You are on page 1of 33

1

BAB I
ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT
A.

Anatomi Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran
organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin
keluar dari buli-buli .
Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan
panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi
uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus
ejakulatorius.
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat
kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula
yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar
sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli
bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal
kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat
dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin
dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus,
lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal.
Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil .
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior .

Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran


terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima
daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu:
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
3. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
4. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5%
tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi
benign prostatic hyperpiasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal (10).
Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna,
arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang
dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang
baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara
ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca
interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti
pembuluh darah dam mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke
nodus iliaka interna dan nodus sakralis (8, 9).
Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk
pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak
bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di

kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak


mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding
pembuluh darah (8, 9).
B.

Fisiologi Prostat
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret
dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen
berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat
ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam,
enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui
kontraksi otot polos (8).

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :


a. Kapsul anatomis
b. Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang
sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
c. Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner
zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena
mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada
bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian
tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus
anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a.hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari
arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran
arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
a. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico
prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok
kelenjar periurethral.
b. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa
cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar
paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang
kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke
kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.9
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang
berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan)
di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di
sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel sel
sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan

yang dihasilkan meliputi 10 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat
mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain
sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak
memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada
terjadinya gangguan aliran kencing.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Benigda Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran dari beberapa bagian
dari kelenjar prostat yang mengakibatkan obstruksi urine (yokubus siswadi,2006).
Hipertrofi prostat jinak merupakan kondisi yang belum diketahui
penyebabnya, ditandai oleh meninngkatnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra)
dari kelenjar prostat (pierce A grace,2006)
Benigda Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. Pada banyak pasien dengan usia diatas
50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. BPH
adalah kondisi yang patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun.
(Brunner dan suddarth,2002)
Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik, dengan demikian menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau
retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis)
secara bertahap. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana
sebagian urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme inefektif.

B. Etiologi
Etiologi BPH belum jelas namun terdapat faktor risiko umur dan hormon
androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologik anatomi yang ada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, usia
80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun 100%.
C. Pathogenesis
1. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Adalah metabolik androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel
kelenjar prostat.
Terbentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH.
DHT yang tebentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
komplek DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth
faktor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

2. Keseimbangan antara Estrogen dan Testosteron


Usia tua testosterone menurun, estrogen tetap sehingga perbandingan estrogen
dan testosterone relatif meningkat. Estrogen dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas

sel-sel

prostat

terhadap

rangsangan

hormone

androgen,

meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian selsel prostat (apoptosis).
3. Interaksi Stroma-Epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth faktor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya profilasi sel-sel epitel maupun sel-sel stroma.
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel (apoptosisi). Pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk memepertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosisi terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosisi akan difagositosis oleh sel-sel sekitarnya, kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosisi
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan pertambahan masa prostat.
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosisi, selalu dibentuk selsel baru, di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mengalami kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.
Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya
aktifitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun
sel epitel.

D. Patofisiologi

Hyperplasia prostat
Penyempiyan lumen uretra posterior
Tekanan intravesikal meningkat
Buli-buli:

Ginjal dan Ureter:

Hipertrofi otot

Refluks vesike-ureter

destrusor

Hidroureter

Hidronefrosis

Gagal ginjal

Trabekulasi

Selula

Sakula

Divertikel buli-buli

Divertikel buli-buli

E. Manifestasi Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif
dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara
pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot
detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus.
Gejalanya ialah :
a. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
b. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
c. Miksi terputus (Intermittency)
d. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
e. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).

