You are on page 1of 11

Referat

TUGAS
SALBUTAMOL

Oleh:
Meyliana Primavita Asharie
0910015047

Pembimbing:
dr. Sjarif Ismail, M.Kes

Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................3
BAB II. ISI................................................................................................................4
2.1. Penggolongan Obat dan Nama Lainnya....................................................4
2.2. Indikasi.......................................................................................................4
2.3. Farmakodinamik........................................................................................4
2.4. Farmakokonetik.........................................................................................5
2.5. Frekuensi Pemberian..................................................................................6
2.6. Dosis..........................................................................................................6
2.7. Interaksi Obat.............................................................................................7
2.8. Kontraindikasi............................................................................................8
2.9. Toksisitas....................................................................................................9
BAB III. PENUTUP.................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................12

BAB I
PENDAHULUAN
Salbutamol adalah golongan 2 adrenergik stimulant tinggi, kerja cepat,
digunakan sebagai bronkodilator untuk terapi asma bronchial dan penyakit saluran
napas obstruktif lainya. Salbutamol diabsorbsi dengan cepat melalui oral,
metabolisme di usus,bioavaibilitas melalui oral mencapai 50%. Setelah diinhalasi,
salbutamol akan di absorbsi secara bertahap di bronkus. Durasi kerja salbutamol
adalah 4-6 jam.

BAB II
ISI
2.1.

Penggolongan Obat dan Nama Lainnya

2.2.

Golongan (Gan & Setiawati, 2008) : Selektif 2 Agonis Adrenoseptor


Nama Lain (Katzung, 1997)
: Albuterol
Nama Dagang (MIMS, 2012) : - Astharol
- Lasal
- Azmacon
- Pritasma
- Brondisal
- Salbuven
- Fartolin
- Suprasma
- Grafalin
- Ventolin
- Hivent
Indikasi
Indikasi pemberian terapi dibagi menjadi dua, yaitu (Glaxo Smith Kline,

2011) :
a. Bronkospasme dengan Penyakit Saluran Napas Obsturktif Reversible
Salbutamol diindikasikan untuk pencegahan dan terapi bronkospasme dengan
penyakit saluran napas obstruktif yang reversible, contohnya :
a) Asma Bronkial
b) Bronkitis Kronik
c) Emfisema
b. Bronkospasme yang Diinduksi Latihan
Salbutamol digunakan untuk pencegahan pada bronkospasme yang diinduksi
oleh latihan.
2.3.

Farmakodinamik
Salbutamol menstimulasi 2 adrenergik reseptor yang merupakan reseptor

dominan di otot polos bronkial (2 reseptor terdapat di jantung manusia dengan


konsentrasi antara 10% hingga 50%, dan terdapat di bagian tubuh lainnya). Stimulasi
dari 2 reseptor mengakibatkan aktivasi dari enzim adenil siklase menjad bentuk AMP
siklik (adenosine-mono-phosphate) dari ATP (adenosine-tri-phosphate). Peningkatan
dari konsentrasi AMP siklik akan merelaksasikan otot polos di bronkial dan

menurunkan resistensi saluran napas melalui penurunan konsentrasi ion kalsium


intrasel. Salbutamol bekerja merelaksasikan otot polos saluran napas, dari trakea
hingga bronkus terminal. Efek lain dari peningkatan konsentrasi cyclic AMP adalah
menghambat pelepasan mediator bronkokonstriktor seperti histamine dan leukotrein
dari sel mast di saluran napas. Salbutamol memiliki efek yang lebih banyak di saluran
pernapasan, pada relaksasi otot polos khususnya, dosis yang direkomendasikan juga
memiliki efek terhadap sistem kardiovaskular (Dipiro, Talbert, & Yee, 2001; Gilman,
Hardman, & Limbird, 2001).
2.4.

