You are on page 1of 127

BAB I

PENDAHULUAN
Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan untuk membantu proses
pemboran. Analisa yang terhadap lumpur pemboran sangat penting dilakukan
untuk mengenali sifat-sifat fisik suatu lumpur pemboran tersebut. Komposisi dan
sifat-sifat fisik lumpur pemboran menjadi salah satu faktor yang sangat
berpengaruh untuk menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran. Karena
berbagai faktor-faktor seperti kecepatan, efisiensi, keselamatan, dan biaya operasi
pemboran sangat tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai. oleh karena itu
lumpur pemboran mutlak digunakan selama operasi pemboran berjalan.
Awal mulanya mud engineer hanya menggunakan air untuk mengangkat
serpihan pemboran (cutting) pada lubang sumur. Seiring dengan berkembangnya
peradaban serta teknologi perminyakan, maka lumpur telah menggantikan tugas
air untuk mengangkat cutting. Tetapi faktor-faktor pada formasi dapat mengubah
sifat-sifat fisik pada lumpur pemboran. Oleh karena itu, untuk memperbaiki dan
mempertahankan sifat-sifat fisik lumpur, zat-zat kimia (additive) ditambahkan ke
dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran
walaupun lumpur tetap digunakan.

Gambar 1.1. Lumpur Pemboran

Pada awal sistem rotary drilling, lumpur dimaksudkan untuk mengangkat


serbuk bor (cutting) dari dasar sumur ke permukaan saja. Tetapi dengan majunya
teknologi, lumpur mempunyai banyak fungsi dalam dunia pemboran untuk
mengatasi masalah pada pemboran. Lumpur pemboran merupakan cairan yang
berbentuk lumpur, dibuat dari percampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat
cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur dapat dipompakan. Zat padat ada dua
macam yaitu untuk memberikan kenaikkan berat jenis (density) dan untuk
membuat lumpur mempunyai kekentalan (viscosity) tertentu. Sedangkan zat kimia
dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat
lumpur agar sesuai dengan yang dinginkan. Adapun penjelasan tentang 3 (tiga)
komponen-komponen utama lumpur pemboran, sebagai berikut :
1. Fraksi Cairan.
a.

Air.
Lebih dari 75% lumpur pemboran menggunakan air, disini air
dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air tawar dan air asin, sedangkan
air asin dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air asin jenuh dan air air
asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini perlu disesuaikan
dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat dan juga
disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.

b.

Minyak.
Lumpur

dengan

komponen

minyak

dikembangkan

untuk

menanggulangi sifat-sifat lumpur dasar air (water base mud) yang


tidak diinginkan. Untuk itu digunakan lumpur dasar minyak (oil
base mud) yang mempunyai keuntungan antara lain : mempunyai
sifat lubrikasi / meleburkan / menghancurkan yang baik, stabilitas
temperatur yang tahan sampai 500oF, corrosion resistance,
meminimalisasi kerusakan formasi, dan mencegah terjadinya shale
problem.

c.

Emulsi Minyak dan Air.


Invert emulsion adalah pencampuran minyak dengan air dan
mempunyai komposisi minyak 50 70 % volume (sebagai
komponen yang kontinyu) dan air sebanyak 30 50 % volume
(sebagai komponen diskontinyu). Emulsi terdiri dari dua macam,
yaitu :

Oil In Water Emulsion.


Disini air merupakan komponen yang kontinyu dan minyak
sebagai komponen teremulsi. Air bisa mencapai sekitar 70 %
volume, sedangkan minyak sekitar 30 % volume.

Water In Oil Emulsion.


Disini yang merupakan komponen kontinyu adalah minyak,
sedangkan komponen yang teremulsi adalah air. Minyak bisa
mencapai sekitar

50 70 %, sedangkan air 30 50 %.

2. Fraksi Padatan.
a.

Reactive Solid (Clay, Bentonite, Attapulgite).


Reactive solid adalah padatan yang apabila bereaksi dengan fasa
cair akan membentuk sifat koloidal pada lumpur. Salah satu dari
material ini adalah bentonite, dimana bila bentonite dicampur
dengan air akan menyebar (terdispersi) karena muatan negatif pada
permukaan plat-plat materialnya akan saling tolak - menolak dan
pada saat itu akan menyerap air sehingga membentuk koloid
(suspensi) yang lunak dan volumenya membesar (swelling).

b.

Innert Solid.
Innert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak
bereaksi dengan zat-zat cair lumpur bor. Dalam kehidupan seharihari pasir yang diaduk dengan air dan kita diamkan beberapa saat,
akan turun ke dasar bejana dimana kita mengaduknya. Disini pasir

disebut inert solid. Didalam lumpur bor inert solid berguna untuk
menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk
menahan tekanan dari formasi.
3. Fraksi Additive.
a.

Material pemberat.

b.

Filtration loss reduce agent.

c.

Viscosifier.

d.

Thinner.

e.

pH adjuster (pengontrol).

f.

Shale stabilitator agent.

Adanya bermacam-macam fraksi tersebut, maka Zaba dan Doherty (1970),


mengelompokan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya, menjadi :
1. Lumpur Air Tawar (Fresh Water Mud).
Lumpur air tawar (fresh water mud) adalah lumpur yang fasa cairnya
adalah air tawar dengan (jika ada) kadar garam yang kecil (kurang dari
10000 ppm = 1 % berat garam). Jenis-jenis lumpur fresh water mud
adalah :
a. Spud Mud, adalah lumpur yang digunakan pada pemboran awal
atau bagian atas bagi conductor casing. Fungsi utamanya adalah
untuk mengangkat cutting dan membuka lubang di permukaan.
b. Natural Mud, yaitu dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam
fasa cair, sifat-sifatnya bervariasi tergantung formasi yang di bor.
Lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti
pemboran pada surface casing.
c. Bentonite treated Mud, yaitu mencakup sebagian besar dari tipetipe air tawar. Bentonite adalah material paling umum yang
digunakan untuk koloid inorganik yang berfungsi mengurangi

filtration loss dan mengurangi tebal mud cake. Bentonite juga dapat
menaikkan viskositas.
d. Phospate treated Mud, yaitu mengandung polyphospate untuk
mengontrol viskositas, gel strength dan juga dapat mengurangi
filtration loss serta mud cake dapat tipis.
e. Organic Colloid - treated Mud, terdiri dari penambahan
pregelatinized starch atau carboxymethyl cellulose pada lumpur
yang digunakan untuk mengurangi filtration loss pada fresh water
mud.
f. Red Mud, yaitu mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan
oleh treatment dengan caustic soda dan queobracho (merah tua).
Jenis lumpur ini adalah alkaline tannate treatment dengan
penambahan polyphospate untuk lumpur dengan pH dibawah 10.
g. Calcium Mud, yaitu lumpur yang mengandung larutan kalsium (di
sengaja). Kalsium bisa ditambah dengan bentuk slake lime (kapur
mati), semen, plaster (CaSO4) atau CaCl2.
2. Lumpur Air Asin (Salt Water Mud).
Lumpur ini digunakan terutama untuk membor garam massive (salt
dome) atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang
bila ada aliran air garam yang terbor. Filtration loss-nya besar dan
mud cake-nya tebal bila tidak ditambah organic colloid, pH lumpur
dibawah 8, karena itu perlu presentative untuk menahan fermentasi
starch. Jika saltmud-nya mempunyai pH yang lebih tinggi, fermentasi
terhalang oleh basa. Suspensi ini bisa diperbaiki dengan penggunaan
attapulgite sebagai pengganti bentonite. Adapun jenis-jenis lumpur
salt water mud adalah :
a. Unsaturated Salt Water Mud,

yaitu lumpur yang fasa cairnya

diambil dari air laut yang dapat menimbulkan busa (foaming)


sehingga perlu ditambahkan bahan kimia (defoamer)

b. Saturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya dijenuhi
oleh NaCL untuk mencegah pelarutan garam pada formasi garam
yang ditembus dan dapat digunakan untuk mengebor lapisan shale.
c. Sodium - Sillicate Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya
mengandung sekitar 65 % volume larutan Na - Silicate dan 35 %
larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan untuk digunakan
bagi pemboran heaving shale, tetapi jarang digunakan karena lebih
banyak digunakan lumpur Lime Treated Gypsum Lignosulfonate
yang lebih baik, lebih murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya.
3. Oil In Water Emultion Mud.
Pada lumpur ini, minyak merupakan fasa emulsi dan air sebagai
sebagai fasa kontinyu. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air.
Sebagai dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat
fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume
filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi,
filtration loss berkurang. Keuntungannya adalah bit yang lebih tahan
lama, penetration rate naik, pengurangan korosi pada drillstring,
perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viskositas dan tekanan pompa dapat
dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling
(terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drillstring.
4. Oil base dan Oil Base Emultion Mud.
Lumpur

ini

mengandung

minyak

sebagai

fasa

kontinunya.

Komposisinya diatur agar kadar airnya rendah (3 5% volume).


Lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminan. Tetapi airnya adalah
kontaminan karena memberi efek negatif bagi kestabilan lumpur ini.
Untuk mengontrol viskositas, menaikkan gel strength, mengurangi
efek kontaminasi air dan mengurangi filtration loss perlu ditambahkan
zat-zat kimia. Manfaat oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa
filtratnya adalah minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale
atau clay yang sensitif baik terhadap formasi maupun formasi

produktif (jadi ia juga untuk completion mud). Kegunaan terbesar


adalah pada completion dan workover sumur.
5. Gaseuos Drilling Fluids.
Lumpur pemboran jenis ini jarang dipergunakan, hanya dipakai untuk
daerah-daerah yang sangat sensitif terhadap tekanan hidrostatik, yaitu
daerah yang membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah.
Gaseous drilling fluids, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara
maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk
pemboran yang formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran
dimana kemungkinan terjadinya blow out kecil sekali atau dimana lost
circulation merupakan bahaya utama.
Ada hal-hal yang harus diperhatikan juga dalam pengeboran selain hal-hal
diatas yaitu mekanika batuan yang merupakan gaya yang bekerja pada batuan
dalam proses pemboran. Ada beberapa macam mekanika batuan antara lain :
1. Compressive strength
Compressive strenght merupakan kekuatan batuan untuk menerima
beban kompresif sebelum batuan itu pecah. Compressive ini hanya
berlaku untuk menembus batuan. Compressive stregth berpengaruh pada
ROP (rate of perforation) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menembus
formasi yang memiliki satuan ft/hour. Dalam hubungannya dengan ROP
jika compressive stregth besar maka ROP akan turun karena waktu yang
di butuhkan dalam menembus batuan akan semakin lama sesuai dengan
satuannya yaitu ft/hour.

Ada istilah WOB (weight on bit) yang juga berpengaruh pada


compressive strength dimana WOB di bagi menjadi tiga, antara lain :
Soft dengan berat bit 30.000-60.000 pounds
Medium dengan berat bit 40.000-80.000 pounds
Hard dengan berat bit 50.000-100.000 pounds
Jika dengan WOB rendah tetapi yang ditembus adalah formasi yang
keras maka pipa yang kita miliki akan buckling. Sedangkan jika dengan
WOB yang tinggi menembus lapisan yang lebih soft, maka akan
menyebabkan lumpur yang disirkulasikan tidak sampai ke lubang bor
yang kemudian juga akan berpengaruh pada tekanan hidrostatik pada
pemboran.
2. Rock Drill Abbility
Rock Drill Abbility memiliki pengertian yaitu kemudahan batuan untuk
di bor.
3. Hardnest
Yaitu ketahanan batuan terhadap gaya gores yang diperhitungkan dengan
skala mohs.

Soft formation yaitu < 4 skala mohs. Contohnya shale, silt, clay, dan
unconlsolidated limestone

Medium formation yaitu 4-7 skala mohs. Contohnya medium


limestone, shalysand, unconsolidated sandstone dan salt anhydrite.

Hard formation yaitu >7 skala mohs. Contohnya dolomit,


consolidated limestone, chert (batu rijang), dan kuarsit.

4. Abrasiveness
Yaitu sifat mengikis dari batuan. Pada umumnya ada di formasi
sandstone feldspare, limestone karbonat, clay.
5. Elasticity
Elasticity diperhitungkan pada lapisan shale. Karena shale yang
memiliki elasticity di banding dengan lapisan lainnya. Semakin besar
elasticity nya maka akan sulit untuk melakukan fracturing pada lapisan
tersebut.
6. Bailing tendency
Yaitu kecendrungan cutting untuk menempel pada bit di perhitungkan
untuk memilih jenis bit.
Pada lapisan-lapisan atau formasi-formasi yang akan ditembus atau dilalui
oleh lumpur pemboran tersebut bermacam-macam atau berubah-ubah, maka kita
selalu mengubah-ubah sifat lumpur dengan menambahkan zat kimia yang sesuai.
Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu diukur agar fungsi lumpur pemboran
tetap optimal, baik lumpur yang akan masuk ke dalam lubang maupun lumpur
yang keluar dari dalam sumur. Adapun fungsi utama dari lumpur pemboran adalah
:
1. Mengangkat cutting ke permukaan.
2. Mengontrol tekanan formasi.
3. Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring.
4. Membersihkan dasar lubang bor.
5. Membantu stabilitas formasi.

10

6. Melindungi formasi produktif.


7. Membantu dalam evaluasi formasi.

Fungsi lumpur pemboran di atas ditentukan oleh komposisi kimia dan sifat
fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan menyebabkan
kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat menimbulkan masalah
pemboran dan akhirnya menimbulkan kerugian besar. Karena sifat fisik lumpur
harus selalu dikontrol, maka jika terjadi perubahan pada sifat fisiknya harus
segera diatasi, karena itu perlu diketahui dasar-dasar operasi pemboran khususnya
mengenai lumpur pemboran.

Untuk menunjang hal itu maka diadakan beberapa praktikum mengenai


lumpur pemboran, diantaranya :
1.

Densitas, sand content, dan pengukuran kadar minyak dalam


lumpur pemboran.

2.

Pengukuran viskositas dan gel strength.

3.

Filtrasi dan mud cake.

4.

Analisa kimia lumpur pemboran.

5.

Kontaminasi lumpur pemboran.

6.

Pengukuran MBT (Methylene Blue Test).


BAB II

DENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURAN


KADAR MINYAK PADA LUMPUR PEMBORAN
2.1.

