You are on page 1of 25

Makalah Kelompok

Blok 30 Emergency Medicine II

Etika Profesi Kedokteran Dan Tanggung Jawab


Dokter Terhadap Rahasia Medis Pasien
A2

Billy Jeremia Tando

10.2010.011

Apriliana Widiastuti

10.2010.048

Yoseph Kandars

10.2010.064

Gresia Kristi

10.2010.075

Marcella Deviana

10.2010.100

Cathelin Stella

10.2010.219

Julian Leonard Sumampouw


Norlida Binti Mohd Jamil

10.2010.255
10.2010.369

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Kampus II: Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
1

PENDAHULUAN
Di indonesia penyakit hubungan seksual sudah banyak menjalar
dengan perkembangan penularan yang sangat cepat dan dapat menurunkan
daya tahan tubuh. Dalam penelitian lebih lanjut dijumpai bahwa makin
bertambah penyakit yang timbul akibat hubungan seksual, dari sudut
etimologi ternyata penyakit hubungan seksual berkembang sangat cepat
berkaitan

dengan

pertambahan

dan

terjadinya

migrasi

penduduk,

bertambahnya kemakmuran, serta terjadi perubahan perilaku seksual yang


makin bebas tanpa batas.
Kebanyakan penderita dengan PMS malu mendapatkan rawatan
karena takut rahasia perbuatannya akan terbongkar apakah kepada ibu
bapa, pasangan, kaum kerabat keluarga dan masyarakat. Di sini dokter
bertanggungjawab dalam memberikan rawatan kepada pasien dan menjamin
kepada pasien bahwa rahasianya akan tetap dijaga.
Tapi yang menjadi masalah adalah PMS seperti penyakit Gonore adalah
suatu penyakit yang juga bisa tertular kepada pasangan penderita jika tetap
berhubungan dengan pasangannya. Di sini, kedua pihak pasangan harus
diobati supaya juga pasien itu dapat sembuh total.
Dokter harus mengambil tindakan yang bijak supaya tetap menjaga
etika kedokterannya dan rahasia kedokteran dalam melakukan screening
pada pasangan penderita dan memberikan rawatan jika ditemukan positif
menghidap penyakit PMS pada pasangan penderita tersebut.
SKENARIO
Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan
keluarganya adalah pasien lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta
selalu mendiskusikan kesehatan keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini
pasien laki-laki ini datang sendirian dan mengaku telah melakukan hubungan
dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu ia masih tetap
2

berhubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat


kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa
ternyata ia menderita GO. Pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena
bisa terjadi pertengkaran diantaranya keduanya. Dokter tahu bahwa
mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit, tetapi oleh
karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya
juga sudah tertular.Istrinya juga harus diobati.
PRINSIP ETIKA KEDOKTERAN
Etika Kedokteran
Di dalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran,
selain

mempertimbangkan

fisiologis,psikologis,sosial

dan

keempat
spiritual,

kebutuhan
keputusan

dasar

yaitu

hendaknya

juga

mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan


mengakibatkan juga pelanggaran ke atas kebutuhan dasar di atas terutama
kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.1
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar
salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi
dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk dan benar-salah dari sisi moral
tersebut

menggunakan

pendekatan

teori

etika

yang

cukup

banyak

jumlahnya.
Beauchamp and Childress(1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke
suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral ( moral principle) dan
beberapa rules di bawahnya. Ke-4 prinsip dasar moral tersebut adalah:1
1. Prinsip otonomi: Prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,
terutama

hak

otonomi

determination).Otonomi

pasien

pasien

(the

dianggap

rights

cerminan

to
konsep

self
self

governance, liberty rights dan individual choices. Prinsip moral inilah


yang kemudian melahirkan doktrin informed consent. Tindakan medis
3

terhadap pasien harus mendapat persetujuan(otorisasi) dari pasien


tersebut,

setelah

ia

menerima

dan

memahami

informasi

yang

diperlukan.
2. Prinsip beneficence: Prinsip moral yang mengutamakan tindakan
yang ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya
dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan
yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari sisi buruknya(mudharat).
3. Prinsip non-maleficence: Prinsip moral yang melarang tindakan
yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai
primum non nocere atau above all do no harm.
4. Prinsip justice: Prinsip moral yang mementingkan fairness dan
keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya
(distributive justice).

