You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang.

Salah satu hal yang cukup penting dalam dunia bisnis adalah masalah modal. Lembaga
yang secara konvensional menyediakan modal adalah lembaga keuangan Bank. Namun, bank
dalam menyalurkan dana nya membutuhkan jaminan atau (collaterall). Untuk mengatasi
masalah jaminan tersebut dalam praktek bisnis muncul lembaga pembiayaan yang cukup
fleksibel jika dibandingkan dengan bank1.

Melihat lembaga pembiayaan mulai diminati sebagai salah satu alternative dalam
pembiayaan perusahaan, maka pemerintah mengeluarkan keputusan presiden No.61 tahun 1988
tentang lembaga pembiayaan.

Adapun latar belakang munculnya lembaga pembiayaan dijelaskan dalam pertimbangan


Keppers ini, yakni bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana
penyediaan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat perlu lebih diperluas sehingga peranannya
sebagai sumber dana pembangunan makin meningkat.

Lembaga pembiayaan termasuk dalam ruang lingkup hukum ekonomi, dimana lembaga
pembiayaan itu merupakan lembaga yang macam-macam kegiatannya diatur dalam pasal 2
keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1351/KMK/012/1998, yang diantaranya
adalah

1. Sewa guna usaha

2. Modal ventura

3. Perdagangan surat berharga

4. Anjak piutang

1
Munir Fuadi. Hukum tentang Lembaga Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, 1995, hal 3
1
5. Usaha kartu kredit

6. Pembiayaan konsumen

Lembaga pembiayaan memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena


lembaga pembiayaan merupakan sumber pembiayaan dari setiap kegiatan perekonomian di
Indonesia. Dalam kegiatan usahanya, lembaga pembiayaan lebih menekankan pada fungsi
pembiayaan. Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana
secara langsung dari masyarakat.

Pelaksanaan lebih lanjut dijabarkan dalam SK MenKeu Republik Indonesia No.


1257/KMK.013/1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan
untuk mengetahuai lebih tentang leasing maka penulis akan membahas dalam makalah ini.

Penulis akan membahas mengenai leasing, karena leasing dikenal memiliki kelebihan
yaitu lebih fleksibel, biaya yang dibutuhkan relatif murah, menghemat pajak, pengaturan
tidak terlalu rumit, rendah nya resiko dan adanya perlindungan terhadap barang yang disewa.
Oleh karena itu leasing cukup diminati oleh masyarakat,

1.2. Permasalahan

1.2.1. Apa keunggulan lembaga pembiayaan “(Leasing)” dalam perekonomian di

Indonesia?

1.2.2. Bagaimana Hubunagn Hukum Pembiayaan (Leasing) Dengan Hukum Ekonomi ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

Hukum pembiayaan adalah suatu aturan yang mengatur tentang kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung
dari masyarakat.

Salah satu hal yang cukup penting dalam dunia bisnis adalah masalah modal. Lembaga
yang secara konvensional menyediakan modal diantaranya adalah lembaga pembiayaan.
Pendirian lembaga pembiayaan ditujukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.

Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari
masyarakat. Pasal 1 butir 5 Keppres no 61 tahun 1988 menyebutkan :

“Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan
bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam
bidang usaha lembaga pembiayaan”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa lembaga pembiayaaan berbeda dengan bank pada umumnya.
Bank dalam menyalurkan dananya membutuhkan jaminan (Collateral) sedangkan pada lembaga
pembiayaan syarat yang diajukan cukup flesibel dibandingkan bank, sehingga pada akhirnya
lembaga pembiayaan cukup diminati oleh masyarakat.

2.1 Jenis Lembaga Pembiayaan

Lembaga Pembiayaan terdiri dari :

3
1. Perdagangan Surat Berharga

Perusahaan Perdagangan Surat Berharga adalah badan usaha yang melakukan


kegiatan perdagangan surat berharga.

2. Venture Capital (Modal Ventura)

Modal ventura adalah modal yang ditanamkan pada usaha yang mengandung
risiko. Modal ventura merupakan pranata bisnis yang relative baru, jadi belum
memperoleh pengaturan yang memadai.

