You are on page 1of 25

Collaborative Learning (FP)

Blok Gastrointestinal Track


SIROSIS

Oleh: Kelompok 6
Anita Ika Lestari

115070207111011

Kinanti Primandini

115070207111013

Wisam Wafi Kurniawan

115070207111015

Maretta Sekar Dewi

115070207111017

Giovanny Sumeinar

115070207111019

Dewanti Erin Sasmi

115070213111001

Dhinar Ika Wardhani P

115070207111025

Yuni Widiyaningsih

115070207111027

Baiq Ririn Vihasti S.

115070207111029

Isroah

115070207111031
Jurusan Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang
2014

1. DEFINISI
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. (Sudoyo Aru W,
dkk, 2006)
Sirosis hati adalah kondisi fibrosis dan pembentukan jaringan parut yang difus
di hati. Jaringan hati normal digantikan oleh nodus-nodus fibrosa keras serta pitapita fibrosa yang mengerut dan mengelilingi hepatosit sehingga fungsi hati normal
terganggu (Corwin, 2008).
Sirosis hati dapat dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisasi yang difus
dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang
mengalami fibrosis yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses
peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan
terbentuknya jaringan parut.sel-sel hati yang tidak mati bergenerasi untuk
menggantikan sel-sel sel-sel yang telah mati. Akibatnya , sekelompok-sekelompok
sel-sel baru ( regenerative nodules ) dalam jaringan parut ( Nurjanah, 2007 ).
2. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis yaitu:
1 Mikronudular (Sirosis Portal)
Sirosis mikronodular merupakan tanda gangguan kemampuan regenerasi,
misalnya pada penderita alkoholik, malnutrisi, usia lanjut, dan anemia
(Soemoharjo, 2008). Mikronodular ditandai oleh pita fibrotic tebal teratur yang
menghubungkan porta dengan vena hepatica dan disertai nodul-nodul
regenerative kecil. Hati pada awalnya membesar tetapi rata namun akhirnya
mengerut akibat fibrosis progesif (Rubenstein et al. 2007).
2 Makronodular (Sirosis Pascanekrotik)
Sikrosis makronodular ditandai dengan septa dan nodule besar dengan
berbagai ukuran. Sel-sel yang mengalami regenerasi tmapak membesar dengan

inti sel yang besar pula (Soemoharjo, 2008). Makronodular lebih jarang
ditemukan. Jenis ini diyakini biasanya terjadi setelah hepatitis virus disertai
nekrosis yang luas.Hati membesar dan bentuknya sangat tidak teratur akibat
nodul. (Rubenstein et al. 2007).
3 Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular)
Sirosis mikronodular yang mengalami regenerasi menyebabkan gambaran
campuran mikronodular dan makronodular. Dengan berjalannya waktu, sirosis
mikroodular sering berubah menjadi makronodular (Soemoharjo, 2008).
Secara fungsional terbagi atas:
1 Sirosis Hati Kompensata
Gejala sering tidak jelas dan sering kali ditemukan secara kebetulan karena
keluhan yang tidak khas, misalnya keluhan dispepsis. Sirosis baru dicurigai
setelah kemudian didapati hepatomegali atau splenomegali, spider nevi, dna
eritema

Palmaris.

Kecurigaan

perlu

dikonfirmasi

dengan

pemeriksaan

laboratorium dan USG. bila tidak jelas, dilakukan biopsy hati. Padaa saat
diagnosis sirosis hati kompensata ditegakkan, varises esophagus sudah
diidapatkan pada 30% penderita. Varises ini biasanya ditemukan pada
endoskopi rutin untuk mendiagnosis penyakit lain, misalnya dyspepsia
(Soemoharjo, 2008)
2 Sirosis Hati Dekompensata
Gejala-gejala lebih jelas. Penderita sering datang ke dokter karena keluhan
ascites atau ikterus atau muntah darah. Sering didapatkan demam ringan yang
berkepanjangan karena bakteremia gram negative.
Hepatosplenomegali sering ditemukan, demikian pula ikterus dan ascites. Pada
banyak penderita, didapatkan pigmentasi yang meningkat pada wajah, spider
nevi, dan eritema Palmaris. Secara rutin, harus dicari adanya flapping tremor.
Pada saat dibuat diagnosis sirosis hati dekompensata, varises ditemukan pada
60% penderita, namun hanya 30% yang mengalami perdarahan varises. Pada
sirosis hati dekompensata, dapat terjadi berbagai manifestasi ekstrahepatik,
misalnya sindrom hepatopulmonar yang merupakan kelainan oksigenasi paru,
hipertensi hepatopulmonar yang menyebabkan kenaikan tekanan arteri
pulmonary dan peningkatan hambatan pembuluh pulmonary. Disamping itu,
dapat terjadi sindrom hepatorenal berupa gangguan fungsi ginjal akibat
vasokontriksi renal.