Tujuan Percobaan
1. Menganalisa cara menanggulangi sand content yang terlalu besar.

11

2. Menentukan besarnya kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam


lumpur bor.
3. Mengetahui persentase sand content yang terkandung dalam lumpur
pemboran.
4. mengetahui pengertian serta tujuan di teliti nya densitas, sand content
dan kadar minyak pada lumpur pemboran
5. mengenal alat dan bahan percobaan pengukuran densitas,sand content,
kadar minyak dan sifat-sifat lumpur pemboran.
2.2.

Teori Dasar

2.2.1. Densitas
Lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan
keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan
sifat-sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength
ataupun filtration loss. Densitas lumpur berhubungan langsung dengan
fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Dengan densitas
lumpur pemboran yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke
formasi (lost circulation), sedangkan apabila densitas lumpur pemboran
terlalu kecil akan menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke dalam
lubang sumur). Oleh karena itu, densitas lumpur harus disesuaikan dengan
keadaan formasi yang akan dibor.
Densitas lumpur pemboran dapat menggambarkan gradien
hidrostatik dari lumpur pemboran dalam psi/ft. Namun, di lapangan
umumnya dipakai satuan pound per gallon (ppg). Dengan asumsi-asumsi
sebagai berikut:

1. Volume setiap material adalah additive :


Vs+Vml=Vmb

12

2. Jumlah berat adalah additive, maka :


sVs + ml x Vml = mb x Vmb
Keterangan :
Vs
= Volume solid, gallon
Vml
= Volume lumpur lama, gallon
Vmb
= Volume lumpur baru, gallon
s
= Densitas solid, ppg
ml
= Densitas lumpur lama, ppg
mb
= Densitas lumpur baru, ppg
Dari persamaan 1 dan 2 di dapat :

( mb- ml ) Vml
Vs = s-mb

Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah :


Ws = Vs x s
Bila dimasukkan ke persamaan 3 :
Ws =

( mb- ml ) Vml
x s
s-mb

% volume solid :

( mb- ml )
Vs
x 100% =
x 100%
Vmb
s- ml

% berat solid :
s x Vs
(mb- ml)s
x 100% =
x 100%
mb x Vmb
(s- ml)ml

13

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG


4.3 untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ml ke lumpur baru
sebesar mb setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid, Ws
sebanyak :
Ws =

684 x

(mb- ml)
(35.8- mb)

Keterangan :
Ws

= Berat solid zat pemberat , kg barite/bbl lumpur.

Sedangkan apabila yang digunakan sebagai pemberat adalah


bentonite dengan SG 2.5 maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan :
Ws =

398

(mb- ml)
(20.825- mb)

Keterangan :
Ws
= Kg bentonite/bbl lumpur lama
2.2.2. Sand Content
Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam
lumpur pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran.
Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini
akan menambah beban pada mud pump. Oleh karena itu, setelah lumpur
disirkulasikan maka harus mengalami proses pembersihan dengan
berbagai jenis-jenis peralatan, terutama menghilangkan partikel-partikel
yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi. Peralatan-Peralatan
tersebut disebut dengan Conditioning Equipment, antara lain :
a. Shale Shaker.

14

Berfungsi membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau


cutting yang berukuran besar. Penggunaan screen (saringan)
untuk problematika padatan yang terbawa dalam lumpur
menjadi salah satu pilihan dalam solid control equipment. Solid
/ padatan yang mempunyai jari-jari yang lebih besar dari jarijari screen akan tertinggal / tersaring dan dibuang, sehingga
jumlah solid dalam lumpur bisa terminimalisasi. Jari-jari
screen diatur agar polimer dalam lumpur tidak ikut terbuang.
Kerusakan screen dapat diperbaiki dan diganti.

Gambar 2.1. Shale Shaker

b. Degassser.
Berfungsi membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke
dalam lumpur pemboran. Peralatan ini sangat berfungsi pada saat
pemboran menembus zona permeable, yang ditandai dengan
pemboran menjadi lebih cepat, densitas lumpur berkurang dan
volume lumpur pada mud pit bertambah.

15

Gambar 2.2. Degasser

c. Desander.
Berfungsi membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan
yang berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale shaker.

Gambar 2.3. Desander

d. Desilter.
Berfungsi seperti desander, namun desilter membersihkan lumpur
dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Selain dapat
menggunakan penyaringan dengan screen terkecil, penyaringan
dengan menggunakan mud cleaner, karena dapat lebih murah dan
lebih praktis. Penggunaan desilter dan mud cleaner harus
dioptimalisasi oleh beberapa faktor, seperti berat lumpur, nilai fasa
cair, komposisi solid dalam lumpur,

biaya logistik yang

16

berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain. Normalnya berat


lumpur yang dikehendaki sekitar 10.8.

Gambar 2.4. Desilter

Penggambaran sand content dari lumpur pemboran merupakan


persentase volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari
74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran dengan saringan
tertentu. Jadi persamaan untuk menentukan kandungan pasir (sand
content) pada lumpur pemboran adalah :

n=

Vs
x 100%
Vm

Keterangan :
n
= Kandungan pasir
Vs
= Volume pasir dalam lumpur
Vm
= Volume lumpur
2.2.3. Pengukuran Kadar Minyak
Kandungan minyak adalah banyaknya minyak yang terkandung
dalam lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi
yang baik adalah lumpur pemboran dengan kadar minyak maksimal

17

sebesar 15 20 %. Kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai


pengaruh yang cukup besar terhadap laju pemboran. Hal ini terutama
karena minyak akan memberikan pelumasan sehingga pahat lebih awet,
mengurangi pembesaran lubang bor dan mengurangi penggesekan pipa bor
dengan formasi serta mengurangi kemungkinan terjadinya jepitan terhadap
pahat. Akan tetapi setelah melewati kandungan minyak optimum tersebut,
kenaikan kadar minyak akan menyebabkan penurunan laju pemboran, hal
ini tejadi pada permukaan bit yang lebih licin saat kontak dengan batuan
formasi karena adanya pelumasan yang berlebihan.
2.3. Peralatan dan Bahan
2.3.1. Peralatan
1.
2.
3.
4.

Mud Balance
Retort Kit
Multi Mixer
Wetting
Agent

5. Sand Content Set


6. Gelas Ukur 500 cc
e.

f.
g.

Gambar 2.5. Mud Balance


h.
i.

18

j.
k.

Gambar 2.6. Retort Kit

l.
m.

n.
o.

Gambar 2.7. Multi Mixer


p.
q.
r.
s.
t.

u.
v.

Gambar 2.8. Wetting Agent


w.

19

x.
y.

Gambar 2.9. Sand Content Set


z.
aa.
ab.

ac.
ad.

ae.
af.
ag.
ah.
ai.
2.3.2. Bahan
1.
Barite
2.
Bentonite
3.
Air Tawar (Aquades)
aj.

Gambar 2.10. Gelas Ukur 500 cc

20

ak.
al. Gambar 2.11. Barite
am.
an.

ao.
ap. Gambar 2.12. Bentonite
aq.
ar.

as.
at. Gambar 2.13 Air Tawar (Aquades)

2.4. Prosedur Percobaan


au.

2.4.1. Densitas Lumpur


1. Mengkalibrasi peralatanan mud balance sebagai berikut:
a. Membersihkan peralatanan mud balance

21

b. Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu tutup dan dibersihkan
bagian luarnya. Keringkan dengan kertas tissue
c. Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula.
d. Menempatkan rider pada skala 8.33 ppg
e. Mencek pada level glass bila tidak seimbamg atur calibration
screw sampai seimbang.
2. Menimbang beberapa zat yang digunakan.
3. Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite. Caranya
air dimasukkan dalam bejana lalu dipasang multi mixer dan bentonite
dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan. Selang
beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup mud
balance dengan lumpur yang telah dibuat.
4. Menutup cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan
tutup cup dibersihkan.
5. Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur rider
hingga seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala.
6. Mengulangi langkah lima untuk komposisi campuran yang berbeda.
av.
aw.

2.4.2. Sand Content


1. Mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai.
Tambahkan air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan kocok
dengan kuat.
2. Menuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir
keluar melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan
tuangkan kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih.
Cuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa lumpur
yang melekat
3. Memasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik
rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur.
Hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui
saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan
pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen
volume dari pasir yang mengendap.
4. Mencatat sand content dari lumpur dalam persen volume.

22

ax.
ay.

2.4.3. Penentuan Kadar Cairan Lapisan


1.

Mengambil himpunan retort keluar dari insulator blok,


keluarkan mud chamber dari retort.

2.

Mengisi upper chamber dengan steel wall.

3.

Mengisi mud chamber dengan lumpur dan tempatkan


kembali tutupnya, bersihkan lelehan lumpurnya.

4.

Menghubungkan mud chamber dengan upper chamber,


kemudian tempatkan kembali dalam insulator.

5.

Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan


tempatkan dibawah kondensator.

6.

Memanaskan lumpur sampai tak terjadi kondensasi lagi yang


ditandai dengan matinya lampu indikator.

az.
ba.

Hal-hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung adalah :

1.

% volume minyak = ml minyak x 10

2.

% volume air = ml air x 10

3.

% volume padatan = 100-(ml minyak + ml air) x 10

4.

Gram minyak = ml minyak x 0.8

5.

Gram lumpur = lb / gall x 1.2

6.

Gram padatan = gram lumpur (gram minyak + gram air)

7.

Ml padatan = 10 (ml minyak + ml air)

8.

Spesific gravity padatan rata-rata = gram padatan/ml padatan.

bb.

% berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100

bc.
2.5.

Data dan Hasil Percobaan


bd.

Data hasil percobaan adalah sebagai berikut :


be. Tabel 2.1. Hasil Percobaan Densitas dan Sand Content

bg. K

bh.

bj.S

23

om

De

po

sisi

Lu

mp

ur

te

bi.(

bk. (

V
ol
u
m

bm. Lu

bn. 8

mpu

Das

e)
bo. 0.5
0

ar
(LD
bp.

)
bq. LD

br. 8

+2

gr

Bari

te
bu. LD

bv. 8

+5

bs. 0.5
0

bw.0.5
0

24

bx.

by.

cb.

cc.

gr

Bari

te
LD

bz. 8

+ 10

gr

CaC

O3
LD

cd. 8

+ 15

gr

CaC

ca. 0.7
5

ce. 0.7
5

O3
cf.
2.6.
Pembahasan
2.6.1. Pembahan Praktikum
cg.

Pada praktikum ini membahas tentang densitas, sand

content, dan pengukuran kadar minyak lumpur pemboran. Suatu lumpur


memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu
operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur
tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss.
Dalam awal pembentukan lumpur akan terdapat kandungan minyak, yaitu
banyaknya minyak yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana air
sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur dengan
kadar minyak optimum lebih kurang sebesar 15% 20% kadar minyak
dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
laju pemboran. Selama proses pemboran, lumpur juga akan tercampur oleh
serpihan-serpihan formasi (cutting) yang akan membawa pengaruh pada
operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa
pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan,
dalam hal ini akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur.

25

ch.

Pada praktikum ini kita membuat lumpur terlebih dahulu

dengan komposisi campuran 350 cc air dan 22.5 gr bentonite. Sehingga


diperoleh lumpur dasar (LD) dengan densitas 8.65 ppg dan sand content
0.50 %. Lalu ketika ditambahkan additive material pemberat seperti
bentonite dan carbonite, harga densitas pun meningkat. Pada percobaan,
apabila lumpur dasar yang kita peroleh ditambahkan barite sebanyak 2
gram, densitas meningkat menjadi 8.70 ppg dengan harga sand content
tetap.Begitu pula apabila kita menambahkan barite sebesar 5 gram, maka
densitas meningkat lagi menjadi 8.75 ppg dengan harga sand content yang
tetap. Pada penambahan additive carbonite, apabila ditambah 10 gram
carbonite maka densitas meningkat menjadi 8.75 ppg dengan perubahan
harga sand content menjadi 0.75 % dan apabila ditambahkan 15 gram
carbonite maka densitas meningkat menjadi 8.80 ppg dan harga sand
content menjadi 0.75 %.
ci.

Harga densitas dan sand content perlu diperhatikan. Karena

jika harga densitas terlalu tinggi maka akan terjadi lost circulation (lumpur
pemboran hilang ke formasi), lalu jika harga densitas terlalu rendah akan
terjadi kick (fluida formasi masuk ke sumur). Jika harga sand content
terlalu tinggi dapat menaikkan denistas yang kemudian menambah beban
pompa sirkulasi lumpur dan dapat terjadi proses abrasi atau pengikisan
pada peralatan pemboran. Penambahan additive dalam percobaan adalah
untuk menaikkan densitas lumpur, dan apabila berdasar efisiensi maka
saya memilih menggunakan barite karena dengan gram yang sedikit
mampu menaikkan harga densitas secara signifikan dan menstabilkan
harga sand content, berbeda dengan carbonate. Sehingga barite dapat
dikatakan sebagai additive yang berfungsi menambah densitas dari lumpur
dan secara langsung mempengaruhi tekanan hidrostatik dari lumpur yang
dinyatakan dengan persamaan :
cj.

26

ck.
cl.
Ph = 0.052 x x h

cm.
cn.

Keterangan :

co. Ph

= Tekanan hidrostatik, psi/ft

cp.

= Densitas lumpur, ppg

cq. h

= Kedalaman, ft

cr.
cs.

2.6.2. Pembahasan Soal


1. Dilihat dari hasil percobaan diatas, jelaskan apakah Barite dan CaCO3
mempunyai fungsi yang sama ?
ct.

Jawab:

Ya,

dari

data

tersebut

menunjukkan

barite dan CaCO3 memiliki fungsi yang sama dalam hal


meningkatkan,

namun

tidak

sama

dalam

hal

mempertahankan harga sand content.


cu.
2. Jika saudara bekerja sebagai Mud Engineer pada suatu operasi
pemboran. Dari dua jenis material pemberat diatas material manakah
yang akan saudara gunakan? Berikan alasannya!
cv.
Jawab:
Barite, karena dapat meningkatkan densitas
tanpa meningkatkan persentase sand content, sehingga
produksi pasir tidak meningkat seiring meningkatnya
densitas.
cw.

3. Barite ( BaSO4 ) mempunyai SG dari 4,2 4,5. Dari data diatas


perkirakan SG dari barite tersebut. Jika diketahui SG bentonite = 2,6.