Menurut Tony Lorenz, modal ventura adalah :

“ investasi jangka panjang dalam bentuk penyediaan modal yang beresiko tinggi
dimana penyedia dana (venture capitalist) bertujuan utama memperoleh
keuntungan (capital gain) bukan pendapatan bunga atau dividen”

Menurut Clinton Richardson :

“ modal ventura adalah dana yang diinvestasikan pada perusahaan pasangan


usaha yang beresiko tinggi bagi investor.”

Menurut Robert White :

“modal ventura sebagai usaha penyediaan pembiayaan untuk membentuk dan


mengembangkan usaha-usaha baru dibidang teknologi dan non teknologi.”

Menurut PP no. 61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan:

“modal ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan pasangan usaha (investee
company) untuk jangka waktu tertentu.”

CIRI KHAS :

4
a. Bantuan pembiayaan pada perusahaan pasangan usaha.

b. Bersifat sementara, sampai pada masanya dilakukan investasi

c. Perusahaan modal ventura terlibat dalam manajemen perusahaan pasangan usaha


yang dibiayainya.

d. Pembiayaan bukan dalam bentuk pinjaman 9loan), melaikan penyertaan modal


(equity participation).

e. Pembiayaan itu beresiko tinggi karena modal usaha (risk capital) yang tidak didukung
oleh jaminan (collateral)

f. Motif utama adalah bisnis pembiayaan yang mengharapkan keuntungan relative


tinggi sebagai imbalan pembiayaan risiko tinggi.

g. Pembiayaan umumnya berjangka panjang dari 5 sampai 10 tahun.

h. Pembiayaan ditujukan kepada perusahaan kecil atau masih baru, tetapi berpotensi
besar untuk berkembang dan prospek cerah, bidang teknologi atau non teknologi, atau
usaha yang mengandung terobosan baru. Perusahaan ini sulit memperoleh kredit
perbankan.

3. Leasing (Sewa Guna Usaha)

Sewa guna usaha adalah bentuk pembiayaan perusahaan berupa penyediaan


barang modal yang digunakan untuk menjalankan usahanya dengan membayar sewa
selama jangka waktu tertentu.

The Equipment Leasing Association di Inggris mendifinisikan :

“lease adalah kontrak antara lessor dan lessee untuk penyewaan suatu jenis
barang (asset) tertentu langsung dari pabrik atau agen penjual oleh lessee. Hak
kepemilikan atas barang tetapa pada lessor, hak pakai atas barang ada pada lessee
dengan membayar sewa yang jumlah dan jangka waktunya telah ditetapkan.”

5
Menurut Surat keputusan bersama menteri keuangan dan menteri perindustrian dan
perdagangan tanggal 7 Januari 1947, tentang Perizinan usaha leasing:

“ leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk


penyediaan barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu
jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan
hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang modal yang
bersangkutan, atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa
yang telah disepakati bersama.”

Menurut ketentuan pasal 1 huruf (a) keputusan Menteri Keuangan no 1169 tentang
kegiatan sewa guna usaha (leasing):

“leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal


baik secara sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk digunakan oleh lessee selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala

Menurut ketentuan pasal keputusan menteri keuangan nomor 1169 tahun 1991:

“setiap transaksi sewa guna usaha (lease agreement). Perjanjian sewa guna usaha
wajib dibuat dalam bahasa Indonesia dan apabila dipandang perlu dapat
diterjemahkan kedalam bahasa asing.

