Professional Documents
Culture Documents
BAB
Pendahuluan
A.Latar Belakang Masalah
Kanker serviks menempati urutan kedua setelah
keganasan pada payudara didunia. Berdasarkan statistik yang
dikeluarkan
WHO,
diperkirakan
sebanyak
250.000
kasus
terpapar. Sekitar
menghilang
setelah 5 tahun
dan
Sitokin mempunyai
progresif
tumor.
Mekanisme
immune
yang
resistensi
tumor
spesifik
dalam
menekan
respons
immune
spesifik.
Antigen
ini
ada
host.
Hambatan
terjadi
oleh
karena
sel
pengendalian
Sel
sel
bermacam-macam
secara
normal.
produk
khusus.
tumor
Beberapa
membentuk
produknya
ekspresi
virus
adalah
mekanisme
yang
dimaksud
berupa
faktor
enzim,
yang dapat
pertahanan
host.
Mekanisme
adalah
seperti
kemotaksis,
menekan
bahkan
perkembangan
sel
mengeliminasi
tumor/kanker
pertumbuhan
tersebut.
dan
Progresivitas
tingkat
selanjutnya
dan
halangan
pada
respons
immune
seluler
sebabkan
sub set sel yaitu : sel Th1 dan Th2. Sel Th1 memproduksi sitokin
tipe 1 a.l. : IL-2, IL-12, IL-15 dan IFN-. Sitokin ini berperan sebagai
tumor suppressor. Sel Th2 memproduksi tipe 2 sitokin a.l. : IL-4,
IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13. Ekspresi serta peningkatan sitokin dari
sel Th2 sangat berhubungan dengan progresivitas tumor menjadi
invasive atau sebagai tumor promoting. (Sondel PM,et.al.
2001(19).
Berdasarkan beberapa pembahasan diatas, maka penulis
sangat tertarik untuk meneliti ekspresi dari beberapa sitokin
B. Rumusan Masalah
1. Berapa besarkah kadar atau ekspresi masing-masing sitokin
IFN-, IL-2, IL-12
Pertanyaan Penelitian
1. Apakah kadar atau ekspresi masing-masing sitokin IFN-, IL2, IL-12 dan IL-10 dalam darah perifer akan berubah
meningkat atau menurun sesuai dengan tingkat
perkembangan penyakit kanker seviks dari ringan menjadi
berat yaitu mempunyai hubungan selaras atau hubungan
terbalik. ?.
2. Apakah perubahan kadar atau ekspresi sitokin IFN-, IL-2,,
IL-12 serta IL-10 didalam darah perifer sebagai gambaran
dari respons imun terhadap perubahan dan perkembangan
dari penyakit kanker serviks karena infeksi HPV resiko tinggi
mulai dari tingkat dysplasia, stadium awal dan stadium
lanjut.?
3. Apakah ada hubungan antara perubahan kadar atau ekspresi
dari masing-masing sitokin IFN-, IL-2, IL-12 serta IL-10
dalam darah perifer dengan stadium klinis penyakit kanker
serviks mulai dari dysplasia, stadium awal serta stadium
lanjut ?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui ekspresi atau kadar sitokin antara lain
: IFN-, IL-2, IL-12 dan IL-10 dari darah perifer sebagai respons
imun infeksi HR-HPV pada dysplasia serviks, stadium awal serta
stadium lanjut kanker serviks.
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengukur kadar atau ekspresi masing-masing sitokin
IFN-, IL-2, IL-12 dan IL-10 dari darah perifer pada kelompok
displasia serviks, kelompok stadium awal serta kelompok
stadium lanjut kanker serviks.
2. Untuk mengukur dan melihat perubahan kadar atau
ekspresi dari masing-masing sitokin IFN-, IL-2, IL-12 dan IL10 melalui darah perifer sesuai perkembangan penyakit
kanker serviks mulai dari kelompok displasia serviks,
kelompok stadium awal seterusnya kelompok stadium
lanjut.