27

cx.

Jawab:

Diketahui

ml

8.33 ppg
cy.

SG Bentonite = 2.6

cz.

% Volume

da.
db.

Ditanya
Jawab

:
:

= 0.5%

SG Barite ?
mb

ml

x SG Bentonite

dc.

= 8.33 ppg x 2.6

dd.

= 21.658 ppg

de.
Vs
( mb ml )
x 100 =
x 100
V mb
S ml

df.

dg.
dh.

0.5=

( 21.658 ppg8.33 ppg )


S 8.33 ppg

0.5 S 4.165 pp g=13.328 ppg

di.
dj.

0.5 S =17.491 ppg

dk.

S =17.491 ppg x 2=34.986 ppg

dl.
SG barite =

dm.

dn.

SG barite =

s
ml

34.986 ppg
=4 . 2
8.33 ppg

do.
4. Dari jawaban soal no 3, perhatikan apakah harga yang diperoleh
tersebut berada didalam range SG Barite seperti tertulis dalam soal?

28

Jika iya, tentukan apakah barite tersebut termasuk pure barite / APIo
Barite? Jika tidak jelaskan sebabnya!
dp.

Jawab :

Pada jawaban no 3, harga SG barite yang

didapat sebesar 4.2 . Hal tersebut termasuk dalam range


SG, maka barite tersebut merupakan APIo Barite.
dq.
5. Dari tabel diatas terlihat bahwa selain densitas, juga diukur kadar pasir.
Jelaskan secara singkat mengapa perlu dilakukan pengukuran kadar
pasir dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dalam operasi
pemboran!
dr.

Jawab:

Karena pasir memiliki sifat abrasive, yaitu

dapat mengikis peralatan pemboran. Untuk mengatasinya


menggunakan zat

additive (barite) serta menyaring

lumpur dengan Conditioning Equipment.


ds.
6. Pada saat ini selain Barite dapat juga digunakan Hematite (Fe2O3) dan
Ilmenite (FeO.TiO2) sebagai density control additive. Hematite
mempunyai harga SG antara 4.2 5.3. Sedangkan ilmenite dari 4.5
5.11 dengan kekerasan masing-masing 2 kali lebih dari barite. Dari
data tersebut, buatlah analisa kelebihan dan kekurangan kedua additive
tersebut jika dibandingkan dengan barite!
dt.

Jawab :

a. Kelebihan :

1. Lebih mudah mengontrol tekanan statik lumpur.


2. Cocok untuk pemboran yang dangkal.
3. Mencegah lost circulation.
du.

b. Kekurangan :
1. Sukar larut.
2. Tidak ekonomis apabila ingin menaikkan densitas.
3. Tidak sesuai dengan pemboran pada tekanan formasi
cukup tinggi.

29

7. Galena (Pbs) mempunyai harga SG sekitar 7.5 dan dapat digunakan


untuk membuat lumpur dengan densitas lebih dari 19 ppg. Pada
penerapannya, Galena jarang digunakan sebagai density control
additive dan hanya digunakan untuk masalah-masalah pemboran
khusus !
dv.

Jawab:

Galena jarang digunakan karena zat additive

ini dapat menaikkan densitas terlalu signifikan. Jika


densitas yang sangat tinggi dapat berakibat terjadinya lost
circulation. Karena itu galena jarang digunakan pada
berbagai formasi, galena hanya digunakan jika densitas
turun secara signifikan.
dw.
8. Suatu saat saudara berada dilokasi pemboran. Pada saat itu bit
mencapai kedalaman 1600 ft. Saudara diharuskan menaikkan densitas
200 bbl lumpur 11 ppg menjadi 11.5 ppg dengan menggunakan barite
(SG = 4.2) dengan catatan bahwa volume akhir tidak dibatasi. Hitung
jumlah barite yang dibutuhkan (dalam lb)!
dx.

Jawab :

Diketahui:

Vml = 200 bbl = 200 x 42 =

8400 gallon

ec.

dy.

ml = 11 ppg

dz.

air = 8.33 ppg

ea.

mb = 11.5 ppg

eb.

SGbarite = 4.2

Ditanya:
ed.
ee.

Wbarite ?
s =SG Barite x air

Jawab:

s =4.2 x 8.33 ppg=34.986 ppg


ef.

30

W barite =

eg.
W Barite=

eh.

( mbml )

x V ml x s

s mb

( 11.5 ppg11 ppg )


x 8400 gallonx 34.986 ppg
34.986 ppg11.5 ppg
W barite =

ei.

0.5
x 8400 x 34.986
23.486

ej.

W barite =6255 ,319 lb


ek.

9. Sebutkan hal-hal yang terjadi akibat sand content terlalu besar!


el.

Jawab : -

Bersifat

dapat

mengikis

dan

merusak

peralatan pemboran.
Dapat mengendap dan mengganggu kerja bit sehingga kerja

bit tidak optimal


Densitas lumpur akan naik, sehingga menyebabkan lumpur
hilang ke formasi (lost circulation).
em.
en.
eo.
ep.
eq.
er.

es.
2.7.
Kesimpulan
1. material yang ditambahkan untuk merawat lumpur agar sesuai sifat yang
dibutuhkan

adalah

additive.additive

berupa

CaCo3

persentasenya

bertambah sebesar 0,25% menjadi 0,75%.


2. Kadar minyak yang ideal didalam lumpur pemboran berkisar 1520%
3. Densitas

yang

terlalu

tinggi

dapat

menyebabkan

lost

circulation,densitas yang terlalu rendah dapat menyebabkan kick.


4. Peningkatan harga sand content mempengaruhi nilai densitas
lumpur.cara

mengatasinya

yaitu

dengan

proses

pembersihan

31

menggunakan

conditioning

equipment

,degasser,desander, dan desilter.


et.
eu.
ev.
ew.
ex.
ey.
ez.
fa.
fb.
fc.
fd.
fe.
ff.
fg.
fh.
fi.
fj.
fk.
fl.
fm.
fn.
fo.
fp.
fq.
fr.
fs.
ft.
fu.

seperti

shale

shaker

32

fv.
fw.
fx.
fy.
fz.
ga.
gb.
gc.
gd.
ge.
gf.
gg.
gh.
gi.
gj.
gk.
gl.
gm.
gn.
go.
gp.
gq.
gr.
gs.
gt.
gu.
gv.
gw.
gx.
gy.

33

gz.
ha.
hb.
hc.
hd.
he.
hf.
hg.
hh.
hi.
hj.
hk. BAB III

hl. PENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL


STRENGTH
hm.
hn.

3.1.
1.

Tujuan Percobaan
Menentukan viskositas dari lumpur pemboran dengan menggunakan

Marsh Funnel.
2.

Memahami rheologi dari lumpur pemboran.

3.

Mengetahui efek penambahan zat additive (thinner dan thickener)


pada lumpur pemboran.
ho.

3.2. Teori Dasar


hp.
Viskositas lumpur adalah kemampuan lumpur untuk mengalir
dalam suatu media. Satuan viskositas centipoice (cp). Alat yang digunakan
untuk menentukan viskositas adalah Marsh Funnel dan Fann VG.

34

hq.
Kemampuan lumpur untuk membentuk gel (agar-agar) yang sangat
berguna pada saat round trip (pergantian pipa). Gel strength merupakan
salah satu indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength
merupakan ukuran gaya tarik menarik partikel lumpur yang statik.
hr.
Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam
sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida
pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan
fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada
saat round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap di dasar
sumur yang dapat menyebabkan masalah pemboran selanjutnya.
Viskositas dan gel strength merupakan sebagian dari indikator baik
tidaknya suatu lumpur.
hs.
Selama proses pemboran berlangsung, secara otomatis di dalam
sumur bor akan terdapat cutting. Cutting adalah serpihan-serpihan atau
potongan-potongan dari dinding formasi akibat pengeboran. Viskositas
sangat berperan penting dalam pengangkatan cutting dari dasar lubang bor
ke

permukaan.

Apabila

viskositas

tidak

sesuai

dengan

yang

direkomendasikan maka cutting dan material pemberat tidak dapat


terangkat ke permukaan. Cutting yang masih berada di bawah bit akan
digilas dan dibor lagi oleh bit, dan akan memperlambat proses pengeboran
sehingga akan menurunkan rate of penetration.

ht.
Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran.
Lumpur pemboran ini mengikuti model-model rheologi bingham plastic,
power law. Bingham plastic merupakan model sederhana untuk fluida non
newtonian.

35

hu.

Fluida non newtonian adalah fluida yang mempunyai

viskositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran (shear rate)


yang terjadi. Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai viskositas
yang disebut apparent viscosity dari fluida pada shear rate tersebut.
Contoh dari fluida non newtonian adalah minyak.
hv.

Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai

viskositas yang konstan, fluida non newtonian memperlihatkan suatu


yield stress suatu jumlah tertentu dari tahapan dalam yang harus diberikan
agar fluida mengalir seluruhnya. Contoh dari fluida newtonian adalah air.
hw.
hx.

hy.

Gambar 3.1. Klasifikasi Fluida

hz.
ia.

Gambar di atas merupakan grafik yang menggambarkan

antara fluida newtonian dan fluida non newtonian. Pada fluida


newtonian memiliki viskositas yang konstan sehingga menunjukkan garis

36

linier. Sedangkan pada fluida non newtonian memiliki viskositas yang


tidak konstan sehingga memiliki beberapa garis linier.
ib.

Umumnya fluida pemboran dapat dianggap bingham

plastic, dalam hal ini sebelum ada aliran harus ada minimum shear stress
yang disebut yield point (y). Setelah yield point terlampaui maka setiap
penambahan shear rate sebanding dengan plastic viscosity (p) dari pada
model ini.
ic.

Fluida power law ini menunjukkan sifat shear stress yang

akan naik sebagai fungsi pangkat n dari shear rate.


id.

Dalam percobaan ini pengukuran viskositas yang sederhana

dilakukan dengan menggunakan alat marsh funnel. Viskositas ini adalah


jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter untuk
mengalir keluar dari corong marsh funnel. Bertambahnya viskositas ini
direfleksikan dalam bertambahnya apparent viscosity. Untuk fluida
non newtonian, informasi yang diberikan marsh funnel memberikan
suatu gambaran rheologi fluida yang tidak lengkap sehingga biasanya
digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi
sekarang.
ie.

Plastic viscosity seringkali digambarkan sebagai bagian

dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik.


Sedangkan yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh
gaya tarik menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh
muatan-muatan pada permukaan partikel yang didespersi dalam fasa
fluida.
if.

Gel strength dan yield point merupakan ukuran dari gaya

tarik menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya gel strength merupakan
ukuran gaya tarik menarik yang statik sedangkan yield point merupakan
ukuran gaya tarik menarik yang dinamik.
ig.

37

ih.

Pada waktu lumpur bersirkulasi yang berperan adalah

viskositas. Sedangkan waktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan


adalah gel strength. Lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak
terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara
partikel-partikel padatan lumpur. Gaya mengagar inilah yang disebut gel
strength. Gel strength dikenal sebagai gaya tarik menarik antara partikelpertikel lumpur pemboran, atau disebut juga dengan daya agar atau daya
pulut. Gel strength berfungsi untuk menahan cutting dan material
pemberat lumpur pemboran tidak turun diwaktu lumpur tidak bersirkulasi
agar tidak menumpuk di lubang annulus.
ii.

Pada waktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur

harus mempunyai gel strength yang dapat menahan cutting dan material
pemberat lumpur agar tidak turun. Apabila gel strength yang terlampau
rendah akan menyebabkan terendapnya serbuk bor pada saat sirkulasi
lumpur berhenti, Akan tetapi kalau gel strength terlalu tinggi, maka akan
menyebabkan kerja mud pump saat memulai kembali mensirkulasi lumpur
pemboran menjadi lebih berat dari sebelumnya dan akan menimbulkan
pecahnya formasi apabila formasi tidak kuat menerimanya. Sehingga
diperlukan break circulation setelah lumpur diam atau tidak bersirkulasi.
ij.

Pada umumnya viskositas yang tinggi berhubungan dengan

gel strength yang tinggi pula, hal ini dikarenakan karena sifat viskositas
maupun gel strength dengan sifat tarik menarik plate-plate pada clay.
Karena itu nilai viskositas dan gel strength dijaga agar tetap stabil (tidak
terlalu kecil atau terlalu besar).
ik.
il.

38

im.
in.

3.2.1. Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate


io.

Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing

dinyatakan dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan


RPM rotor, harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam
satuan dyne/cm2 dan detik1 agar diperoleh harga viskositas dalam satuan
cp (centipoise). Adapun persamaanya adalah sebagai berikut :
ip.
iq........................................................................................................... =
5.007 x C
ir.

= 1.704 x RPM

is...........................................................................................................
it.

Keterangan :

iu.

= Shear stress, dyne/cm2

iv.

= Shear rate, detik-1

iw.

= Dial reading, derajat ( o )

ix.

RPM

= Rotation per minute dari rotor

iy.
3.2.2. Penentuan Harga Viskositas Nyata (Apparent Viscosity)
iz.

Viskositas nyata a untuk setiap harga shear rate dihitung

berdasarkan hubungan :

x100

ja.
jb.

a
jc.
jd.
je.

(300 xC)
x100
RPM

39

3.2.3. Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point


jf.

Untuk menentukan plastic viscocity (p) dan yield point

(p) dalam field unit digunakan persamaan Bingham Plastic sebagai


berikut :

600 300
600 300

jg.
jh.

Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam

persamaan (5) didapat :


ji.

p = C600 C300

jj........................................................................................................ b

C300 p
jk.
jl.

Keterangan :

jm.

p = Plastic Viscosity, cp

jn.

b = Yield Point Bingham, lb/100 ft

jo.

C600

= Dial reading pada 600 RPM, derajat

jp.

C300

= Dial reading pada 300 RPM, derajat

jq.
3.2.4. Penentuan Harga Gel Strength
jr.

Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara

langsung dari pengukuran dengan peralatan Fann VG meter. Simpangan


skala penunjuk akibat digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM,
langsung menunjukkan harga gel strength 10 detik atau 10 menit dalam
100 lb/ft
js.
3.3. Perlatan dan Bahan
jt. 3.3.1.

Peralatan

40

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Marsh Funnel
Timbangan
Gelas Ukur 500 cc
Fann VG
Mud Mixer
Cup Mud Funnel

ju.
jv.

jw.
jx.