Gambaran laboratorium sirosisis hati dekompensata


a Hematologi
- Sel darah putih: dapat ditemukan pansitopenia karena hipersplenisme
- Penelitian menunjukkan bahwa trombositopenia tidak selalu disertai
-

tanda-tanda hiperspleniseme.
Penyebab trombositopenia ini belum diketahui tetapi secara umum

trombositopenia dapat menjadi indicator derajat sirosis serta progonosis.


PPT dan INR sering memanjang pada kasus lanjut tidak membaik

dengan pemberian vitamin K


b Biokimia
- Bilirubin dapat meningkat
- Albumin menurun dna gamma globulin menigkat. Pemeriksaan selisis
kadar albumin serum dan kadar albumin ascites (Serum Ascites Albumin
Gradient) dapat menunjukkan asal ascites tersebut. Bila perbedaannya
-

>1,1 mg% kemungkinan besar terdapat hipertensi portal


Alkali fosfatase meningkat tapi umumnya tidak lebih dari 2x normal.
ALT dan AST dapat meningkat tapi juga sering normal (Soemoharjo,
2008)

3. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO


Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),
penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati
bawaan, penyakit metabolik seperti Wilsons disease, kondisi inflamasi kronis
(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan
kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan
penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh
virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui
penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol
sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena
belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat alkohol.

Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab sirosis adalah


perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh alkoholik.
Pasien mengaku gemar mengkonsumsi arak tradisional sejak muda, 2-3 kali tiap
minggu, tiap kali minum biasanya 1-2 gelas. Alkohol merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya sirosis hepatis karena menyebabkan hepatitis alkoholik yang
kemudian dapat berkembang menjadi sirosis hepatis.
a. Etiologi Berdasar Patogenesisnya
Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus mulai dari hepatitis virus
menjadi Sirosis Hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu :
1. Mekanis
2. Immunologis
3. Kombinasi keduanya
Namun yang utama adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibroblast dan
pembentukan jaringan ikat.
1 Mekanis
Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum lobul
yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya
daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati
yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.
2 Teori Imunologis
Sirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui
proses

hepatitis

kronik

aktif

terlebih

dahulu.

Mekanisme

imunologis

mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis


kronis :

Hepatitis kronik tipe B

Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB

Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk


menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung
virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang
berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati.
Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita
hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa
berlangsung sangat lama. Bisa lebih dari 10 tahun.
b. Etiologi Menurut Faktor Resikonya
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.
1 Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi
terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis
Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis
ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
2 Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari
Sirosis Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan
dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak
yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B
akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories
ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu
disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan,
maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).
3 Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara
akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan
kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan
hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan

terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata,


dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah
penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).
4 Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orangorang muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis
dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat
kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan
defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
5 Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu :
sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.
kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari
Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.

6 Sebab-sebab lain

kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis


kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi
dan nekrosis sentrilibuler.

sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat
menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai
pada kaum wanita.

penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam


sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut
Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak

menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan dalam


makanannya cukup mengandung protein.
c. Etiologi menurut Klasifikasinya
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).
4.