10

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga
vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
a. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
b. Nokturia
c. Miksi sulit ditahan (Urgency)
d. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis
derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <>
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas +
sisa urin > 150 ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS
(International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan
yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5,
sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1
hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35

11

International Prostatic Symptom Score


Pertanyaan

Jawaban dan skor


<20%

<50%

50%

>50%

Hampir
selalu

Keluhan pada bulan terakhir

Tidak sekali

a. Adakah anda merasa bulibuli tidak kosong setelah


berkemih

b. Berapa kali anda berkemih


lagi dalam waktu 2 menit

c. Berapa kali terjadi arus


urin
berhenti
sewaktu
berkemih

d. Berapa kali anda tidak


dapat
menahan
untuk
berkemih

e. Beraapa kali terjadi arus


lemah sewaktu memulai
kencing

f. Berapa keli terjadi bangun


tidur anda kesulitan memulai
untuk berkemih

g. Berapa kali anda bangun


untuk berkemih di malam
hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang

12

merupakan tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
F. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal
G. Pemeriksaan Penunjang
1.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. Pemeriksaan
urin

lengkap

dan

kulturnya

juga diperlukan. PSA (Prostatik

Spesific

Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.


2.

Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
obyektif

pancaran

urin

dapat

diperiksa

dengan uroflowmeter

penilaian
a. Flow rate maksimal 15 ml / dtk

= non obstruktif.

dengan

13

b. Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line.


c. Flow rate maksimal 10 ml / dtk
3.

= obstruktif.

Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik


a. BOF (Buik Overzich
Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
b. USG (Ultrasonografi)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga
keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan
secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
c. IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
Dengan IVP, buli buli dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya
dikosongkan. Sebelum, untuk melihat adanya intravesikal tumor dan
divertikel. Sementara (voiding cystografi), untuk melihat adanya reflux
urin. Sesudah (post evacuation), untuk melihat residual urin.

4.

Pemeriksaan Panendoskop
Untuk

mengetahui keadaan uretra dan buli buli

H. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1. Watchful (observasi)
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan
berat tanpa disertai penyulit serta indikasi terapi pembedahan tetapi masih
terdapat kontraindikasi atau belum well motivated Obat yang digunakan
berasal

dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll),

gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.


3. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

14

a).

Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi


urin akut.

b).

Klien dengan residual urin 100 ml.

c).

Klien dengan penyulit.

d).

Terapi medikamentosa tidak berhasil.

e).

Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :


f).

Pembedahan biasa / open prostatektomi.

g).

TUR-P.
TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan
suatu lengkung diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi
selapis dan dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat
dengan memakai diathermi, biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai
120 menit, tergantung besarnya prostat. Selama operasi dipakai irigan
akuades

atau cairan isotonik tanpa elektrolit. Prosedur ini

dengan

anastesi

dilakukan

regional (Blok Subarakhnoidal / SAB / Peridural ).

Setelah itu dipasang kateter nomer Ch. 24 untuk beberapa hari. Sering
dipakai kateter bercabang tiga atau satu saluran untuk spoel yang mencegah
terjadinya

pembuntuan oleh pembekuan darah. Balon dikembangkan

dengan mengisi cairan garam fisiologis atau akuades sebanyak 30 50


ml yang digunakan

sebagai tamponade daerah

prostat dengan cara

traksi selama 6 24 jam.Traksi dapat dikerjakan dengan merekatkan ke


paha klien atau dengan memberi beban (0,5 kg) pada kateter tersebut
melalui katrol. Traksi tidak boleh lebih dari 24 jam karena dapat
menimbulkan
mengakibatkan

penekanan

pada

uretra bagian

stenosis buli buli

dilonggarkan fiksasi dipindahkan

karena

penoskrotal

ischemi.

sehingga

Setelah

traksi

pada paha bagian proximal atau

abdomen bawah. Antibiotika profilaksis dilanjutkan beberapa jam atau


24 48 jam pasca bedah. Setelah urin yang keluar jernih kateter dapat
dilepas .Kateter biasanya dilepas pada hari ke 3 5. Untuk pelepasan
kateter, diberikan

antibiotika 1 jam

sebelumnya

untuk mencegah

15

urosepsis. Biasanya klien boleh pulang setelah miksi baik, satu atau
dua hari setelah kateter dilepas .
h).