4. Factoring (Anjak Piutang)

Anjak piutang dapat didefinisikan sebagai transaksi pembelian dan atau


penagihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek klien (penjual) kepada
perusahaan factoring, yang kemudian akan ditagih oleh perusahaan anjak piutang kepada
pembeli karena adanya pembayaran kepada klien oleh perusahaan factoring (factor)

Menurut Dahlan Slamet (1995), anjak piutang didefinisikan sebagai suatu


kontrak, atas dasar mana Perusahaan Anjak Piutang menyediakan jasa-jasa antara lain
jasa pembiayaanjasa pembukuan (maintenance of accounts), jasa penagihan piutang, dan
jasa perlindungan terhadap resiko kredit, dan untuk itu Klien berkewajiban kepada
6
Perusahaan Anjak Piutang secara terus menerus menjual atau menjaminkan piutang yang
berasal dari penjualan barang-barang atau pemberian jasa-jasa.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No, 1251 / KM013/1988 tanggal 20


Desember 1988, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek
suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

5. Consumer Finance (Pembiayaan Konsumen)

Di Inggris pembiayaan yang disediakan untuk pengadaan barang kebutuhan


konsumen dikenal dengan istilah Kredit Konsumen( Constumer Credit ), tetapi di
Indonesia lebih dikenal dengan Pembiayaan Konsumen ( Consumer Finance ), yang
pengertiannya juga meliputi Constumer Credit.

Menurut ketentuan pasal 1 angka (6) Keppres No. 61 Tahun 1988 pembiayaan
konsumen adalah pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan
sistem pembayaran angsuran atau berkala.

6. Credit Card (Kartu Kredit)

Kartu Kredit adalah alat pembayaran melalui jasa Bank/ Perusahaan Pembiayaan
dalam transaksi jual beli barang/ jasa, atau alat untuk menarik uang tunai di Bank/
Perusahaan Pembiayaan. Alat pembayaran tersebut diterbitkan berdasarkan perjanjian
penerbitan Kartu Kredit. Berdasarkan perjanjian tersebut, peminjam memperoleh
pinjaman dana dari Bank/Perusahaan Pembiayaan.Peminjam dana yang menerima Kartu
Kredit disebut Pemegang Kartu (Card Holder), dan Bank Perusahaan Pembiayaan yang
menyerahkan Kartu Kredit disebut Penerbitan ( Issuer).

7
2.2.1. Keunggulan Lembaga Pembiayaan “(Leasing)” dalam Perekonomian Indonesia.

Indonesia sebagai salah Negara yang sedang berkembang sangat bertumpu pada
pertumbuhan ekonomi di negaranya sebagi penunjang dari pembangunan di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi dapat bersumber dari berbagai kegiatan masyarakat yang berkaitan
dengan dunia usaha baik dibdang perdagangan maupun perindustrian. Namun karena Indonesia
masih merupakan Negara berkembang jadi persebaran modal untuk memulai suatu usaha di
bidang pedagangan maupun perindutrian oleh masyarakat masih belum merata. Masih banyak
golongan masyarakat yang membutuhkan modal dalam rangka menjalankan usahanya yang
kemudian bermuara pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia, karena hal diatas maka lembaga
pembiayaan di butuhkan dalam perekonomian di Indonesia.

Salah satu lembaga pembiayaan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia
adalah lembaga sewa guna usaha. Lembaga sewa guna usaha menjadi elemen penting
pertumbuhan dunia ekonomi di Indonesia karena memiliki banyak kelebihan yang sesuai dengan
karakteristik pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Keunggulan :

Pertama adalah fleksibelitas dari segi keadaan keuangan lesse, sewa guna usaha
memberikan kemudahan pembiayaan sewa yang dapat dilakukan secara berkala oleh lesse. Di
Indonesia hal ini menjadi keunggulan yang penting karena untuk memulai usaha denga sewa
guna usaha tidak perlu memberatkan keuangan dari perusahaan sehingga perusahaan dapat cepat
berkembang.

Kedua adalah biaya yang dibutuhkan perusahaan untuk merealisasikan kontrak sewa
guna usaha tidak besar atau relative murah. Sehingga perusahaan kecil dapat dengan mudah
menjalankan usahanya melalui sewa guna usaha.

Ketiga adalah adanya penghematan pajak apabila suatu perusahaan melakukan sewa guna
usaha. Hal ini diperkuat dengan adanya Keputusan Menteri Keuangan No.1169 thun 1991
tentang kegiatan sewa usaha. Penghematan pajak tentunya akan sangat membatu perusahaan-
perusahaan untuk semakin berkembang karena pengeluaran dalam bentuk pajak berkurang.

