Professional Documents
Culture Documents
Oleh: Kelompok 6
Anita Ika Lestari
115070207111011
Kinanti Primandini
115070207111013
115070207111015
115070207111017
Giovanny Sumeinar
115070207111019
115070213111001
115070207111025
Yuni Widiyaningsih
115070207111027
115070207111029
Isroah
115070207111031
Jurusan Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang
2014
1. DEFINISI
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. (Sudoyo Aru W,
dkk, 2006)
Sirosis hati adalah kondisi fibrosis dan pembentukan jaringan parut yang difus
di hati. Jaringan hati normal digantikan oleh nodus-nodus fibrosa keras serta pitapita fibrosa yang mengerut dan mengelilingi hepatosit sehingga fungsi hati normal
terganggu (Corwin, 2008).
Sirosis hati dapat dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisasi yang difus
dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang
mengalami fibrosis yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses
peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan
terbentuknya jaringan parut.sel-sel hati yang tidak mati bergenerasi untuk
menggantikan sel-sel sel-sel yang telah mati. Akibatnya , sekelompok-sekelompok
sel-sel baru ( regenerative nodules ) dalam jaringan parut ( Nurjanah, 2007 ).
2. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis yaitu:
1 Mikronudular (Sirosis Portal)
Sirosis mikronodular merupakan tanda gangguan kemampuan regenerasi,
misalnya pada penderita alkoholik, malnutrisi, usia lanjut, dan anemia
(Soemoharjo, 2008). Mikronodular ditandai oleh pita fibrotic tebal teratur yang
menghubungkan porta dengan vena hepatica dan disertai nodul-nodul
regenerative kecil. Hati pada awalnya membesar tetapi rata namun akhirnya
mengerut akibat fibrosis progesif (Rubenstein et al. 2007).
2 Makronodular (Sirosis Pascanekrotik)
Sikrosis makronodular ditandai dengan septa dan nodule besar dengan
berbagai ukuran. Sel-sel yang mengalami regenerasi tmapak membesar dengan
inti sel yang besar pula (Soemoharjo, 2008). Makronodular lebih jarang
ditemukan. Jenis ini diyakini biasanya terjadi setelah hepatitis virus disertai
nekrosis yang luas.Hati membesar dan bentuknya sangat tidak teratur akibat
nodul. (Rubenstein et al. 2007).
3 Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular)
Sirosis mikronodular yang mengalami regenerasi menyebabkan gambaran
campuran mikronodular dan makronodular. Dengan berjalannya waktu, sirosis
mikroodular sering berubah menjadi makronodular (Soemoharjo, 2008).
Secara fungsional terbagi atas:
1 Sirosis Hati Kompensata
Gejala sering tidak jelas dan sering kali ditemukan secara kebetulan karena
keluhan yang tidak khas, misalnya keluhan dispepsis. Sirosis baru dicurigai
setelah kemudian didapati hepatomegali atau splenomegali, spider nevi, dna
eritema
Palmaris.
Kecurigaan
perlu
dikonfirmasi
dengan
pemeriksaan
laboratorium dan USG. bila tidak jelas, dilakukan biopsy hati. Padaa saat
diagnosis sirosis hati kompensata ditegakkan, varises esophagus sudah
diidapatkan pada 30% penderita. Varises ini biasanya ditemukan pada
endoskopi rutin untuk mendiagnosis penyakit lain, misalnya dyspepsia
(Soemoharjo, 2008)
2 Sirosis Hati Dekompensata
Gejala-gejala lebih jelas. Penderita sering datang ke dokter karena keluhan
ascites atau ikterus atau muntah darah. Sering didapatkan demam ringan yang
berkepanjangan karena bakteremia gram negative.
Hepatosplenomegali sering ditemukan, demikian pula ikterus dan ascites. Pada
banyak penderita, didapatkan pigmentasi yang meningkat pada wajah, spider
nevi, dan eritema Palmaris. Secara rutin, harus dicari adanya flapping tremor.