Sedangkan

rules

benar,jujur,terbuka),

derivatnya
privacy

adalah

veracity

(menghormati

(berbicara

hak

privasi

dengan
pasien),

confidentiality (menjaga kerahsiaan pasien), dan fidelity (loyalitas dan


keeping promises).
Pada kasus ini yang diterapkan oleh dokter adalah
Beneficence

Dilakukan tindakan penanganan dengan segera terhadap penyakit yang


dialami oleh pasien agar tidak terjadi komplikasi.
Membujuk pasien untuk membujuk istrinya untuk melakukan skring tes,
untuk mengetahui apakah istrinya juga terkena.
Memberitahukan kepada instrinya apabila ia

terkena

gonore, dan

pengobatan yang harus dijalani agar pasien tersebut tidak sampai ke


tahap komplikasi.
Melarang pasien untuk melakukan hubungan seksual untuk sementara
waktu agar tidak terjadi penularan kepada isntrinya atau wanita lain yang
berhubungan seksual dengannya agar tidak terjadi penularan kepada
isntrinya atau wanita yang berhubungan seks dengannya.
4

Memberikan

pengobatan

kepada

kepada

pasien

untuk

mencegah

terjadinya komplikasi lebih lanjut.

Non-Maleficence
Kewajiban dokter untuk menganut non-maleficence berdasarkan dalam
kondisi berikut ini :
1. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko kehilangan sesuatu
yang penting
2. Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
3. Tindakan dokter terbukti efektif
4. Manfaat bagi pasien lebih besar daripada kerugian dokter

Justice
Memberikan pemeriksaan, pengobatan yang sesuai kepada pasien, dan
istrinya apabila instrinya juga terkena GO.
Otonomi
Memberikan informed concent secara jelas pada pasien dan istri pasien saat
datang untuk melakukan pemeriksaan.
Menyarankan kepada pasien untuk dapat terbuka kepada istrinya, untuk
mencegah terjadinya penularan GO yang dideritanya. Namun, pasien
memilih untuk tidak memberitahukan kepada istrinya.
Memberitahukan bahwa istri pasien harus diperiksa juga karena dicurigai
telah menderita GO juga, oleh karena itu perlu diperiksa dan dilakukan
pengobatan jika terbukti benar.

Dalam kasus ini, dokter membujuk pasien (laki-laki) agar mau


berdiskusi mengenai penyakit GO dan akibat lain yang terlah terjadi, yaitu
ditakutkan istrinya telah tertular penyakit GO juga (prinsip beneficence).
Dalam diskusi tersebut, dokter membujuk pasien agar mau terbuka dengan
istrinya namun pasien tidak bisa, ia tidak mau istrinya mengetahui atas
perbuatan perzinahannya tersebut. Jika pasien meminta dan tetap ingin
istrinya tidak tahu mengenai hal tersebut, dokter pun tidak bisa memaksa
dan akan tetap menyimpan rekam medis pasien sesuai dengan rahasia
jabatan

kedokterannya

berdasarkan

atas

permintaan

pasien

(prinsip

otonomi). 1
Akan tetapi, dokter tetap tidak bisa membiarkan istri si pasien tidak
mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang semestinya segera ia
dapatkan seperti si suaminya jika istrinya ternyata benar-benar tertular GO,
hal ini tidak adil bagi si istrinya (prinsip justice dan beneficence), oleh sebab
itu dokter mengusulkan kepada pasien agar ia mau membujuk istrinya untuk
general check up namun bilamana hasil pemeriksaan istrinya positif
menderita GO maka ada kemungkinan istrinya akan menyadari bahwa ia
mendapatkan penyakitnya dari si suami. Bila suaminya tidak mau membujuk
istrinya untuk diperiksa, maka nantinya bila suaminya sudah sembuh, ia bisa
tertular GO lagi dari istrinya yang belum mendapatkan terapi dan ini akan
semakin memperburuk keadaan (prinsip non-maleficence).
Komunikasi dan Informed Consent
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU No. 29 Tahun
2004 Pasal 45 ayat 1 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI
tahun 2008, Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.3 Tujuan Informed Consent adalah

memberikan perlindungan kepada pasien serta memberi perlindungan


hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif.
Informed consent merupakan alat paling penting dalam hubungan
dokter-pasien pada masa kini. Informed consent yang benar harus disertai
dengan komunikasi baik antara dokter dan pasien. Keterangan yang dapat
diberikan

