You are on page 1of 28

Materi 14

Perencanaan Pajak

PERENCANAAN PAJAK
Merupakan tindakan penstrukturan yang
terkait dengan konskuensi potensi pajaknya,
yang tekanannya kepada pengendalian
setiap transaksi yang ada konsekuensi
pajaknya.
Tujuannya adalah bagaimana pengendalian
tersebut dapat mengefesienkan jumlah pajak
yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui
apa yang disebut sebagai penghindaran
pajak, bukan penyelundupan pajak yang
merupakan tindak pidana fiskal yang tidak
akan ditoleransi

KAPAN MANAJEMEN PERPAJAKAN DILAKUKAN:

Saat akan mendirikan perusahaan:


* Memilih bentuk usaha : Perseorangan, Persekutuan, Fa,CV, PT
dll.
* Memilih metode pembukuan; metode penyusutan; metode
penilaian persediaan, dll

Saat menjalankan usaha:


* Pilihan alternatif transaksi
* Tanggungjawab terhadap stakeholders (Perusahaan, konsumen,
karyawan, kreditur, Pemerintah, Pemasok, investor, dll)
Saat akan menutup Usaha:
Perhatikan dampak perpajakan pada saat akan menutup
perusahaan, baik karena likuidasi, merger, pemekaran dll.

Perencanaan Pajak
Dalam Rangka Mengefisienkan PPh Badan
Diupayakan melalui:
1.

Pemilihan alternatif dasar pembukuan dan tata cara pembukuan

2.

Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian


kesejahteraan kepada karyawan

3.

Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak


berwujud

4.

Transaksi yang berkaitan dengan withholding tax ( pemungutan pajak


kepada pihak ketiga)

5.

Penyertaan pada Perseroan Terbatas dalam negeri

6.

Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar

7.

Permohonan penurunan pembayaran lumpsum (angsuran PPh Ps 25


bulanan)

8.

Pengajuan SKB (Surat Keterangan Bebas) PPh Psl 22 dan Pasal 23

9.

PPh atas transaksi tertentu

1. Pemilihan alternatif dasar


pembukuan dan tata cara pembukuan
Dasar pembukuan :
- Cash Basis
- Acrual Basis
Kebijakan Akuntansi:
- Metode Pencatatan
- Metode Penilaian Persediaan

2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dgn


kesejahteraan karyawan
a)

Jika perusahaan yang PPh badannya Final, upayakan


pemberian kesejahteraan karyawan dalam bentuk
natura.

b)

Jika perusahaan rugi, hindari pemberian natura


menjadi tunjangan karena dapat menaikkan PPh Pasal
21, sementara PPh badan tetap nihil.

2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dgn kesejahteraan karyawan


lanjutan.
Peluang-peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan kesejahteraan
karyawan:
a. PPh Pasal 21 karyawan

PPh Psl 21 dapat berupa beban bagi pegawai dalam hal ini perusahaan
hanya sebagai pemotong PPh Psl 21

Karyawan diberi tunjangan PPh Psl 21. tunjangan tersebut menjadi


penghasilan bagi karyawan dan dapat dibiayakan oleh perusahaan.

PPh Psl 21 ditanggung perusahaan PPh tersebut bukan penghasilan bagi


karyawan dan tidak boleh dibiayakan oleh perusahaan, karena merupakan
kenikmatan bagi karyawan.
b. Pengobatan/Kesehatan Karyawan:

Perusahaan mendirikan rumah sakit / klinik berikut dokter

Pegawai berobat dan mengambil obat di RS/dokter langganan, seluruh biaya


akan ditagih oleh RS/dokter/apotik langsung ke perusahaan

Karyawan diberi tunjangan kesehatan, sakit maupun tidak sakit

Karyawan diperkenankan berobat di RS/dokter atas nama karyawan,


membayar lebih dahulu kemudian diberikan penggantian (bukti asli
diserahkan pada perusahaan)
Alt 1 & 2 merupakan natura/kenikmatan sehingga boleh dibebankan sebagai biaya
Alt 3 & 4 boleh dibiayakan tetapi merupakan penghasilan bagi karyawan