3. Untuk mengukur dan melihat besarnya peningkatan atau
penurunan kadar atau ekspresi dari masing-masing sitokin
IFN-, IL-2, IL-12 dan IL-10 melalui darah perifer sesuai
perkembangan penyakit kanker serviks mulai dari
kelompok displasia serviks, kelompok
stadium awal
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan pada penelitian ini dapat membuktikan
bahwa ekspresi sitokin produksi sel T helper 1 yang terpapar
dalam darah perifer seperti IFN-, IL-2 dan IL-12 dengan kadar
yang tendensi menurun sesuai perkembangan penyakit kearah
gradasi lebih berat, sebaliknya produk sel T helper 2 yaitu IL-10
juga dari darah perifer memperlihatkan keadaan yang
sebaliknya maka hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk :
1. Secara Klinis
Pada kepentingan dunia kedokteran , memberi pemahaman
bahwa perkembangan infeksi HR-HPV yang hanya sebesar
kurang lebih 12 % saja menunjukkan progresivitas
perubahan dari kondisi dysplasia serviks dan berlanjut
menjadi kanker serviks invasive ini menunjukkan ekspresi
atau kadar sitokin imunostimulator seperti IFN-, IL-2 dan IL12 yang tendensi menurun sesuai peningkatan stadium
penyakit. Pada sisi yang lain sitokin imunosupresor seperti
IL-10 akan meningkat kadarnya sesuai perkembangan
penyakitnya menjadi berat.
2. Pada kepentingan ilmiah
Secara umum dapat menjadi referensi yang penting didalam
pengembangan pemahaman aspek molekuler khususnya
dibidang imunologi khususnya respons imun dengan peran
BAB II
Tinjauan Pustaka
Kanker Serviks
Epidemiologi
Didunia kanker serviks menempati urutan kedua pada
perempuan setelah keganasan payudara. Berdasarkan statistik
yang dikeluarkan WHO, diperkirakan sebanyak 250.000 kasus
meninggal setiap tahun dan ditemukan kurang lebih 500.000
kasus baru. Di negara berkembang , penyakit ini masih
menduduki peringkat pertama dari seluruh kanker pada
perempuan . Pada dasarnya kanker ini sebenarnya dapat
dihindari.(Faridi R,et.al. 2011(1)
Penyakit akibat virus ini dapat digolongkan sebagai
penyakit akibat hubungan seksual. Perilaku hubungan seksual
yang tidak sehat dan menyimpang adalah merupakan faktor
penting terjangkitnya virus HPV ini.(Rodriquez C,et.al. 2009(12)
Faktor predisposisi antara lain hubungan seksual pertama kali
pada usia muda, pasangan/suami beresiko tinggi, multi partner dll
. Infeksi tidak pernah ditemukan pada perempuan virgin . Resiko
mengalam infeksi HPV ini meningkat 10 kali pada setiap
penambahan pasangan seksual. Pasangan pria juga sebagai
rantai infeksi. Resiko mendapat kanker serviks pada perempuan
yang berpasangan dengan pria terinfeksi virus HPV adalah 5 kali
lebih tinggi dari yang tidak. Infeksi virus HPV ini umumnya melalui
hubungan seksual. Walaupun sangat sedikit dapat pula terjadi
secara non-seksual. (Castellsague X,et.al. 2008(11).
Telah dilaporkan seorang bayi menderita infeksi HPV
yang mempunyai ibu menderita HPV. Bayi tersebut menderita
I,II dan III (CIN I,II,III) terjadi pada 14 bulan-4 tahun setelah DNA
HR-HPV ditemukan.Infeksi HR-HPV ditemukan sekitar 80 % pada
NIS II dan sekitar 90 % pada NIS III serta kurang lebih 98 % pada
kanker invasif. (Bosch FX,et.al.2006(4). Virus ini menginfeksi
serviks melalui
daerah metaplasia dalam zona transformasi
serviks. Serviks dilapisi oleh dua epithel
berbeda yang
berhubungan dengan fungsi nya.
