Professional Documents
Culture Documents
I.
PENDAHULUAN
Gangguan somatisasi telah dikenal sejak zaman Mesir kuno. Nama awal
untuk gangguan somatisasi adalah hysteria, suatu keadaan yang secara tidak tepat
diperkirakan hanya mengenai wanita. (Kata histeria didapatkan dari kata bahasa
Yunani untuk rahim, hystera). Pada abad ke-17 Thomas Syndenham menemukan
bahwa factor psikologis, yang dinamakannya penderitaan yang mendahului
(antecendent sorrow), adalah terlibat dalam patogenesis gejala.1
Di tahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter Perancis, mengamati banyaknya
gejala dan system organ yang terlibat dan perjalanan penyakit yang biasanya
kronis. Karena pengamatan klinis yang tajam tersebut, gangguan ini dinamakan
sindrom Briquet selama periode waktu tertentu, walaupun istilah gangguan
somatisasi menjadi standar di Amerika Serikat saat diperkenalkan DSM pada
tahun 1980.1
Gangguan somatisasi dicirikan dengan gejala-gejala somatik yang banyak
yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun laboratorium.
Keluhan yang diutarakan pasien meliputi berbagai sistem organ seperti
gastrointestinal, seksual, saraf dan bercampur dengan keluhan nyeri. Gangguan ini
bersifat
kronis,
berkaitan
dengan
stressor
psikologis
yang
bermakna,
DEFINISI
Gangguan somatisasi merupakan salah satu bentuk gangguan somatoform,
yang sumber gangguannya adalah kecemasan yang dimanifestasikan dalam
keluhan fisik, sehingga orang lain tidak akan mengerti jika individu tidak
mengeluh. Somatisasi juga merupakan suatu bentuk gangguan yang ditunjukkan
dengan satu atau beberapa macam keluhan fisik akan tetapi secara medis tidak
mempunyai dasar yang jelas.4
Dijelaskan lebih lanjut bahwa gangguan somatisasi adalah suatu gangguan
fisik kronis yang tidak dapat diterangkan secara medis dan berhubungan dengan
masalah ketegangan psikologis. Individu yang mengalami gangguan somatisasi
tidak hanya mengeluh adanya gangguan fisik akan tetapi individu tersebut ingin
mendapatkan bantuan dan penanganan secara medis.4
Selain itu, somatisasi merupakan bentuk gejala-gejala fisik akan tetapi
secara organis tidak ada bukti patologis, baik dengan evaluasi laboratorium
maupun medis. Dalam kajian psikodinamik, somatisasi merupakan salah satu
gangguan yang sering digunakan individu untuk menghindari diri dari
permasalahan karena enggan menerima tanggungjawab, teguran ataupun
hukuman. Hal ini dilakukan karena efek somatisasi hanya berpengaruh pada diri
sendiri dan tidak berpengaruh pada orang lain. (4,7)
Gangguan ini bersifat kronis dengan gejala ditemukan selama beberapa
tahun, dimulai sebelum usia 30 tahun dan disertai dengan penderitaan psikologis
yang bermakna, seperti gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan perilaku mencari
bantuan medis yang berlebihan.7
III.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umum
diperkirakan 0,1 hingga 0,5 persen. Di Mesir Kuno juga menyebutkan bahwa
gangguan somatisasi lebih sering terjadi pada perempuan. Perempuan dengan
gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi
perkiraan tertinggi mungkin karena kecenderungan awal yang tidak mendiagnosis
gangguan somatisasi pada laki-laki. Di antara pasien yang datang ke tempat
praktik dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen pasien
mungkin memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan somatisasi.2
Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling
sering pada pasien yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang
rendah. Gangguan somatisasi lebih sering terjadi atau ditemukan di budaya non-
Barat, terutama sering terjadi pada orang-orang Asia dan Afrika. Biasanya
gangguan dimulai pada usia dewasa muda (sebelum usia 30 tahun). (2,7)
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa gangguan somatisasi sering
kali bersama-sama dengan gangguan mental lainnya. Diperkirakan, dua pertiga
dari semua pasien dengan gangguan somatisasi memiliki gejala psikiatri yang
dapat diidentifikasi, dan sebanyak separuh pasien dengan gangguan somatisasi
memiliki gangguan mental lainnya. Sifat kepribadian atau gangguan kepribadian
yang sering kali menyertai adalah yang ditandai oleh ciri penghindaran, paranoid,
dan obsesif-kompulsif.1
IV.