Farmakokinetik
Farmakokinetik dibagi menjadi empat proses, yaitu absorbsi, distribusi,

metabolisme, dan ekskresi (Genepharm, 2009; Glaxo Smith Kline, 2011) :

Absorbsi
Salbutamol inhalasi memiliki onset kerja 5-15 menit. Hanya 10-20% dosis

yang dapat mencapai paru, sisanya bertahan di mulut, abdomen, atau di apparatus.
Salbutamol yang mencapai paru bekerja cepat dan langsung di otot polos bronkial.
Awalnya salbutamol tidak terdeteksi di darah, tapi sekitar 2 atau 3 jam, konsentrasi
rendah salbutamol akan terdeteksi, karena kemungkinan ada porsi dosis yang tertelan
dan diabsorbsi oleh usus.

Distribusi
Salbutamol tidak berikatan dengan protein plasma.

Half Life
Dengan pemberian oral, waktu paruh antara 2,7 hingga 5 jam setelah

pemberian dan waktu paruh inhalasi sekitar 3,8 jam setelah dihirup.

Metabolisme
Salbutamol dimetabolisme di hepar, sebagian besar dikonjugasi menjadi

bentuk inaktif salbutamol-4-sulfat. Salbutamol tidak dimetabolisme di paru dan pola

metabolisme dan ekskresi (serta penyerapan) menunjukkan bahwa sebagian besar


aerosol ditelan.

Ekskresi
Pada salbutamol inhalasi, 77 hingga 97% dosis ditemukan dalam urin setelah

48 jam, 45 sampai 60% sebagai ester 4'-o-sulfat dan sisanya sebagai tetap sebagai
salbutamol. Hanya sebagian kecil yang diekskresikan dalam tinja.
2.5.

Frekuensi Pemberian
Baik untuk sediaan oral maupun inhalasi, Salbutamol diberikan 3-4x sehari

(Pfizer, 2007).
2.6.

Dosis
Dosis dibagi berdasarkan indikasi penggunaan Salbutamol yang sudah

disebutkan sebelumnya, yaitu (Glaxo Smith Kline, 2011; Genepharm, 2009):


Bronkospasme dengan Penyakit Saluran Napas Obsturktif Reversible
1. Oral
a. Dewasa
Dosis Normal

: 4 mg, 3-4 kali sehari

Dosis Maksimal

: 8 mg dalam dosis tunggal.

Lansia dan penderita yang peka diberikan dosis awal 2 mg.


b. Anak-anak
Usia < 2 Tahun
Usia 2-6 Tahun
Usia 6-12 Tahun

: 100 mcg/kg, 4 kali sehari


: 1-2 mg, 3-4 kali sehari
: 2 mg, 3-4 kali sehari

2. Injeksi
a. IV bolus pelan 200 mcg diulang bila perlu.
b. IV infuse, dosis awal 5 mcg/menit, disesuaikan dengan respon dan
nadi, biasanya dalam interval 3-20 mcg/menit, atau lebih bila perlu.
c. Anak-anak 1-12 bulan : 0,1-1mmcg/kgBB/menit
3. Inhalasi
Gejala Akut
Dewasa

1-2 semprot

Treatment
Berselang dan
Jangka Panjang
1-2 semprot

Pencegahan untuk
Asma yang
Diinduksi Latihan
2 semprot

Dosis
Maksimum
Harian
8 semprot

(100-200 mcg)
Anak-anak
(> 4 tahun)

2.7.

1 semprot
(100 mcg)
Dapat
ditingkatkan
hingga 2
semprot (200
mcg) jika
diperlukan

(100-200 mcg)
4 x sehari
1 semprot
(100 mcg)
4 x sehari

(200 mcg)
sebelum latihan
1 semprot
(100 mcg)
sebelum latihan.
Dapat ditingkatkan
hingga 2 semprot
(200 mcg) jika
diperlukan

(800 mcg)
4 semprot
(400 mcg)

4. Serbuk Inhalasi
a. Dewasa : 200-400 mcg
Untuk gejala yang menetap dapat diberilan sampai 4 kali sehari.
b. Anak-anak : 200 mcg
5. Inhalasi Solution (digunakan dengan Nebulizer)
a. Dewasa : 2,5 mg di nebulizer, 3-4 kali sehari sesuai kebutuhan.
b. Anak-anak : 0,63-1,25mg di nebulizer, 3-5 kali sesuai kebutuhan.
Profilaksis pada Bronkospasme yang Diinduksi Latihan
a. Dewasa
: 200 mcg (2 semprot) 15-30 menit sebelum latihan.
b. Anak-anak
: 100 mcg (1 semprot), dapat ditingkatkan sampai 200
mcg (2 semprot) jika perlu.
c. Serbuk Inhalasi: Dewasa 400mcg; Anak-anak 200 mcg.
Interaksi Obat
Interaksi obat ditulis berdasarkan Monograph Ventolin, yaitu (Glaxo Smith

Kline, 2011):

Monoamine Oxidase Inhibitor/Tricyclic Antidepressants


Memperkuat efek salbutamol di sistem kardiovaskular, sehingga salbutamol
harus diberikan dengan ekstra hati-hati pada pasien yang juga mengunakan

MOI atau tricyclic antidepressants.


Bronchodilator Simpatomimetik Inhalasi lainnya / Epinefrin
Dapat merusak efek kardivaskular sehingga tidak boleh digunakan secara
bersamaan. Jika obat adrenergik tidak dikonsumsi lewat inhalasi, penggunaan

perlu perhatian khusus.


Blocker
Berperan sebagai antagonis dari kerja salbutamol, sehingga Blocker,
terutama yang tidak selektif seperti propanolol sebaiknya tidak diresepkan
bersamaan dengan salbutamol.

Diuretik
Menyebabkan perubahan EKG dan/atau hipokalemia walaupun efek klinis ini
belum diketahui secara signifikan, hal ini terjadi karena diuretic tidak hemat
kalium (seperti loop diuretic atau tiazid) dapat diperburuk oleh agonis,

khususnya ketika dosis agonis terlampaui.


Digoxin
Menyebabkan penurunan level serum digoxin, walaupun penemuan klinis
pada pasien dengan penyakit saluran napas obstruktif yang mendapat
salbutamol dan digoxin secara kronis tidak jelas.

2.8.

Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian Salbutamol adalah (Genepharm, 2009; Glaxo Smith

Kline, 2011):
Pasien dengan riwayat reaksi hipersensitif (urtikaria, angioedema, rash)

terhadap salbutamol atau komponen lainnya.


Pasien dengan tachyaritmia cardiac.
Pasien dengan hipertensi selama kehamilan.
Pasien infeksi uterus
Pasien keguguran
Penyakit jantung

2.9.

Toksisitas pada manusia, hewan, tertaogenik, mutagenic, adverse

reaction.
a. Toksisitas pada Manusia
Jika diberikan dengan dosis berlebih akan menyebabkan takikardi, aritmia,
hipokalemi, hipertensi, dan bahkan kematian mendadak (Glaxo Smith Kline,
2011).
b. Toksisitas pada Hewan
Species
Mouse
Rat