Alternatif

lain

(misalnya:

TUIP,

TUBD,

Kriyoterapi,

Hipertermia, Termoterapi, TUNA, Terapi Ultrasonik dan TULIP.)

16

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Tanda:
Peningkatan TD (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala :
Penurunan kekuatan/dorongan aliran urin, tetesan.
Keragu-raguan pada berkemih awal.
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap,
dorongan dan frekuensi berkemih.
Nokturia, disuria, hematuria.
Duduk untuk berkemih.
ISK berulang, riwayat batu (statis urinaria).
Konstipasi (protrusi prostat ke dalam rectum).
Tanda :
Masa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih).
Hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan
abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi
tahanan).
c. Makanan/cairan
Gejala :
Nyeri suprapubis, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada prostatitis
akut).
Nyeri punggung bawah./terapi pada kemampuan
d. Seksualitas

17

Gejala:
Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.
Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim.
Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.
Tanda :
Pembesaran, nyeri tekan prostat.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operatif
a. Gangguan eliminasi urin b.d pembesaran prostat, ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pascaobstruksi dieresis dari
drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
d. Ansietas b.d perubahan status kesehatan.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b.d tidak mengenal informasi.
Intra Operatif
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
b. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
Post Operatif
a. Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya tonus kandung kemih sehubungan
dengan distensi berlebihan pra operasi atau dekompresi kontinu.
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pembatasan pemasukan
praoperasi.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive, trauma jaringan, insisi
bedah.
d. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d iritasi mukosa kandung kemih, refelks
spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah.
e. Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d inkontinensia, kebocoran urin
setelah pengangkatan kateter.

18

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


b.d tifak mengenal sumber informasi.
3. Intervensi
Pre operasi
a. Gangguan eliminasi urin b.d pembesaran prostat, ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan :
Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih.
Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml, dengan tak
adanya tetesan/kelebihan cairan.
Intervensi
Mandiri:
1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
Rasional: Meminimalkan retensi urin distensi berlebihan pada kandung
kemih.
2) Tanyakan pasien tentang inkontinensia stress.
Rasional: Tekanan uretral tinggi menghambat pengosongan kandung
kemih atau dapat menghambat berkemih sampai tekanan abdominal
meningkat cukup untuk mengeluarkan urin secara tidak sadar.
3) Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.
Rasional: Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.
4) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. perhatikan penurunan
haluaran urin dan perubahan berat jenis.
Rasional: Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan
atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya deficit aliran darah
ke

ginjal

mengganggu

kemampuannya

untuk

memfilter

dan

mengkonsentrasi substansi.
5) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung,
bila didindikasikan.
Rasional: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.

19

6) Awasi

tanda

vital

dengan

ketat.

Observasi

hipertensi,

edema

perifer/dependen, perubahan mental. Timbang tiap hari. Pertahankan


pemasukan dan pengeluaran akurat.
Rasional: Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi
cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut ke penurunan ginjal
total.
7) Berikan/dorong kateter lain dan perawatan perineal.
Rasional: Menurunkan risiko infeksi asenden.
8) Berikan rendam duduk sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, dan dapat
meningkatkan upaya berkemih.
Kolaborasi :
1) Berikan obat sesuai indikasi (Antispasmodik)
Rasional: Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan
iritasi oleh kateter.
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
Tujuan :
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Tampak rilaks.
Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi
Mandiri :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
Rasional: Memberika informasi untuk membantu dalam menentukan
pilihan/keefektifan intervensi.
2) Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.
Rasional: Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi
akut.
3) Berikan tindakan kenyamanan, pijatan punggung, relaksasi/latihan napas
dalam
Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.

20

4) Dorong menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum.


