhadap bahan bahan toxis, radiasi dan lain lain. Yaitu untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit keturunan.
Ad. E Kebiasaan, harus dicatat kebiasaan penderita seperti tidur, diet, dan cara makan dan sebagainya.
Ad. F Misalnya alergi terhadap obat obatan dan lain lain.
Disamping riwayat kasus ini, tentu dibutuhkan pula pemeriksaan penanggulangannya seperti
pemeriksaan laboratorium dan rontgen untuk membantu menentukan diagnosa.
Asepsis
Prinsip asepsis telah diakui dalam ilmu bedah mulut. Dengan bantuan antibiotika, Anestetikum
yang tepat, dan keseimbangan cairan yang baik, maka prosedur prosedur bedah mulut telah
banyak mengalami kemajuan, kasus yang fatal sekarang telah dapat dikerjakan dengan baik.
Tetapi ini saja belum cukup, harus disertai dengan tindakan asepsis dalam hal ini dibutuhkan
kebersihan. Walaupun rongga mulut tidak dapat disebut suci hama menurut pekerjaan
pembedahan tetpi sebelum tindakan - tindakan operasi daerah rongga mulut sebaiknya
dibersihkan dahulu dengan sesuatu larutan desinfektan, misalnya tingtura yodii 3 % begitu juga
dengan alat alat yang dipergunakan dan operator. Untuk menciptakan keadaan asepsis ini,
diperlukan sterilisasi yaitu suci hama.
Atraumatic Surgery
Syarat sayrat yang tidak kurang pentingnya yaitu membuat trauma sekecil mungkin. Bekerja
hati hati tidak boleh kasar dan ceroboh dan dengan gerakan yang pasti. Tindakan yang kasar
menyebabkan terjadinya laserasi mukosa atau jaringan atau memudahkan terjadinya infeksi dan
memperlambat penyembuhan. Alat- alat seperti skalpel, jarum suntik, jarum jahit haruslah tajam,
karena jarum tumpul skalpel yang tidak tajam akan memperbesar trauma.
Setiap gigi yang akan diambil melalui eksodosia tidak terlalu sama keadaannya. Kenyataannya
ada gigi yang mudah diambil, ada yang perlu membutuhkan pembukaan lapisan jaringan lunak
( flap ) dan atau jaringan keras baik secara odontektomi dan atau seksioning. Pada bedah yng
membutuhkan pembukaan lapisan jaringan lunak ada beberapa persyaratan yang harus
diperhatikan yaitu :
(1) Lapisan jaringan lunak harus direncana sedemikian sehingga persediaan darah akan tetap
dipertahankan.
(2) Pola lapisan jaringan lunak harus memberikan kemudahan dalam refleksinya agar jauh dari
tempat daerah operasi pembukaan tulang, lapisan jaringan lunak itu harus dapat menutup daerah
operasi secara sempurna saat dikembalikan pada posisi semula dan dapat ditahan jahitan tanpa
adanya ketegangan jaringan.
-
(a) Penrose drain yang dibuat dari kain kasa pipih terbungkus pipa karet tipis dalam berbagai
ukuran.
(b) Rubber tissue / rubber dam yang lebar dan panjangnya tertentu.
(c) Rubber tube, pipa karet yang ujungnya yang akan dimasukkan kedalam jaringan dan pada sisi
sisi pipa dilubangi pada beberapa tempat.
(d) kain kasa yodoform 5 % dengan lebar berbagai ukuran.
Kerja drin. Drin dimasukan kedalam luka insisi / rongga suatu abses dan dimasukan untuk
memberi kemudahan jalan bahan produksi infeksi keluar kepermukaan luar luka. Saat memasang
drin, sisakan beberapa centimeter panjang drin dipermukaaan luar dengan maksud agar drin tidak
menghilang kedalam luka serta akan mempermudah sat pengambilannya.
Drin yang terbuat dari pipa karet difiksasi pada permukaan luar untuk mencegahnya masuk
kedalan luka. Setiap hari drin harus diganti dan akan dihentikan bila cairan produk infeksi sudah
mengering, drin dihentikan dengan melepasnya dari luka dan membiarkan luka menutup sendiri
dalam proses penyembuhannya. Drin intra oral sebaiknya dihentikan paling lama 3 ( tiga ) hari.