8
Keempat adalah pengaturan sewa guna usaha tidak terlalu rumit sehingga dapat
dilakukan dengan mudah oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sehingga pada akhirnya
membantu perusahaan untuk cepat mengembangkan usahanya.

Kelima adalah criteria perusahaan yang dapat menerima lesse yang longgar, perusahaan-
perusahaan di Indonesia tidak semuanya memenuhi criteria sebagai perusahaan yang bonafit,
dengan adanya kelonggaran dalam penerimaan perusahaan yang akan melakukan sewa guna
usaha maka perusahaan-perusaahn yang sedang berkembang dapat dengan mudah menerima
manfaat dari sewa guna usaha.

Keunggulan yang keenam adalah rendahnya resiko yang ditanggung baik oleh pemberi
sewa guna usaha maupun penerima sewa guna usaha apabila terjadi pemutusan kontrak di tengah
jalan.Dengan rendahnya resiko maka kedua belah pihak baik lessee maupun lessor dapat tenagng
dengan adanya perjanjian sewa guna usaha. Keunggulan yang ketujuh dan juga penting di
Indonesia adalah transaksi sewa guna usaha sering dilakukan tanpa uang muka dan
pembiayaannya dapat diberikan sampai 100% yang tentunya akan sangat membantu arus kas
bagi perusahaan yang baru berdiri atau beroperasi dan perusahaan yang sedang berkembang yang
jumlahnya sangat banyak di Indonesia.Keunggulan yang terakhir yang juga sangat penting
adalah adanya perlindungan terhadap lessee dari kerugian akibat barang yang disewa mengalami
ketinggalan modal karena pesatnya kemaajuan teknologi.Sehingaa akan membantu perusahaan
lessee yang sedang berkembang.

2.2.2 Hubungan hukum pembiayaan dengan hukum ekonomi.

Yang akan kita bahas disini mengenai hubungan leasing dengan hukum ekonomi

Leasing termasuk salah satu kegiatan dari lembaga pembiayaan.Lembaga Pembiayaan, dalam hal
ini leasing muncul dalam kegiatan perekonomian.Dan mengenai hubungan antara leasing dengan
hukum ekonomi maka bisa kita tinjau dari dasar hukum leasing yaitu :

Kaidah hukum administratif nya yaitu:

9
1. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/MK/IV/1/1972, Tentang Lembaga
Keuangan yang telah diubah dengan Keputusan Menteri keuangan Nomor
562/KMK/011/1982

2. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri


Perdagangan Republik Indonesia No.Kep.-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974,
No.30/Kpb/I/1974 Tentang Perizinan Usaha Leasing.

3. Keputusan Presiden RI No.61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan.

4. Keputusan Menteri Keuangan RI no. 1251/KMK.013/1988, tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan
keputusan Pembiayaan Perusahaan.

5. Keputusan Menteri Keuangan RI, No 634/KMK.013/1990, tentang Pengadaan Barang Modal


Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (perusahaan leasing)

6. Keputusan Menteri Keuangan RI no. 1169/KMK.01/1991, tentang kegiatan Sewa Guna Usaha
(leasing)

7. Segi Hukum Perdata (Hukum ekonomi erat kaitannya dengan Hukum Perdata)

Setiap kegiatan usaha pembiayaan, dalam hal ini sewa guna usaha ada 2 sumber hukum
perdata yang mendasari sewa guna usaha yaitu :

• Asas Kebebasan Berkontrak (kaidah hukum materiil)

Perjanjian dalam sewa guna usaha selalu dibuat tertulis sebagai dokumen hukum yang
menjadi dasar kepastian hukum.Perjanjian sewa vguna usaha dibuat berdasarkan asas
kebebasan berkontrak yang memuat rumusan kewajiban dan hak lessor dan lessee sebagai
perusahaan yang dibiayai.