2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dgn kesejahteraan karyawan


lanjutan..
Peluang-peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan kesejahteraan
karyawan:
c. Pembayaran Premi Asuransi:

Premi asuransi yang dibayarkan perusahaan dapat dibiayakan, tetapi


merupakan penghasilan bagi karyawan.
d. Iuran Pensiun & JHT:

Iuran pensiun & JHT yang dibayarkan perusahaan merupakan biaya


perusahaan dan bukan penghasilan bagi karyawan (dana pensiun telah
disahkan Menteri Keuangan)
e. Perumahan untuk karyawan:

Perusahaan menyediakan rumah dinas yang dibuat atau dibeli oleh


perusahaan

Perusahaan menyediakan rumah dinas yang disewa oleh perusahaan

Perusahaan memberikan penggantian sewa rumah dinas yang dibayar oleh


karyawan, penggantian ini dimasukkan ke dalam tunjangan perumahan bagi
karyawan

Perusahaan memberikan tunjangan perumahan kepada karyawan

2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dgn kesejahteraan karyawan


lanjutan..
Peluang-peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan
kesejahteraan karyawan:
f. Transportasi untuk karyawan:

Diantar jemput khusus dgn mobil perusahaan (biaya eksploitasi dan


penyusutan kendaraan dapat dibiayakan)

Tunjangan transport; dapat dibiayakan oleh perusahaan, tetapi


penghasilan bagi karyawan,

Kendaraan dinas karyawan tertentu; biaya eksploitasi & penyusutan


boleh dibiayakan 50% (Kep. DJP No.KEP-220/PJ/2002 tgl 18 April
2002)
g. Pakaian seragam untuk karyawan:

Dapat dibiayakan bagi perusahaan dan bukan penghasilan bagi


karyawan

Karena merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan,


keamanan dan keselamatan dan situasi lingkungan kerja dapat
dibiayakan dan bukan penghasilan bagi karyawan (Diatur dalam
Kep.DJP No.Kep-213/ PJ/2001 tanggal 15 Maret 2001).

2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dgn kesejahteraan karyawan


lanjutan..
Peluang-peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan
kesejahteraan karyawan:
h. Pemberian natura lainnya untuk karyawan yang tidak dapat dikurangkan
sebagai biaya oleh perusahaan:

Dapat diupayakan sebagai biaya oleh perusahaan dengan diberikan


tunjangan,

Tunjangan merupakan pengh. karyawan & dikenakan PPh Psl 21

Dapat ditempuh jika tarif PPh Psl 21 lebih rendah dibandingkan


dengan tarif PPh Badan.
i. Perjalanan dinas karyawan:

Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan (transport, hotel


dll) merupakan biaya bagi perusahaan, bukan penghasilan bagi
karyawan,

Sepanjang jumlahnya tidak mengandung unsur-unsur keperluan


pribadi (diatur dalam surat DJP No. S-1215/PJ.23/1984 butir 5.4)

2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dgn kesejahteraan karyawan


lanjutan..
Peluang-peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan
kesejahteraan karyawan:
j. Bonus, tantiem dan jasa produksi karyawan dan direksi:

Bonus & jasa produksi, merupakan biaya perusahaan jika


dibebankan dalam biaya tahun berjalan,

Bonus, gratifikasi, jasa produksi, bukan biaya jika dibebankan ke laba


ditahan,

Tantiem; bukan biaya bagi perusahaan (mengurangi laba ditahan),


dan merupakan penghasilan bagi penerimanya
Pembayaran gaji, bonus, jasa produksi yang melebih kewajaran yang
dibayarkan kepada pemegang saham, komisaris, direksi atau
pengawai, tidak boleh dibiayakan. Pembayaran ini merupakan
deviden dipotong PPh 23/26 (SE DJP No. SE-16/PJ.44/1992 tanggal
12 Mei1992)

3. Pemilihan Metode Penyusutan


Pemilihan metode penyusutan yang cocok
tergantung pada jenis usaha, jangka waktu
pengembalian modal, pengenaan pajak pada
bidang usaha tersebut dsb. Jika secara
akuntansi, perusahaan tidak memiliki tujuan
lain, maka menyamakan pengelompokkan,
penentuan masa manfaat dan metode
penyusutan dengan ketentuan fiskal akan
relatif memudahkan bagi perusahaan.