kepada

termasuklah

pasien

sebelum

mendapatkan

menerangkan

diagnosis

penyakit,

informed

prognosis

dan

consent
pilihan

pengobatan penyakit. Perlu juga kebaikan dan keburukan masing-masing


tindakan yang bakal dilakukan.
Informed consent harus memuatkan pilihan untuk pasien menerima atau
menolak tindakan medik yang bakal dilakukan dokter selain mencantumkan
pilihan terapi lain. Pasien yang kompeten boleh memilih untuk menolak
tindakan medik walaupun tanpa tindakan ini dapat mengancam nyawa
pasien. Terdapat dua kondisi di mana informed consent dikecualikan yaitu:3
1. Pasien menyerahkan sepenuhnya keputusan tindakan medik terhadap
dirinya kepada dokter. Apabila pasien menyerahkan semua keputusan
kepada dokter yang merawatnya, dokter tetap harus menerangkan secara
lengkap tindakan yang bakal dilakukan.
2. Keadaan apabila pemberitahuan tentang kondisi penyakit pasien dapat
berdampak besar terhadap pasien secara fisik, psikologis dan emosional.
Contohnya adalah apabila pasien cenderung untuk membunuh diri
apabila mengetahui tentang penyakitnya. Namun, dokter pada awalnya
harus menganggap bahwa semua pasien dapat menerima berita tentang
penyakitnya dan memberikan informasi selengkapnya sesuai dengan hak
pasien.3

Pada kasus, dikatakan seorang seorang pasien laki-laki yang datang ke


praktek dokter mengeluh bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan
terasa nyeri. Setelah diperiksa, ternyata ia menderita gonore. Pasien tidak

ingin diketahui istrinya, walaubagaimanapun, istrinya harus diobati karena


telah tertular akibat berhubungan. Dokter harus dapat menjelaskan:

Diagnosis dan tata cara tindakan medis : pasien mengalami positif


bakteri Neisseria Gonorrhoeae setelah dilakukan pemeriksaan pewarnaan,
kuman penyebab hubungan kelamin dan harus diobati dengan pemberian
antibiotik bisa secara injeksi intramuscular atau peroral selama satu
minggu.

Tujuan pengobatan gonore ; supaya tidak timbulnya komplikasi pada


pasien dan tidak mendapat infeksi untuk kali kedua setelah berhubungan
dengan sang istri.

Alternatif tindakan lain dan risikonya.

Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi jika penyakit GO tidak


diobati, antara lain yaitu infeksi yang bisa menyebar ke sendi-sendi dan
ke jantung sehingga bisa timbulnya artritis dan endocarditis. Selain itu,
bisa juga menderita miokarditis, endocarditis, meningitis dan dermatitis.

Prognosis terhadap tindakan pengobatan GO; membaik (ad bonam) jika


pasien diobati segera karena pengobatan untuk gonore mudah jika
terdeteksi dini.
Dokter meminta persetujuan pasien untuk diobati dan menyarankan

pada sang suami untuk memberitahukan istrinya mengenai penyakit yang


dialami dengan membawa istrinya ke praktek dokter untuk diobati. Jika
sebaliknya, bisa timbul komplikasi yang dialami istrinya dan bisa tertular ke
sang suami jika melakukan hubungan.
Dokter memberi edukasi kepada sang suami agar segera memberitahu
istrinya bahwa ia juga harus diobati bertujuan keduanya sembuh total dari
penyakit GO tersebut dan mengatakan kepada sang suami agar tidak lagi

melakukan hubungan dengan wanita lain karena berbagai faktor termasuk


faktor agama, hukum, dan kesehatan.
Dokter tidak bisa menghakimi dan menekan jiwa pasien. Namun dokter
harus dapat memberikan solusi dan jalan penengah kepada pasien sehingga
pasien dapat menerima keputusan dokter.2

Hak pasien
WMA telah mengeluarkan Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient
(1991) yang menyatakan hak pasien adalah sebagai berikut:1
1. Hak memilih dokter secara bebas.
2. Hak dirawat oleh dokter yang bebas dalam membuat keputusan klinis
dan etis.
3. Hak untuk menerima atau menolak pengobatan setelah menerima
informasi yang adekuat.
4. Hak untuk dihormati kerahasiaan dirinya.
5. Hak untuk mati secara bermartabat.
6. Hak untuk menerima atau menolak dukungan spiritual atau moral.

UU Kesehatan pula menyebutkan beberapa hak pasien yaitu:1


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hak
Hak
Hak
Hak
Hak
Hak

atas informasi.
atas second opinion.
untuk memberi persetujuan atau menolak suatu tindakan medis.
untuk kerahasiaan.
untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
untuk memperoleh ganti rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan

tenaga kesehatan.