Pertama, endoserviks yang
ditutupi oleh epithel kolumnar yang bersekresi dan bagian kedua
adalah ektoserviks yang dilindungi oleh epithel skuamosa. Kedua
daerah ini terhubung melalui zona transformasi. Infeksi HPV
sering dikategorikan : produktif atau proliferatif. Infeksi produktif
artinya menghasilkan formasi yang utuh, partikel virus yang
infeksius. Proliferatif atau non produksi infeksi di kharakterisasi
oleh integrasi virus. Target sel untuk infeksi HPV adalah sel basal
epithel anogenital, umumnya terjadi pada SSK (sambungan
skuamo kolumnar) di zona
transformasi . (Schiffman M,
et.al.2007(5)
Ekspresi gen HPV yang produktif berikatan kuat dengan
epithel yang berdiferensiasi dan secara normal hanya terjadi
pada sel yang aktif . Mulainya dari lapisan basal selanjutnya
kelapisan intermediate atau suprabasal. Sel-sel ini kehilangan
kapasitas untuk replikasi selanjutnya. Infeksi pada sel basal
biasanya secara morfologi normal, dan ekspresi gen HPV biasanya
pada level yang rendah. Pada daerah suprabasal , terjadi ekspresi
gen HPV yang baru dan lebih lanjut diferensiasi yang diinduksi
oleh seluruh gen virus termasuk sintesa DNA dan transkripsi
protein kapsid virus.(Munoz N,et.al. 2006(3)
Virion yang intak dan normal hanya pada permukaan
superfisial sel epithel. Infeksi ini dikenal sebagai low grade dan
sangat kecil progresif ke kanker. Pada tingkat lesi high grade
disimpulkan terganggunya diferensiasi epithel dan transkripsi gen
virus. Tidak terkontrolnya ekspresi pE6 dan pE7 dalam lapisan
basal merupakan prasyarat untuk berkembang ke fenotip
dalam inti maka kaskade ekspresi gen virus terus terjadi dan
memproses copy DNA virus dalam jumlah tertentu pada setiap
sel yang terinfeksi. Genom virus bermigrasi kedalam inti dalam
bentuk episome dan terjadi aktivasi early promoter HPV. Sintesis
virus DNA terjadi dalam sel yang terinfeksi dengan copy
episome sekitar 50-100 genom setiap sel. Setelah sel basal
membelah, episome HPV mengalami replikasi dan di distribusikan
didalam sel daughter(2 anak sel). Virus akan mengikuti
perjalanan sel dengan melakukan diferensiasi dan tetap aktif.
(Doorbar J,et.al.2004(22).
Saat sel host yang mengandung HPV berdiferensiasi ,
late promoter teraktivasi dan membentuk produk late genes
,terbentuk kapsid dan virion baru. Replikasi HPV tergantung dari
proses sel host dan sintesa DNA virus tetap berlangsung di
seluruh strata atas epidermis.
Reaksi Imunologik
Virus HPV yang masuk menginfeksi sel serviks akan
menimbulkan reaksi sistim immun. Reaksi immun terhadap virus
HPV tergantung pada beberapa faktor yang berperan. Reaksi
yang ditemukan antara lain : menurunnya sel Langerhans, adanya
keratinosit HLA-DR dan ICAM 1 (
Intracellular Molecular
adhesive 1 ) serta LFA-1 ( lymphocyte function associated antigen
1 ).(Martin MP,et.al.2005(23)
Pengamatan dan penelitian tentang sel mediated
immune respons terhadap infeksi HPV masih sulit. Pertama
karena siklus hidup dan transkripsi gen HPV tergantung pada
stadium diferensiasi keratinosit, adanya perbedaan pengamatan
pada target antigen, juga infeksi HPV hanya terletak pada epithel
skuamosa. Manifestasi infeksi secara sistemik belum jelas
sehingga penelitian reaksi immun dari infeksi HPV melalui darah
masih cukup sulit.
Gambar. 2.
Skema sederhana respons imun pada infeksi HPV.