Gambar 3.2. Marsh Funnel


jy.
jz.
ka.
kb.
kc.

kd.
ke.

Gambar 3.3. Timbangan


kf.
kg.
kh.
ki.
kj.

41

kk.
kl.

Gambar 3.4. Gelas Ukur 500 cc

km.
kn.

Gambar 3.5. Fann VG


ko.
kp.
kq.

ks.

Gambar 3.6. Mud Mixer


kt.
ku.
kv.

kr.

42

kw.
kx.

Gambar 3.7. Cup Mud Funnel

ky.
kz. 3.3.2.

Bahan

1. Bentonite
2. Air tawar (aquades)
3. Bahan-bahan pengencer (Thinner)

la.
lb.

lf.

Gambar 3.8. Bentonite


lc.
ld.
le.

43

lg.

Gambar 3.9. Air Tawar (Aquades)


lh.
li.
lj.

lk.
ll.

Gambar 3.10. Thinner

lm.
ln.

3.4.

Prosedur Percobaan

lo.

3.4.1. Membuat lumpur


lp. Prosedur

lq.

pembuatan

lumpur

sama

dengan

prosedur

pembuatan lumpur pada acara 1.


3.4.2. Cara Kerja dengan Marsh Funnel
1. Menutup bagian bawah dari marsh funnel dengan jari tangan.
Tuangkan lumpur bor melalui saringan sampai lumpur menyinggung
bagian bawah saringan (1500 cc).
2. Menyediakan bejana yang telah tertentu isinya ( 1 quart = 946 ml).
Pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga lumpur
mengalir dan ditampung dengan bejana tadi.
3. Mencatat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana
tertentu isinya tadi.
lr.

ls.

3.4.3. Mengukur Shear Stress dengan Fann VG


1. Mengisi bejana dengan lumpur sampai batas yang telah ditentukan.
2. Meletakkan bejana pada tempatnya, serta atur kedudukannya
sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup kedalam lumpur
menurut batas yang telah ditentukan.

44

3. Menggerakkan rotor pada posisi High dan tempatkan kecepatan putar


rotor. pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan sehingga
kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat harga yang
ditunjukkan skala.
4. Mencatat harga yang dilakukan oleh skala penunjuk setelah mencapai
keseimbangan dilanjutkan untuk kecepatan 300, 200, 100, 6 dan 3
RPM dengan cara yang sama seperti diatas.
lt.
lu. 3.4.4.
1.

Pengukuran Gel Strength dengan Fann VG

Setelah selesai mengukur shear stress, aduk lumpur dengan Fann


VG pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.

2.

Matikan Fann VG kemudian diamkan lumpur selama 10 detik.

3.

Setelah 10 detik gerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM. Baca


simpangan maksimum pada skala penunjuk.

4.

Aduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan rotor 600


RPM selama 10 detik. Ulangi kerja diatas untuk gel strength 10 menit
(untutk gel strenght 10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit)

3.5.

Data dan Hasil Percobaan


lv. Dari percobaan diperoleh hasil sebagi berikut :
lw.
lx. Tabel 3.1. Hasil Percobaan Viskositas dan Gel Strength

lz. K
o
m
p
o
s
i
s
i
l
u
m
p
u

mb.

md.

me.

45

r
mg.
Lu
m
p
u
r
D
a
s
a
r

mh.

mj.

mk.

ml.

(
L
D
)
mn.
LD
+
2

mm.

g
r
d
e
x
t
r
i
d
mu.
LD
+
2
.
6
g

mo.

mv.

mp.

mw.

mq.

mx.

ms.

my.

mz.

46

r
d
e
x
r
t
i
d
nb. L
D
+
3
g
r
nc.
b
e
n
t
o
n
i
t
e
ni. L
D
+
9
g
r
b
e
n
t
o
n

ng.

nm.

nn.

47

i
t
e
no.
3.6. Pembahasan
np.
3.6.1.
............................................................................................................
Pembahasan Praktkum
nq.
Pada praktikum ini membahas tentang pengukuran viskositas dan
gel strength. Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok
dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Viskositas didefinisikan
sebagai kemampuan lumpur untuk mengalir dalam suatu media. Serta gel
strength adalah lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak
terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara
partikel-partikel padatan lumpur.
nr.

Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting

mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung


dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip
sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar sumur yang dapat
menyebabkan masalah pemboran selanjutnya. Viskositas dan gel strength
merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.
ns.

Pada praktikum perhitungan viskositas dan gel strength,

yang ditentukan dalam perhitungan adalah viskositas, yield point, dan gel
strength selama 10 detik dan 10 menit. Pada hasil percobaan di peroleh
lumpur dasar dengan viskositas relatif sebesar 52 cp, plastic viscocity
sebesar 3.5 cp, yield point sebesar 21.5, dan gel strength pada 10 detik
sebesar 3 dan pada 10 menit sebesar 10.
nt.

Pada pengukuran ini juga dilakukan penambahan additive

dextrid dan bentonite. Pada saat ditambahkan dextrid terjadi perubahan


pada nilai plastic viscocity, yield point serta gel strength yang dimana nilai

48

dari ketiganya menjadi lebih besar dibandingkan dengan keadaan pada


lumpur awal. Apabila ditambahkan 2 gr dextrid maka viskositas relatif
menjadi 61 cp, plastic viscocity menjadi 6 cp, yield point sebesar 24, dan
gel strength pada 10 detik sebesar 5 dan pada 10 menit sebesar 14. Dan
apabila ditambahkan 2.6 gr dextrid maka plastic viscocity menjadi 11 cp,
yield point sebesar 27, dan gel strength pada 10 detik sebesar 18 dan pada
10 menit sebesar 72. Hal ini terjadi pula pada bentonite, apabila
ditambahkan 3 gr bentonite maka viskositas relatif menjadi 50 cp, plastic
viscocity menjadi 2 cp, yield point sebesar 3.4, dan gel strength pada 10
detik sebesar 7 dan pada 10 menit sebesar 20. Dan apabila ditambahkan 9
gr bentonite maka plastic viscocity menjadi 12 cp, yield point sebesar 50,
dan gel strength pada 10 detik sebesar 24 dan pada 10 menit sebesar 104.
Dari kedua additive, perubahan nilai gel strength sangat signifikan saat
ditambahkan bentonite dibandingkan dextrid karena bentonite yang
ditambahkan dalam jumlah yang cukup banyak dibandingkan dextrid.
nu.

Pada hasil gel strength 10 detik selalu lebih kecil

dibandingkan gel strength pada 10 menit. Karena untuk membentuk gel,


lumpur memerlukan waktu untuk menjadi gel yang sebanding dengan
lama waktu. sehingga tentu saja gel strength 10 menit mempunyai waktu
yang lebih lama ketika partikel didalam lumpur melakukan gaya tarik
menarik.
nv.

Dalam aplikasinya dilapangan apabila nilai gel strength

sangat besar dapat mempersulit sirkulasi dalam lumpur pemboran, dan


menambah beban dari pompa serta mempersulit pemisahan cutting dari
lumpur pemboran.
nw.
nx.
ny. 3.6.2
......................................................................................
Pembahasan soal

49

1. Berikan penjelasan analog antara dextrid dan bentonite jika


berdasarkan table hasil percobaan diatas!
nz.
Jawab : Dextrid dan bentonite digunakan untuk menaikkan
viskositas dari suatu lumpur pemboran dengan cara
memperbesar shear stress dari lumpur tersebut.
oa.
2. Dengan melihat data, jelaskan maksud penambahan dextrid ke dalam
lumpur dan jelaskan bagaimana additive tersebut dapat melakukan
fungsinya !
ob.
Jawab : Penambahan

dextrid

bermaksud

untuk

meningkatkan plastic viscocity dan yield point serta gel


strength. Dengan menaikkan plastic viscocity yang secara
tidak langsung menaikkan viskositasnya.
oc.
3. Dari 2 additive diatas, manakah additive yang lebih signifikan
menaikkan gel strength !
od.
Jawab : Bentonite, dilihat dari data yang didapat pada tabel
diatas.
oe.
4. Dari data diatas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar
dari GS 10 detik, jelaskan!
of.
Jawab : Karena nilai Gel Strength (GS) akan semakin
bertambah seiring bertambahnya waktu. Sebab hal tersebut
gel strength 10 menit akan lebih besar dibanding gel strength
10 detik.
og.
5. Dari suatu percobaan yang dilakukan dalam pembuatan lumpur dengan
barite seberat 4 gram, kemudian itu didapatkan dial reading pada 600
RPM sebesar 155 dan dial reading pada 300 RPM sebesar 130,
Hitunglah nilai plastic viscosity dan yield point dari percobaan tesebut!
oh.
oi.
oj.
Jawab : Diketahui
:
C600 = 155
ok.
C300 = 130
p dan ?
ol.
Ditanya :

50

om.

Jawab :

on.
oo.
op.

= C600 C300

= 155 130
= 25 cp
oq.

or.
os.

= C300

= 130 25
= 105

Lb
100 Ft 2

ot.
ou.

3.7.

Kesimpulan

1. Rheologi lumpur pemboran yaitu yield point dan plastic viscocity.


2. Viskositas terlalu tinggi menyebabkan lumpur terlalu berat dan
mengganggu siklus pemboran, dan viskositas terlalu rendah maka
serbuk bor kembali mengendap di dasar sumur.
3. Sifat rheologi lumpur pemboran dapat berubah jika mengalami tekanan
dan temperatur yang tinggi.
4. Viskositas memiliki hubungan yang setara dengan gel strength,
densitas dan tekanan hidrostatis lumpur pemboran.
5. Dextrid dan bentonite ditambahkan pada percobaan tersebut untuk
menaikkan nilai viskositas dan gel strength pada lumpur pemboran.
ov.
ow.BAB IV

ox.FILTRASI DAN MUD CAKE


oy.
4.1.

Tujuan Percobaan
1.

Mempelajari pengaruh dari komposisi lumpur pemboran terhadap


filtration loss dan mud cake.

2.

Mengenal dan memahami alat-alat dan bahan pada praktikum filtrasi


dan mud cake.

3.

Mengetahui hubungan yang terdapat diantara filtrasi dan mud cake .

oz...........................................................................................................
pa. 4.2.

Teori Dasar

51

pb.

Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan

batuan poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang


memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang
hilang kedalam batuan disebut filtrat / filtrate. Proses filtration diatas
hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan positif kearah batuan.
Pada dasarnya ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi
pemboran , yaitu static filtration dan dynamic filtration. Static filtration
terjadi ketika lumpur berada dalam keadaan diam dan dynamic filtration
terjadi ketika lumpur disirkulasikan.
pc.

Karena terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud

cake. Mud cake adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding
lubang bor. Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik
antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal
akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrat
yang terlalu banyak menyusup ke pori-pori batuan dapat menimbulkan
kerusakan pada formasi. Peralatan untuk mendiagnosis filtration loss dan
mud cake adalah high pressure high temperature (HPHT).

pd.
pe.

Gambar 4.1. High Pressure High Temperature (HPHT).

pf.
pg.

Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak

dikontrol maka akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi


pemboran maupun evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor.

52

ph.

Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukuran volume

filtration loss dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur
yang digunakan adalah APIRP 13 B untuk low pressure low temperature
(LPLT). Lumpur ditempatkan dalam silinder standar yang bagian dasarnya
dilengkapi kertas saring dan diberi tekanan sebesar 100 psi dengan lama
waktu pengukuran selama 30 menit. Volume filtrat ditampung dalam gelas
ukur dengan cubic centimeter (cc).
pi.

Persamaan untuk volume filtrat yang dihasilkan dapat

diturunkan dari persamaan darcy. Persamaannya adalah sebagai berikut :


pj.

0.5

Cc

2k Cm 1

PT

pk.

Vf = A

pl.
pm.

Keterangan :

pn.

A = Filtration area

po.

K = Permeabilitas cake

pp.

Cc = Volume fraksi solid dalam mud cake

pq.

Cm= Volume fraksi solid dalam lumpur pemboran

pr.

P = Tekanan filtrasi

ps.

T = Waktu filtrasi = Viskositas filtrat

pt.
pu.

Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua

kejadian dalam proses pemboran yang berhubungan erat dengan waktu,


kejadian serta sebab dan akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya
dilakukan secara bersamaan. Persamaan yang umum digunakan untuk
static filtration loss adalah sebagai berikut :
pv.

53

t2

Q 2 Q1x t1

pw.
px.

0 .5

Keterangan :

py.

Q1 = Fluid filtration loss pada waktu t1

pz.

Q2 = Fluid filtration loss pada waktu t2

qa.
qb.

Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan

komponen cair. Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai


pori-pori, komponen cair dari lumpur pemboran akan masuk ke dalam
dinding lubang bor. Zat cair yang masuk ini disebut filtrat. Padatan dari
lumpur akan menempel pada permukaan dinding lubang. Bila padatan dari
lumpur yang menempel

ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding

lubang, maka cairan yang masuk ke dalam formasi juga berhenti.


qc.
qd.

Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor

akan menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat negatif tersebut antara


lain :
a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh.
qe. Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut
adalah air, maka ikatan antara partikel formasi akan melemah,
sehingga dinding lubang cenderung untuk runtuh.
b. Menyalahi interpretasi dari logging.
qf. Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity
dari formasi cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi
tersebut. Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat
logging adalah resistivity dari filtrat.
c. Water blocking.

54

qg. Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak


dari formasi ke dalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur
banyak.
d. Differential sticking.
qh. Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake
dari lumpur akan menjadi tebal. Saat sirkulasi berhenti dengan
berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang terbenam
didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan tekanan
hidrostatik yang besar ke dinding lubang.
e. Channeling pada semen.
qi. Saat penyemenan, mud cake yang tebal jika tidak dikikis
akan menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang
tidak baik.
qj.

Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang

umum adalah standar filtration press, terdiri dari :


1. Mud cup.
2. Gelas akur.
3. Tabung sumber tekanan.
4. Kertas saringan.
qk.

Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss

dan akibatnya bagi suatu pekerjaan pemboran, maka dapatlah ditemukan


cara untuk mengurangi filtration loss tersebut. Untuk mengurangi dapat
dilakukan dengan cara
1. Pengaturan tekanan.
2. Pengaturan komposisi lumpur.
ql.