Rasional: Meningkatkan relaksasi otot.
Kolaborasi :
1) Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional: Pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan
kepekaan kelenjar
2) Lakukan masase prostat.
Rasional:

Membantu

dalam

evakuasi

diktus

kelenjar

untuk

menghilangkan kongesti/inflamasi.
3) Berikan obat sesuai indikasi (Narkotik: eperidin).
Rasional: Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan
relaksasi mental dan fisik.
4) Pemberian antibacterial, contoh: metanamin hipurat (Hipret).
Rasional: Menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius juga yang
dimasukkan melalui system drainase.
5) Pemberian Antispasmodik dan sedative kandung kemih contoh: flavoksat
(urispas, oksibutinin).
Rasional: Menghilangkan kepekaan kandung kemih.
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pascaobstruksi dieresis dari
drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
Tujuan :
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer teraba, pengisian kapiler baik, dan membrane mukosa lembab.
Intervensi
Mandiri :
1) Awasi keluaran dengan haati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan
keluaran 100-200 ml/jam.
Rasional: Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total
cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorpsi dalam tubulus
ginjal.
2) Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu.

21

Rasional: Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala


urinaria, homeostatic pengurangan cadangan dan peningkatan risiko
dehidrasi/hipovolemia.
3) Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran
mukosa oral.
Rasional: Memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sitemik.
4) Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi.
Rasional: Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostasis
sirkulasi.
Kolaborasi :
1) Awasi elektrolit, khususnya natrium.
Rasional: Bila pengumpulan cairan terkumpul dari area ekstraseluler,
natrium dapat mengikuti perpindahan, menyebabkan hiponatremi.
2) Berikan cairan IV (garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan.
Rasional:

Menggantikan

kehilangan

cairan

dan

natrium

untuk

mencegah/memperbaiki hipovolemia.
d. Ansietas b.d perubahan status kesehatan.
Tujuan :
Klien tampak rileks.
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
Intervensi
Mandiri :
1) Selalu ada untuk pasien. Buat hubungan saling percaya dengan
pasien/orang terdekat.
Rasional: Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu.
Membantu dalam diskusi tentang subjek sensitif.
2) Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan
terjadi, missal : kateter, urin berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui
seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.

22

Rasional: Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan,


dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan, termasuk ketakutan akan
kanker.
3) Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien.
Lindungi privasi pasien.
R/: Menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien.
4) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan.
Rasional: Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk
menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep, dan solusi
pemecahan masalah.
5) Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.
Rasional: Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan
menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian
informasi.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b.d tidak mengenal informasi.
Tujuan :
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis.
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit.
Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
Mandiri :
1) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien.
Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi terapi.
2) Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.
Rasional: Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan
rehabilitasi vital.
3) Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual.
Rasional: Mungkin merupakan ketakutan yang tak dibicarakan.

23

4) Anjurkan

menghindari

makanan

berbumbu,

kopi,

alcohol,

mengemudikan mobil lama.


Rasional: Dapat menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti.
Peningkatan tiba-tiba pada aliran urin dapat menyebabkan distensi
kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih, mengakibatkan
episode retensi urinaria akut.
5) Bicarakan masalah seksual, contoh bahwa selama episode akut
prostatitis, koitus dihindari tetapi mungkin membantu dalam pengobatan
kondisi kronis.
Rasional: Aktivitas seksual dapat meningkatkan nyeri selama episode
akut tetapi dapat memberikan suatu masase pada adanya penyakit kronis.
6) Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh urin
keruh, berbau, penurunan haluaran urin, ketidakmampuan untuk
berkemih, adanya demam/menggigil.
Rasional: Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi.
7) Diskusikan perlunya adanya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain
tentang diagnose.
Rasional: Menurunkan risiko terapi tak tepat.
Intra Operatif
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi .
Kriteria hasil:
-

Klien tidak mengalami infeksi.

Dapat mencapai waktu penyembuhan.

Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda
shock.

Intervensi
1)

Pertahankan sistem kateter steril,


berikan perawatan kateter dengan steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi

2)

Anjurkan intake cairan yang cukup

24

( 2500 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.


R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi
dan mempertahankan fungsi ginjal.
3)

Pertahankan

posisi

urobag

dibawah.
R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
4)

Observasi tanda tanda vital,


laporkan tanda tanda shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.

5)

Observasi urine: warna, jumlah,


bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.