• UU Bidang Hukum Perdata (kaidah hukum formil)

10
Perjanjian sewa guna usaha tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata.Sumber hukum
utama sewa guna usaha adalah perjanjian sewa-menyewa yang diatur dalam KUH Perdata
yang terdapat dalam pasal 1548-1580 KUH Perdata.

Segi perdata di luar KUH Perdata (kaidah hukum formil)

Ketentuan-ketentuan dalam berbagai UU di luar KUH Perdata yang mengatur aspek


perdata sewa guna usaha yaitu :

• UU No.9 Tahun 1969 Tentang Badan Usaha Milik Negara

• UU No.1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas

• UU No.5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria

• UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan


Pelaksanaannya.

8. Segi Hukum Publik

Sewa Guna Usaha banyak menyangkut kepentingan public (masyarakat luas,


Negara/pemerintah) terutama yang bersifat administrative.Oleh karena itu sewa gyna usaha
banyak diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan administrasi Negara yang
meliputi :

• UU Bidang Hukum Publik (kaidah hukum formil)

• UU No.3 tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan dan peraturan pelaksanaannya.

• UU No.7 tahun 1992 jo.UU No.10 tahun 1998 Tentang Perbankan

11
• UU No.12 Tahun 1985, UU No.7 Tahun 1991, UU No.8 tahun 1991 Tentang
Perpajakan

• UU No 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan

• UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

• Peraturan Tentang Lembaga Pembiayaan (kaidah hukum formil)

• Keputusan Presiden No 61 Tahun 1988 yang mengatur tentang lembaga pembiayaan

• Keputusan Mentri Keuangan No 1251 Tahun 1988 yang mengatur tentang ketentuan
dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan

• Perusahaan Khusus Tentang Sewa Guna Usaha

• Keputusan Mentri Keuangan No 1169/1991 Tentang kegiatan sewa guna usaha


(leasing) tgl 27 november 1991.

Salah satu kasus yang berhubungan dengan Leasing yang terjadi di Indonesia adalah seperti
berikut :

KASUS SENGKETA KONTRAK LEASING

KASUS POSISI

- Eddy adalah Direktur CV. Grafel Offset di Surabaya, suatu perusahaan di


bidang percetakan. Pada 1984 berkeinginan menambah kemampuan Cetak
perusahaannya. Untuk itu, Eddy memesan sebuah mesin offset “Miller.TP.295” melalui
jasa leasing dari PT Pamor Cipta Inti Leasing yang dipimpin Ir. Wilson Tjugiarto.
Sebagai penjamin adalah PT Baginda Putera, yang dikelola Baginda Batangtaris. Maka
diantara ketiganya terjadi hubungan bisnis.

12
- PT Pamor Cipta Inti Leasing adalah Lessor. Pemasok barang (supplier) dan
penerima jaminan dari CV. GRAFEL Offset dan PT Baginda Putera.

- CV. Grafel Offset adalah Lessee, yang menerima barang dari Lessor dan
pemberi jaminan pada lessor untuk pembayaran ganti rugi jika terjadi kegagalan
pelaksanaan perjanjian.

- Sedangkan PT Baginda Putra adalah Supplier atau Importir yang memasok


barang kepada Lessee; sekaligus pemberi jaminan kepada PT Pamor Cipta Inti Leasing
untuk membeli kembali barang tersebut, jika Lessee gagal melaksanakan perjanjian.

- Tanggal 18 November 1983, dibuatlah “perjanjian leasing” di hadapan Notaris


di Jakarta, Samsul Hadi, SH, yang ditanda tangani Wilson sebagai pimpinan PT Pamor
Cipta Inti Leasing. Eddy mewakili CV. Grafel Offset. Pada saat yang sama
ditandatangani pula surat garansi (jaminan) dan ganti kerugian oleh Eddy (CV. Grafel
Offset) serta surat garansi untuk pembelian kembali yang ditandatangani pihak PT
Baginda Putra.

- Dari perjanjian yang dibuat, maka masing-masing pihak mempunyai


kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan yang diperjanjikan.