Kadang kadang dihadapi luka yang besar yang disamping membutuhkan drin juga
membutuhkan pembalut ( dressing ) kain kasa. Pembalut kasa ini bekerja lebih banyak sebagai
suatu pek ( pack ) dari pada suatu drin ( misalnya pada kasus osteomielitis, kavitas kista tulang
rahang, sinus maksilaris yang terbuka lebar ).
Dalam hal ini suatu pek diartikan sebagai suatu kain kasa pembalut yang ditempatkan dalam
suatu rongga luka dengan suatu tekanan dan berguna sebagai penghenti pendarahan, penahan
kavitas agar tetap tebuka smpai jaringan baru yang sehat memperkecil kavitas itu. Bahan pek
biasanya dari kain kasa yodoform 5 %. Suatu drin memberi kemudahan jalan keluar bagi cairan
hasil infeksi dari suatu kedalaman luka kepermukaan.
BENANG JAHIT
Insisi jaringan pada suatu operasi mukosa, mukoperiosteum, kulit didaerah rongga mulut
harus dijahit kembali pada posisi semula. Berbagai ragam benang bedah dapat digunakan untuk
maksud itu.
Untuk menjahit luka insisi intra oral biasa digunakan dengan anyaman sutera hitam ( braided
black silk ) dari bebagai ukuran. Bahan bengan sutera ini tidak mengiritasi lidah, kuat, warnanya
mudah terlihat, murah.
Halsted suture
Insisi dalam satu lintasan atau garis lurus, atau melengkung. Insisi ini digunakan jika
daerah operasi atau masa yang diambil tidak melekat/ berhubungan dengan kulit.
Misalnya mengambil masa lipoma yang letaknya di subkutis maka insisi linier digunakan
sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan untuk evakuasi masa.
Insisi secara mendatar, sejajar dengan masa. Dilakukan pada masa solid yang letaknya di
kulit.Untuk bedah minor, insisi ini dilakukan pada insisi klavus dimana klavus
ditipiskan dahulu sampai inti yang masuk ditemukan yang dilanjutkan dengan insisi
ellips.
5. Insisi Poligonal
Digunakan sebagai akses sekaligus diseksi tajam jika target operasi masa yang akan
diambil berhubungan atau berada di kulit. Dibuat banyak sisi tajam atau poligonal
bertujuan untuk menghabiskan akar-akanr dari masa yang dibuang. Misalnya tumor
ganas kulit. Poligonal juga berfungsi untuk mengecek tiap sisi apakah bebas dari masa
tumor atau tidak.
Penutupan Defek
Pengambilan masa bersamaan dengan kulit diatasnya menimbulkan deffek yang dapat
ditutup dengan mendekatkan tepi luka. Mungkin juga jika defek terlalu lebar maka kedua
tepi luka tidak dapat didekatkan. Untuk itulah diperlukan teknik khusus untuk menutup
defek.
Sekali lagi, petutupan defek ini harus difikirkan saat merencanakan insisi, bagaimana
kemungkinan defek yang terjadi dan cara untuk menutupnya. Dengan demikian, pada
saat insisi telah tergambar rencana teknik penutupan defeknya.
Adapun teknik yang dapat dipakai adalah, advancement, flaps, STSG (split thickness skin
graff ), FTSG (full thickness) dan lain-lain
Menutup defek dengan cara mendekatkan 2 sisi insisi. Dilakukan jika masing-masing tepi
longgar. Jika tidak maka dilakukan pembebasan jaringan subkutis dari masing-masing
tepi agar menjadi longgar sehingga masing-masi tepi bisa bertemu sehingga jahitan tidak
terlalu tegang /tension.
Badingkan kedua ujung insisi yang lancip dengan lengkung. Dog ear terbetntuk dari
insisi yang lebih lengkung.
Untuk memperbaikinya, luka operasi terlebih dahulu dijahit seperti biasa untuk menilai
sebesar apa ear dog yang terbentuk. Kemudiaan baru dikoreksi dengan membuat insisi
berikutnya seperti pada gambar dibawah ini
Gambar diatas mengoreksi dog ear dengan membuat insisi elips pada tepi sayatan
sebelumnya, sedangkan gambar bawah membuat insisi dua segitiga.