ETIOLOGI
1. Faktor Psikososial
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Secara psikososial,
gejala-gejala gangguan ini merupakan bentuk komunikasi sosial yang
bertujuan untuk menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau
menyimbolkan perasaan atau keyakinan.3
Pandangan perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa
pengajaran dari orang tua, contoh dari orang tua, dan etika moral mungkin
mengajarkan anak-anak untuk menggunakan somatisasi dibandingkan
anak-anak lain. Di samping itu, beberapa pasien dengan gangguan
somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil dan telah mengalami
penyiksaan fisik. Faktor sosial, cultural, dan etnik mungkin juga terlibat di
dalam perkembangan gejala gangguan somatisasi.1
2. Faktor Biologis
Beberapa penelitian mengarah pada dasar neuropsikologis untuk
gangguan somatisasi. Penelitian tersebut mengajukan bahwa pasien
memiliki gangguan perhatian dan kognitif karakteristik yang dapat
menyebabkan persepsi dan penilaian yang salah terhadap masukan (input)
somatosensorik. Gangguan yang dilaporkan adalah distraktibilitas yang
berlebihan, ketidakmampuan untuk membiasakan terhadap stimulasi yang
berulang, pengelompokan konstruksi kognitif atas dasar impresionistik,
asosiasi parsial dan sirkumstansial, dan tidak adanya selektivitas. Sejumlah
3
terbatas
penelitian
pencitraan
otak
telah
melaporkan
penurunan
dengan
saudara
laki-lakinya
cenderung
menjadi
GAMBARAN KLINIS
Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan
riwayat medik yang panjang dan rumit. Gejala-gejala umum yang sering
dikeluhkan adalah mual, muntah (bukan karena kehamilan), sulit menelan, sakit
pada lengan dan tungkai, nafas pendek (bukan karena olahraga), amnesia,
4
VI.
riwayat
sedikitnya
gejala
kehamilan).
1 gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya 1 gejala atau deficit yang
mengarah pada suatu kondisi neurologis yang tidak hanya nyeri (gejalagejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan,
paralisa atau kelemahan lokal, sukar menelan atau terasa adanya massa
di tenggorok, aphonia, retensi urinae, halusinasi, kehilangan sensasi
nyeri dan raba, visus ganda, kebutaan, tuli, kejang; gejala-gejala
VII.
DIAGNOSIS BANDING
Klinis harus selalu menyingkirkan kondisi medis psikiatri yang dapat
sistemik kronik.
Gangguan mental, seperti : gangguan depresif berat, gangguan kecemasan
umum, dan skizofrenia.
VIII. TERAPI
Tujuan dari medikasi untuk membantu pasien agar dapat mengetahui dan
memahami secara jelas mengenai gejala-gejala yang dideritanya. Pasien dengan
gangguan somatisasi paling baik jika mereka memiliki seorang dokter tunggal
sebagai perawat kesehatan utamanya. Dokter utama harus melihat pasien selama
kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjungan
ini harus relatif singkat. Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang
mengobati pasien harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi
emosional, bukannya sebagai keluhan medis.(1,2)
Strategi jangka panjang yang baik bagi dokter perawatan primer adalah
meningkatkan kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa factor psikologi
terlibat di dalam gejala sampai pasien mau mengunjungi psikiatri secara teratur.(1,2)
Dalam lingkungan psikoterapeutik, pasien dibantu untuk mengatasi
gejalanya,
untuk
mengekspresikan
emosi
yang
mendasari,
dan
untuk
diawasi
karena
pasien
dengan
gangguan
somatisasi
cenderung
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan & Sadock. Gangguan Somatoform : Gangguan Somatisasi. Dalam
Sinopsis Psikiatri jilid II
2. Kaplan & Sadock. Gangguan Somatoform & Gangguan Nyeri. Dalam Buku
Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
3. Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. Gangguan Somatoform : Gangguan
Somatisasi. Dalam Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2010.p265-267
4. M. Noor Rochman. Dalam jurnal Peranan Kepribadian dan Stres Kehidupan
Terhadap Gangguan Somatisasi. Universitas Gadjah Mada
5. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition Text
Revision (DSM IV TR). Published by The American Psychiatric Assosiation
Washington, DC
6. Maslim R. dr. Gangguan Somatoform : Gangguan Somatisasi. Dalam Buku
Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
7. Nidya Rizky Selvera. Dalam jurnal Teknik restrukturisasi kognitif untuk
menurunkan keyakinan irasional pada remaja dengan gangguan somatisasi.
Universitas Muhammadiyah Malang