6)

Kolaborasi dengan dokter untuk


memberi obat antibiotik.
R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.

b. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan


Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil:
-

Klien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan .

Tanda tanda vital dalam batas normal .

Urine lancar lewat kateter .

Intervens i
1)

Jelaskan pada klien tentang sebab


terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda tanda perdarahan .
R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui

tanda tanda

perdarahan
2)

Irigasi aliran kateter jika terdeteksi


gumpalan dalm saluran kateter
R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan
perdarahan kandung kemih

3)

Sediakan diet makanan tinggi serat

25

dan memberi obat untuk memudahkan defekasi .


R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan
mengendapkan perdarahan .
4)

Mencegah pemakaian termometer


rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang kurangnya satu
minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .

5)

Pantau traksi kateter: catat waktu


traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa
prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 6 jam setelah
pembedahan .

6)

Observasi: Tanda tanda vital tiap


4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat
mencegah kerusakan jaringan yang permanen .

Post Operatif
a. Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya tonus kandung kemih sehubungan
dengan distensi berlebihan pra operasi atau dekompresi kontinu.
Tujuan :
Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi.
Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control kandung kemih.
Intervensi
Mandiri :
1) Kaji haluaran urin dan system kateter/drainase, khususnya selama irigasi
kandung kemih.
Rasional: Retensi dapat terjasi karena edema area bedah, bekuan darah,
spasme kandung kemih.
2) Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih, contoh berdiri,
berjalan ke kamar mandi, dengan frekuensi sering setelah kateter dilepas.
Rasional: Mendororng pasase urin dan meningkatakan rasa normalitas.

26

3) Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan ukuran aliran setelah kateter


dilepas. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan
berkemih, urgensi.
Rasional: Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah beadah, tetapi
berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena
edema uretral dan kehilangan tonus.
4) Dorong pasien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih
dari 2-4 jam per protocol.
Rasional:

Berkemih

dengan

dorongan

mencegah

retensi

urin.

Keterbatasan berkemin untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan


tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
5) Ukur volume residu bila ada kateter suprapubik.
Rasional: Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih. Residu
lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus
kandung kemih mambaik.
6) Instruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh mengencangkan
bokong, menghentikan dan memulai aliran urin.
Rasional: Membantu meningkatkan control kandung kemih/sfingter/urin,
meminimalkan inkontinensia.
7) Anjurkan pasien bahwa penetesan diharapkan setelah kateter dilepas
dan harus teratasi sesuai kemajuan.
Rasional: Informasi membantu pasien untuk menerima masalah. Fungsi
normal dapat kembali dalam 2-3 minggu tetapi memerlukan sampai 8
bulan setelah pendekatan perineal.
Kolaborasi :
1) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu (Continous Bladder
Irrigation/CBI) sesuai indikasi pada periode pascaoperasi dini.
Rasional: Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk
mempertahankan patensi kateter/aliran urin.
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pembatasan pemasukan
praoperasi.
Tujuan :

27

Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi


perifer teraba, pengisian kapiler baik, membrane mukosa lembab, dan
keluaran urin tepat.
Menunjukkan tak ada perdarahan aktif.
Intervensi
Mandiri :
1) Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan.
Rasional: Gerakan/penarikan kateter dapat menyebabkan perdarahan
atau pembentukan bekuan dan pembenaman kateter pada distensi
kandung kemih.
2) Awasi pemasukan dan pengeluaran.
Rasional: Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian.
Pada irigasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan
darah dan secara akurat mengkaji haluaran urin.
3) Observasi drainase kateter, perhatikan perdarahan berlebihan/berlanjut.
Rasional: Perdarahan tidak umum terjadi selama 24 jam pertama tetapi
perlu pendekatan perineal. Perdarahan kontinu/berat atau berulangnya
perdarahan aktif memerlukan intervensi/evaluasi medik.
4) Evaluasi warana, konsistensi urin, contoh :
Merah terang dengan bekuan darah.
Rasional: Biasanya mengindikaasikan perdarahan arterial dan
memerlukan terapi cepat.
Peningkatan viskositas, warna keruh gelap dengan bekuan gelap.
Rasional: Menunjukkan perdarahan dari vena (perdarahan yang paling
umum) biasanya berkurang sendiri.
Perdarahan dengan tak ada bekuan.
Rasional: Dapat mengindikasikan diskrasia darah atau masalah
pembekuan sistemik.
5)

Inspeksi balutan/luka drain. Timbang balutan bila diindikasikan.


Perhatikan pembentukan hematoma.
Rasional: Perdarahan dapat atau disingkirkan dalam jaringan
perineum.

28

6)

Awasi tanda vital, perhatikan penigkatan nadi dan pernapasan,


penurunan TD, diaphoresis, pucat, pelambatan pengisian kapiler, dan
membrane mukosa kering.
Rasional: Dehidraasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat
untuk mencegah berlanjut ke syok.

7) Selidiki kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.


Rasional: Dapat menunjukkan penurunan perfusi serebral (hipovolemia)
atau indikasi edema serebral karena kelebihan cairan selama prosedur
TUR (sindrom TURP).
8) Dorong pemasukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membilas ginjal/kandung kaemih dari bakteri dan debris tetapi
dapat mengakibatkan intoksikasi cairan/kelebihan cairan bila tidak
diawasi dengan ketat.
9) Hindari pengukuran suhu rectal dan menggunakan selang rectal/enema.
Rasional: Dapat mengakibatkan penyebaran iritasi terhadap dasar prostat
dan peningkatan tekanan kapsul prostat dengan risiko perdarahan.
Kolaborasi :
1) Awasi pemerikasaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:
Hb/Ht, jumlah sel darah merah.
Rasional: Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan
penggantian.
Pemerikasaan koagulasi, jumlah trombosit.
Rasional: Dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi.
2) Pertahankan traksi kateter menetap, plester kateter di bagian dalam paha.
Rasional: Traksi terisi balon 30 ml diposisikan pada fosa uretral prostat
akan membuat tekanan pada aliran darah pada kapsul prostat untuk
mambantu mencegah/mengontrol perdarahan.
3) Kendorkan traksi dalam 4-5 jam. Catat periode pemasangan dan
pengendoran traksi, bila digunakan.
Rasional: Traksi lama dapat menyebabkan trauma/masalah permanen
dalam mengontrol urin .
4) Berikan pelunak feses, laksatif sesuai indikasi.

29

Rasional: Pencegahan konstipasi/mengejan untuk defekasi menurunkan


risiko perdarahan rectal-perineal.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive, trauma jaringan, insisi
bedah.
Tujuan :
Tak mengalami tanda infeksi.
Intervensi
Mandiri :
1) Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan kateter regular
dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic di sekitar sisi kateter.
Rasional: Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/sepsis lanjut.
2) Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
Rasional: Menghindari reflex balik urin, yang dapat memasukkan bakteri
ke dalam kandung kemih.
3) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan
pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
Rasional: Pasien yang mengalami sitoskopi dan/atau TUR prostat
beresiko

untuk

syok

bedah/septic

sehubungan

dengan

manipulasi/insrumentasi.
4) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
Rasional: Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan risiko untuk
infeksi, diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
5) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit
sepanjang waktu.
Rasional: Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan membearikan
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan risiko infeksi luka.
6) Gunakan pelindung tipe ostomi.
Rasional: Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah
ekskoriasi dan menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi :
1) Berikan antibiotik sesuai indikasi.