Sebagian besar fraktur terdapat pada kelompok pertama. Fraktur dari kelompok kedua dapat
berasal dari luka peluru, trauma industri (kecelakaan kerja atau lalu lintas), dimana terjadi trauma
langsung dari benda yang tajam dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Pembagian jenis fraktur
di atas bermanfaat karena cara perawatan umum dari masing-masing fraktur berbeda, baik pada
tahap perawatan primer hingga rekontruksi (Banks, 1990).
Fiksasi
Fiksasi maksilomandibular dilakukan dengan menggunakan elastik atau kawat untuk
menghubungkan loop (lug) arch bar atau kawat maksilar dan mandibular lain. Apabila suatu
segmen mengalami pergeseran cukup banyak, maka dianjurkan untuk melakukan imobilisasi
segmen yang pergeserannya sedikit terlebih dahulu, kemudian melakukan reduksi dan
imobilisasi segmen yang lain secara digital ataupun secara manual. Semua pasien dengan
pengawatan maksilomandibular harus dibekali dengan alat pemotong kawat yang dapat
dipergunakan setia saat (Pedersen, 1996).
Tabel 1. Ukuran Kawat Untuk Fiksasi
Ukuran gauge
22
23
24
25
26
27
28
Diameter
(inch)
0,028
0,024
0,022
0,020
0,018
0,016
0,014
(mm)
0,70
0,60
0,55
0,50
0,45
0,40
0,35
Setelah eyelet terpasang dengan erat, kawat penghubung harus dilewatkan melalui eyelet hingga
menghubungkan eyelet atas dan bawah, tetapi kawat penghubung belum dipilin pada tahap ini.
Gigi-gigi yang perlu diekstraksi dapat diekstraksi pada saat itu juga dan sebelum fiksasi
intermaksilaris selesai dipasang, pak pada kerongkongan dapat dilepas, kemudian fraktur
direduksi dan fiksasi kawat dikencangkan. Penting bahwa oklusi normal pasien diketahui oleh
operator, karena banyak pasien yang memiliki keabnormalan oklusi dan berusaha untuk
mendapatkan oklusi yang baik secara teoritis, pada keadaan tersebut dapat menimbulkan susunan
fragmen tulang yang salah (Banks, 1990).
Kawat penghubung harus dikencangkan pada daerah geraham besar, mula-mula pada salah satu
sisi dan kemudian pada sisi yang lain, sehingga dapat berjalan sampai ke daerah gigi seri. Harus
diingat bahwa bila kawat dikencangkan pada salah satu sisi terlebih dahulu, akan terbentuk
crossbite dan bila kawat anterior dikencangkan sebelum kawat pada daerah geraham, dapat
terjadi gigitan gigi belakang yang terbuka. Kawat dapat dipilin dengan kuat pada gigi berakar
jamak, tetapi dokter gigi harus berhati-hati pada gigi berakar tunggal karena gigi mungkin harus
diekstraksi sebagai akibat dari tekanan pemilinan kawat penghubung yang terlalu kuat.
Sebaiknya, kawat dipilin longgar terlebih dahulu dan pemilinan akhir yang kencang dilakukan
setelah oklusi diperikasi. Dokter gigi harus berhati-hati untuk memastikan bahwa lidah tidak
terjebak di antara cusp gigi-gigi. Setelah wiring eyelet interdental dilakukan, jari operator harus
digerakkan di sekitar mulut pasien untuk memastikan bahwa tidak ada ujung kawat yang
dibiarkan menonjol yang dapat melukai jaringan lunak (Banks, 1990).
A.fiksasi yang diterapkan pada gigi-gigi
1.pengawatan gigi (dental wiring) kemugkinan dapat: a.langsung dan b. Eyelet
2.berlengkung
3.splin kap
B. fiksasi langsung pada tulang
Metode fiksasi yang di terapkan pada gigi geligi
1.pengawatan gigi-geligi
Pengawatan gigi geligi digunakan bila pasien memiliki seperangkat gigi yang mempunyai bentuk
sesuai, baik sempurna maupun hampir sempurna. Banyak perbedaan pendapat mengenai jenis
kekuatan (gauge) kawat yang dipakai, tetapi kawat lunak anti karat berdiameter 0,45 mm efektif.
Kawat ini memerlukan tarikan sebelum dipakai atau sebaiknya di renggangkan kira-kira 10%.