4. Transaksi yang berhubungan dengan


withholding tax
Apabila perusahaan tidak memotong PPh Psl 21, 22, 23,
26 & PPh Final, maka jika diperiksa oleh fiskus,
perusahaan akan dikenakan kewajiban membayar denda
keterlambatan penyetoran 2% sebulan dari pokok pajak.
Untuk mengatasi hal tersebut:
Perusahaan membayarkan withholding tax, pajak
yang dibayarkan ini tidak boleh dibebankan sebagai
biaya,
Nilai transaksi digross-up, sehingga jumlah transaksi
dalam kontrak sudah termasuk pajak yang harus
dipungut. Jumlah pajak yang dibayarkan boleh
dibiayakan kecuali PPh final dan deviden.

5. Penyertaan pada Perseroan Terbatas Dalam Negeri


dapat dilakukan atas nama PT atau Perorangan
Modal saham atas nama perorangan, devidennya
merupakan objek PPh Psl 23,
Modal saham atas nama PT, Koperasi, BUMN, BUMD,
devidennya bukan merupakan objek PPh Psl 23, dengan
syarat:
Deviden berasal dari cadangan laba ditahan,
Bagi PT, BUMN, BUMD yang menerima deviden:
Kepemilikan sahamnya paling rendah 25 % dari
modal saham disetor,
Mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham
tersebut.

6. Optimalisasi Pengkreditan PPh yang


telah dibayar
PPh yang dapat dikreditkan:
a. PPh pengalihan tanah/bangunan bagi
perusahaan,
b. PPh Psl 22 atas import,
c. PPh Psl 22 atas pembelian BBM dari
pertamina untuk selain penyalur,
d. PPh fiskal luar negeri karyawan,
e. PPh 23 atas bunga non bank, royalti,
f. PPh 24 yang dipotong di luar negeri,
g. Setiap pemotongan pajak pihak lain langsung
dilengkapi dengan bukti pemotongan PPh-nya.

7. Pengajuan Penurunan Angsuran PPh


Pasal 25
a.

Kenaikan pembayaran angsuran PPh Psl 25


disebabkan adanya SKPKB karena pemeriksaan tahun
lalu,

b.

Jika terjadi penurunan laba tahun berjalan, dapat


mengajukan permohonan penurunan angsuran PPh
25 disertai proyeksi laba akhir tahun dan alasan
terjadinya penurunan,

c.

Dimungkinkan penurunan laba usaha sampai


minimum 25% dari laba fiskal tahun lalu (lihat KEP537/PJ/2000)

8. Pengajuan SKB PPh Pasal 22 & PPh


Pasal 23
Dapat mengajukan permohonan Surat Keterangan
Bebas (SKB) atas PPh Psl 22,23 (tidak termasuk PPh
Final)
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi:
WP yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak
akan terutang PPh karena mengalami kerugian fiskal,
WP berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal,
PPh yang telah dibayar lebih besar dari PPh yang akan
terutang.

9. PPh Atas Transaksi Tertentu


1.

Penilaian Aktiva Tertentu:


Dasar Hukum Revaluasi Aktiva Tetap adalah Kep.Menkeu
No.486/KMK.03/2002 tgl 20 Nov.2002
jo.KEP-519/PJ/2002
jo.SE-03/PJ.31/2002
Dalam ketentuan tersebut antara lain diatur:
a. WP Badan DN & BUT dapat melakukan penilaian aktiva
tetap perusahaan yang berada di Indonesia, dengan syarat
telah memenuhi semua kewajiban pajak sampai dengan
masa pajak terakhir sebelum masa pajak diberlakukannya
penilaian kembali dan mengajukan permohonan di Dirjen
Pajak,
b. Aktiva Tetap berupa tanah, bangunan dan bukan
bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dijual
c. Dilakukan oleh perusahaan penilai yang diakui oleh
pemerintah. Apabila nilainya tidak mencerminkan nilai
sebenarnya, Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nilai
pasar atau nilai wajar aktiva ybs,

9. PPh Atas Transaksi Tertentu lanjutan


d. Selisih nilai pasar/nilai wajar dengan nilai buku fiskal,
dikompensasikan terlebih dahulu dengan kerugian fiskal
tahun-tahun sebelumnya dan dikenakan PPh final sebesar
10%,
e. Bagi WP yang mengalami kesulitan keuangan PPh
terutang 10 % tersebut dapat diangsur selama 12bulan,
f. Jika PPh terutang lebih dari Rp. 2 trilyun WP dapat
mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran 1
- 5 tahun kepada Dirjen pajak
g. Penilaian kembali dilakukan paling banyak 1 kali dalam
tahun buku yang sama
h. Jika PPh terutang lebih dari Rp. 2 trilyun WP dapat
mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran 1
5 tahun kepada Dirjen Pajak

9. PPh Atas Transaksi Tertentu lanjutan


i.

Penilaian kembali dilakukan paling banyak 1kali


dalam tahun buku yang sama,
j. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah
mendapat persetujuan penilaian kembali adalah
nilai sisa buku fiskal baru,
k. Penjualan AT yang telah direvaluasi dikenakan PPh
20 % dari selisih lebih penilaian kembali tanpa
dikurangi dengan kompensasi kerugian dan
bersifat final,
l. Selisih lebih penilaian kembali AT dpt dikapitalisasi
menjadi modal saham, dan saham tersebut dpt
diberikan kpd pemegang saham berupa saham
bonus. Saham bonus tsb bukan merupakan
deviden sehingga tidak dikenakan PPh (Psl 1 PP
138/2000)

9. PPh Atas Transaksi Tertentulanjutan


2. Hutang/Piutang Kepada Pemegang Saham (PS):
Bunga yang berasal dari hutang/piutang yang berasal dari pemegang
saham baik PS perorangan maupun perusahaan harus dihitung
dengan tigkat bunga yang wajar.
Tidak dibebani bunga, apabila memenuhi syarat-syarat sbb:
a. Pinjaman tsb berasal dari dana PS sendiri bukan dari pihak
lain,
b. Modal yang seharusnya disetor oleh PS pemberi pinjaman
kepada perusahaan penerima pinjaman telah disetor
seluruhnya,
c. PS pemberi pinjaman tdk dalam keadaan merugi,
d. Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan
dana untuk kelangsungan usahanya
Apabila salah satu dari ke-4 unsur di atas tidak dipenuhi, maka atas
pinjaman tsb dpt dilakukan koreksi menjadi terutang bunga yang
wajar oleh fiskus (Surat Dirjen Pajak No S-165/PJ.312/1992 tgl 15
Juli 1992)

9. PPh Atas Transaksi Tertentulanjutan


3. Transaksi Dengan Pihak-pihak Yang Mempunyai Hub. Istimewa:
Tidak dibebani bunga, apabila memenuhi syarat-syarat sbb:
a. WP memiliki penyertaan modal pada WP lain 25% atau
lebih, baik langsung maupun tidak langsung,
b. WP menguasai WP lain dua atau lebih berada dibawah
penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak
langsung,
c. Terdapat hub. Keluarga sedarah dan semenda dalam garis
keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.
Terhadap transaksi tersebut yang nilainya tidak wajar dan dapat
mempengaruhi PKP, fiskus dapat melakukan koreksi fiskal untuk
memperoleh penghasilan yang wajar (Pasal 18 ayat (3) UU No.
17/2000)

9. PPh Atas Transaksi Tertentulanjutan


4. Bunga Pinjaman:

a.
b.

c.

Sepanjang digunakan untuk opersional maka bunga


pinjaman dapat dibebankan sebagai biaya,
Jika perusahaan mempunyai pinjaman dari pihak ketiga
disisi lain perusahaan mempunyai deposito, maka yang
dapat dibebankan sebagai biaya adalah proporsi rata-rata
nilai pinjaman dikurangi rata-rata nilai deposito, karena
bunga deposito telah dikenakan PPh Final (SE Dirjen Pajak
No. SE-46/PJ.4/1995 tanggal 5 Oktober 1995)
Pemberian pinjaman pada karyawan dengan suku bunga
lebih rendah dari suku bunga yang berlaku dipasar, maka
selisih bunga yang dibayar oleh perusahaan kepada pihak
lain dengan bunga yang dibebankan kepada karyawan
merupakan koreksi fiskal bagi perusahaan yang
memberikan pinjaman karenatidak dapat dibiayakan (SE
Dirjen Pajak No. SE-16/PJ.43/1999)

9. PPh Atas Transaksi Tertentulanjutan


5. Pencadangan/Penghapusan Piutang Tak Tertagih:

a.