( dikutip dari Stanley M,et.al.2008(25)
Onkoprotein E6 dan E7 dapat juga menekan regulasi interferon,
merubah ekspresi respons gen interferon, dan juga gen regulator
siklus sel. Bila virus HPV hanya diam didalam lapisan sel basal,
dan tidak ada replikasi virus maka HPV dapat terhindar dari sistim
imun host. Perubahan epithel serviks secara patologik
diklasifikasikan sebagai CIN ( I,II dan III) yang selalu berhubungan
dengan replikasi virus seta shedding virus . Ditemukan bahwa
kurang lebih 12 %saja. Setelah virus masuk melalui lesi kecil pada
daerah SSK dan mencapai sel target yaitu sel basal, makrofag
sebagai pertahanan awal akan memfagosit virus HPV agar dapat
membunuhnya. Akan tetapi virus HPV tidak mati bahkan virus
mempunyai kesempatan melakukan replikasi dalam makrofag.
Telah diketahui bahwa untuk replikasi maka , virus HPV harus
memerlukan DNA , protein dan energy dari host. Virus
mempunyai beberapa sifat dalam proses infeksi antara lain
(Martin MP et.al.2005(23) :
1. Dapat menginfeksi sel/jaringan tanpa menimbulkan respons
inflamasi
2. Dapat berkembang biak dalam sel host tanpa merusaknya.
3. Dapat mengganggu fungsi khusus sel terinfeksi tanpa
merusak secara nyata.
4. Merusak sel atau mengganggu perkembangan sel host.
Pada infeksi yang persisten, HPV berupaya lolos dari sistim imun
sehingga dapat bertahan bahkan menyebabkan perubahan
seluler seviks kearah dysplasia selanjutnya menjadi kanker.
Beberapa faktor yang sangat menunjang virus HPV lolos dari
sistim imun antara lain (Kanodia S, et.al.2007(31) :
-1. Virus HPV bersifat non-lytic dan tidak menampakkan signal
pro-inflamasi, hingga tidak mengaktifkan sel DC ( sel dendritik)
sehingga tidak menginduksi migrasi sel ini pada daerah lokal
infeksi. Infeksi HPV yang non- lytic sebabkan terbatasnya produksi
antigen sehingga meminimalkan reaksi sistim imun adaptif.
Ekspresi protein E sangat rendah. Kesemuanya memberi sinyal
pro-inflamasi yang buruk sehingga mengurangi respons imun
host.
-2. Virus HPV dapat mengurangi kode genetik yang berlebihan
untuk kontrol produk gennya. Melalui kontrol mekanisme
transkripsi dan translasi dan mencegah ekspresi gen L pada
lapisan basal epithel, dapat menghindarkan deteksi respons imun.
virus HPV
pada kejadian
kanker
Gambar 3.
Pengaruh protein E6 dalam proses siklus sel serta
inaktivasi p53 yang menginduksi sel terinfeksi HPV menjadi
immortal. ( dikutip dari Burd EM.Human Papillomavirus and
Cervical Cancer,2003)(17)
Onkogen yang bersifat mutagen dan masuk dalam sel
target sebabkan mutasi proto-onkogen . Onkogen akan
menginduksi sel mutan baru untuk bertumbuh menjadi kanker.
Onkogen virus HPV adalah onkoprotein E6 dan E7. Onkoprotein E6
dan E7 diekspresikan sebagai poliprotein. Panjang asam amino
pE6 : 151 dan pE7 : 98 as. amino. Protein E6 terletak dimatriks
nucleus dan membrane nonnuclear. Protein E6 mempunyai 2
daerah ikatan dengan zink. Dapat mengikat lebih dari 12 macam
protein. Ekspresi E6 dapat sebabkan sel immortal. Protein E6
mengikat p53 sebagai TSG( tumor suppressor gen) hingga
regulasi siklus sel, arrest maupun apoptosis terhambat. Pada
kerusakan DNA oleh sebab eksogen termasuk virus, p53
teraktivasi
dan sebabkan sel arrest atau masuk program
apoptosis. Bila p53 diikat oleh pE6, fungsi ini gagal dan terjadi
peningkatan proliferasi sel.