Kalau hal ini tidak dilakukan maka kawat akan menjadi kendor sesudah dipasang beberapa hari.
Harus berhati-hati agar jangan sampai regangan berlebih karena kawat menjadi keras dikerjakan
dan mudah rusak
Pengawatan langsung yang paling sering digunakan adalah sistem eyelet, pada sistem ini kawat
dipilinkan satu sama lain untuk membentuk loop, kedua ujung kawat di lewatkan ruang
interproksimal, dengan loop tetap disebelah bukal. Salah satu ujung kawat dilewatkan di sebelah
distal dari gigi distal dan kembalinya di bawah atau melalui loop, sedangkan ujung lainnya
ditelusupkan pada celah interproksimal mesial dari gigi distal. Kedua ujung kawat dipilinkan
satu sama lain, dipotong dan dilipat pada aspek mesial gigi mesial. Akhirnya loop
dikencangkandengan cara memilinnya.
Beberapa eyelet bisa di tempatkan pada gigi posterior untuk mendapatkan tempat perlekatan
kawat atau elastik yang digunakan untuk fiksasi maksilo-mandibular. Sistem eyelet tidak rumit
dan mudah dilakukan ini ideal untuk penangan kasus dengan cepat yang membutuhkan stabilitas
sementara, atau apabila durasi anastesi harus dikurangi. Empat eyelet, dengan fiksasi
maksilomandibular yang baik sering mendapatkan hasil immobilisasi mandibular yang
memuaskan untuk merawat fraktur subkondilar unilateral dengan pergeseran hanya sedikit.
(pedersen, 1996)
splinting
Splin periodontal dibedakan dalam beberapa macam tergantung dari waktu dan bentuk
pemakaiannya. Berdasarkan wakatu pemakaian, splin periodontal dapat bersifat temporer
(sementra), semi permanen dan permanen (tetapa). Bentuk splin dapat berupa splin cekat dan
lepasan, dalapat diletakkan ekstraoral maupun intrakoronal (Soeroso, 1996). Perawatan
menggunakan metode splinting dapat diaplikasikan dengan pemakaian bonded eksternal,
intrakoronal, atau secara tidak langsung dengan menggunakan restorasi logam yang
menghubungkan gigi secara bersama-sama untuk mencapai kestabilan gigi (Newman et al.,
2002).
Splin Periodontal Permanen
Pemakaian splin permanen merupakan bagaian dari fase restorasi atau fase rekonstruksi dari
perawatan periodontal. Splin permanen sangat terbatas penggunaannya. Hanya digunakan bila
benar-benar dipergunakan untuk menambah stabilitas tekanan oklusal dan menggantikan gigigigi yang hilang. Selain menstabilkan gigi yang goyang, splin ini juga harus mendistribusikan
kekuatan oklusi, mengurangi serta mencegah trauma oklusi, membantu penyembuhan jaringan
periodontal dan memperbaiki estetika (Soeroso, 1996).
Penggunan splin permanen pada umumnya dikaitkan dengan protesa periodontal. Splin ini hanya
dapat dibuat beberapa bulan setelah terapi periodontal dan kesembuhannya sudah sempurna serta
harus memperhatikan intonasi pasien. Tujuan utamanya adalah memperoleh fungsi kunyah yang
lebih efektif, dalam hal ini tidak harus mengganti seluruh gigi geligi (Prayitno, 1997).
Splin permanen dapat berupa splin lepasan eksternal atau splin cekat internal. Splin permanen
lepasan eksternal ini desainnya merupakan bagian dari gigi tiruan kerangka logam. Splin lepasan
tidak boleh digunakan pada gigi-gigi goyang yang mempunyai tendensi untuk bermigrasi,
apalagi splin tersebut hanya digunakan pada malam hari. Pemakaian splin permanen lepasan
pada keadaan tidak bergigi dapat dikombinasikan dengan gigi tiruan (Soerosso, 1996).