Oral LD50
>2000 mg/kgBB
>2000 mg/kgBB

Intravenous LD50
72 mg/kgBB
60 mg/kgBB

Toksisitas akut pada uji binatang didapatkan ppeningkatan frekuensi napas,


tetapi kemudian menjadi abnormal pelan dan dalam. Kematian didahului konvulsi
dan sianosis, biasanya muncul dalam 4 jam setelah pemberian obat. Kelinci, kucing,
dan anjing akan selamat dengan dosis tunggal salbutamil 50 mg/kgBB (Glaxo Smith
Kline, 2011).
c. Teratogenik
Berdasarkan FDA, salbutamol dikategorikan ke dalam obat golongan C. Studi
binatang telah menunjukkan efek teratogenik. Salbutamol hanya direkomendasikan
untuk penggunaan selama kehamilan jika tidak ada terapi alternative lain, dan
keuntungan terapi lebih besar dari risikonya. Tetapi untuk penggunaan bronkodilator
pada terapi asma, inhalasi Salbutamol masih dapat direkomendasikan sebagai inhalasi
2 agonis yang dipilih (Pfizer, 2007).
Studi dari 12 ibu hamil yang asma dengan umur kehamilan antara 33-39
minggu, menunjukkan tidak ada efek signifikan dari salbutamol inhalasi pada
sirkulasi maternal atau janin. Dalam dua jam setelah pemberian salbutamol inhalasi
dari 0,5% solution, tidak ada efek signifikan dalam tekanan darah maternal atau
denyut jantung, rasio sistolik/diastole arteri umbilicus, kecepatan aorta janin atau
denyut jantung (Genepharm, 2009; Glaxo Smith Kline, 2011).
d. Mutagenik
Pada uji in vitro melibatkan empat mokro organism, tidak terdapat aktivitas
mutagenik (Gilman, Hardman, & Limbird, 2001).
e. Adverse Reaction
Sesuai dengan terapi inhalasi bronkodilator lainnya, potensial bronkospasme
paradox harus diingat. Jika ini terjadi, terapi harus dihentikan segera dan diberikan
terapi alternative lainnya (Glaxo Smith Kline, 2011).
Hipokalemi serius dapat terjadi karena terapi 2-agonis primer dari parenteral
dan nebulizer. Vasodilator perifer dan kompensasi peningkatan kecil dari nadi,
mungkin terdapat pada beberapa pasien. Cardia aritmia (termasuk fibrilasi atrial,
takikardi supraventrikular, ektrasistol) telah dilaporkan pada pasien suspect
(Genepharm, 2009).

Reaksi merugikan lainnya yang berhubungan dengan salbutamol adalah


gugup dan tremor. Pada beberapa pasien, salbutamol inhalasi dapat menyebabkan
tremor otot rangka, terutama di tangan. Efek ini sering terjadi pada semua golongan
2-adrenergik stimulant. Adaptasi terjadi pada beberapa hari pertama pemberian dosis,
dan tremor biasanya hilang jika pengobatan diteruskan (Glaxo Smith Kline, 2011).
Sebagai tambahan, salbutamol, seperti agen simpatomimetik lainnya dapat
menyebabkan reaksi yang merugikan seperti mengantuk, kemerahan, gelisah,
iritabilitas, nyeri dada, susah berkemih, hipertensi, angina, muntah, vertigo, stimulasi
sistem saraf pusat, hiperaktif pada anak, iritasi atau pengeringan orofaring, sakit
kepala, jantung berdebar, kram otot sementara, insomnia, mual, kelemahan, dan
pusing (Glaxo Smith Kline, 2011).
Reaksi

hipersensitif

termasuk

angioedema,

urtikaria,

bronkospasme,

hipotensi, ruam, edema orofaringeal, anafilaksis dan kolaps dilaporkan sangat jarang
terjadi (Pfizer, 2007).

BAB III
PENUTUP
Salbutamol adalah bronkodilator yang selektif bekerja pada 2 adrenergik
reseptor. Sediaan Salbutamol dibagi menjadi tiga, yaitu oral, injeksi, dan inhalasi.
Menurut FDA, Salbutamol masuk dalam kategori C, tidak aman untuk ibu hamil.
Penggunaan Salbutamol dengan dosis berlebih akan menimbulkan takikardi hingga
kematian mendadak.

10

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J., Talbert, R., & Yee, G. (2001). Pharmacotherapy A Pathophysiologic


Approach. New York: McGraw Hill.
Gan, S., & Setiawati, A. (2008). Obat Adrenergik. In Farmakologi dan Terapi Edisi 5
(pp. 63-84). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Genepharm. (2009). Product Information Salbutamol GA. South Melbourne:
Genepharm.
Gilman, A., Hardman, J., & Limbird, L. (2001). Goodman & Gilmans
Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: McGraw Hill.
Glaxo Smith Kline. (2011). Product Monograp Ventolin HFA. Ontario: Glaxo Smith
Kline.
Katzung, B. G. (1997). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
MIMS. (2012). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Pfizer. (2007). Material Safety Data Sheet Salbutamol Inhalation. New York: Pfizer.

11

You might also like