Selain itu, UU Praktik Kedokteran menyatakan hak pasien sebagai berikut: 3


1. Hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis (Pasal 45 ayat (3)). Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi
9

diagnosis, tatacara tindakan, tujuan tindakan medis yang bakal


dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang akan
2.
3.
4.
5.

dilakukan.
Hak untuk meminta pendapat dokter lain.
Hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis.
Hak untuk menolak tindakan medis.
Hak untuk mendapatkan isi rekam medis.

Rahasia Kedokteran
Rahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional
dianggap sebagai norma dasar yang melindungi hubungan dokter dengan
pasien. Sumpah Hippocrates berbunyi:1
What I may see or hear in the course of treatment or even outside of
the treatment in regard to the life of men, which on no account one
must spread abroad, I will keep to myself holding such things shameful
to be spoken about. All that may come to my knowledge in the
exercise of my profession or not in the connection with it, or in daily
commerce with men, which ought not be spoken abroad, I will not
divulge abroad and will never reveal.
Demikian pula di dalam kode etik kedokteran Internasional terdapat
pasal yang berbunyi: A doctor shall preserve absolute secrecy on all he
knows about his patients because of the confidence entrusted in him.
Peraturan pemerintah No.10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib
simpan rahasia kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk
menyimpan segala sesuatu yang diketahuinya selama melakukan pekerjaan
dibidang kedokteran sebagai rahasia. Namun PP tersebut memberikan
pengecualian sebagaimana terdapat dalam pasal 2, yaitu apabila terdapat
peraturan perundang-undangan yang sederajat(PP) atau yang lebih tinggi
(UU) yang mengaturnya lain.
10

Baik UU Kesehatan maupun UU Praktik Kedokteran juga mewajibkan


tenaga kesehatan untuk menyimpan rahasia kedokteran. Selanjutnya UU
Praktik Kedokteran memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan
secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat (2):1
a) Untuk kepentingan kesehatan pasien.
b) Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum.
c) Permintaan pasien sendiri.
d) Berdasarkan ketentuan undang-undang.

Sesuatu rahasia hanya boleh dibuka jika adanya ijin atau persetujuan
atau kuasa dari pasien itu sendiri, perintah jabatan(pasal 51 KUHP), daya
paksa (pasal 48 KUHP) dan dalam rangka membela diri (pasal 49 KUHP)
serta dalam menyampaikan penyakit wabah, karantina,pelaporan statistik
kesehatan dan pembuatan visum et repertum.1
Kepercayaan merupakan bagian penting dalam hubungan dokterpasien. Untuk dapat menerima perawatan medis, pasien harus membuka
rahasia pribadi kepada dokter mengenai informasi yang mungkin tidak ingin
diketahui orang lain. Mereka memerlukan kepercayaan

yang kuat untuk

mempercayai orang yang memberikan perawatan bahwa dokter mereka


tidak akan membocorkan informasi tersebut.
Kepercayaan merupakan standar legal dan etis dari kerahasiaan
dimana profesi kesehatan harus menjaganya.Tanpa pemahaman bahwa
pembeberan tersebut akan selalu dijaga kerahasiaannya, pasien mungkin
akan menahan informasi pribadi yang dapat mempersulit dokter dalam
usahanya memberikan intervensi efektif atau dalam mencapai tujuan
kesehatan public tertentu.
ASPEK HUKUM

11

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 29 Tahun


2004 tentang praktik kedokteran, terdapat pasal-pasal berkaitan dengan
pelaksanaan praktik seorang dokter yaitu dengan pasiennya (Pasal 39);
persetujuan kedokteran dalam menjalankan prakteknya (Pasal 45); rahasia
kedokteran (Pasal 48) dan kewajiban dokter merahasiakan hal pasien
(Pasal51); dan hak pasien dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran (Pasal 52) seperti berikut:
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara
dokter ataudokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
peyakit dan pemulihan.
Pasal 45
(1)Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter ataudokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2)Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3)Penjelasan sebagaimana dimaksud ayat

(2)

sekurang-kurangnya

mencakup:
(4)Diagnosis dan tata cara tindakan medis; tujuan tindakan medis yang
dilakukan; alternatif tindakan lain dan risikonya; risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi; dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(5)Persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
baik secara bertulis maupun lisan.
(6)Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko
tinggi harusdiberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani
oleh yang berhak memberikan persetujuan. 4
Pasal 48
(1)Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan prakrik kedokteran
wajib menyimpanrahasia kedokteran.
12

(2)Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan


pasien.

Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 52
Pasien dalam, menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
hak:
(1)Mendapatkan

penjelasan

secara

lengkap

tentang

tindakan

medis

sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3),


(2)Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
(3)Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
(4)Menolak tindakan medis; dan mendapatkan isi rekam medis.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 1966 dijelaskan


tentang kewajiban simpan rahasia Kedokteran seperti berikut:
Pasal 1
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang
diketahui olehorang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu tertentu atau
selama melakukan pekerjaannyadalam lapangan kedokteran.
Pasal 2
Pengetahuan tersebu pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang
tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat
atau lebih tinggi daripada PP inimenentukan yang lain.

13

Pasal 3
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a.Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang kesehatan b.Mahasiswa
kedokteran,

murid

yang

bertugas

dalam

lapangan

pemeriksaan,

pengobatan,dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh


menteri kesehatan.
Pasal 4
Terhadap

pelanggaran

ketentuan

mengenai

wajib

simpan

rahasia

kedokteran, yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau
pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapatmelakukan tindakan administrative
berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.
Pasal 5
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka
disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil
tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 6
Dalam pelaksanaan peraturan ini, menteri kesehatan dapat mendengar
Dewan Pendinding Susila Kedokteran dan atau badan-badan lain bilamana
perlu.

Tetapi menurut pasal 48 KUHP:


Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak
dipidana.Yaitu sini, apabila seorang dokter itu terpaksa membuka rahsua
dokter karena dipaksa denganugutan dan atau diancam nyawa, dokter itu
tidak akan dipidana.

14

MA 117/K/Kr/1968 2 Juli 1969


Dalam noodtoestand harus dilihat adanya:
1.Pertentangan antara dua kepentingan hukum
2.Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum
3.Pertentangan antara dua kewajiban hukum
Pasal 49 KUHP:
(1)Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa
untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau
harta bnda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau
ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan
hukum.
(2)Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan
keguncangan jiwayang hebat karena serangan atau ancaman serangan
itu, tidak dipidana.

Pasal 50 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang tidak dipidana.
PROSEDUR MEDIKOLEGAL
I. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
Pasal 2. Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/1989
(1)Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
(2)Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.

15

(3)Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien


mendapat informasi adekuat tentang perlunya tindakan medik yang
bersangkutan serta resiko yang ditimbulkannya.
(4)Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat
pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.
Pasal 5. Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/1989
(1)Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari
tindakan medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.
(2)Informasi diberikan secara lisan.
(3)Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter
menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
(4)Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan
pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat
pasien.
Pasal 8. Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/1989
(1)Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan
sadar dan sehat mental.
(2)Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah
berumur 21 tahun atau telah menikah.
Pasal 9. Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/1989
(1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cure tele)
persetujuan diberikan oleh wali/curator.
(2) Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan
diberikan oleh orang tua/ wali/ curator.
Pasal 10. Permenkes No.585/MenKes/Per/IX/1989
Bagi pasien di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua/ wali
dan orang tua/ wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga
terdekat atau induk semang (guardian).
16

II. RAHASIA JABATAN DAN PEMBUATAN SKA/ V et R


Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafaz sumpah
dokter
Saya bersumpah/ berjanji bahwa:
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perkemanusiaan
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan
bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur
jabatan kedokteran.
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.dst.
Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan
rahasia Kedokteran.
Pasal 1 PP No 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang
diketahui oleh orang-orang

tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama

melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.


Pasal 2 PP No 10/1966
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang
tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat
atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan lain.
Pasal 3 PP No 10/1966
17

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:


a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan
pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang
ditetapkan oleh menteri kesehatan.

Rahasia Kedokteran
Salah satu di antara beberapa kewajiban dokter adalah menyimpan
rahasia kedokteran. Yang dimaksudkan dengan rahasia kedokteran menurut
ketentuan Pasal 1 PP Nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia
kedokteran adalah segala sesuatau yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya
dalam lapangan kedokteran. Di dalam penjelasan pasal 1 tentang kata-kata
segala sesuatu yang diketahui maksudnya adalah segala fakta yang
didapat dalam pemeriksaan pasien, interpretasinya untuk menegakkan
diagnosa dan melakukan pengobatan dari anamnesa, pemeriksaan jasmani,
pemeriksaan dengan alat kedokteran dan sebagainya.4
Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran tersebut adalah merupakan
rahasia jabatan yang harus dipegang teguh oleh dokter dan merupakan
syarat yang senantiasa harus dipenuhi untuk menciptakan suasana saling
mempercayai dan mutlak dibutuhkan dalam hubungan dokter dengan
pasien.Rahasia jabatan dokter dimaksudkan untuk melindungi rahasia
penyakit pasien sehingga tetap terpelihara kepercayaan pasien terhadap
dokternya.Rahasia kedokteran dijelaskan dalam pasal 322 KUHP.
Pasal 322 KUHP