Splin permenen cekat internal merupakan splin yang paling efektif dan tahan lama. Splin ini
merupakan penggambungan dari restorasi yang membentuk satu kesatuan rigid dan direkatkan
dengan penyemanan, jumlah gigi yang diperlukan untuk menstabilkan gigi goyang tergantung
pada derajat kegoyangan dan arah kegoyangan. Jumlah gigi tidak goyang yang diikutsertkana
dalam splinting, tergantung pada masing-masing konsisi penderita. Bila terdapat kegoyangan
lebih dari satu gigig dapat digunakan beberapa gigi untuk stabilisasi (Soeroso, 1996).
Splin Periodontal Semi Permanen
Indikasi splin semi permanen adalah untuk kegoyangan gigi yang sanngat berat yang
mengganggu pengunyahan dan dipergunakan sebelum dan selama terapi periodontal. Kadangkadang alat retensi ortodonsi juga dapat dianggap sebagai splin semi permanen. Untuk gigi-gigi
anterior, bahan yang sering digunakan pada splin semi permanen cekat adalah kompist resisn
(light cure). Pada gigi gigi posterior, splin semi permanen ditujukan untuk gigi-gigi goyang
berat yang harus menerima beban kunyah. Splin ini digunakan sebelum, selama dan sesudah
terapi periodontal karena prognosisnya belum pasti (Prayitno, 1997).
Splin Periodontal Sementara
Peran splin sementara adalah untuk mengurangi trauma pada waktu perawatan. Splin periodontal
digunakan untuk: (1) menentukan seberapa besar peningkatan kegoyangan gigi terhadap respon
perawatan, (2) menstabilisasi gigi selama skaling dan root planning, oklusal adjustment, dan
bedah periodontal, (3) menjadi penyangga pada kasus pergerakan gigi minor, (4) memberikan
stabilisasi pada jangka waktu lama untuk yang hilang di saat kegoyangan gigi meningkat atau
goyang pada saat melakukan pengunyahan dan (5) digunakan pada gigi yang goyang karena
trauma (Schwartz et al., 1995).
Adanya faktor estetik, serat kawat (wire ligature) sebagai splin sementara cekat sudah jarang
digunakan. Sebagai gantinya bahan komposit dengan etching. Akrilik bening juga dapat
digunakan untuk splinting sementara lepasan (Prayitno, 1997).
Penggunaan splin periodontal sementara juga dapat digunakan pada kondisi-kondisi tertentu
pada kasus splin permanen tidak bisa digunakan karena status ekonomi dan status kesehatan
pasien yang buruk, kasus gigi dengan prognosis yang meragukan dan prosedur splin cekat yang
rumit tidak bisa dilakukan, serta karena alasan waktu yang tidak cukup untuk pemasangan splin
permanen (Schwartz et al., 1995)
4 . Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan antibiotic dan analgetik
dalam BM
Penisilin
1)
Benzil Penisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2)
Fenoksimetilpenisilin
Indikasi : tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik, prpopiliaksisinfeksi pneumokokus.
b.
1)
Kloksasilin
Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2)
Flukoksasilin
Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
c.
1)
Ampisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2)
Amoksisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive,
gonore.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia,
trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
d.
1)
Tikarsilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
2)
Piperasilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
3)
Sulbenisilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
2.
Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat
sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi terutama
melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.
Sefalosforin terbagi atas :
a.
Sefadroksil
Indikasi : infeksi baktri gram (+) dan (-)
Interaksi : sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+) dan (-) tetapi spectrum anti mikroba
masing-masng derrivat bervariasi.
efek samping : diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan dosis tinggi) mual
dan mumtah rasa tidak enak pada saluran cerna sakit kepala, Dll
Kontra indikasi : hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria
b.
Sefrozil
Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media.
c.
Sefotakzim
Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus, meningitis.
d.
Sefuroksim
Indikasi : profilaksis tindakan bedah,lebih aktif terhadap H. influenzae dan N gonorrhoeae.
e.
Sefamandol
Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.
f.
Sefpodoksim
Indikasi: infeksi saluran napas tetapi. Penggunaan ada faringitis dan tonsillitis, hanya yang
kambuhan, infeksi kronis atau resisten terhadap antbiotika lain.
3.
Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin lama
semakin berkurang karena masalah resistansi.
Tetrasiklin terbagi atas :
a.
Tetrasiklin.
Indikasi: eksaserbasi bronkitri kronis, bruselosis (lihat juga keterangan diatas) klamidia,
mikoplasma, dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulganis.