EPIDEMIOLOGI
Sirosis hati dijupai diseluruh Negara termasuk Indonesia. Penderita sirosis
hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki dibandingkan pada kaum
perempuan. Insidensi penyakit ini sangat meningkat sejak perang dunia II,
sehingga sirosis menjadi salah satu penyebab kematian yang paling menonjol.
Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh insidensi hepatitis virus, namun yang
lebih bermakna adalah karena asupan alcohol yang sangat meningkat.
Penyakit hati kronis dan sirosis hati mengakibatkan sekitar 35.000
kematian setiap tahun di Amerika Serikat dan bertanggung jawab atas 1,2% dari
semua kematian. Di Skotlandia pada tahun 2002 angka kematian akibat sirosis
hati berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki, yaitu 45,2 per 100.000 penduduk
dan pada perempuan 19,9 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2004, sirosis hati
merupakan urutan ke 12 dari 15 penyebab kematian terutama di Amerika Serikat.
Dari hasil pemantauan berkala, sejak timbulnya hepatitis C akut menjadi
sirosis hati rata-rata memakan waktu sekitar 17 tahun. Menurut hasil penelitian
soeliadi di RS Dr. Sardjito dan RS Panti Rapih pada tahun 1992 menemukan
bahwa dari 172 penderita penyakit hati terdapat 25,58% penderita dengan
HbsAg positif dan anti kepatitis virus C positif sebesar 41,27%. Berdasarkan data

profil kesehatan Indonesia, pada tahun 2003 insiden hepatitis C di Indonesia, 3


per 100.000 penduduk, dengan prevalens tertinggi di provinsi DKI Jakarta, yaitu
31 per 100.000 penduduk.
Menurut hasil penelitian Nur Aisyah di RSU Dr. Pirngadi Medan pada
tahun 2002-2006 terdapat 669 penderita sirosis hepatis. Dari 251 penderita
terdapat 56,6% penderita yang memiliki riwayat hepatitis. Hasil penelitian Karina
(2007) di RSUP Dr. Kariadi Semarang menemukan dari 36 penderita sirosis
hepatis, 52,8% memiliki riwayat hepatitis B dan 25% dengan riwayat hepatitis C.
PATOFISOLOGI
(Terlampir)
6.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
5.

yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada sirosis terjadi kerusakan hati
yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat
yang difus.
Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta
perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya. Manifestasi klinis
sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi
porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat di bagi 2 bentuk.
a Stadium kompensata
Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering
ditemukan kebetulan.
b Stadium dekompensata
Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan
berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti
mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat
terjadi akibat mal-absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat mal-nutrisi yang
terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gall-stones, refluk gastroesophageal
atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hema-tokezia dapat terjadi
karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta.
Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan
gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas
karena

menurunnya

daya

perfusi

pulmonal,

terjadinya

kolateral

portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta terdapatnya asites


dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang menyebabkan perobahan perfusi
paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%-30% anak
dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena hipoksemia

kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik.


Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output
yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic
blood flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi

sistemik.
Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam
mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada
adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia karena
penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa

ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan rambut.(8,9)


Pada sistim neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel
hati.

Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor),

gangguan kesadaran dan emosi.


Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang
dapat menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang
paling sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan. Kelainan
yang ditemu-kan sering berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikuloendo-telial, opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas pro-

liferatif monosit.(1,8,9)
Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang
yang lebih dari 38C dan tidak dipengaruhi oleh pemberian anti-biotik.
Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor

(TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi.


Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa mal-nutrisi, anoreksia, malabsorbsi, hipo-albuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak.
Sering pula terjadi hipo-kalemia karena hilangnya kalium melalui muntah,

diare atau karena pengaruh pemberian diuretik.


Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadangkadang mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama

pada hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering

juga didapatkan spider angiomata.


Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan
terdapatnya peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar
kalium total dalam tubuh. Terjadinya hiper aldosteron yang disertai kurangnya
masukan makanan, serta terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat
memperberat
menyebab-kan

terjadinya
terjadinya

hipo-kalemia.

Kondisi

ensefalopati

karena

hipo-kalemia
dapat

ini

dapat

menyebabkan

peningkatan absorbsi amonia dan alkalosis.