18

(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya


karena jabatannya atau mata pencahariannya, baik yang sekarang maupun
yang dahulu, akan diancam hukuman pidana penjara paling lama 9 bulan
atau denda paling banyak enam ratus rupiah.
(2) Jika kejahatan itu dilakukan seseorang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Berdasarkan ayat (2) tersebut seorang dokter yang membuka rahasia pasien
tidak dengan sendirinya akan dituntut di pengadilan. Dokter akan dituntut
setelah ada pengaduan yang diajukan oleh pasien.
Oleh itu, berdasarkan Pasal 322 KUHP, jelas menunjukkan kewajiban seorang
dokter dalam menjaga rahasia kedokteran.

DAMPAK HUKUM
Dampak hukum yang mungkin timbul dari keputusan dokter seperti dalam
pasal 4 PP no 10/1966, tindak pidana yang dikenakan adalah berdasarkan
pasal 322 yang seperti berikut:
Pasal 322 KUHP:
(1)Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang
dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2)Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Pelanggaran kewajiban untuk menjaga rahasia medis dapat dikenakan
beberapa sanksi, antaranya ialah:

19

1. Sanksi disiplin oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia


(MKDKI) sesuai dengan Pasal 64 sampai dengan Pasal 70 UU No.29 Tahun
2004.

Dalam

peraturan

No.16/KKI/PER/VIII/2006

tentang

Konsil
TataCara

Kedokteran
Penanganan

Indonesia
Perlanggaran

Disiplin MKDKI, ada tiga alternative sanksi disiplin yaitu:


a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Selain sanksi disiplin,dokter yang tidak menjaga rahasia medis dapat
dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis Kehormatan
Etika Kedokteran (MKEK).
2. Sanksi administratif tetap diberikan meskipun pasien HIV/AIDS yang
dirugikan telah memaafkan dan tidak mengadukan kepada pihak berwajib
sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966 tentang
Wajin Simpan Rahasia Kedokteran.
3. Sanksi pidana sesuai dengan pasal 322 KUHP dan Pasal 79 huruf (c) UU
No.29 Tahun 2004. Pembocoran rahasia medis pasien HIV/AIDS oleh
dokter merupakan delik aduan, dimana dokter hanya dapat dituntut jika
ada pengaduan dari pasien yang bersangkutan.
4. Sanksi Perdata sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 58 UU
No.36 Tahun 2009. Jika membuka rahasia medis pasien HIV/AIDS bukan
inisiatif sang dokter tetapi atas kemauan rumah sakit, maka sanksi
perdata sesuai dengan Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 46 UU No.44
tentang Rumah Sakit.4
Dalam kasus, dokter menjalankan kewajiban sebagai seorang dokter
dengan memberikan informed consent kepada pasien mengenai penyakit
gonore yang dialami pasien. Dokter juga menjaga rahasia kedokteran karena
tidak

memberitahu

istri

pasien

mengenai

suaminya,

takut

terjadi

pertengkarandi antara keduanya tapi tetap menyarankan sang suami untuk


berterus terang supaya istrinya juga dapat diobati. Oleh itu, dokter tidak
dikenakan tindak pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling
banyak enam ratus rupiah. Merupakan hak pasien supaya istrinya tidak
20

diberitahu mengenai penyakit yang dialaminya dan kewajiban pasien untuk


memberikan informasi yang benar kepada dokter.Dokter juga memberi
pengobatan kepada pasien sesuai standard pelayanan medis yang mana
merupakan salah satu kewajiban dokter.

TINDAKAN DOKTER SESUAI SOP


Penyakit Gonorrhea/GO
Berdasarkan kasus kita, sebagai seorang dokter, kita harus tetap
mengikuti etika kedokteran yang telah ditetapkan, serta patuh pada prinsipprinsip dalam etika kedokteran. Dokter tersebut merupakan dokter keluarga
untuk lelaki tersebut serta isterinya.Pasangan ini sering ke dokter tersebut
sekiranya mempunyai masalah kesehatan. Berdasarkan prinsip autonomi,
dokter harus memberikan hak kepada pasien laki-laki tersebut dalam
menentukan tindakan medis yang akan dipilih dan menghormati hak pasien
untuk

menyimpan

rahasianya.