Peringatan: gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara i.v), gangguan fungsi ginjal (lihat
Lampiran 3), kadang-kadang menimbulkan fotosintesis.
Efek samping: mual, muntah, diare, eritema.
b.
Demeklosiklin Hidroklorida
Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiuretik
Perhatinak : kontaindikasi; efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah
dilaporkan terjadinya diabeters indipidus nefrogenik.
c.
Doksisiklin
Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis , pretatitis kronis,
penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)
d.
Oksitetrasiklin
Indikasi ; peringatan; kontaindikasi; efek samping; lihat tetrasilin; hindari pada porfiria.
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam
Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K)
Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 250 mg (K).
4.
Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan gram negative.
Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif terhadap pseudomonas aeruginosa.
Streptomisin aktif teradap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya sekarang hamper
terbatas untuk tuberkalosa.
a.
Amikasin
Indikasi : infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin.
b.
Gentamisin
Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya. Infeksi bilier,
pielonefritis dan prostates akut, endokarditis karena Str viridans. Atau str farcalis (bersama
penisilin, pneumonia nosokomial, terapi tambahan pad meningitis karena listeria.
Peringatan : gangguan funsi ginjal, bayi dan usia lanjut ( (sesuaikan dosso, awasi fungsi ginjal,
pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan jangka panjang.
Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis.
Efek samping : gangguna vestibuler dan pendengaran, netrotoksista, hipomagnesemia pada
pemberian jangka panjang colitis karena antibiotic.
Dosis : injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infuse, 2-5 mg/ kg/ hari ( dalam dosis
terbagai tiap 8 jam) lihat juga keterangan diatas sesuaikan dosis terbagi tiap 8 jam ) lihat juga
keterangan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma.
c.
Neomisin Sulfat
Indikasi: Sterilisasi usus sebelum operasi
d.
Netilmisin
Indikasi: infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap gentainisin.
5.
Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun bersifat toksik. Obat ini
seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat haemophilus influenzae, deman tifoid,
meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini
tidak cocok untuk penggunaan sistemik.
Kontraindikasi: wanita hamil, penyusui dan pasien porfiria
Efeks samping : kelainan darah yang reversible dan irevesibel seperti anemia anemia aplastik
( dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optic, eritem multiforme, mual,
muntah, diare, stomatitis, glositits, hemoglobinuria nocturnal.
Golongan Analgetik
A. ANALGETIK
Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Analgesik Opioid/analgesik narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin.
Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada
fractura dan kanker.
Macam-macam obat Analgesik Opioid:
a. Metadon.
Mekanisme kerja : Kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.
Indikasi : Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit.
Efek samping obat-pbat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati
dan ginjal, kerusakan kulit.
Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik:
a. Ibupropen
Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini
bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama
dengan aspirin.
Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.
b. Paracetamol/acetaminophen
Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik
dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol
sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik.
Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam
sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya
tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
c. Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein
plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap
saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
2. Anestesi lokal
Mekanisme kerja anestesi lokal:
1. AL mencegah timbulnya konduksi impuls saraf
2. Meningkatkan ambang membran, eksibilitas berkurang, dan kelancaran hantaran
terhambat
3. AL juga mengurangi permeabilitas membran bagi ion Na dan K dalam kedaan istirahat
4. Meningkatkan tegangan permukaan selaput lipid molekuler
Macam-macam anestesi lokal:
1. Topikal anestesi
2. Infiltrasi anestesi
- Soft tissue
a. Submukus infiltrasi anestesi
b. Deep infiltrasi anestesi
- Bony Tissue
3. Blok anestesi
-
Infraorbital anestesi
Tuber anestesi
N. Naso palatinus anestesi
N. Palatinus anestesi
b. Field block anestesi
Indikasi anestesi lokal:
1. Penderita dalam keadaan sadar serta kooporatif
2. Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakkan
Kontraindikasi anestesi lokal:
1. Operator merasa kesulitan bekerja sama dengan penderita
2. Terdapat suatu infeksi atau peradangan
3. Usia penderita terlalu tua atau di bawah umur
4. Alergi terhadap semua anestesi
5. Anomali rahang
6. Letak jaringan anestesi terlalu dalam
Potensi analgesik dari agen anestesi yang digunakanKefektifan anestesi lokal tergantung
pada :
Potensi analgesik dari agen anestesi yang digunakanKefektifan anestesi lokal tergantung
pada :
Kelarutan agen anestesi lokal dalam : air ( misalnya : cairan ekstraseluler ) dan lipoid
( misalnya : selubung mielin lipoid )
Persistensi agen pada daerah suntikan tergantung baik pada konsentrasi agen anestesi
lokal maupun keefektifan vasokonstriktor yang ditambahkan.