Terjadinya filtration loss yang besar berdampak buruk

terhadap formasi maupun lumpur pemboran, karena akan terjadi filtration


damage (pengurangan permaebilitas efektif minyak atau gas) dan lumpur

55

akan kehilangan cairan. Dalam perubahan ini, proses filtrat yang masuk ke
dalam formasi produktif dapat menyebabkan produktivitas sumur tersebut
menurun. Untuk itu perlu adanya pengaturan terhadap laju filtration, maka
diperlukan membatasi jumlah cairan yang masuk ke dalam formasi. Selain
melakukan pengontrolan tekanan sirkulasi lumpur selama operasi
pemboran, juga dapat melakukan pengaturan komposisi lumpur yang
merupakan hal terpenting untuk mencegah filtration loss.
qm.

Untuk mengurangi filtration, juga digunakan zat additive

yang disebut filtrate reducer. Filtrate reducer ini kemudian membentuk


ampas (filter cake) pada lapisan yang poros serta permeable dan ketika
droplet air yang teremulsikan didalam minyak menjadi bulatan yang keras
(rigid sphere), mereka bertindak sebagai padatan dan akan tersaring oleh
serat-serat filter cake sehingga filtrat yang dihasilkan hanya berupa minyak
saja. Jenis-jenis filtrate loss reducer, antara lain :
1. Koloid (bentonite).
2. Starch, CMC Driscose.
3. Minyak (berdampak buruk terhadap dynamic loss).
4. Q Broxin (berdampak baik terhadap dynamic loss maupun
static loss).
qn.
qo.

Terjadinya filter cake pada dinding lubang bor analog

dengan peristiwa osmose dan secara matematis dapat dinyatakan dengan :


qp.
qq. Tekanan Osmose =

qv.

R xT
V

qr.

Keterangan :

qs.

R = Konstanta gas ideal

qt.

T = Temperatur

qu.

V = Volume filtrat lumpur yang masuk

4.3.

56

............................................................................................................
Peralatan dan Bahan
qw.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

4.3.1. Peralatan
Filter Press
Mud Mixer
Stop Watch
Gelas Ukur 500 cc
Jangka Sorong
Filter Paper
qx.

qy.
qz. Gambar 4.2. Filter Press
ra.
rb.
rc.
rd.
re.

57

rf.
rg. Gambar 4.3. Mud Mixer

rh.
ri. Gambar 4.4. Stop Watch
rj.
rk.
rl.
rm.
rn.

ro.
rp. Gambar 4.5. Gelas Ukur 500 cc
rq.
rr.
rs.
rt.
ru.

58

rv.
rw. Gambar 4.6. Jangka Sorong

rx.
ry. Gambar 4.7. Filter Paper

rz.
sa. 4.3.2.
1.

Bentonite

2.

Aquades

Bahan

sb.
sc.

Gambar 4.8. Bentonite


sd.

59

se.
sf.
sg.
sh.

si.
sj.

sk.

4.4.
1.

Gambar 4.9. Aquades

Prosedur Percobaan
Membuat lumpur : Membuat lumpur standar : 22.5 gr bentonite + 350
cc aquades. Tambahkan additive sesuai dengan petunjuk asisten. Aduk
selama 20 menit.

2.

Mempersiapkan alat filter press dan segera pasang filter paper serapat
mungkin dan letakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung
fluid filtrate.

3.

Menuangkan campuran lumpur kedalam silinder dan segera tutup


rapat, kemudian alirkan udara dengan tekanan 100 psi.

4.

Mencatat volume filtrat sebagai fungsi dari waktu dengan stop watch.
Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama, kemudian
setiap 5 menit untuk 20 menit selanjutnya. Catat volume filtrat pada
menit ke 7.

5.

Menghentikan penekanan udara, membuang tekanan udara dalam


silinder (bleed off) dan sisa lumpur dalam silinder dituangkan kembali
ke dalam breaker.

6.

Tentukan tebal mud cake yang terjadi dan ukur pH-nya.


sl.
sm.4.5.

sn.

Data dan Hasil Percobaan

Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berkut :

60

so.
sp. Tabel 4.1. Hasil Percobaan Filtrasi dan Mud Cake

sr. K
o
m
p
o
s
i
s
i
L
u
m
p
u
r
tc. L
u
m
p
u
r
D
a
s
a
r
(
L
D
)
tj. L
D
+
2
g
r

sz.

su.
ss.
st.
sv.

td.

te.

tk.

tl.

sw.

sx.

tf.

tm.

sy.

tg.

tn.

ta.

th.
1.9

to.
1.4

61

d
e
x
t
r
i
d
tq. L
D
+
2
.
6
g
r
d
e
x
r
t
i
d
tx. L
D

tv.
tr.

ts.

tt.

tu.

tz.

ua.
11.5

ub.

+
9
g
r
b
e
n
t
o
n
i
t
e

uc.
2.4

62

ue.
LD
+
1
.
5
g
r
uf. q
u
e
b
r
a
c
h
o
ul.
4.6. Pembahasan
4.6.1. Pembahasan Praktikum
ud.

um.

ug.

ui.
uh.

uj.

uk.
2.1

Pada praktikum ini adalah untuk menentukan filtrasi dan

mud cake. Awal dari proses filtrasi ketika terjadi kontak antara lumpur
pemboran dengan batuan poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai
saringan

yang

memungkinkan

fluida

dan

partikel-partikel

kecil

melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut filtrat. Karena


terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud cake. Mud cake adalah
padatan lumpur yang menempel pada dinding lubang bor. Mud cake yang
tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan
permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran
sehingga sulit diputar dan diangkat.
un.

Pada proses awal praktikum, lumpur terlebih dahulu dibuat

kemudian diperoleh lumpur dasar dengan V 2 (ml) 3.25, V 7.5 (ml) 6.5,
V 30 (ml) 12.8, pH 9.83 dan mud cake 1.93. Additive yang digunakan
dalam percobaan adalah dextrid, bentonite, dan quebracho. Pada saat

63

lumpur dasar ditambahkan 2 gram dextrid didapat data V 2 (ml) 2.3, V 7.5
(ml) 4.25, V 30 (ml) 8, pH lumpur mengalami peningkatan nilai menjadi
9.84. Akan tetapi, pada ketebalan mud cake terjadi penurunan menjadi
1.47. Selanjutnya lumpur dasar diberi 2.6 gram dextrid didapat data V 2
(ml) 1.8, V 7.5 (ml) 3.8, V 30 (ml) 8.2, pH lumpur mengalami peningkatan
nilai menjadi 10.2. Ketebalan mud cake terjadi kenaikan menjadi 2.98.
uo.

Setelah itu lumpur dasar diberi 9 gr bentonite, didapat hasil

V 2 (ml) 4, V 7.5 (ml) 7.5, V 30 (ml) 11.5. Kemudian terjadi penurunan


pH menjadi 9.81 lalu diiringi dengan kenaikan tebal mud cake menjadi
2.4. Pada penambahan zat additive terakhir yaitu quebracho 1.5 gr ke
lumpur dasar, didapat hasil V 2 (ml) 3.5, V 7.5 (ml) 7, V 30 (ml) 12.5.
Penambahan zat additive quebracho menyebabkan penurunan pH yang
semakin kecil menjadi 8.26, namum ketebalan mud cake berkurang
menjadi 2.1.
up. Dari hasil data didapat harga terbesar untuk V 2 (ml) 3.5
pada LD + 1.5 gr quebracho, V 7.5 (ml) 7.5 pada LD + 9 gr
bentonite, V 30 (ml) 12.8 pada LD itu sendiri, pH 9.84 pada
LD + 2 gr dextrid, mud cake 2.98 pada LD + 2.6 gr dextrid.
uq. Dari hasil data diatas didapat pula harga terkecil untuk V 2
(ml) 1.8 dan V 7.5 (ml) 3.8 pada LD + 2.6 gr dextrid, V 30
(ml) 8 pada LD + 2 gr dextrid, pH 8.26 dan mud cake 2.1
pada LD + 1.5 gr quebracho.
ur.
4.6.2. Pembahasan Soal
1. Berdasarkan data, jelaskan fungsi dextrid, bentonite, dan quebracho !
us.

Jawab :

a. Dextrid

Mengurangi filtration

loss dan menaikkan


ut.
uu.

pH lumpur pemboran.
b. Bentonite
=
Mengurangi filtration
loss dan menaikkan

64

uv.
uw.

pH lumpur pemboran.
c. Quebracho
=
Mengurangi filtration
loss dan menaikkan

ux.
pH lumpur pemboran.
uy.
2. Dalam percobaan ini, selain mengukur volume filtrat juga dilakukan
pengukuran pH. Apakah pengaruh pH terhadap kondisi lumpur
pemboran ?
uz.
Jawab : -

pH terlalu rendah bersifat asam akan

menyebabkan

korosi

menyebabkan

cutting

terhadap

alat

hancur

pemboran
sehingga

dan
sulit

diinterprestasikan.
-pH terlalu tinggi bersifat basa akan menyebabkan naiknya gel
strength dan viskositas sehingga membuat kerja mud pump
menjadi berat.
va.
3. Apakah mud cake diharapkan pada operasi pemboran ?
vb.

Jawab : Ya,

karena mud cake yang tipis diperlukan

sebagai bantalan yang baik antara pipa pemboran dan


permukaan lubang bor. Tetapi mud cake jangan terlalu
tebal, karena dapat menjepit pipa serta masalah
pemboran lainnya.
4. Bagaimana cara mencegah filtration loss yang terlalu besar?
vc.

Jawab : Melakukan pengontrolan tekanan sirkulasi lumpur


dan untuk mencegahnya bisa ditambahkan zat additive yang

dapat mencegah terjadinya filtration loss.


vd.
5. Apa yang anda ketahui tentang sodium carboxymethyl cellulose
(CMC) ? ( Jelaskan secara singkat)
ve.
Jawab: CMC dalam industri pengeboran minyak digunakan
sebagai bahan lumpur pemboran, dimana ia bertindak sebagai

65

agen pengubah viskositas dan retensi air atau salah satu zat
additive sebagai filtration loss reducer.
vf.
vg. 4.7.
1. Ukuran

partikel,

Kesimpulan
temperatur,

tekanan

dan

kedalaman

dapat

mempengaruhi lumpur pemboran terhadap filtration loss dan mud


cake.
2. Penambahan zat additive pada lumpur pemboran dapat mempengaruhi
ketebalan mud cake dan nilai pH.
3. Ketebalan mud cake dijaga untuk tetap tipis yang diperlukan sebagai
bantalan antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Tetapi
ketebalan mud cake tidak boleh terlalu tebal, karena dapat menjepit
pipa serta menimbulkan masalah pemboran lainnya.
4. Lost circulation adalah masalah yang terjadi selama proses pemboran
dimana hilangnya fluida (lumpur pemboran) ke dalam batuan
berporos. Sehingga dapat mengurangi volume lumpur pemboran saat
sirkulasi dari dasar pemboran ke permukaan.
5. Zat additive yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah filtration
loss adalah filration loss agents. Serta untuk mengatasi masalah
ketebalan pada mud cake dapat menggunakan dextrid.
vh.
vi. BAB V

vj. ANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN


vk.
vl.

5.1.

Tujuan Percobaan

1. Memahami prinsipprinsip dalam analisa kimia pada lumpur


pemboran.
2. Mengetahui peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam analisa kimia
pada lumpur pemboran.
3. Menentukan pH, alkalinitas, kesadahan total, dan kandungan ionion
yang terdapat pada lumpur pemboran.

66

vm.
vn.

5.2.

Teori Dasar
vo.

Dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur

pemboran harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap


berfungsi dengan kondisi yang ada.
vp.

Perubahan kandungan ionion tertentu dalam lumpur

pemboran akan berpengaruh terhadap sifatsifat fisik lumpur pemboran,


oleh karena itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol
kandungan ionion tersebut untuk kemudian dilakukan tindakantindakan
yang perlu dalam penanggulangannya.
vq.

Dalam percobaan ini akan dilakukan analisa kimia pada

lumpur pemboran dan filtratnya, antara lain : analisis kimia alkalinitas,


analisis kesadahan total, analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion
besi serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya).
vr.

Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan

untuk bereaksi dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa
mengetahui konsentrasi hidroksil, bicarbonat dan carbonat. Pengetahuan
tentang konsentrasi ionion diperlukan misalnya untuk mengetahui
kelarutan batu kapur yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran
menembus formasi limestone. Analisa kandungan ion chlor (Cl)
diperlukan untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk ke sistem
lumpur pada waktu pemboran menembus formasi garam atau pun
kontaminasi garam yang berasal dari air formasi. Air yang mengandung
sejumlah besar ion Ca2+ dan Mg2+ dikenal sebagai hard water atau air
sadah. Ionion ini bisa berasal dari lumpur pemboran selama waktu
pemboran melewati formasi

gypsum (CaSO42H2O). Analisa

kandungan ion besi diperlukan untuk pengontrolan terjadinya korosi pada


peralatan pemboran.
vs.

Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur

pemboran adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi dari sampel yang diketahui

67

volume-nya dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang diketahui


konsentrasinya. Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan
dengan pengetahuan tentang reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.
vt.

Pada lumpur pemboran juga terdapat jenis-jenis lumpur

yang berbeda. Penamaan lumpur pemboran berdasarkan bahan dasar


pembuatannya, sehingga jenis lumpur pemboran dapat dikelompokan
sebagai berikut :
1. Water Base Mud.
vu. Pada lumpur pemboran jenis ini bahan dasar yang
digunakan adalah air, bila airnya berupa air tawar maka disebut
fresh water mud dan apabila airnya berupa air asin disebut salt
water mud. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a.

Fresh Water Mud.


vv.

Fresh water mud adalah jenis lumpur bor dengan air

tawar sebagai fasa cairnya. Dengan kadar garam yang


sangat rendah (kurang dari 10.000 ppm = 1 % berat garam
). Jenis lumpur ini mempunyai beberapa macam jenis yang
digunakan pada kondisi tertentu, antara lain : Spud Mud,
Bentonite Treated Mud, Phospate Treated Mud, Organic
Colloid Treated Mud, Gypsum Treated Mud serta Calcium
Treated Mud lainnya. (Pembahasan pada setiap jenis-jenis
fresh water mud terdapat pada Bab 1 : Pendahuluan).
vw.
b.

Salt Water Mud


vx.