Protein E6 juga meningkatkan
telomerase melalui ikatan kompleks dengan Myc/mac protein
dan Sp-1 yang akan mengikat enzyme htert (human reverse
transcriptase) sebabkan aktivitas telomerase hingga sel terus
berproliferasi dan immortal.(Wang PH,et.al.2006(7)
Protein E7
terdapat terutama di nucleus, dapat berikatan dengan family pRb.
Fungsi protein pRb adalah mengatur siklus sel. Protein Rb terikat
dengan factor transkripsi E2F-DP . Protein pRb terdiri dari protein
: p 107, p 120 dan p 130. Protein Rb yang tidak difosforilasi dalam
kompleks dengan factor transkripsi E2F-DP dan mengakibatkan
represi transkripsi. Protein Rb bila berikatan dengan pE7 akan
melepaskan E2F-DP dan sebabkan replikasi sel basal/suprabasal.
Protein E2F yang bebas akan merangsang siklus sel melalui
aktivasi proto-onkogen c-myc dan N-myc dan mengakibatkan
siklus sel berlangsung tanpa control. Protein E7 dapat mengikat
cyclin A dan E serta juga berikatan dengan p 21 dan p 27
sehingga meningkatkan proliferasi sel. Protein p 21 dan p 27
adalah cdk inhibitor (cdk 1 ). Ikatan dengan pE7 akan
mengaktifkan cdk. Ikatan pE7 dengan HDACs ( hystone dacetylases) sebabkan sel
immortal . Kombinasi mekanisme
tersebut diatas mendorong transformasi keganasan sel (serviks).
Kegagalan control siklus sel awal perkembangan ke arah kanker.
Kanker berkembang dari beberapa mutasi yang bebas. Virus DNA
dapat menyebabkan mutasi dan transformasi sel yang terinfeksi.
Virus mampu mengintegrasikan informasi genetiknya kedalam
DNA sel host. Akibat integrasi tersebut sebabkan produksi
berubah dan disebut protein transformasi. Integrasi DNA virus
dan DNA host akan menyebabkan mutasi sel dan ini merupakan
awal proses transformasi sel. (Raybould R,et.al.2011(36).
Gambar
6.
Jalur ke neoplasia dari low ke high grade
malignancy berdasarkan perubahan keseimbangan antara
proliferasi dan apoptosis. (dikutip dari Gregory CD,et.al..
Apoptosis : A Role in Neoplasia )(37)
Histopatologi
Kanker serviks terbanyak berjenis karsinoma sel suamosa yaitu
kurang lebih 85-90 %. Sisanya adalah jenis adenokarsinoma
/adenoskuamosa (10-15 %). Jenis histologi adenokarsinoma
Derajat diferensiasi :
-G1 : diferensiasi baik
-G2 : diferensiasi sedang
-G3 : diferensiasi buruk.
Tumor Marker
Tumor marker yang sering digunakan pada kanker serviks
jenis skuamosa adalah SCC ( Serum Skuamous Cell Carcinoma
Antigen ). Peningkatan
kadar SCC
sesuai dengan stadium
penyakit. Pada stadium I hanya sebesar 30-40 % saja yang
meningkat. Pada stadium II meningkat 60-70 % sedangkan untuk
stadium III atau IV meningkat 80-90 %. Kadar SCC juga
berkorelasi dengan bentuk tumor primer. Korelasi lebih baik pada
bentuk eksofitik dari pada yang ulseratif atau infiltratif. Juga
Stadium Penyakit
Stadium kanker serviks ditentukan berdasarkan
pemeriksaan klinik yang terbaik dibawah pengaruh anestesi
umum.
Penentuan stadium ini harus mempunyai hubungan
kondisi klinis dan didukung oleh bukti-bukti klinis. Bukti klinis
lainnya adalah foto thoraks, pemeriksaan sitoskopi dan
rektoskopi. Penggunaan alat bantu diagnostik canggih seperti CTscan, MRI, PET-scan belum dapat dijadikan standard. Temuan
dengan CT-scan, MRI, atau PET-scan tidak mengubah stadium,
tetapi dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk
rencana pengobatan. Adanya invasi sel tumor kedalam pembuluh
darah atau lymph tidak mempengaruhi stadium.