 Cara pembayaran yang disepakati:

- CV. Grafel Offset harus mendepositokan uang pada “PT Pamor


Cipta Inti Leasing” sebesar Rp 25.650.000,-

- “Lease Period” (masa produktif mesin) selama 3 tahun Lessee


diwajibkan membayar harga mesin secara bertahap.

- “Lease Rent” yang harus dibayar tiap bulan Rp 6.021.370,-

- “Residual Value” sebesar 20% = Rp 34.200.000,-

- Dalam perkembangannya, setelah mesin yang dipesan telah diterima CV.


Grafel Offset, Eddy tidak mampu membayar kewajibannya. Tanggal 12/9/1984, Eddy
menyatakan diri tidak mampu lagi mengangsur harga mesin dan meminta agar mesin itu

13
diangkat. Sebagaimana disepakati, adalah kewajiban PT Baginda Putra, sebagai
penjamin yang harus membeli kembali mesin tersebut (guarantee to buy back). Jumlah
yang harus dibayar PT Baginda Putera sebagai penjamin adalah Rp 220.352.367,-.
Namun demikian, meski telah dihubungi persurat berkali-kali, PT Baginda Putera tidak
memberikan tanggapan untuk melaksanakan kewajibannya.

- Mesin yang kemudian disimpan di gudang PT Pamor Cipta Inti tersebut, tidak
dapat lagi dioperasikan, apalagi dipasarkan karena bagian-bagian penting dari mesin
offset itu (electronic Monitoring System WEKO TYPE 7309 dan Spare parts MILLER
TP 29 S TYPE WL 230/59), diambil oleh Baginda Batang Taris tanpa sepengetahuan
Wilson.

- “Perjanjian Leasing” antar PT Pamor Cipta Inti-CV. Grafel Offset-PT


Baginda Putera, pada dasarnya tidak dapat dibatalkan, karena Eddy telah membayar
Residual Value sebesar 15% = Rp 25.650.000,- ini berarti Eddy telah menggunakan hak
opsi, yakni akan membeli barang, modal jika harga sewa telah dibayar seluruhnya.

- Oleh karena merasa dirugikan, Ir. Wilson Tjugiarto, membawa masalah ini ke
persidangan perdata pengadilan negeri Jakarta Selatan untuk menggugat Eddy (CV.
Grafel Offset) sebagai Tergugat I dan Baginda Batang Taris (PT Baginda Putera) sebagai
Tergugat II. Kepada Majelis Hakim Wilson sebagai Penggugat memohon putusan
sebagai berikut:

1. Mengabulkan seluruh gugatan;

2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan ingkar janji;

3. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas harta benda para Tergugat;

4. Menyatakan satu “Perjanjian Leasing” tanggal 18 November 1983 yang


ditanda tangani oleh Penggugat (PT Pamor Cipta Inti Leasing) dengan Tergugat
I (CV. Grafel Offset) beserta lampirannya:

a. Surat garansi dan ganti kerugian yang ditanda tangani oleh


Tergugat I (CV. Grafel Offset).

14
b. Surat garansi untuk pembelian kembali yang ditanda tangani oleh
Tergugat II (PT Baginda Putera).

5. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng membeli kembali


mesin offset merk “Miller PT.29.S” yang perinciannya sebagi berikut:

- Total Lease Receivable: 36 x Rp. 6.021.370 = Rp


216.769.320,-

- Residual Value 5% Rp
8.550.000,-

- Overdue interested (Juli-Agustus 1984) Rp


547.342,-

- Biaya perjalanan ke Surabaya 2x Rp


507.075,- +

Jumlah Rp 226.373.737,-

- Cicilan I (Juni 1984) Rp


6.021.370,- +

- Jumlah Rp
220.352.367,-

6. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng membayar bunga 5%


per bulan dari jumlah yang harus dibayar kembali oleh para Tergugat kepada
Penggugat sampai dengan mesin tersebut dibeli kembali oleh Tergugat dari
Penggugat.

