Professional Documents
Culture Documents
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Pada tahun 1906, von Pirquet mengusulkan suatu istilah allergie untuk suatu
keadaan respon imun yang menyimpang dari respons imun yang biasanya protektif .
Hipersensitivitas : reaksi imun yang patologik yang terjadi akibat respon imun
yang berlebihan yang menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut waktu timbulnya reaksi :
a. Reaksi cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan
silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan
mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau
anafilaksis local seperti pilek, bersin, asma, urtikaria, dan eksim.
b. Reaksi intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam.
Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan
melalui aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC. Manifestasi reaksi
intermediet dapat berupa:
- Reaksi transfuse darah, eritoblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun
- Reaksi arthus local dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis
nekrosis, glomerulonefritis, arthritis rheumatoid, dan LES.
Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang
disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK.
c. Reaksi lambat
Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan
antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T
mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan.
Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M.tuberculosis dan reaksi
penolakan tandur.
Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs :
Terdapat beberapa bentuk reaksi hipersensitivitas yang berbeda pada proses
imunopatogenesisnya:
a. Tipe I
: reaksi anafilaktik
b. Tipe II
: reaksi sitotoksik
c. Tipe III
: reaksi kompleks antigen-antibodi
d. Tipe IV
: reaksihipersensitivitas tertunda/terlambat
Dari keempat tipe reaksi hipersensitivitas, 3 tipe pertama melibatkan antibody
(efektor humoral), sedang tipe terakhir yaitu reaksi hipersensitivitas tertunda
(delayed type hypersensitivity = DHT) merupakan satu-satunya reaksi yang
melibatkan efektor seluler.
Antigen yang terpapar sebagai penyebab timbulnya reaksi hipersensitivitas
dinamakan allergen.
a. Tipe I : Reaksi anafilaktik
Pada reakti tipe I, allergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon
imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma, dan
dermatitis atopi. Urutan kejadian reaksi tipe I sebagai berikut:
PAF
NCA
BK-A
Proteoglikan
Enzim
CSF
IL-4, PNM, TNF-
FGF
Inhibitor protease
Lipoksin
Leukotrin (LTC4, LTD4, LTE4)
ii.
iii.
Reaksi local
IgE biasanya dibentuk dalam jumlahsedikit, langsung diikat oleh sel
mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap
untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat juga terjadi secara pasif bila serum
orang yang alergi dimasukan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal.
Reaksi sistemik-anafilaksis
Sel mast/basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator.
Reaksi dapat dipacu berbagai allergen seperti makanan (seafood, kacangkacangan), obat, sengatan serangga, latex.
Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan pelepasan mediator oleh sel
mast yang terjadi tidak melalui IgE.
Jenis alergi
anafilaksis
REAKSI ALERGI
Alergen umum
Obat, serum, bias, kacangkacangan
Urtikaria akut
Sengatan serangga
Rhinitis alergi
asma
makanan
Gambaran
Edema dengan
peningkatan
permeabilitas vascular,
berkembang menjadi
oklusi trakea, kolaps
sirkulasi
Bentol dan merah di
daerah sengatan. Bias
juga reaksi tipe IV
Edema dan iritasi infeksi
mucosal
Konstriksi bronchial,
peningkatan produksi
mucus, inflamasi saluran
napas
Urtikaria yang gatal dan
potensi menjadi
anafilaksis
Inflamasi pada kulit yang
gatal, memerah
Von Pirquet dan Shick : menyuntikan serum kuda ke penderita difteri dan
tetanus sebagai imunisasi pasif 1-2 minggu mengalami demam dan rasa
gatal-gatal, bengkak, sakit pada beberapa persendian yang bengkak, dan
pembesaran kelenjar limfe dalam urin ditemukan eritrosit dan albumin
yang menandakan tanda peradangan glomerulus dan ginjal serum
sickness.
3. Penyakit kompleks imun berkaitan dengan infeksi
Beberapa individu menghasilkan antibody yang bereaksi silang dengan
beberapa bagian dari sel/jaringan normal.
a. Syndrome Goodpasture dengan gejala perdarahan di paru-paru dan
glomerulonefritis : adanya antibody yang mengikat secara langsung
membrane basalis epitel jaringan merusak membrane basalis dan
jaringan, aktivasi system komplemen.
b. Rheumatic fever : infeksi Streptokokus A pada tenggorokan antigen
pada dinding dan membrane sel streptokokus bereaksi silang dengan
antigen yang ada pada otot manusia, kartilago, dan membrane basalis
glomerulus renalis.
c. Rheumatoid arthtritis : produksi rheumatoid factor (RF) yang merupakan
autoantibody kela IgM RF mengikat Fc dari IgG normal peradangan
dan kerusakan persendian.
d. Penyakit infeksi malaria, virus, kusta : antigen dan antibody banyak
timbul agregat imun yang dtimbun di berbagai lokasi.
e. Penyakit okulasional (Farmers lung) : pneumonitis memproduksi
antibody IgG yang spesifik terhadap aktinomisetes termofilik yang tumbuh
dalam jerami agregat kompleks imun peradangan.
d. Tipe IV : Reaksi hipersensitivitas tertunda/terlambat
Imunitas seluler (cell mediated immunity = CMI) dilakukan oleh limfosit T
spesifik antigen.
Awal: alergen dan limfosit T terikat melalui reseptornya limfosit T diaktifkan
pelepasan zat-zat soluble oleh limfosit T efektor dalam bentuk jenis limfokin
mengaktifkan sel-sel mononuclear seperti monosit, makrofag, dan limfosit non
imun merusak jaringan.
Periode sensitisasi selama 1-2 minggu peningkatan sel T spesifik terhadap
antigen antigen harus disajikan dahulu oleh molekul MHC kelas II yang
terdapat pada permukaan sel penyaji antigen (APC).
Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi dalam DHT menjadi Delayed Type
hypersensitivity melalui sel CD4+ dan T Cell Mediated Cytolysis melalui
sel CD8+.
Jenis reaksi hipersensitivitas tipe IV
1. Reaksi Jones Mote (Reaksi JM) / CBH = Cuteneous Basophil Hypersensitivity
Ditanda i: infiltrasi basofil di bawah epidermis, biasanya oleh karena Ag yang
larut dan oleh karena limfosit yang peka terhadap cyclophosphamide
terjadi reaksi eritem tanpa indurasi sesudah 24 jam.
Kelinci digigit tungau terjadi reaksi CBH berat di tempat tungau menempel.
Basofil melepas mediator farmakologik aktif dari granulnya mematikan +
melepaskan tungau tsb.
2. Hipersensitivitas kontak dan dermatitis kontak
klinik: dermatitis yg timbul pd kulit tempat kontak dg Ag/alergen
Reaksi maksimal terjadi setelah 48 jam, merupakan Reaksi Epidermal