Stadium Klinik Kanker Serviks berdasar FIGO 2000. (Randall
ME,et.al.2005(40)
Stadium 0
-Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial.
Stadium I
-Karsinoma terbatas di serviks
Stadium Ia -Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali
secara mikroskop. Kedalaman lesi tidak lebih 5 mm dan
lebarnya tidak lebih 7 mm.
Stadium Ia1 -Invasi ke stroma tidak lebih dalam dari 3 mm
dan lebar tidak lebih dari 7 mm.
dinding panggul.
Stadium Iia
-Melibatkan 2/3 atas dari vagina, belum ke
parametrium.
Stadium Iib
-Infiltrasi ke parametrium, belum sampai
dinding panggul.
Stadium III
-Telah melibatkan 1/3 bawah vagina, juga
mencapai dinding panggul.
ginjal.
Stadium IV -Perluasan sampai ke luar organ reproduktif
Stadium IVa -Meluas sampai mukosa kandung kemih dan
atau mukosa rektum.
Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar rongga
panggul.
Diagnosis
Kanker serviks harus di diagnosis dengan pemeriksaan
histopatologi sebagai standar baku yaitu dengan pemeriksaan
jaringan tumor yang di biopsi. Pemeriksaan sitologi serviks
dengan Pap smear untuk mencurigai adanya lesi yang tidak kasat
HPV
Protein HPV
Early Protein
dari
respon
imun
adaptif,
sitokin
Pada fase
merangsang
mereka
juga
disebut
interleukin.
Penomoran
pada
Pleiotropisme adalah
untuk
jalur
tipe
I,
disebut
juga
reseptor
hemopoietin,
Disebut juga
IFN-, yang
Interferon
Interferon (IFN) adalah kelompok family sitokin merupakan
sekresi protein yang diinduksi sebagai respons dari stimulus
ekstraseluler spesifik. Umumnya diproduksi untuk merespons
infeksi virus. Beraksi sebagai bentuk parakrin atau autokrin
dalam molekul intraseluler dalam rangkaian imunitas innate,
surveillance imun, dan homeostasis dari populasi sel darah
perifer. Seluruh sitokin mempunyai afinitas yang tinggi pada
masing-masing reseptor permukaan selnya. Peran IFN sebagai
anti virus cukup besar. Dampak anti virus dari IFN terjadi melalui :
1. Peningkatan ekspresi MHC kelas I. 2. Aktivasi sel NK dan
makrofag,3. Menghambat replikasi virus. Kadang-kadang juga IFN
menghambat penetrasi virus kedalam sel maupun budding virus
dari sel yang terinfeksi.
Interferon menginhibisi replikasi virus,
mengaktifkan sistim imun dan aktivitas supresor tumor. Jadi
sebagai supresor pertumbuhan tumor. Interferon sebagai
pengatur respons biologik anti tumor, diferensiasi sel,
imunoregulator dan juga sebagai anti parasit. Sub klas interferon
terbagi dalam IFN , IFN dan IFN . Interferon dan tampil
sebagai kopi tunggal. Interferon berlokasi pada kromosom 12.
Ekspresi dari IFN sangat berhubungan dengan aktivasi sel T.