Jenis-jenis perusahaan yang dapat melakukan hal ini


adalah Bank, Sewa Guna Usaha (leasing) dengan hak opsi,
asuransi kerugian, asuransi jiwa, pertambangan,
Jenis usaha lain dapat melakukannya dengan syarat:

b.

Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba/rugi


komersial,
Telah diserahkan perkara penagihan kepada Pengadilan
Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara, atau
adanya perjanjian tertulis antara kreditur dandebitur ybs,
Telah diumumkan dalam penerbitan umum atau khusus
WP harus menyerahkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih kepada DJP (KEP-238/PJ/2001)

9. PPh Atas Transaksi Tertentulanjutan


6. Pemberian imbalan bunga kepada WP:

Imbalan bunga akibat keputusan keberatan/ banding


merupakan objek PPh
Pengembalian sanksi administrasi (bunga, denda,
kenaikan) : Bukan Objek PPh

7. Biaya kendaraan & Telpon Seluler:

50 % dapat dibiayakan (penyusutan & pemeliharaan)


50 % bukan penghasilan bagi karyawan

9. PPh Atas Transaksi Tertentulanjutan


8. Penyusutan Aktiva Leasing dengan Hak Opsi:

Komersial : dilakukan penyusutan

Fiskal
: tidak diperkenankan:
- Diperkenankan jika telah menggunakan hak opsi
(membeli)
- Jumlah pembayaran atas leasing bisa dibiayakan
9. THT dan Uang Pensiun:

Dipotong PPh Final

Rp. 0 Rp. 50 jt bebas

Rp. 50 jt Rp. 250 jt 5 % dst


10. Keuntungan penjualan saham:

WPLN = 20 % x 25 % = 5 %

Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Ketentuan Perpajakan Di PPN


1.

Perlu diperhatikan persyaratan format Faktur Pajak (FP) yang dapat dikreditkan
agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Cek dan teliti Faktur Pajak
yang diterima sebelum dilakukan pembayaran

2.

Berkaitan dengan batas waktu tiga bulan, makin cepat menerima Faktur Pajak,
maka akan lebih baik bagi perusahaan karena perusahaan sudah dapat
mengkreditkannya walaupun belum melakukan pembayaran. Usahakan FP sudah
diterima sebelum lewat tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak, kecuali untuk
Pemungut PPN agar perusahaan tidak disibukkan oleh pembetulan SPT Masa PPN.

3.

Jika PM lebih besar daripada PK, maka kelebihan PPN tersebut dapat dimintakan
restitusi atau kompensasi. Pemilihan alternatif ini sangat bergantung pada kondisi
masing-masing PKP. Kapan kelebihan PPN harus direstitusi ditentukan oleh
opportunity cost yang timbul dari kelebihan yang ada dinegara. Sedangkan cost
dari restitusi adalah tenaga, waktu, biaya yang diperlukan didalam
menyelesaikan permohonan restitusi. Jika cost restitusi lebih rendah dibanding
opportunity costnya, maka perusahaan dapat mengajukan restitusi.

4.

PKP perlu memperhatikan tata cara saat pembuatan FP agar tidak dikenakan
sanski perpajakan. Keterlambatan atau kekeliruan dalam pembuatan FP dapat
dikenakan sanksi 2 % dari DPP.

5.

Dalam kaitan dengan saat pembuatan FP, makin lambat PKP membuat FP, maka
akan lebih baik karena PKP tidak perlu menalangi pembayaran PPN.

6.

Jika memungkinkan perusahaan dapat mengajukan permohonan pemusatan


tempat terutangnya PPN dengan mengusahakan persyaratan yang harus
dipenuhi.

You might also like