Manifestasi lain
a Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam, nyeri
abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru
saja terjadi.
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa
nyeri bila ditekan.
b Obstruksi Portal dan Asites
Hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka
aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal
dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang
kronis.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan
menyebabkan asites, yang ditunjukan melalui perfusi adanya shifting dullness
atau gelombang cairan.
c

Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam system
gastrointestinal dan pemintasan ( shunting ) darah dari pembuluh portal kedalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.

d Edema
Kegagalan hati yang kronis menyebabkan konsentrasi albumin plasma
menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema.
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul
setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi
garam dan air.
e Defiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai ( terutama Vitamin A, C, K ) maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
f

Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatic yang membakat

g Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
h Adanya ikterus(penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda
bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata
terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.
Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.
i

Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen dan


thoraks, kaput medusa, wasir dan varises esofagus.

7.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran dan keadaan umum pasien

Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar tidak sadar (compos mentis
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien,
kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak
langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya
anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
b. Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai
kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa
dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),
disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA
untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam
tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang
terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal
adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik,
konsistensi biasanya kenyal/firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan

pada perabaan hati.


Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
- Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-

I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)


- Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena
kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder
nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae
dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris,
ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer/hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme
dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah
mempunyai prognosis yang kurang baik.
2) Urine

Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah
terjadi syndrome hepatorenal.
3) Kenaikan kadar enzim transaminase, SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan paremkim hati, kenaikan kadar ini timbul
dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
4) Tes faal hati
Pada sirosis, globulin meningkat yang merupakan cerminan daya tahan sel
hati yang kurang dan menghadapi stress, sedangkan albumin menurun
karena kemampuan sel hati yang kurang/berkurang. Pada orang normal tiap
hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah
3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur
melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan
normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam
empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi
kelainan hati secara dini.
5) Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
6) Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun
menunjukkan kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun
akan menunjukan prognasis jelek
7) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam
dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
8) Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan
fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik
dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.

9) Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen


sehingga bila terus meninggi prognosis jelek,
10)Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbcAb,
HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan
pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah
terjadi transpormasi kearah keganasan.
b. Pemeriksaan lainya
1) Radiologi. Dengan barium swallow dapat dilihat varises esophagus untuk
konfirmasi adanya hipertensi portal
2) Esofagoskopi
Dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi
portal. Akelebihan
perdarahan

endoskopi

varises

ialah

esofagus,

dapat

tanda-tanda

melihat
yang

langsung

sumber

mengarah

akan

kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale


marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai
tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan
panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.
3) Ultra sonografi
Untuk mengetahui secara lengkap fisik hati dan bentuk permukaan dan
lain-lain. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.
Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG,
yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak
membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
Pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat
pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang
sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati,
pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran
vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau
hiperekoik

atau

adanya

SOL

(space

occupyin

lesion0.

Sonografi

bisamendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata,


hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran
empedu, dll.

4) Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang
besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya
tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
5) Radiografi Gastro intestinal bagian atas dilakukan pemeriksaan secara
berseri pada esofagus atau gaster atau ulserasi duodenum.
6) Pemeriksaan angiografi untuk mengidentifikasi tempat perdarahan arteri yang
nyata.
7) CT scan untuk membantu mendeteksi ascites kecil yang memberikan
informasi tentang volume dan karakter dari kumpulan cairan.
8) Radio isotof hati mengidentifikasi adanya massa pada hati.
9) Biopsi jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan
hati,mengidentifikasikan

adanya

sirosis.Pemeriksaan

ini

fibrosis
juga

sel

untuk

mendiagnosa adanya tumor ganas dan infeksi pada hati.


10)Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil
oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan
bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati
dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara
bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.
11) Tomografi komputerisasi : walaupun

mahal

sangat

berguna

untuk

mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat
dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.
12)E R C P : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.
13)Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama
pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat
berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan
mendeteksi tumor atau kista.
14)Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan
melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis
bakterial

spontan),

pemeriksaan

sel

mikroskopis,

protein,amilase dan lipase.