Interferon diregulasi oleh faktor transkripsi yang spesifik.(Sondel
PM,et.al.2001(19)
Interferon gamma
Interferon (IFN-) menghambat transkripsi gen E6 dan E7
serta menghambat pertumbuhan sel keratinosit immortal. Juga
Interleukin 12
Interleukin -12 (IL-12) adalah salah satu sitokin yang
sebagian besar diproduksi oleh limfosit sel Th1, juga oleh sel APC
atau sel dendritik yang aktif dan NK sel/makrofag. Interleukin-12
dibentuk antara lain sebagai respons terhadap infeksi virus
termasuk HPV. Interleukin-12 diproduksi oleh APC ketika sel ini
menghadirkan antigen virus pada sel T dan menginduksi fase
efektor dari
cell mediated immune responses. (Bais AG,
Eijkemans,et.al.2007(51). Sitokin ini berperan penting dalam
feed back sistim, yaitu mendorong perkembangan sel T helper
Interleukin 10
Interleukin 10 (IL-10) sebagai sitokin tipe 2 sangat
berhubungan dengan peningkatan pertumbuhan tumor. Sitokin
ini sebagian besar diproduksi oleh limfosit T dan monosit
( makrofag). Interleukin-10 yang diproduksi oleh makrofag yang
aktif fan sel T, juga
mempunyai peran menekan fungsi
makrofag . Karenanya IL-10 ini adalah juga sebagai negative
feedback regulator. Interleukin-10 juga diproduksi oleh beberapa
tipe sel non-limpoid seperti sel keratinosit.
Interleukin 10
menekan ekspresi MHC ( major histocompatibility complex ) kelas
I, mencegah presentasi antigen tumor kepada (CD 8+) CTLs.
(Sharma A,et.al.(53) Didapatkan bahwa peningkatan high grade
CIN sangat berhubungan dengan ekspresi IL-10. Juga didapatkan
penurunan ekspresi IFN-
yang berhubungan dengan lesi
servikal. Interleukin-10 juga menghambat produksi IFN-. Sitokin
ini dapat berfungsi menekan produksi IL-12 oleh makrofag dan
sel dendritik aktif. Karena IL-12 merupakan stimulus kritikal dari
sekresi IFN-, maka dengan penekanan(downregulated) pada IL12 akan mengakibatkan produksi IFN- menurun. (Sharma A,et.al.
(53) Sitokin ini juga menekan sitokin tipe 1 dan menyokong
pertumbuhan kearah kanker serviks. (Nicol AF,et.al.2005(18).
Interleukin-10 menghambat ekspresi costimulators dan molekul
MHC tipe II pada makrofag dan sel dendritik. Karena peran ini IL10 menghambat aktivasi sel T dan mengakhiri respons CMI.
Peranan IL-10 meliputi kontrol pada reaksi dari innate dan adaptif
atau CMI respons. Adanya peran penghambatan oleh IL-10 dalam
sistim imun, memberi kesempatan virus untuk mampu melawan
respons imun.
Menurunnya respons imun tipe 1 yang spesifik
untuk HPV menginduksi kanker serviks invasive.
Pada penelitian dari Bais AG,Lindemans et.al.2005(50)
menyatakan bahwa IFN- rendah secara signifikan pada CIN III
dan kanker serviks sedang konsentrasi IL-10 meningkat dalam
plasma dari CIN III dan kanker serviks. Sebaliknya konsentrasi IL12, IL-2, IL-4 serta TNF tidak ada perbedaan . Sitokin IL-10
meningkat sebanding dengan peningkatan derajat dysplasia
sampai CIN III. Interleukin-10 adalah sitokin imunosupresif yang
potensial.
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, VARIABEL
PENELITIAN
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A.Kerangka Teori
Vi HRHPV
LGSIL
Sel
normal
Kanker
Serviks
LGSIL
HGSIL
__________________________________________________________________
_---------------------------------------------------------------------------------------------------------Virus HRHPV
Viral Persisten
(infections)
Neoplastic
Progression
B.Kerangka Konsep
Normal
cell
LGSIL
HGSIL
Cervical Cancer :
-Early
-Late
HR-HPV
Viral Persisten
Regression of
Infection (85
%)
Progressive
Neoplastic (15
%)
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV. 1. Desain Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah, metode
observasional dengan pendekatan cross sectional .
2 N.P.Q
d2 (N-1) + P.Q
Kriteria Inklusi
1. Kasus dysplasia serviks (HGSIL) yang didiagnosis secara sito/
histopatologis.
2. Kasus kanker serviks stadium awal ( IIIa) yang belum
diberikan pengobatan dengan sitostatika atau radiasi.