Walaupun

dokter

mengetahui

bahwa

kemungkinan besar si isteri juga dijangkiti penyakit gonore akibat tertular


dari suaminya dan perlu segera diobati, dokter tersebut tidak berhak
memberitahu kepada istri laki-laki tersebut tentang penyakit yang dialami
oleh suaminya karena ini akan mengakibatkan pergaduhan dan masalah
yang lebih besar dalam rumah tangga mereka. Sekiranya dokter tersebut
memberitahu kepada istri lelaki tersebut, dia telah melakukan pelanggaran
etik dan jika dituntut dia akan terkena dampak hukum sesuai dengan
kesalahannya.
Jika dilihat dari prinsip beneficence pula, dokter harus mengambil
tindakan yang terbaik dalam memberikan penyembuhan kepada pasien lakilaki tersebut, dan pada masa yang sama dari prinsip non-maleficence, dokter
dilarang mengambil tindakan yang dapat memperburuk keadaan pasien lakilaki tersebut. Disini dokter harus menjelaskan kepada pasien tentang PMS
dan menjelaskan kepentingan untuk isterinya juga perlu berobat karena
21

penyakit ini bisa kambuh kembali walaupun laki-laki tersebut sudah berobat
(fenomena ping-pong). Maka, dokter harus mengambil tindakan yang benar
dengan mengobati pasien laki-laki tersebut dan juga sang istrinya, tanpa
membuka rahsia jabatan. Harus dijelaskan perjalanan penyakit GO dengan
detail,menghindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai
kondom

jika

tidak

dapat

dihindarkan

serta

pentingnya

patuh

pada

pengobatan dan bahaya penyakit ini serta komplikasinya.5


Antara komplikasi gonore ialah:5
Pada pria: Bisa menyebabkan Tysonitis(pus atau pembengkakan pada
daerah frenulum yang nyeri tekan), radang pada kelenjar Cowper,
prostatitis akut dengan rasa tidak enak di daerah perineum disertai rasa
penuh dan panas, epididimitis akut dan banyak lagi inflamasi lainnya
pada daerah genital sehingga komplikasi yang lebih parah yaitu

sterilitas,poliuria,disuria terminal dan hematuria.


Pada wanita: Salpingitis,parauretritis,infertilitas akibat jaringan parut pada
tuba serta kehamilan di luar kandungan.
Dari segi prinsip justice, si istri kepada laki-laki tersebut juga

mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan kesembuhan dari dokter


tersebut. Jadi dokter harus merawat kedua-keduanya tanpa membuka
rahasia pasien laki-laki tersebut, dengan cara si suami sendiri memberitahu
kepada isterinya secara jujur. Kita sebagai dokter boleh mencadangkan
kepada pasien untuk menyatakan kepada istrinya bahwa penyakit ini
merupakan infeksi pada saluran kemih dan penularan terjadi melalui
hubungan kelamin,makanya harus dilakukan pemeriksaan apakah si istri
juga terinfeksi dan jika positif,harus diobati untuk mengelakkan infeksi
berulang. Cara yang lain adalah dengan meminta isterinya datang untuk
dilakukan pemeriksaan keputihannya yang sering terjadi di kalangan wanita,
dengan ini istrinya tidak curiga kepada dokter yang ingin mengobati
penyakit gonore yang ditular oleh suaminya.

22

Dokter juga perlu memberikan pengobatan yang komprehensif dan


holistic serta harus mengobati penyakit gonore pada laki-laki tersebut serta
isterinya. Antara obat yang dapat diberikan kepada pasien akibat penyakit
gonore adalah:5
Ceftriaxone 250 mg, IM single dose
Ciprofloxacin 500 mg, single oral dose
Oflosacin 400 mg, single oral dose
Thiamfenicol 3,5 gr, single oral dose
Spechnomycine 2 gr, IM single dose
Kanamycin 2 gr, single oral dose
Edukasi juga penting dengan memberitahu mengenai cara pencegahan
penyakit tersebut dan memberikan pengetahuan mengenai PMS. Selain itu,
dokter perlu memberi pengetahuan kepada pasien tentang penyakitpenyakit lain yang bisa terjadi pada pasien tersebut seperti HIV, Hepatitis B
akibat daripada hubungan seks bebas.5

Setelah dilakukan terapi pengobatan, pasien perlu diminta datang


kembali ke tempat praktek dokter tersebut untuk dilakukan evaluasi
terhadap pengobatan yang telah diberikan dan meminta keterangan kembali
apakah pengobatan sudah dilaksanakan dengan baik. Selain itu,ditanyakan
juga apakah pasien sudah menghilangkan kebiasaan buruknya dan sekiranya
belum kita sebagai dokter harus menasehati pasien agar sadar dampak
buruk dari perbuatannya terhadap kesehatan dan istrinya dan diakhirnya
juga ditanyakan keadaan istri pasien setelah terapi pengobatan.

PENUTUP

23

Dokter wajib menyimpan rahasia pasien yang datang berobat sesuai


dengan undang-undang yang telah ditetapkan. Namun, sekiranya pasien
mengijinkan untuk diungkap rahasianya demi kebaikan orang di sekitarnya,
maka dokter bisa membuka rahasia medisnya karena dokter adalah
pemegang peran yang memiliki kebiasaan berpikir yang sesuai dengan
norma sosial yang berlaku di lingkungan kerjanya.
Hanya

untuk

kasus-kasus

tertentu

seperti

penyakit

yang

membahayakan masyarakat atau wabah, maka dokter dapat membuka


rahasia pasien tanpa dikenakan tindakan hukum, tetapi sebisa mungkin
dokter harus menyimpan rahasia pasien kecuali jika terpaksa demi
kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Dokter

boleh

memberitahu

menasehati

keadaan

dirinya

pasien
kepada

secara

tidak

keluarganya

langsung
dan

untuk

menjelaskan

komplikasi atau bahaya yang mungkin timbul kepada mereka jika dia tetap
tidak mahu memberitahu ahli keluarganya tanpa campur tangan secara
langsung dari si dokter dan terserah pasien bagaimana untuk menjelaskan
agar tidak timbul masalah di dalam keluarganya.
Jadi, peran dokter adalah menjelaskan sedetail mungkin mengenai
penyakit yang pasien deritai dari perjalanan penyakit, diagnosa,cara
penularan,pengobatan

dan

prognosis

sehingga

mereka

benar-benar

mengerti dan di akhirnya akan memberitahu keluarganya sendiri mengenai


masalah kesehatannya.
KESIMPULAN
Empat kaidah moral, yaitu beneficence, autonomy, justice dan nonmaleficence

diterapkan

pada

setiap

dokter.Dalam

kasus

ini,

dokter

mementingkan prinsip autonomy yaitu menghormati hak-hak pasien dan


beneficence yaitu melakukan tindakan medis untuk kebaikan pasien. Hak
pasien dihormati supaya tidak memberitahu istrinya tentang penyakit yang
24

dialami sang suami, namun dokter tetap informed consent akan penyakit
gonore supaya sang suami tahu akan komplikasi yang bisa didapat jika tidak
diobati. Oleh itu, dokter tidak dikenakan tindak pidana karena tetap menjaga
rahasia kedokteran.Etika profesi kedokteran harus ada pada seorang dokter
dan diterapkan tanpa melanggar hak-hak pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sampurna B., Syamsu Z., Siswaja T.D. Bioetik, Kode etik kedokteran
Indonesia, Rahasia kedokteran, Informed consent, Pelanggaran etik dan
disiplin profesi kedokteran. Bioetik Dan Hukum Kedokteran Pengantar Bagi
Mahasiswa Kedokteran Dan Hukum.Pustaka Dwipar. Jakarta; 2007. pg 2932,49-51,53, 77-83,138-9.
2. Williams J. World Medical Association: Medical Ethics Manual.2 nd Edition.
2009.
3. Peraturan
medikolegal.

Perundang-Undangan
Cetakan

kedua.

Bidang

Bagian

Kedokteran.

kedokteran

forensik

Prosedur
Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1994; 11-9.


4. Taufiq M. Perspektif Yuridis Tanggungjawab Dokter Terhadap Rahasia
Medis Pasien HIV/AIDS. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3 September 2011. Diunduh dari
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/JDHvol112011/VOL
11S2011%20MUHAMMAD%20TAUFIK.pdf . Diakses tanggal 9 Januari 2014.
5. Mansjoer A., Suprohaita. Wardhani W.I., Setiowulan W. Gonore, AIDS dalam
Penyakit Menular Seksual. Kapita Selekta Kedokteran. 3 rd ed. Vol.II.
Penerbit Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta;2009:pg141-6, 162-6.

25

You might also like