8.

tumor,

PENATALAKSANAAN MEDIS

perdarahan

kultur

cairan

dan
dan

eksudat,

dilakukan

pemeriksaan

kadar

1. Terapi Diet dan Istirahat


a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
b. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2000 kalori).
Bila adavasites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (10002000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori ( 2000-3000
kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam
makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit
demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang
melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein
dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet
yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan
2. Terapi Farmakologis
a. Pengobatan Berdasarkan Etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian
pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan IFN seperti :
1) Kombinasi IFN dengan ribavirin
Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untukjangka waktu 24-48 minggu
2) Terapi induksi IFN
Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan
dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa
kombinasi dengan RIB.
3) Terapi dosis IFN tiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari
sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati
b. Pengobatan spesifik pada sirosis hepatis akan di berikan jika terjadi
komplikasi sbb:
1) Asites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :


- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat
dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila
-

gagal maka penderita harus dirawat.


diuretic
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet
rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat
badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu
komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic
adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat
dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis
maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan

dengan furosemid.
2) Spontaneous bacterial peritonitis
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan
parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati
dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada
sirosis

hati

stadium

kompesata

yang

berat.

Pada

kebanyakan

kasuspenyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi


secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi
Permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus.
Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :
- Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites
- Clinical feature my be absent and WBC normal
- Ascites protein usually <1 g/dl
- Usually monomicrobial and Gram-Negative
- Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs
- 50% die
- 69 % recure in 1 year
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi
III(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara
oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaxis dapat
diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
3) Hepatorenal Syndrom

Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi


cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan
yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak
bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek
pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan
dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang
diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
4) Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomr duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih
dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai
keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,

pemberian obat-obatan, evaluasi darah.


Pemberian obat-obatan berupa antasida,

VitaminK, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin.


Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain

ARH2,

Antifibrinolitik,
dalam

rangka

menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade


dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.
5) Ensefalopati Hepatik
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita. penyakit
hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian,
gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati
Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain :
infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1 mengenali dan mengobati factor pencetua
2 intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta

toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :


Diet rendah protein
Pemberian antibiotik (neomisin)
Pemberian lactulose/ lactikol

3 Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter


Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
Tak langsung (Pemberian AARS)
9.
KOMPLIKASI
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat
kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
1 Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang
bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati
setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan
dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang
masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma.
Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya
gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar
darah

otak.

Peningkayan

permeabelitas

sawar

darah

otak

ini

akan

memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut


diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu
(tyramine, octopamine, dan beta-phenylethanolamine), amonia, dan gammaaminobutyric

acid

(GABA).

Kelainan

laboratoris

pada

pasien

dengan

ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.


2 Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan

oleh

hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat
diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun
pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 1520% untuk setiapepisodenya.
3 Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien dengan cairan
asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki
kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan
rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya

translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran
bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli,
streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram
negatif lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,
dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm 3 dengan kultur
cairan asites yang positif.
4 Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat
diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.
Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil
sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal
ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau
saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d,
dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
5 Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa perdarahan pada saluran
cerna akibat pecahnya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang
dibuktikan melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi. Selain itu, pasien
juga diduga mengalami ensepalopati hepatikum karena mengalami berbagai
gangguan tidur selama menderita sakit ini
6 Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya
pada sorosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya
mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitamhitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
7 Koma Hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum

mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma


hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu
disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu
seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua
koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh ebab lain, antara lain karena
perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh
substansia nitrogen.
8 Edema dan Asites
Dengan semakin beratnya sirosis hepatis,maka terjadi pengiriman sinyal
ke ginjal untuk melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air
yang berlebihan, pada awalnya akan mengumpul dalam jaringan di bawah kulit
sekitar tumit dan kaki , karena efek gravitasi pada waktu berdiri atau duduk.
Penumpukan cairan ini disebut edema atau sembab pitting (pitting edema).
Pembengkakan ini menjadi lebih berat pada sore hari setelah berdiri atau duduk
dan berkurang pada malam hari sebagai hasil menghilangnya efek gravitasi
pada waktu tidur. Kemudian dengan semakin beratnya sirosis dan semakin
banyaknya garam dan air yang diretensi, air akhirnya juga akan mengumpul
dalam rongga abdomen antara dinding dan perut dan organ dalam perut.
Penimbunan cairan ini disebut asites yang berakibat pembesaran perut,
keluhan rasa tak enak dalam perut dan peningkatan berat badan ( Hernomo,
2007).
Untuk membedakan penyebab asites , dilakukan pemeriksaan SAAG
(serum-ascites albumin gradient) : bila nilainya > 1.1 gram %, penyebabnya
adalah penyakit non peritoneal (hipertensi portal,hipoalbuminemia, asites
chyllous,tumor ovarium). Sebaliknya bila nilainya < 1,1 mg % disebabkan
eksudat (keganasan, peritonitis-karena TBC, jamur, amuba atau benda asing
dalam peritoneum). Asites juga dibagi dalam 4 tingkatan asites, yaitu : tingkat 1,
hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan seksama; tingkat 2, deteksi lebih
mudah tapi biasanya jumlahnya hanya sedikit; tingkat 3, tampak jelas tetapi