Pada saat dibuat diagnosis sirosis hati dekompensata, varises ditemukan pada
60% penderita, namun hanya 30% yang mengalami perdarahan varises. Pada
sirosis hati dekompensata, dapat terjadi berbagai manifestasi ekstrahepatik,
misalnya sindrom hepatopulmonar yang merupakan kelainan oksigenasi paru,
hipertensi hepatopulmonar yang menyebabkan kenaikan tekanan arteri
pulmonary dan peningkatan hambatan pembuluh pulmonary. Disamping itu,
dapat terjadi sindrom hepatorenal berupa gangguan fungsi ginjal akibat
vasokontriksi renal.
tanda-tanda hiperspleniseme.
Penyebab trombositopenia ini belum diketahui tetapi secara umum
hepatitis
kronik
aktif
terlebih
dahulu.
Mekanisme
imunologis
6 Sebab-sebab lain
sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat
menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai
pada kaum wanita.
EPIDEMIOLOGI
Sirosis hati dijupai diseluruh Negara termasuk Indonesia. Penderita sirosis
hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki dibandingkan pada kaum
perempuan. Insidensi penyakit ini sangat meningkat sejak perang dunia II,
sehingga sirosis menjadi salah satu penyebab kematian yang paling menonjol.
Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh insidensi hepatitis virus, namun yang
lebih bermakna adalah karena asupan alcohol yang sangat meningkat.
Penyakit hati kronis dan sirosis hati mengakibatkan sekitar 35.000
kematian setiap tahun di Amerika Serikat dan bertanggung jawab atas 1,2% dari
semua kematian. Di Skotlandia pada tahun 2002 angka kematian akibat sirosis
hati berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki, yaitu 45,2 per 100.000 penduduk
dan pada perempuan 19,9 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2004, sirosis hati
merupakan urutan ke 12 dari 15 penyebab kematian terutama di Amerika Serikat.
Dari hasil pemantauan berkala, sejak timbulnya hepatitis C akut menjadi
sirosis hati rata-rata memakan waktu sekitar 17 tahun. Menurut hasil penelitian
soeliadi di RS Dr. Sardjito dan RS Panti Rapih pada tahun 1992 menemukan
bahwa dari 172 penderita penyakit hati terdapat 25,58% penderita dengan
HbsAg positif dan anti kepatitis virus C positif sebesar 41,27%. Berdasarkan data
yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada sirosis terjadi kerusakan hati
yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat
yang difus.
Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta
perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya. Manifestasi klinis
sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi
porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat di bagi 2 bentuk.
a Stadium kompensata
Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering
ditemukan kebetulan.
b Stadium dekompensata
Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan
berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti
mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat
terjadi akibat mal-absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat mal-nutrisi yang
terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gall-stones, refluk gastroesophageal
atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hema-tokezia dapat terjadi
karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta.
Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan
gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas
karena
menurunnya
daya
perfusi
pulmonal,
terjadinya
kolateral
sistemik.
Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam
mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada
adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia karena
penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa
liferatif monosit.(1,8,9)
Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang
yang lebih dari 38C dan tidak dipengaruhi oleh pemberian anti-biotik.
Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor
pada hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering
terjadinya
terjadinya
hipo-kalemia.
Kondisi
ensefalopati
karena
hipo-kalemia
dapat
ini
dapat
menyebabkan
Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam system
gastrointestinal dan pemintasan ( shunting ) darah dari pembuluh portal kedalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
d Edema
Kegagalan hati yang kronis menyebabkan konsentrasi albumin plasma
menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema.
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul
setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi
garam dan air.
e Defiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai ( terutama Vitamin A, C, K ) maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
f
Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatic yang membakat
g Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
h Adanya ikterus(penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda
bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata
terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.
Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.
i
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar tidak sadar (compos mentis
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien,
kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak
langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya
anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
b. Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai
kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa
dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),
disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA
untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam
tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang
terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal
adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik,
konsistensi biasanya kenyal/firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah
terjadi syndrome hepatorenal.
3) Kenaikan kadar enzim transaminase, SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan paremkim hati, kenaikan kadar ini timbul
dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
4) Tes faal hati
Pada sirosis, globulin meningkat yang merupakan cerminan daya tahan sel
hati yang kurang dan menghadapi stress, sedangkan albumin menurun
karena kemampuan sel hati yang kurang/berkurang. Pada orang normal tiap
hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah
3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur
melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan
normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam
empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi
kelainan hati secara dini.
5) Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
6) Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun
menunjukkan kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun
akan menunjukan prognasis jelek
7) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam
dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
8) Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan
fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik
dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
endoskopi
varises
ialah
esofagus,
dapat
tanda-tanda
melihat
yang
langsung
sumber
mengarah
akan
atau
adanya
SOL
(space
occupyin
lesion0.
Sonografi
4) Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang
besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya
tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
5) Radiografi Gastro intestinal bagian atas dilakukan pemeriksaan secara
berseri pada esofagus atau gaster atau ulserasi duodenum.
6) Pemeriksaan angiografi untuk mengidentifikasi tempat perdarahan arteri yang
nyata.
7) CT scan untuk membantu mendeteksi ascites kecil yang memberikan
informasi tentang volume dan karakter dari kumpulan cairan.
8) Radio isotof hati mengidentifikasi adanya massa pada hati.
9) Biopsi jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan
hati,mengidentifikasikan
adanya
sirosis.Pemeriksaan
ini
fibrosis
juga
sel
untuk
mahal
sangat
berguna
untuk
mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat
dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.
12)E R C P : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.
13)Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama
pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat
berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan
mendeteksi tumor atau kista.
14)Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan
melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis
bakterial
spontan),
pemeriksaan
sel
mikroskopis,
tumor,
PENATALAKSANAAN MEDIS
perdarahan
kultur
cairan
dan
dan
eksudat,
dilakukan
pemeriksaan
kadar
dengan furosemid.
2) Spontaneous bacterial peritonitis
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan
parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati
dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada
sirosis
hati
stadium
kompesata
yang
berat.
Pada
kebanyakan
ARH2,
Antifibrinolitik,
dalam
rangka
otak.
Peningkayan
permeabelitas
sawar
darah
otak
ini
akan
acid
(GABA).
Kelainan
laboratoris
pada
pasien
dengan
oleh
hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat
diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun
pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 1520% untuk setiapepisodenya.
3 Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien dengan cairan
asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki
kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan
rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya
translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran
bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli,
streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram
negatif lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,
dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm 3 dengan kultur
cairan asites yang positif.
4 Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat
diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.
Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil
sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal
ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau
saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d,
dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
5 Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa perdarahan pada saluran
cerna akibat pecahnya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang
dibuktikan melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi. Selain itu, pasien
juga diduga mengalami ensepalopati hepatikum karena mengalami berbagai
gangguan tidur selama menderita sakit ini
6 Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya
pada sorosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya
mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitamhitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
7 Koma Hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
tidak terasa keras; dan tingkat 4, bila asites mulai terasa keras (Hernomo,
2007).
9 Hipersplenisme
Limpa dalam keadaan normal berfungsi menyaring sel-sel darah merah,
leukosit dan trombosit yang sudah tua .Darah dari limpaakan bergabung
dengan aliran darah dari usus masuk ke dalam vena porta. Akibat peningkatan
tekanan vena porta karena sirosis, terjadi peningkatan blokade aliran darah dari
limpa. Akibatnya terjadi aliran darah kembali ke limpa, dan limpa membesar.
Terjadilah splenomegali (Hernomo, 2007).
Kadang-kadang limpa dapat membengkak hebat, hingga menimbulkan
nyeri perut. Dengan pembesaran limpa ini, fungsi filtrasi terhadap terhadap selsel
darah
dan
trombosit
ikut
meningkat,
sehingga
jumlahnya
akan
Anemia
peka
menyebabkan
terhadap
infeksi,
perasaan
lemah,
trombositopenia
leukopenia
menyebabkan
DAFTAR PUSTAKA
Soemoharjo, Soewigno. 2008. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Rubenstein, D., Wayne, D., Bradley J. 2007. Lecture Notes on Clinical Medicine. Edisi
6. Jakarta: Penerbit Erlangga
Nurdjanah, Siti. 2009. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata
MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
Setiawan, Poernomo Budi. 2007. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo
Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. 2012. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol.
Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009.
Page 668-673.
Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi
Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2007. Page 129-136
Guyton (2001), Human Physiology and Deseases Mechanism, 3rd ed, (Terjemahan
oleh Petrus Andrianto, 2001). Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarths: Textbook of Medical Surgical
Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott.