Professional Documents
Culture Documents
BAB I
ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT
A.
Anatomi Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran
organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin
keluar dari buli-buli .
Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan
panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi
uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus
ejakulatorius.
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat
kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula
yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar
sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli
bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal
kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat
dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin
dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus,
lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal.
Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil .
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior .
Fisiologi Prostat
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret
dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen
berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat
ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam,
enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui
kontraksi otot polos (8).
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena
mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada
bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian
tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus
anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a.hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari
arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran
arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
a. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico
prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok
kelenjar periurethral.
b. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa
cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar
paraurethral).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang
kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke
kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.9
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang
berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan)
di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di
sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel sel
sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan
yang dihasilkan meliputi 10 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat
mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain
sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak
memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada
terjadinya gangguan aliran kencing.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Benigda Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran dari beberapa bagian
dari kelenjar prostat yang mengakibatkan obstruksi urine (yokubus siswadi,2006).
Hipertrofi prostat jinak merupakan kondisi yang belum diketahui
penyebabnya, ditandai oleh meninngkatnya ukuran zona dalam (kelenjar periuretra)
dari kelenjar prostat (pierce A grace,2006)
Benigda Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. Pada banyak pasien dengan usia diatas
50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. BPH
adalah kondisi yang patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun.
(Brunner dan suddarth,2002)
Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik, dengan demikian menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau
retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis)
secara bertahap. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana
sebagian urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme inefektif.
B. Etiologi
Etiologi BPH belum jelas namun terdapat faktor risiko umur dan hormon
androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologik anatomi yang ada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, usia
80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun 100%.
C. Pathogenesis
1. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Adalah metabolik androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel
kelenjar prostat.
Terbentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH.
DHT yang tebentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
komplek DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth
faktor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
sel-sel
prostat
terhadap
rangsangan
hormone
androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian selsel prostat (apoptosis).
3. Interaksi Stroma-Epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth faktor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya profilasi sel-sel epitel maupun sel-sel stroma.
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel (apoptosisi). Pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk memepertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosisi terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosisi akan difagositosis oleh sel-sel sekitarnya, kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosisi
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan pertambahan masa prostat.
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosisi, selalu dibentuk selsel baru, di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mengalami kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.
Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya
aktifitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun
sel epitel.
D. Patofisiologi
Hyperplasia prostat
Penyempiyan lumen uretra posterior
Tekanan intravesikal meningkat
Buli-buli:
Hipertrofi otot
Refluks vesike-ureter
destrusor
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal
Trabekulasi
Selula
Sakula
Divertikel buli-buli
Divertikel buli-buli
E. Manifestasi Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif
dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara
pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot
detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus.
Gejalanya ialah :
a. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
b. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
c. Miksi terputus (Intermittency)
d. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
e. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
10
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga
vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
a. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
b. Nokturia
c. Miksi sulit ditahan (Urgency)
d. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis
derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <>
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas +
sisa urin > 150 ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS
(International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan
yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5,
sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1
hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
11
<50%
50%
>50%
Hampir
selalu
Tidak sekali
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
12
merupakan tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
F. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal
G. Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. Pemeriksaan
urin
lengkap
dan
kulturnya
Spesific
Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
obyektif
pancaran
urin
dapat
diperiksa
dengan uroflowmeter
penilaian
a. Flow rate maksimal 15 ml / dtk
= non obstruktif.
dengan
13
= obstruktif.
4.
Pemeriksaan Panendoskop
Untuk
H. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1. Watchful (observasi)
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan
berat tanpa disertai penyulit serta indikasi terapi pembedahan tetapi masih
terdapat kontraindikasi atau belum well motivated Obat yang digunakan
berasal
14
a).
b).
c).
d).
e).
g).
TUR-P.
TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan
suatu lengkung diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi
selapis dan dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat
dengan memakai diathermi, biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai
120 menit, tergantung besarnya prostat. Selama operasi dipakai irigan
akuades
dengan
anastesi
dilakukan
Setelah itu dipasang kateter nomer Ch. 24 untuk beberapa hari. Sering
dipakai kateter bercabang tiga atau satu saluran untuk spoel yang mencegah
terjadinya
penekanan
pada
uretra bagian
karena
penoskrotal
ischemi.
sehingga
Setelah
traksi
antibiotika 1 jam
sebelumnya
untuk mencegah
15
urosepsis. Biasanya klien boleh pulang setelah miksi baik, satu atau
dua hari setelah kateter dilepas .
h).
Alternatif
lain
(misalnya:
TUIP,
TUBD,
Kriyoterapi,
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Tanda:
Peningkatan TD (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala :
Penurunan kekuatan/dorongan aliran urin, tetesan.
Keragu-raguan pada berkemih awal.
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap,
dorongan dan frekuensi berkemih.
Nokturia, disuria, hematuria.
Duduk untuk berkemih.
ISK berulang, riwayat batu (statis urinaria).
Konstipasi (protrusi prostat ke dalam rectum).
Tanda :
Masa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih).
Hernia inguinalis, hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan
abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi
tahanan).
c. Makanan/cairan
Gejala :
Nyeri suprapubis, panggul atau punggung, tajam, kuat (pada prostatitis
akut).
Nyeri punggung bawah./terapi pada kemampuan
d. Seksualitas
17
Gejala:
Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.
Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim.
Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.
Tanda :
Pembesaran, nyeri tekan prostat.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operatif
a. Gangguan eliminasi urin b.d pembesaran prostat, ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pascaobstruksi dieresis dari
drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
d. Ansietas b.d perubahan status kesehatan.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b.d tidak mengenal informasi.
Intra Operatif
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
b. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
Post Operatif
a. Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya tonus kandung kemih sehubungan
dengan distensi berlebihan pra operasi atau dekompresi kontinu.
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pembatasan pemasukan
praoperasi.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive, trauma jaringan, insisi
bedah.
d. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d iritasi mukosa kandung kemih, refelks
spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah.
e. Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d inkontinensia, kebocoran urin
setelah pengangkatan kateter.
18
ginjal
mengganggu
kemampuannya
untuk
memfilter
dan
mengkonsentrasi substansi.
5) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung,
bila didindikasikan.
Rasional: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
19
6) Awasi
tanda
vital
dengan
ketat.
Observasi
hipertensi,
edema
20
Membantu
dalam
evakuasi
diktus
kelenjar
untuk
menghilangkan kongesti/inflamasi.
3) Berikan obat sesuai indikasi (Narkotik: eperidin).
Rasional: Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan
relaksasi mental dan fisik.
4) Pemberian antibacterial, contoh: metanamin hipurat (Hipret).
Rasional: Menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius juga yang
dimasukkan melalui system drainase.
5) Pemberian Antispasmodik dan sedative kandung kemih contoh: flavoksat
(urispas, oksibutinin).
Rasional: Menghilangkan kepekaan kandung kemih.
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pascaobstruksi dieresis dari
drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
Tujuan :
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer teraba, pengisian kapiler baik, dan membrane mukosa lembab.
Intervensi
Mandiri :
1) Awasi keluaran dengan haati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan
keluaran 100-200 ml/jam.
Rasional: Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total
cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorpsi dalam tubulus
ginjal.
2) Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu.
21
Menggantikan
kehilangan
cairan
dan
natrium
untuk
mencegah/memperbaiki hipovolemia.
d. Ansietas b.d perubahan status kesehatan.
Tujuan :
Klien tampak rileks.
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
Intervensi
Mandiri :
1) Selalu ada untuk pasien. Buat hubungan saling percaya dengan
pasien/orang terdekat.
Rasional: Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu.
Membantu dalam diskusi tentang subjek sensitif.
2) Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan
terjadi, missal : kateter, urin berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui
seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.
22
23
4) Anjurkan
menghindari
makanan
berbumbu,
kopi,
alcohol,
Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda
shock.
Intervensi
1)
2)
24
Pertahankan
posisi
urobag
dibawah.
R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
4)
5)
6)
Intervens i
1)
tanda tanda
perdarahan
2)
3)
25
5)
6)
Post Operatif
a. Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya tonus kandung kemih sehubungan
dengan distensi berlebihan pra operasi atau dekompresi kontinu.
Tujuan :
Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi.
Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control kandung kemih.
Intervensi
Mandiri :
1) Kaji haluaran urin dan system kateter/drainase, khususnya selama irigasi
kandung kemih.
Rasional: Retensi dapat terjasi karena edema area bedah, bekuan darah,
spasme kandung kemih.
2) Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih, contoh berdiri,
berjalan ke kamar mandi, dengan frekuensi sering setelah kateter dilepas.
Rasional: Mendororng pasase urin dan meningkatakan rasa normalitas.
26
Berkemih
dengan
dorongan
mencegah
retensi
urin.
27
28
6)
29
untuk
syok
bedah/septic
sehubungan
dengan
manipulasi/insrumentasi.
4) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
Rasional: Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan risiko untuk
infeksi, diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
5) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit
sepanjang waktu.
Rasional: Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan membearikan
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan risiko infeksi luka.
6) Gunakan pelindung tipe ostomi.
Rasional: Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah
ekskoriasi dan menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi :
1) Berikan antibiotik sesuai indikasi.
30
31
Menghilangkan
spasme
kandung
kemih
oleh
kerja
antikolinergik.
4. Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d inkontinensia, kebocoran urin
setelah pengangkatan kateter.
Tujuan :
Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi.
Menyatakan pemahaman situasi individual.
Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah.
Intervensi
Mandiri :
1) Berikan keterbukaan pada pasien/orang terdekat untuk membicarakan
tentang masalah inkontinensia dan fungsi seksual.
Rasional: Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima
informasi yang diberikan sebelumnya.
2) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
Rasional: Impotensi fisiologis terjadi bila saraf perineal dipotong selama
prosedur radikal, pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat dilakukan
seperti biasa dalam 6-8 minggu.
3) Diskusikan dasar anatomi. Jujur dalam menjawab pertanyaan pasien.
Rasional: Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat
melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat,
impoten dan sterilitas biasanya tidak menjadi konsekuensi.
32
pembatasan
aktivitas
awal,
contoh
menghindari
Peningkatan
tekanan
abdominal/meregangkan
yang
33
DAFTAR PUSTAKA
Dongoes, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta : EGC.
Arif, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Dongoes, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.
Willms, Janice L. 2003. Diagnosis Fisik : Evaluasi Diagnosis Dan Fungsi di Bangsal.
Jakarta : EGC.