3. Kasus kanker serviks stadium lanjut ( IIb-IV) yang belum
diberikan pengobatan dengan sitostatika dan atau radiasi.
4. Tidak ada penyakit infeksi lain , kecuali dysplasia atau
kanker serviks.
5. Diagnosis kanker serviks berdasar pada pemeriksaan klinis
dan histopatologis.
6. Kasus / ibu yang bersedia ikut dalam penelitian.
Kriteria Eksklusi
1. Sudah pernah diberi pengobatan.
2. Penyakit yang telah residif.
3. Sudah pernah menjalani operasi karena penyakit ini..
Pr
oposal Penelitian
Oleh
Max Rarung
P020037079
Ekspresi sitokin IFN-, IL-2, IL-12 dan IL-10 sebagai Respons Imun
Terhadap Infeksi HR-HPV dengan Displasia Serviks, Stadium Awal serta stadium
Lanjut Kanker serviks.
The Expression of Cytokine IFN- , IL-2, IL-12 and IL-10 As a Immune Responses
To HR-HPV Infections with Cervical Dysplasia, Early Stage and Late stage of Cancer
Cervical.
Diajukan oleh
Max R Rarung
Nomor Pokok :
Menyetujui :
Promotor
Promotor
Co-
KEPUSTAKAAN
1. Faridi R, Zahra A, Khan K, Idrees M. Oncogenic potential of
Human Papillomavirus (HPV) and its relation with cervical cancer.
Virology Journal 2011;8 ( 269) :1-8.
2.
Andrijono dkk. Buletin Himpunan
Indonesia (HOGI) ,Jakarta ,2011
Onkologi
Ginekologi
and
HPV
vaccines.
vaccine : Improving
2008;110: S1-S10.
upon
nature.
Gynecologic
Oncology
29.Chang DC, Sabatini PJ, Divgi CR, Livingston PO, Houghton AN.
Immunotherapy of Gynecologic Malignancies. In : Hoskins WJ,
Young RC, Markman M, Perez CA, Randall M. Ed. Principles And
Practice Of Gynecologic Oncology. Fourth Edition. Lippincott
Williams & Wilkins ,Philadelphia, 2005.
30.Chen J,Guoying Ni, Xiao Song Liu.Papillomavirus like particlebased therapeutic vaccine against human papillomavirus infection
related diseases : Immunological problems and future directions.
Cellular Immunology,2011;269:5-9.
31.Kanodia S, Fahey LM, Kast WM. Mechanism Used by Human
Papillomaviruses to Escape the Host Immune Response. Current
Cancer Drug Targets,2007;7:79-89.
32.Bosch FX, Lorincz A, Munoz N, Meijer CJLM, Shah KV. The
causal relation between human papillomavirus and cervical
cancer. J Clin Pathol 2002 ; 55 : 244-265
33.Longworth MS, Laimins LA. Pathogenesis of Human
Papillomaviruses in Differentiating Epithelia. Micr Mol Biol Rev.
2004; 68(2) : 362-372.
34.Howley PM. Viral Carcinogenesis. In : Mendelsohn J,nd Howley PM,
Israel MA, Liotta LA. The Molecular Basis of Cancer.2 Edition,WB
Saunders Company,Philadelphia, 2001.
35.Ferber MJ, Montoya DP, Yu C, Aderca I, McGee A. et.al.
Integrations of the hepatitis B virus (HBV) and human
papillomavirus (HPV) into the human telomerase reverse
transcriptase (hTERT) gene in liver and cervical cancers. Oncogen
2003 ; 22 : 3813-3820.
36. Raybould R, Fiander A, Hibbitts S. Human Papillomavirus
Integration and its Role in Cervical Malignant Progression. The
Open Clinical Cancer Journal, 2011;5:1-7.
37. Gregory CD. Apoptosis : A Role In Neoplasia. In : Pusztai L,
Lewis CE, Yap E. Cell Proliferation in Cancer. Oxford University
Press, Oxford, 1996.
Vaccination
in
Cervical