30

Rasional: Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan


peningkatan risiko infeksi pada prostatektomi.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d iritasi mukosa kandung kemih, refelks
spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah.
Tujuan :
Nyeri hilang/terkontrol.
Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individu.
Intervensi
Mandiri :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi (skala 0-10).
Rasional: Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih/pasase
urin sekitar kateter menunjukkan spasme kandung kemih yang
cenderung lebih berat pada pendekatan suprapubik atau TUR (biasanya
menurun setelah 48 jam.
2) Pertahankan patensi kateter dan system drainase. Pertahankan selang
bebas dari lekukan dan bekuan.
Rasional: Mempertahankan fungsi kateter dan drainase system,
menurunkan risiko distensi/spasme kandung kemih.
3) Tingkatkan pemasukan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi.
Rasional: Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan
konstan ke mukosa kandung kemih.
4) Berikan pasien informasi akurat tentang kateter, drainase dan spasme
kandung kemih.
Rasional: Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama dengan
prosedur tertentu.
5) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi,
pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik
relaksasi, termasuk latihan napas dalam, visualisasi, pedoman imajinasi.
Rasional: Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian,
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
6) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.

31

Rasional: Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema, dan


meningkatkan penyembuhan (pendekatan perineal).
Kolaborasi :
1) Berikan antispasmodic, contoh :
Oksibutinin Klorida (Ditropan).
Rasional: Merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan spasme
dan nyeri.
Propantelin bromide (Pro-Bantinin).
Rasional:

Menghilangkan

spasme

kandung

kemih

oleh

kerja

antikolinergik.
4. Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d inkontinensia, kebocoran urin
setelah pengangkatan kateter.
Tujuan :
Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi.
Menyatakan pemahaman situasi individual.
Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah.
Intervensi
Mandiri :
1) Berikan keterbukaan pada pasien/orang terdekat untuk membicarakan
tentang masalah inkontinensia dan fungsi seksual.
Rasional: Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima
informasi yang diberikan sebelumnya.
2) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
Rasional: Impotensi fisiologis terjadi bila saraf perineal dipotong selama
prosedur radikal, pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat dilakukan
seperti biasa dalam 6-8 minggu.
3) Diskusikan dasar anatomi. Jujur dalam menjawab pertanyaan pasien.
Rasional: Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat
melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat,
impoten dan sterilitas biasanya tidak menjadi konsekuensi.

32

4) Diskusikan ejakulasi retrograde bila pendekatan transurethral/suprapubik


digunakan.
Rasional: Cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan
disekresikan melalui urin. Ini tidak mempengaruhi fungsi seksual tetapi
akan menurunkan kesuburan dan menyebabkan urin keruh.
5) Instruksikan latihan perineal dan interupsi/kontinu aliran urin.
Rasional: Meningkatkan peningkatan control otot kontinensia urinaria
dan fungsi seksual.
Kolaborasi :
Rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi.
Rasional: Masalah menetap/tidak teratasi memerlukan intervensi
professional.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
b.d tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan :
Menyatakan pemahaman prosedur bedah dan pengobatan.
Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
Mandiri :
1) Kaji implikasi dan harapan masa depan.
Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi.
2) Tekankan perlunya nutrisi yang baik : dorong konsumsi buah,
meningkatkan diet tinggi serat.
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi,
menurunkan risiko perdarahan pascaoperasi.
3) Diskusikan

pembatasan

aktivitas

awal,

contoh

menghindari

mengangkat berat, latihan keras, duduk/mengendarai mobil terlalu lama,


memanjat lebih dari 2 tingkat tangga sekaligus.
Rasional:

Peningkatan

tekanan

abdominal/meregangkan

yang

menempatkan stress pada kandung kemih dan prostat, menimbulkan


resiko perdarahan.

33

4) Dorong kesinambungan latihan perineal.


Rasional: Membantu kontrol urinaria dan menghilangkan inkontinensia.
5) Instruksikan perawatan kateter urin bila ada.
Rasional: Meningkatkan kemandirian dan kompetensi dalam perawatan
diri.
6) Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh
eritema, drainase purulen dari luka, perubahan dari karakter, jumlah urin,
adanya dorongan/frekuensi, perdarahan berat, demam/menggigil.
Rasional: Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi serius.

DAFTAR PUSTAKA
Dongoes, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta : EGC.
Arif, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Dongoes, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.
Willms, Janice L. 2003. Diagnosis Fisik : Evaluasi Diagnosis Dan Fungsi di Bangsal.
Jakarta : EGC.

You might also like