Ketetapan terdepositnya larutan dan dekat saraf yang akan dibuat baal
Anestesi infiltrasi
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terinfiltrasi di
sepanjangg jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi dari daerah
terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Teknik infiltrasi terbagi:
1.
2.
3.
4.
5.
Suntikan submukosa
Suntikan supraperiosteal
Suntikan intraoseus
Suntikan intrassepta
Suntikan intraligamen atau ligamen periodontal
Neonatal tooth : gigi erupsi setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi:
Mobiliti
1.
Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya akut infektions
stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan.
2.
Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya perdarahan
dan infeksi setelah pencabutan.
3. Pada penderita penyakit jantung.Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease
yang akut.kronis, penyakit ginjal/kidney disease
4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah dan dapat
menyebabkan infeksi sekunder.
5.
Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan
metastase.
6.
7.
2.
Cartridge
Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah dan
kontaminasi dari larutan. Sebagaian besar cartridge mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml larutan
anestesi lokal. Cartridge dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada syringe standart
namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah cukup untuk prosedur perawatan gigi
rutin.
3.
Jarum
Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan dilakukan. Jarum
suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai standar American Dental
Association = ADA) ; panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan superpendek (10 mm).
Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi biasanya mempunyai panjang
2 atau 2,5 cm. Jarum yang digunakan harus dapat melakukan penetrasi dengan kedalaman yang
diperlukan sebelum seluruh jarum dimasukan ke dalam jaringan. Tindakan pengamanan ini akan
membuat jarum tidak masuk ke jaringan, sehingga bila terjadi fraktur pada hub, potongan jarum
dapat ditarik keluar dengan tang atau sonde.
Petunjuk:
1.
Dalam pelaksanaan anastesi lokal pada gigi, dokter gigi harus menggunakan syringe
sesuai standar ADA.
2.
Jarum pendek dapat digunakan untuk beberapa injeksi pada jaringan lunak yang tipis,
jarum panjang digunakan untuk injeksi yang lebih dalam.
3.
Jarum cenderung tidak dipenetrasikan lebih dalam untuk mencegah patahnya jarum.
4.
Jarum yang digunakan harus tajam dan lurus dengan bevel yang relatif pendek,
dipasangkan pada syringe. Gunakan jarum sekali pakai (disposable) untuk menjamin ketajaman
dan sterilisasinya. Penggunaan jarum berulang dapat sebagai transfer penyakit.
Bahan bahan anestesi
1. Lidocain
Sejak diperkenalkan pada tahun 1949 derivat amida dari xylidide ini sudah menjadi agen
anestesi lokal yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi bahkan menggantikan
prokain sebagai prototipe anestesi lokal yang umumnya digunakan sebagai pedoman bagi semua
agen anestesi lainnya. Lidokain dapat menimbulkan anestesi lebih cepat dari pada procain dan
dapat tersebar dengan cepat diseluruh jaringan, menghasilkan anestesi yang lebih dalam dengan
durasi yang cukup lama. Obat ini biasanya digunakan dalam kombinasi dengan adrenalin
(1:80.000 atau 1: 100.000). Pengunaan lidocain kontraindikasi pada penderita penyakit hati yang
parah.
2.
Mepivacain
Derivat amida dari xilidide ini cukup populer yang diperkenalkan untuk tujuan klinis pada akhir
tahun 1990an. Kecepatan timbulnya efek,durasi aksi, potensi dan toksisitasnya mirip dengan
lidocain. Mepivacain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap anestesi lokal tipe ester. Agen ini
dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan anestesi infiltrasi / regional. Bila
mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkatan tertentu , akan terjadi eksitasi sistem saraf
sentral bukan depresi, dan eksitasi ini dapat berakhir berupa konvulsi dan depresi respirasi.
3.
Prilocain
Merupakan derivat toluidin dengan tipe amida pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan
farmakologi yang mirip dengan lidocain dan mepivacaine. Prolocain biasanya menimbulkan aksi
yang lebih cepat daripada lidocain namun anestesi yang ditimbulkan tidak terlalu dalam.
Prolocain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibandingkan dengan lidocain dan
bisanya termetabolisme lebih cepat. Obat ini kurang toksis dibanding dengan lidocaine tapi dosis
total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400mg.
4.
Vasokonstriktor
Penambahan sejumlah kecil agen vasokonstriktor pada larutan anestesi lokal dapat memberi
keuntungan berikut ini:
1.
2.
Membatasi agen anestesi hanya pada daerah yang terlokalisir sehingga dapat
meningkatkan kedalaman dan durasi anastesi.
3.
Menimbulkan daerah kerja yang kering (bebas bercak darah) untuk prosedur operasi.
Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah:
1.
Adrenalin (epinephrine), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan sekresi medula
adrenalin alami.
2.
Felypressin (octapressin), suatu polipeptida sintetik yang mirip dengan sekresi glandula
pituutari posterior manusia. Mempunyai sifat vasokonstriktor yang dapat diperkuat dengan
penambahan prilokain.
Daerah bukal/labial/RA/RB
Masuknya jarum ke dalam mukosa 2 3 mm, ujung jarum berada pada apeks dari gigi
yang dicabut. Sebelum mendeponir anastetikum, lakukan aspirasi untuk melihat apakah
pembuluh darah tertusuk. Bila sewaktu dilakukan aspirasi dan terlihat darah masuk ke dalam
karpul, tarik karpul. Buang darah yang berada di karpul dan lakukan penyuntikan pada lokasi
lain yang berdekatan. Masukkan obat dengan perlahan dan tidak boleh mendadak sebanyak
0,60 ml (1/3 karpul).
2.
Daerah palatal/lingual.
Masukkan jarum sampai menyentuh tulang. Masukkan obat perlahan dan tidak boleh
mendadak sebanyak 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut putih/pucat.
3.
Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanyak 0,2 0,3 cc.
Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat.
4.
Anastesi Intraligamen
Suntikan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligamen. Suntikan ini menjadi populer
belakangan ini setelah adanya syringe khusus untuk tujuan tersebut. Suntikan intraligamen dapat
dilakukan dengan jarum dan syringe konvensional tetapi lebih baik dengan syringe khusus
karena lebih mudah memberikan tekanan yang diperlukan untuk menyuntikan ke dalam
periodontal ligamen.
Teknik Anastesi Infiltrasi
Hilangkan semua kalkulus dari tempat penyuntikan, bersihkan sulkus gingiva dengan
rubber cup dan pasta profilaksis dan berikan desinfektan dengan menggunakan cotton pellet
kecil.
Masukkan jarum ke dalam sulkus gingiva pada bagian mesial distal gigi dengan bevel
jarum menjauhi gigi.
Tekan beberapa tetes larutan ke dalam sulkus gingiva untuk anastesi jaringan di depan
jarum Injeksi intra ligamen pada anak.
Gerakkan jarum ke apikal sampai tersendat diantara gigi dan crest alveolar biasanya kirakira 2 mm.
Tekan perlahan-lahan. Jika jarum ditempatkan dengan benar harus ada hambatan pada
penyuntikan dan jaringan di sekitar jarum memutih. Jika tahanan tidak dirasakan, jarum mungkin
tidak benar posisinya dan larutan yang disuntikkan akan mengalir ke dalam mulut.
Dapat pula diberikan penyuntikan di bagian mesial dan distal akar tetapi dianjurkan
bahwa tidak lebih dari 0,4 ml larutan disuntikan ke tiap akar.
Cartridge harus dibuang dan tidak boleh digunakan untuk pasien yang lain, walaupun
sedikit sekali larutan yang digunakan.
6 . Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan suturing
Flap
Flap dibuat untuk mendapatkan jalan masuk ke struktur tulang atau gigi (Pedersen, 1996).
Tipe flap menurut Fragiskos (2007) antara lain :
a. Trapezoid
-Dibentuk dengan membuat insisi horizontal sepanjang gingival dan dua insisi melintang
pada mukosa bukal
-Dasar flap yang lebih lebar sangat dibutuhkan untuk suplai darah yang baik dan adekuat