Salt Water Mud merupakan lumpur pemboran yang

mengandung air garam dengan konsentrasi diatas 10.000


ppm. Biasanya jenis lumpur ini ditambah organik koloid
yang berfungsi untuk memperkecil filtration loss dan
menipiskan mud cake. Jenis lumpur ini biasanya digunakan

68

untuk mengebor lapisan garam. Pada umumnya salt water


mud dibedakan menjadi :
a. Unsaturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa
cairya diambil dari air laut yang dapat menimbulkan
busa (foaming) sehingga perlu ditambahkan bahan
kimia (defoamer)
b. Saturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa
cairnya dijenuhi oleh NaCL untuk mencegah pelarutan
garam pada formasi garam yang ditembus dan dapat
digunakan untuk mengebor lapisan shale.
c. Sodium - Sillicate Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya
mengandung sekitar 65 % volume larutan Na - Silicate
dan

35

larutan

garam

jenuh.

Lumpur

ini

dikembangkan untuk digunakan bagi pemboran heaving


shale, tetapi jarang digunakan karena lebih banyak
digunakan lumpur lime treated gypsum lignosulfonate
yang lebih baik, lebih murah dan lebih mudah dikontrol
sifat sifat fisiknya.
2. Oil - in Water Emultion Mud.
vy.

Pada lumpur ini minyak merupakan fasa emulsi dan

air sebagai fasa kontinyu. Jika pembuatannya baik fitratenya hanya air. Air yang digunakan dapat fresh water atau
salt water. Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi
hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan
pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtration loss
berkurang. Keuntungan menggunakan oil - in - water emultion mud yaitu, bit lebih tahan lama, penetration rate
naik, pengurangan korosi pada drillstring, perbaikan
terhadap sifat-sifat fisik lumpur (viskositas dan tekanan
pompa boleh dikurangi, water loss turun, mud cake tipis)

69

dan mengurangi balling (terlapisnya alat oleh padatan


lumpur) pada drillstring. Viskositas dan gel strength lebih
mudah dikontrol bila emulsifier-nya juga bertindak sebagai
thinner. Semua minyak (oil) dapat digunakan, tetapi lebih
baik digunakan minyak yang telah diolah (refined oil) yang
mempunyai sifat, antara lain :

Uncracked (tidak terpecah molekulnya) supaya stabil.

Flash point tinggi untuk mencegah bahaya api.

Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak


merusak karet-karet pompa sirkulasi sistem.

Pour

point

rendah

agar

bisa

digunakan

untuk

bermacam-macam temperatur.
vz.

Keuntungan

lainnya

adalah

karena

bau

dan

flouresensinya lain dengan crude oil (mungkin yang berasal


dari formasi) sehingga berguna untuk pengamatan cutting
dalam menentukan adanya minyak. Untuk mencegah
kerusakan karet-karet dapat digunakan karet sintetis. Pada
umumnya Oil Water Emultion Mud dapat digolongkan
menjadi :
a.

Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud.


wa.Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud yaitu
lumpur yang mengandung NaCL sampai sekitar 60.000
ppm. Lumpur emulsi ini dibuat dengan menambah
emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud diikuti
dengan sejumlah minyak (5 - 25 % volume). Jenis
emulsifier yang bukan sabun, lebih disukai karena dapat
digunakan dalam lumpur yang mengandung Ca tanpa
memperkecil emulsifier-nya dalam hal efisiensinya.
Emulsifikasi minyak dapat ditambah dengan agitasi

70

(diaduk). Penambahan minyak dan emulsifier secara


periodik.

Jika

sebelum

emulsifikasi

lumpurnya

mengandung clay yang tinggi pengenceran dengan air


perlu dilakukan untuk mencegah kenaikan viskositas.
Karena keuntungan dan mudahnya pengontrolan maka
lumpur ini banyak disukai.
b.

Salt Water Oil - in - Water Emultion Mud.


wb.Lumpur ini mengandung paling sedikit (atau lebih
besar 60.000 ppm NaCL dalam fasa cairnya).
Emulsifikasi

dilakukan

dengan

emulsifier

agent

organik. Lumpur ini umumnya mempunyai pH dibawah


9

cocok digunakan untuk pemboran lapisan garam.

Keuntungannya adalah : densitasnya kecil, filtration


loss sedikit, mud cake tipis, lubrikasi lebih baik.
Foaming bisa dipecahkan dengan penambahan surface
active agent tertentu.
3. Oil Base Mud dan Oil Emultion Mud.
wc.

Oil Base Mud mempunyai fasa kontinyu minyak,

kadar air tidak boleh lebih besar dari 5 %, karena bila lebih
besar sifat lumpur menjadi tidak stabil. Untuk itu
diperlukan tangki yang tertutup agar terhindar dari hujan /
embun dan bahaya api. Untuk mengontrol viskositas,
menaikan gel strength, dan mengurangi efek kontaminasi
air serta mengurangi filtration loss perlu ditambahkan zat zat kimia. Lumpur jenis ini mahal harganya, biasanya
digunakan

kalau

keadaanya

memaksa

atau

pada

completion dan work over sumur. Misalnya melepas


drilpipe terjepit, mempermudah pemasangan casing dan
liner. Keuntungannya mud cake tipis dan liat, indikasi
pelumas baik.

71

wd.

Oil Base Emultion Mud mempunyai minyak sebagai

fasa kontinyu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya


mempunyai faedah yang sama dengan oil base mud yaitu
filtratnya minyak, karena itu tidak menghidratkan shale /
clay yang sensitif. Perbedaan utamanya dengan oil base
mud adalah bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang
berguna (bukan kontaminer). Air yang teremulsi dapat
antara 15 - 50 % volume, tergantung density dan temperatur
yang dihadapi. Karena air merupakan bagian dari lumpur
maka mengurangi bahaya api, toleran terhadap air dan
pengontrolan flow property-nya (sifat - sifat aliran) dapat
seperti water base mud.
4. Gaseous Drilling Fluid.
we.

Lumpur

pemboran

jenis

ini

jarang

sekali

dipergunakan, hanya dipakai untuk daerah-daerah yang


sangat sensitif terhadap tekanan hidrostatik, yaitu daerah
yang membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah.
wf.

Gaseous Drilling Fluid, fluidanya hanya terdiri dari

gas atau udara maupun aerated gas. Lumpur jenis ini


biasanya digunakan untuk pemboran yang formasinya keras
dan kering dan juga pada pemboran dimana kemungkinan
terjadinya blow out kecil sekali atau dimana lost circulation
merupakan bahaya utama
5. Gaseuos Drilling Fluids.
wg.

Lumpur pemboran jenis ini jarang dipergunakan,

hanya dipakai untuk daerah-daerah yang sangat sensitif


terhadap

tekanan

hidrostatik,

yaitu

daerah

yang

membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah.


Gaseous drilling fluids, fluidanya hanya terdiri dari gas
atau udara maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya

72

digunakan untuk pemboran yang formasinya keras dan


kering dan juga pada pemboran dimana kemungkinan
terjadinya blow out kecil sekali atau dimana lost circulation
merupakan bahaya utama.
wh.
wi.
wj.

5.3.
Peralatan dan Bahan
5.3.1. Peralatan

1.

Labu Titrasi Ukuran 250 dan 100 ml

2.

Buret Mikro

3.

Pengaduk

4.

Pipet dan pH Paper


wk.

wl.
wm.

Gambar 5.1. Labu Titrasi 250 ml dan 100 ml


wn.
wo.
wp.
wq.
wr.

ws.
wt.

Gambar 5.2. Buret Mikro

73

wu.

wv.
ww.

Gambar 5.3. Pengaduk


wx.
wy.
wz.
xa.
xb.

xc.
xd.

\ Gambar 5.4. Pipet


xe.
xf.
xg.
xh.

xi.

xj.
xk.

Gambar 5.5. pH Paper

xl.

74

xm.
xn. 5.3.2.
1.

Bahan

NaHCO3, NaOH, CaCO3, Serbuk MgO, Kalium Khromat,


Bentonite, Gypsum, Aquades, Quebracho.

2.

Larutan H2SO4 0.02 N, Larutan EDTA 0.01 M, Larutan


AgNO3, Larutan KmnO40.1 N.

3.

Indikator EBT, Phenolpthalein, Methyl Jingga, Murexid, HCL


Konsentrat, Hidrogen Periode 3%, Larutan Indikator Besi, Larutan
Buffer Besi.
xo.

xp.
xq.

Gambar 5.6. Bentonite

xx.

Gambar 5.7. Aquades

xr.
xs.
xt.
xu.
xv.

xw.

75

xy.
xz.
ya.
5.4. Prosedur Percobaan
5.4.1. Analisa Kimia Alkalinitas
yb.

Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :

yc.

350 ml aquades + 22.5 gram bentonite + 0.4 gram NaHCO 3 + 0.4

gram aquades NaOH + 0.2 CaCO3.


1. Ambil 3 ml filtrat tesebut, masukkan kedalam labu titrasi 250 ml,
kemudian tambahkan 20 ml aquades.
yd. 2. Tambahkan 2 tetes indikator phenolphalein dan titrasi dengan
H2SO4 standar sampai warna merah tetap merah. Reaksi yang terjadi :
ye.

OH- + H+

H2O

yf. 3.

Catat volume pemakaian H2SO4 (P ml).

yg. 4.

Kemudian pada larutan hasil titrasi, tambahkan 2 tetes indikator

methyl jingga, lanjutkan reaksi dengan H2SO4 standar sampai terbentuk


warna jingga tua, Reaksi yang terjadi :
yh.

HCO3 + H+

H2O + CO2

yi. 5. Catat volume pemakaian H2SO4 total ( M ml ).


yj. Catatan :

CO3

2P >M menunjukkan adanya gugus ion OH

dan

2P = M menunjukkan adanya CO

CO3

saja

2P < M menunjukkan adanya

HCO3
dan

HCO3
P = 0 menunjukkan adanya

saja

yl.

P = M menunjukkan adanya OH
yk.
Perhitungan :

saja

76

1.

Total Alkalinity
ym.

yn.

MxNormalitasH 2 SO4 x1000


mlFiltrat

= epm total alkalinity

yo.
yp.
yq.

CO3
yr. 2.

Alkalinity

Jika ada OH

ys.
2
3

yt.

Ppm CO

( M P) xNH 2 SO4 x1000


xBMCO3 2
mlFiltrat

yu.

Jika tidak ada OH

yv.
2
3

yw.

Ppm CO

( P ) xNH 2 SO4 x1000


xBMCO3 2
mlFiltrat

yx.

yy. 3. OH Alkalinity :
yz.

za.
zb.

Ppm OH =

(2 P M ) xNH 2 SO4 x1000


xBMOH
mlFiltrat

77

HCO3

zc. 4.

Alkalinity :

zd.

HCO3
ze.

Ppm

( M 2 P ) xNH 2 SO4 x1000


xBMHCO33
mlFiltrat

zf.
zg.

5.4.2. Analisa Kesadahan Total


zh.

Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :

zi.

350 ml aquades + 22.5 gram bentonite + 6 ml larutan

Ca 2

+ 6 ml

Mg 2
larutan
1. Ambil 3 ml filtrat lumpur tersebut masukkan kedalam labu filtrasi 250
ml.
2. Tambahkan dengan 25 ml aquades, 5 ml larutan buffer pH 10.
3. Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru tua.
zj.
4. Catat volume pemakaian EDTA reaksi yang terjadi :
zk.
zl.

Ca 2 H 2Y 2 CaY 2 2 H
Mg 2 H 2Y 2 MgY 2 2 H

zm.
zn. Perhitungan kesadahan total :\
zo.

zp.
zq.

mlEDTAxMED TAx 1000


epm(Ca 2 Mg 2 )
mlFiltrat

78

zr.
5.4.3. Menentukan Kesadahan Ca2+ dan Mg2+
1.

Ambil 3 ml filtrat lumpur diatas, masukkan ke dalam labu titrasi


250 ml.

2.

Tambahkan 25 ml aquades, 1 ml NaOH 10 N dan 50 mg murexid


dalam NaCl.

3.

Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru.

4.

Catat volume pemakaian EDTA


zs.

Reaksi yang terjadi :

Ca 2 H 2Y 2 CaY 2 2 H

zt.

zu.

Kesadahan Ca

zv.

epm Ca

mlEDTAxMED TAx 1000


mlFiltrat
2

zw.

ppm Ca

= epm Ca

x BA Ca

zx.
zy.
2

zz.

Kesadahan Mg

Ca 2 Mg 2

aaa. ppm Mg

= ( epm (

) epm

ca 2

) x BA Mg

aab.
aac.
5.4.4. Menentukan Kandungan Klorida
aad.

Buat lumpur dengan komposisi sebagai berikut :

aae.

350 ml aquades + 22.5 gr bentonite + 0.4 ml NaCl

1.

Ambil 2 ml filtrat lumpur tersebut, masukkan kedalam labu titrasi


250 ml.

79

2.

Tambahkan 25 ml aquades, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes larutan


K 2 CrO 4

AgNO3
3.

Titrasi dengan

standar sampai terbentuk warna endapan

jingga.

AgNO3
4.

Catat volume pemakaian

aaf.
aag. Reaksi yang terjadi :

Cl Ag AgCl
aah.

(s)

(putih)

CrO4 Ag Ag 2 CrO4

aai.

(s)

(merah)

aaj.
aak.

Perhitungan ppm Cl- :

aal.

epm

Cl

mlAgNO3 xMAgNOx1000
xBACl 1
mlFiltrat

aam.
5.4.5. Menentukan Kandungan Ion Besi (Metode 1)
aan.

Buat filtrat lumpur bor dari campuran sebagai berikut :

aao.

350 ml aquades + 22.5 gram bentonite + 0.1 gram quebracho

1. Tuang 5 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia kemudian tambahkan 1


tetes sampai 2 tetes HCl konsentrat.
2. Tambahkan 0.5 ml larutan Hidrogen Peroxyde, sampai didapat warna
kuning muda (end point).
3. Tambahkan 1 ml larutan indikator besi. Timbulnya warna ungu
menunjukkan adanya ion besi dalam filtrat lumpur.

80

4. Tambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Ukur harga pHnya. Jika terlalu
banyak larutan buffer yang ditambahkan maka akan timbul endapan
bewarna kecoklatan. Tambahkan satu tetes atau lebih HCl konsentrat
sampai endapan hilang.
5. Titrasi dengan KmnO4 0.1 N seperti langkah 2 (kuning muda)
aap.
5.4.6. Penentuan Kandungan Besi (Metode 2)
aaq.