tidak terasa keras; dan tingkat 4, bila asites mulai terasa keras (Hernomo,
2007).
9 Hipersplenisme
Limpa dalam keadaan normal berfungsi menyaring sel-sel darah merah,
leukosit dan trombosit yang sudah tua .Darah dari limpaakan bergabung
dengan aliran darah dari usus masuk ke dalam vena porta. Akibat peningkatan
tekanan vena porta karena sirosis, terjadi peningkatan blokade aliran darah dari
limpa. Akibatnya terjadi aliran darah kembali ke limpa, dan limpa membesar.
Terjadilah splenomegali (Hernomo, 2007).
Kadang-kadang limpa dapat membengkak hebat, hingga menimbulkan
nyeri perut. Dengan pembesaran limpa ini, fungsi filtrasi terhadap terhadap selsel

darah

dan

trombosit

ikut

meningkat,

sehingga

jumlahnya

akan

menurun.Hipersplenisme merupakan istilah yang di pakai untuk menunjukkan


kondisi sebagai berikut : penurunan jumlah sel darah merah (anemia),
penurunan sel darah putih (leukopenia), dan atau trombosit yang rendah
(trombositopenia).
menyebabkan

Anemia

peka

menyebabkan

terhadap

infeksi,

perasaan

lemah,

trombositopenia

leukopenia

menyebabkan

pembekuan darah dan menimbulkan perdarahan yang memanjang (Hernomo,


2007).
10 Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)
Sirosis, apapun penyebabnya, meningkatkan risiko kanker hati primer
(hepatocellular carcinoma). Istilah primer menunjukkan tumor berasal dari hati.
Kanker hati sekunder merupakan kanker hati yang berasal dari penyebaran
kanker dari tempat lain dalam tubuh (metastasis). Keluhan terbanyak kanker
hati primer adalah nyeri perut, pembengkakan, pembesaran hati, penurunan
berat badan, dan demam. Sebagai tambahan, kanker hati dapat memproduksi
dan melepaskan sejumlah bahan yang menimbulkan berbagai kelainan :
peningkatan sel darah merah (eritrositosis), gula darah yang rendah
(hipoglikemia) dan kalsium darah yang tinggi (hiperkalsemia) (Hernomo, 2007).
Sirosis merupakan kondisi premaligna dan berhubungan dengan risiko
peningkatan kanker hepatoseluler. Dari data statistik selama selama dua

dekade terakhir, kejadian kanker jenis ini meningkat di Amerika Serikat,


terutama karena penyebaran HBV dan HCV. Untuk itu diperlukan langkahlangkah pencegahan. Pengukuran pencegahan termasuk didalamnya skrining
dengan alpha-fetoprotein dan ultrasonografi setiap 6 bulan ( Anand , 2002)

DAFTAR PUSTAKA
Soemoharjo, Soewigno. 2008. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Rubenstein, D., Wayne, D., Bradley J. 2007. Lecture Notes on Clinical Medicine. Edisi
6. Jakarta: Penerbit Erlangga
Nurdjanah, Siti. 2009. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata
MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
Setiawan, Poernomo Budi. 2007. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo
Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. 2012. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol.
Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009.
Page 668-673.
Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi
Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2007. Page 129-136

Guyton (2001), Human Physiology and Deseases Mechanism, 3rd ed, (Terjemahan
oleh Petrus Andrianto, 2001). Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarths: Textbook of Medical Surgical
Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott.

You might also like