7. Menghukum para Tergugat membayar uang denda … dst …

PENGADILAN NEGERI:

- Hakim Pertama yang mengadili perkara ini, memberikan pertimbangan yuridis


sebagai berikut:

15
- Dalam eksepsinya, Tergugat II, mengemukakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan tidak wenang memeriksa perkara ini, karena Tergugat I berdomisili di Surabaya.
Dan hal ini bertentangan dengan pasal 118 (2) HIR. Selain itu, gugatan terhadap Tergugat
I dan II secara pribadi adalah keliru, sebab Tergugat I dan II, tidak mempunyai hubungan
hukum dengan Penggugat.

- Mengenai hal itu, Majelis merujuk pada pasal 25 Perjanjian (bukti P-IV), yang
bersepakat menunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebagai Pengadilan yang
memeriksa perkara. Jika terjadi sengketa. Oleh karenanya Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, tetap berwenang memeriksa perkara ini. Sehingga Eksepsi Tergugat II, harus
ditolak.

- Sedangkan tentang “error in persona”, Penggugat telah jelas menyebutkan nama


Tergugat I sebagai pribadi, maupun selaku Direktur CV. Grafel Offset dan Tergugat II
sebagai pribadi dan atau Managing Director dan atas nama PT Baginda Putera. Hal ini
jelas bahwa para Tergugat, digugat sebagai pribadi dan dalam hubungan sebagai Direktur
dari perusahaannya masing-masing. Karenanya, gugatan Penggugat telah tepat dan Eksepsi
Tergugat II, harus pula ditolak.

16
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

1. Leasing memiliki kelebihan yaitu lebih fleksibel dari segi keadaan keuangan, biaya yang
dibutuhkan perusahaan untuk merealisassi kontrak sewa guna relatif murah, menghemat
pajak, pengaturan sewa guna usaha tidak terlalu rumit, rendah nya resiko dan adanya
perlindungan terhadap barang yang disewa. Oleh karena itu leasing cukup diminati oleh
masyarakat,

2. Hubungan antara leasing dengan hukum ekonomi di tinjau dari kaidah administratif yaitu
diwujudkan dalam Surat Keputusan Mentri Keuangan Nomor kep-38/MK/IV/1/1972
tentang Lembaga Keuangan, kaidah formil yaitu berupa UU bidang hukum perdata dan
UU dalam bidang publik, dan kaidah materiil yang diwujudkan asas kebebasan
berkontrak

III.2 Saran

Dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana yang
dibutuhkan oleh masyarakat diperluas. Dan pengaturan tentang lembaga pembiayaan lebih di
perjelas. Tujuannya agar masyarakat lebih mudah mendapatkan dana untuk membiayaai
kegiatan ekonomi yang dilakukan.

Saran yang dapat penulis berikan kepada Pemerintah yaitu berupa pembentukan peraturan
perundang-undangan yang mengatur secara spesifik mengenai lembaga pembiayaan yaitu
leasing (sewa guna usaha), sedangkan bagi masyarakat, diharapkan agar mencari dan
memahami tentang leasing baik keutungan dan kerugian.

17
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Suharwardi K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta : Sinar Grafika

Muhammad Abdulkadir, Rilda Murniatai. 2004. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Sembiring, Sentosa. 2004. Hukum Dagang. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

http://64.203.71.11/kompas-cetak/0505/28/Fokus/1777438.htm

http://www.unmiset.org/legal/indonesianlaw/uu/Uu197301.htm

www.detik.com

www.sinar-harapan.com

www.kenywiston.com/hrtcmare41.doc

(Diakses pada tanggal 5 Mei 2008)

18
Hukum Pembiayaan
”Leasing”
Disusun Untuk Memenuhi tugas Terstruktur II

Matakuliah Hukum Ekonomi

Disusun oleh :

Hera Pratita (0610110084)

Iis Hariyanto (0610110088)

I gede Jaya Wisesa (0610110192)

Intan Nur N (0610110094)

Intan Puspita Y (0610110095)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2008

19

You might also like