Buat filtrat bor dari campuran sebagai berikut :

aar.

350 ml aquades + 22.5 ml bentonite + 0.1 gram quabracho

1.

Tuangkan 10 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia dengan teliti


lalu asamkan dengan beberapa tetes HCl pekat.

2.

Tambahkan larutan

kuning dari ion

Fe 2

SnCl 2

setetes demi setetes sampai warna

. Tambahkan satu tetes SnCl

berlebih setelah

terjadi perubahan warna tadi.


2

3.

Tambahkan 20 ml larutan jenuh HgCl , semuanya sekaligus


(harus terbentuk endapan yang berwarna putih murni).

4.

Goyanggoyang sedikit supaya zatzatnya tercampur kemudian


diamkan selama 2 menit.

5.

Tambahkan 200 ml air, 6 tetes indikator diphenylamine, dan 5 ml

H 3 PO4

K 2 Cr2 O7
pekat. Lalu titrasikan dengan larutan

timbul pertama kali warna coklat atau ungu.


aas.
aat.
aau.
aav.

0.1 N sampai

81

aaw.
aax.
aay.
aaz.
aba.
5.5. Data dan Hasil Percobaan
abb.

Dari percobaan di peroleh hasil sebagi berikut :

abc.
abd.Tabel 5.1. Hasil Percobaan Analisa Kimia Lumpur Pemboran
abe.
abh.

abf. Percoba
an
abg.

abk. Alkalinit
as

abp. Kesadah
an Total

abt.Kesadaha
n Ca2+ dan
Mg2+

abx. Kandun
gan
Klorida
acb. Kandun

abi.Hasil Percobaan
abj.

abl.Vol. Filtrat
=
3 ml
abm. N H2SO4
= 0.02 N
abn. Vol H2SO4 P
= 0.05 ml
abo. M
= 3.4 ml
abq. Vol. Filtrat
= 3ml
abr.M EDTA
= 0.02 M
abs. Vol EDTA
= 0.05 ml
abu. Vol. Filtrat
= 3 ml
abv. M EDTA
= 0.01 M
abw. Vol EDTA
= 8 ml
aby. Vol. Filtrat
= 3 ml
abz. N AgNO3
= 0.02 N
aca. Vol AgNO3
= 1 ml
acc. Vol. Filtrat

82

gan Ion
Besi (I)

acf.Kandunga
n Ion Besi
(II)

= 5 ml
acd. N KmnO4
= 0.01 N
ace. Vol KmnO4
= 7 ml
acg. Vol. Filtrat
= 10ml
ach. N K2Cr2O7
= 0.01 N
aci.Vol K2Cr2O7
= 10 ml

acj.
ack. Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Analisa Kimia Lumpur Pemboran
acl.

acm. Percoba
an
aco. Alkalinit
as
acq. Kesadah
an Total
acs. Kesadah
an Ca2+
dan Mg2+
acu. Kandun
gan
Klorida
acw. Kandun
gan Ion
Besi (I)
acy. Kandun
gan Ion
Besi (II)
ada.

acn. Hasil
Perhitungan
acp. 22.67 ppm
acr. 0.33 ppm
act. 1066.68 ppm
dan 640.08 ppm
acv. 236.67 ppm
acx. 781.9 ppm
acz. 558.5 ppm

adb.
5.6. Pembahasan
5.6.1. Pembahasan Praktikum
adc.
Pada praktikum ini dilakukannya analisa pada lumpur
pemboran. Karena dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur
pemboran harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap
berfungsi dengan kondisi yang ada. Perubahan kandungan ionion tertentu

83

dalam lumpur pemboran akan berpengaruh terhadap sifatsifat fisik


lumpur pemboran, oleh karena itu kita perlu melakukan analisa kimia
untuk mengontrol kandungan ionion tersebut untuk kemudian dilakukan
tindakantindakan

yang

perlu

dalam

penanggulangannya.

Dalam

percobaan ini akan dilakukan analisa kimia pada lumpur pemboran dan
filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total,
analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion besi serta pH lumpur bor
(dalam hal ini filtratnya).
add.

Analisa kimia pada lumpur pemboran di lakukan untuk

mengetahui alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion chlor, kandungan


ion besi, dan kandungan ion kalsium dan magnesium. Setelah dilakukan
percobaan, diperoleh data alkalinitas H2SO4 sebesar 22.67 epm, kesadahan
total sebesar 0.33 epm, lalu perhitungan kesadahan Ca2+ dan Mg2+ masing
masing sebesar 1066.8 ppm dan 640.08 ppm.
ade.

Setelah itu pada perhitungan kandungan ion klorida

didapatkan hasil 236.785 ppm, dan pada perhitungan kandungan ion besi
dengan metode I diperoleh hasil 784 ppm, sedangkan pada metode II
diperoleh hasil 560 ppm.
adf.

Datadata yang perlu diketahui meliputi tingkat alkalinitas,

kesadahan total, kandungan ion Cl, ion Ca, ion Fe, serta pH lumpur bor.
Dalam hal ini yang dianalisa hanyalah filtrat lumpurnya, dengan demikian
kita dapat menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan
konsentrasi zat additive tertentu.
adg.
adh.

Reaksi kimia dipengaruhi oleh lingkungannya, yang pada

prinsipnya reaksi kimia ini dipengaruhi oleh karakteristik pH lumpur.


Dalam bidang perminyakan analisa kimia lumpur pemboran, berguna
untuk menentukan pH suatu lumpur pemboran, apabila lumpur bersifat
asam maka akan bersifat korosif pada alat pemboran.
adi.

84

5.6.2. Pembahasan Soal


1. Dari data diatas, tentukan :
adj.a.
Total Alkalinitas.
adk.
b.
Kesadahan Total.
adl.c.
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+.
adm.
d.
Kesadahan Klorida.
adn.
e.
Konsentrasi Ion Besi (I).
ado.
f.
Konsentrasi Ion Besi (II).
adp.
adq.
Jawab :
a. Total Alkalinitas.
adr.
MN H2 SO 4 1000 3.4 ml0.02 N 1000
=
= 22.67 epm
ml Filtrat
3ml
ads.
b. Kesadahan Total.
adt.

ml EDTA M EDTA 1000 0.05 ml0.02 M1000


=
=0 . 33 epm
ml Fitrat
3 ml
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+.

adu.
adv.

ml EDTA M EDTA 1000 8 ml0.01 M1000


=
ml Fitrat
3 ml
adw.

= 26.67 epm

adx.
ady.

ppm Ca2+ = epm Ca2+ x BA Ca

adz.

= 26.67 ppm x 40

aea.

= 1066.68 ppm

aeb.
aec.

Kesadahan Mg2+, ppm Mg2+

aed.

= (epm (Ca2++Mg2+) - epm Ca2+) x BA Mg2+

aee.

= 26.67 x 24

aef.

= 640.08 ppm

85

aeg.
c. Konsentrasi Klorida.
ml Ag NO3 N Ag NO3 1000
=
( BA Cl - )
aeh.
ml fitrat
aei.

10.021000
( 35.5 ) = 236.67 ppm
3 ml

aej.
d. Konsentrasi Ion Besi (I)
ml KMn O4 N KMn O4 1000
=
( BA Fe - )
aek.
ml fitrat
ael.

70.011000
( 56 ) = 781.9 ppm
5 ml

aem.
e. Konsentrasi Ion Besi (II)
ml K2 Cr 2 O7 N K2 Cr 2 O7 1000
=
( BA Fe - )
aen.
ml fitrat
aeo.

100.011000
( 55.85 ) = 558.5 ppm
10 ml

aep.
2. Apa yang dimaksud dengan volume EDTA?
aeq.
Jawab: EDTA (Ethylene Dynamic Tetra Acetic) adalah
volume standar yang diketahui dan digunakan sebagai
pembanding untuk titrasi.
aer.
3. Jelaskan masing-masing kegunaan alkalinitas, kesadahan, kandungan
ion klor, dan ion besi serta analisa kegunaan kimia lumpur pemboran
secara umum!
aes.
Jawab: a.
konsentrasi

Kegunaan alkalinitas : Mengetahui besar


hidroksil,

bicarbonate,

dan

carbonate.

Berguna untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang


masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran
menembus formasi limestone.

86

aet.

b.

kesadahan

Kegunaan

kesadahan

Mengetahui

lumpur pemboran pada saat menembus

formasi gypsum.
aeu.

c.

Kegunaan kandungan ion klor : Mengetahui

kontaminasi garam pada waktu pemboran menembus


formasi garam atau berasal dari air formasi.
aev.

e.

Kegunaan kandungan ion besi : Mengontrol

terjadinya korosi pada peralatan pemboran.


aew.

f.

Kegunaan

kimia

lumpur

pemboran

Mengontrol kandungan ion-ion di atas untuk kemudian


dilakukan

tindakan-tindakan

yang

perlu

dalam

penanggulangannya.
5.7. Kesimpulan
1. Kontaminasi garam yang terjadi pada lumpur pemboran dapat
diketahui dengan metode analisa kandungan ion chlor.
2. Semakin cepat proses terjadinya korosif pada drill string diakibatkan
oleh kandungan ion besi yang tinggi.
3. Metode utama yang dilakukan dalam analisa kimia lumpur pemboran
adalah titrasi, dimana larutan sampel dibandingkan dengan larutan
yang telah diketahui konsentrasinya.
4. Kesadahan total yang mengandung Ca2+ dan Mg2+ dapat menaikkan
viskositas dan gel strength yang mengakibatkan kerja mud pump
menjadi lebih berat
5. Menentukan kontaminan-kontaminan yang terjadi dengan mengetahui
formasi-formasi tertentu yang telah dilewati selama proses pemboran.
aex. BAB VI

aey. KONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN


aez.
afa.

6.1.

Tujuan Percobaan

87

1.

Mengetahui macammacam kontaminasi yang terdapat pada


lumpur pemboran.

2.

Mempelajari sifat-sifat fisik lumpur yang mengalami perubahan


akibat kontaminasi garam, gypsum dan semen.

3.

Memahami cara menanggulangi kontaminasi yang terdapat pada


lumpur pemboran.
afb.

afc.

6.2.

Teori Dasar
afd.

Sejak digunakannya teknik rotary drilling pada operasi

pemboran perminyakan, maka lumpur pemboran menjadi salah satu faktor


penting dalam operasi pemboran tersebut. Salah satu faktor pentingnya
sebagai pertimbangan dalam mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh
sebab itu memelihara atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur pemboran
mutlak dilakukan agar sesuai dengan yang dibutuhkan.
afe.

Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur

pemboran adalah adanya material-material yang tidak diinginkan


(kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran
sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
1. Kontaminasi Sodium Chloride.
aff. Kontaminasi ini sering terjadi saat pemboran menembus
kubah garam (salt dome), lapisan garam, lapisan batuan yang
mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat
air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk kedalam
sistem

lumpur.

Akibat

adanya

kontaminasi

ini,

akan

mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viskositas,


yield point, gel strength dan filtration loss. Kadang-kadang
penurunan pH dapat pula terjadi dengan garam pada sistem
lumpur.
2. Kontaminasi Gypsum.

88

afg.

Gypsum dapat masuk ke dalam lumpur pemboran

pada saat operasi pemboran menembus formasi gypsum dan


lapisan gypsum yang terdapat pada formasi shale dan
limestone. Akibat adanya kandungan gypsum dalam jumlah
yang cukup banyak dalam lumpur pemboran, maka akan
merubah sifat-sifat fisik lumpur tersebut seperti plastic
viscosity, yield point, gel strength dan fluid loss.
3. Kontaminasi Semen.
afh.
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi
penyemanan yang kurang sempurna atau setelah pengeboran
lapisan semen dalam casing, float collar, dan casing shoe.
Kontaminasi semen akan mengubah plastic viscosity, yield
point, gel strength, fluid loss dan pH lumpur pemboran.
afi.
afj.

Selain dari ketiga kontaminasi diatas, bentuk kontaminasi

lain yang dapat terjadi selama operasi pemboran adalah :


afk.

1.

Kontaminasi Hard Water atau Kontaminasi Air

Sadah.
afl. Kontaminasi ini disebabkan oleh air yang mengandung
sejumlah besar ion Ca2+ dan Mg2+. Ionion ini bisa berasal dari
lumpur pemboran selama waktu pemboran melewati formasi
gypsum (CaSO42H2O).
2.

Kontaminasi Carbon Dioxide.


afm.

Kontaminasi ini disebabkan karena saat pemboran

menembus lapisan yang banyak mengandung carbon dioxide.


Penanggulangannya dengan menggunakan carbon dioxide
breaker
afn.
afo.
3.

Kontaminasi Hydrogen Sulfide.

89

afp.

Kontaminasi ini disebabkan karena pada proses

pemboran menembus lapisan yang mengandung banyak


hydrogen sulfide. Penanggulangannya dengan menggunakan
hydrogen sulfide removal atau soda caustic.
4.

Kontaminasi Oxygen.
afq.

Kontaminasi ini disebabkan karena saat proses

pembuatan lumpur menggunakan air yang banyak mengandung


oxygen. Cara penanggulangannya menggunakan alat oxygen
breaker.
afr.
afs.
lumpur

Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat fisik

akibat

kontaminasi

yang

sering

terjadi

sekaligus

cara

penanggulangannya. Kontaminasi-kontaminasi ini sangat tidak diharapkan


pada saat proses pemboran karena dapat menimbulkan pengaruh merusak
pada sifat sifat kimiawi dan sifat-sifat fisika lumpur pemboran.
aft.
6.2.1. Sebab-Sebab Shale Problem
afu.

Masalah shale (shale problem) dapat terjadi saat proses

pemboran menembus formasi shale yang menyebabkan kontaminasi


gypsum. Penyebab shale problem dapat dikelompokkan berdasarkan
tinjauan dari segi lumpur maupun dari segi drilling praktis ataupun
mekanis.
afv.

Dari segi lumpur telah dijelaskan bahwa hydratable,

dispersible dan brittle terjadi karena adanya sifat reaktif shale terhadap air.
Instabilitas tersebut dapat dicegah dengan menjaga agar air pada fluida
pemboran tersebut tidak bersentuhan dengan shale. Clay sewaktu
bersentuhan dengan air akan membentuk muatan negatif yang kuat pada
permukaan platenya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya swelling
(proses pengembangan clay) sehingga terjadi perubahan sifat-sifat lumpur

90

secara tiba-tiba yang dapat mengganggu jalannya operasi pemboran.


Beberapa penyebab secara mekanis, antara lain :
afw.
1. Erosi.
afx.

Karena kecepatan lumpur annulus yang terlalu

tinggi dapat menyebabkan gesekan terlalu kuat dengan dinding


formasi (sumur) sehingga dapat menyebabkan runtuhnya
dinding lumpur lubang pemboran.
2. Gesekan Pipa Pemboran Terhadap Dinding Lubang Pemboran.
afy.Hal ini juga dapat menyebabkan dinding lubang pemboran
yang getas dan rentan akan runtuh karena seringnya rangkaian
pipa bor menggesek lubang pemboran.
3. Adanya

Penekanan

(Pressure

Surge)

atau

Penyedotan

(Swabbing).
afz.Peristiwa ini terjadi pada saat keluar masuknya rangkaian
pipa bor dapat menyebabkan terjadinya sloughing karena
adanya perbedaan tekanan secara tiba-tiba saat dilakukan
penekanan dan penarikan rangkaian pipa pemboran.
4. Tekanan Batuan Formasi.
aga.

Hal ini berhubungan dengan tekanan abnormal

dimana tekanan hidrostatis lumpur pemboran lebih kecil dari


tekanan formasi.
5. Air Filtrat atau Lumpur Memasuki Pori-Pori Formasi Batuan.
agb.

Peristiwa

tersebut

menyebabkan

batuan

mengembang dan terjadi swelling yang akan melemahkan


ikatan antar batuan dimana akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya sloughing.
agc.
agd.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang

pemboran dan shale problem berkaitan erat dengan dua masalah pokok,

91

yaitu adanya tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air
filtrat. Gejala-gejala umum yang terlihat jika sedang terjadi shale problem
antara lain :
1. Serbuk bor bertambah banyak.
2. Lumpur menjadi lebih kental.
3. Air filtrat bertambah besar.
4. Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang pemboran.
5. Torsi bertambah besar.
6. Bit balling.
age.
agf.

Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk

menanggulangi shale problem antara lain :


1. Pemakaian lumpur secara tepat, yaitu densitas lumpur cukup
untuk menahan tekanan formasi. pH sesuai dengan jenis
lumpur, semisal untuk lumpur PHPA pH ideal sekitar 8,5 dan
untuk CLS pH antara 10 11, filtrasi bernilai rendah.
2. Mengurangi kecepatan aliran lumpur pada annulus.
3. Diusahakan pipa bor benar-benar dalam keadaan tegang
4. Mengurangi kemiringan lubang pemboran
5. Menghindari swabbing maupun pressure surge pada saat keluar
masuknya pahat.
agg.
6.3.
Peralatan dan Bahan
6.3.1. Peralatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Fann VG
Baroid Wall Building Tester
Tester Neraca
pH Indicator
Komprsesor
Gelas Ukur
Mud Mixer
Stop Watch
Titration Disk

92

10. Jangka Sorong


11. Filter Trap
a)

b)
c)

Gambar 6.1. Fann VG


d)
e)
f)
g)
h)

i)

j)

Gambar 6.2. Baroid Wall Building Tester


k)
l)
m)
n)
o)

93

p)
q)

Gambar 6.3. Tester Neraca


r)
s)
t)

v)

Gambar 6.4. PH Indikator


w)
x)
y)
z)
aa)

u)

ab)

ac)

Gambar 6.5. Kompresor


ad)
ae)
af)

94

ag)
ah)

ai)
aj)

Gambar 6.6. Gelas Ukur


ak)
al)
am)
an)

ap)

Gambar 6.7. Mud Mixer

ao)
aq)
ar)
as)
at)
au)

av)
aw)

Gambar 6.8. Stop Watch


ax)

95

ay)
az)
ba)
bb)

bc)
bd)

bi)
bj)

Gambar 6.9.Titration Disk


be)
bf)
bg)
bh)

Gambar 6.10. Jangka Sorong

bk)
bl)

bm)
bn)

Gambar 6.11. Filter Trap


bo)

96

6.3.2. Bahan
1. Aquades
2. Bentonite
3. Nacl
4. Gypsum
5. Semen
6. Soda Ash
7. Monosodium Phosphate
8. Caustic Soda
9. EDTA Standart
10. Murexid
11. Asam Sulfat
12. Indikator Phenolphtalin
13. Indikator Methyl Jingga

a)
b)

Gambar 6.12. Aquades


c)
d)
e)
f)

g)
h)

Gambar 6.13. Bentonite


i)
j)
k)

97

l)

m)
n)

Gambar 6.14. Gypsum

p)

Gambar 6.15. Soda Ash

o)
q)
r)
s)

t)
u)

Gambar 6.16. Monosodium Phospate

v)
w) 6.4.
x)

Prosedur Percobaan

6.4.1. Kontaminasi NaCl


1.

Buat lumpur standar :

98

y) 22.5 gr bentonite + 350 cc aquades, ukur pH, viskositas, gel


strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
2.

Tambahkan NaCl sebanyak 1 gr kedalam lumpur standar. Ukur pH,


viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

3.

Lakukan langkah b dengan penambahan NaCl masing-masing 3.5


gr, 7.5 gr dan 17.5 gr. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.

4.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 7.5 gr


NaCl + 0.5 gr NaOH. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.

5.

Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr NaOH. Ukur pH,


viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
z)
aa) 6.4.2. Kontaminasi Gypsum

1.

Buat lumpur standar : Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss
dan ketebalan mud cake.

2.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225


gr Gypsum. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan
mud cake.

3.

Lakukan langkah b dengan penambahan gypsum masing-masing


0.5 gr, 1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.

4.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr


Gypsum + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viskositas,
gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

5.

Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr soda ash.

ab)
ac) 6.4.3. Kontaminasi Semen
1.

Buat lumpur standar : Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss
dan ketebalan mud cake.

99

2.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225


gr semen. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan
mud cake.

3.

Lakukan langkah b dengan penambahan semen masing-masing 0.5


gr, 1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.

4.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr


semen + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viskositas,
gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

5.

Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr Monosodium


Phosphate.
ad)
ae) 6.5.
af)

Data dan Hasil Percobaan


Dari percobaan di peroleh hasil sebagai berikut :

ag)
ah) Tabel 6.1 Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran

aj)

ak)

al) Filtration
Loss

ai) Komposisi
lumpur

aw)

Lumpu
r Dasar (LD)
bg) LD + 7.5 gr
NaCl
bq) LD + 17.5 gr
NaCl
ca) LD + 7.5 gr
NaCl + 0.5
NaOH
ck) LD + 0.9 gr
Gypsum
cu) LD + 1.5 gr
Gypsum
de) LD + 15 gr
Gypsum +

an)
ax)
bh)
br)
cb)

ao)

ap)

aq)

as)

at)

av)

bd)

bf)

ay)

az)

ba)

bi)

bj)

bk)

bn)

bp)

bt)

bu) bv) bw) bx)

bz)

cd)

ce)

ch)

cj)

cr)

ct)

bs)
cc)

cl)

cm)

cv)

cw)

df)

dg)

cn)

bm)

cf)

co)

cx)

cy)

dh)

di)

cz)

cg)

da) db)

dd)

dl) dm) dn)

100

soda ash

dp)

do) LD + 1 gr
semen

dz)

dy) LD + 1.5 gr
semen

ei) LD + 1.5 gr

ej)

semen +
NH(H2PO4)

dq)

dr)

ea)

eb)

ek)

el)

ds)

du)

ec)
em)

dv) dw) dx)


ef)

eh)

ep)

er)

es)
et) Tabel 6.2. Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran

ey) V

ew)

ol
u
m
e
E
D
T
A
(
m
l)

Vol
u
m
e

ev) Tebal
ex)

mud
(mm)

eu) Komposisi
Lumpur

H
2

S
O
4

fh) Lumpur Dasar


(LD)
fp) LD + 7.5 gr
NaCl
fx) LD + 17.5 gr
NaCl
gf) LD + 7.5 gr
NaCl + 0.5
NaOH

gn) LD + 0.9 gr
Gypsum

gv) LD + 1.5 gr
Gypsum
hd) LD + 15 gr
Gypsum +
soda ash
hl) LD + 1 gr
semen

fi)

gg)
go)
gw)
he)
hm)

fb)
fj)

fc)
fk)

fr)

fs)

fz)

ga)

gh)

gi)

gp)

gq)

gx)
hf)
hn)

gy)
hg)
ho)

fd)

fe)

ff)

fg)

fl)

fm)

fn)

fo)

ft)

fu)

fv)

fw)

gb)

gc)

gd)

ge)

gj)

gk)

gl)

gm)

gr)

gs)

gt)

gz)

ha)

hb)

hh)
hp)

hi)

hq)

hj)
hr)

gu)

hc)
hk)

hs)

101

ht) LD + 1.5 gr
semen

ib) LD + 1.5 gr
semen +
NH(H2PO4)

hu)
ic)

hv)

hw)

id)

ie)

hx)

hy)

hz)

if)

ig)

ih)

ij)
ik)
il)
6.6. Pembahasan
6.6.1.
Pembahasan Praktikum
im)

Pada praktikum kontaminasi lumpur pemboran akan

dijelaskan bahwa kontaminasi adalah salah satu penyebab berubahnya sifat


fisik lumpur pemboran karena adanya material-material yang tidak
diinginkan (kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi
pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai
berikut : Kontaminasi sodium clorida, kontaminasi gypsum, kontaminasi
semen, kontaminasi hard water atau kontaminasi air sadah, kontaminasi
carbon dioxide, kontaminasi hydrogen sulfide, kontaminasi oxygen.
in)

Kemudian

dilanjutkan

dengan

melakukan

percobaan

kontaminasi lumpur pemboran menggunakan komposisi lumpur seperti


Lumpur Dasar; LD + 7.5 gr NaCl; LD + 17.5 gr NaCL; LD + 7.5 gr NaCl
+ 0.5 NaOH; LD + 0.9 gr gypsum; LD + 1.5 gr gypsum; LD + 15 gr
gypsum + soda ash; LD + 1 gr semen; LD + 1.5 gr semen; LD + 1.5 gr
semen + NH(H2PO4). Dari data tersebut kita dapat mengetahui nilai dari
dial reading 600 maupun 300, gel strength 10 dan 10, filtration loss V0,
V7.5,V20, V25, V30, tabel mud cake (mm), volume H2SO4, dan volume
EDTA (ml). Pada setiap proses pemboran, hampir selalu terjadi
kontaminasi-kontaminasi

pada

lumpur

pemboran.

Hal

itu

dapat

mempengaruhi sifat fisik lumpur pemboran tersebut. Parameter-parameter


yang berubah antara lain viskositas, gel strength, pH, dan ketebalan mud
cake. Kontaminasi yang umumnya selalu terjadi adalah NaCl, gypsum, dan

ia)
ii)

102

semen. Hasil percobaan diperoleh setelah lumpur dasar diberi kontaminan.


Pada percobaan pertama ditambahkan NaCl, percobaan kedua diberikan
gypsum, dan percobaan terakhir diberikan semen. Untuk lebih mudah
menjelaskan hasil percobaan, maka dari data tabel diberi contoh grafik
hanya pada perubahan gel strength 10, filtration loss V30, dan mud cake
di percobaan ketiga setelah diberikan masing-masing kontaminan.
io)
ip)
iq) Grafik 6.1. Kontaminasi NaCl
ir)

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

41

32

Gel strength 10''

25
13
1.7

30

26
4.2

Filtration loss V30

4.6

mud cake percobaan ke-3

is)
it)

Dari grafik terlihat lumpur dasar dengan gel strength 10

sebesar 32, filtration loss V30 sebesar 13, dan mud cake di percobaan 3
sebesar 1.7. Setelah diberikan 7.5 gr NaCl sebagai kontaminan, terjadi
kontaminasi pada lumpur. Pada lumpur pemboran terjadi penurunan gel
strength dari 32 ke 25, akan tetapi terjadi peningkatan filtration loss dari

103

13 menjadi 30 dan peningkatan tebal mud cake dari 1.7 menjadi 4.2.
Setelah itu, setelah ditambahkan 0.5 gr NaOH, terjadi peningkatan gel
strength menjadi 26, filtration loss menjadi 41, dan mud cake menjadi 4.6.
Hal ini mengindikasikan apabila terjadi kontaminasi NaCl, maka mud
cake akan semakin tebal dan menjadi masalah bagi pipa pemboran, karena
semakin tebal mud cake maka pipa pemboran akan terjepit dan sulit untuk
berputar serta diangkat ke permukaan. Kontaminasi NaCl juga
mempengaruhi nilai gel strength, apabila gel strength terlalu besar maka
akan mempersulit sirkulasi lumpur pemboran serta menambah beban mud
pump.
iu)

Dalam

operasi

pemboran

kontaminasi

NaCl,

dapat

menyebabkan rheologi lumpur (plastic viscosity, gel strength, filtration


loss, pembentukan mud cake) berubah sehingga perlu ditambahkan zat
additive seperti NaOH untuk menanggulanginya.
iv)
iw)

ix) Grafik 6.2. Kontaminasi Gypsum

104

iy)

120
120

92

100
80
60
40
20

32

Gel strength 10''

32
13

Filtration loss V30

18
1.7

1.5

2.5

mud cake percobaan ke3

iz)
ja)

Pada kontaminasi gypsum, awal mulanya lumpur dasar

dengan gel strength 10 sebesar 32, filtration loss V30 sebesar 13, dan
mud cake percobaan ke 3 sebesar 1.7. Kemudian diberikan kontaminan
gypsum sebesar 0.9 gram, akibatnya terjadi peningkatan gel strength
menjadi 120 dan filtration loss menjadi 18, sementara mud cake
mengalami penurunan menjadi 1.5. Kemudian saat ditambahkan soda ash,
terjadi penurunan gel strength dari sebesar 120 menjadi 92, akan tetapi
terjadi peningkatan filtration loss dari sebesar 18 menjadi 32, dan mud
cake mengalami penebalan menjadi 2.5 dari 1.5.
jb)

Dalam operasi pemboran kontaminasi gypsum, dapat

menyebabkan rheologi lumpur (plastic viscosity, gel strength, filtration


loss, pembentukan mud cake) berubah sehingga perlu ditambahkan zat
additive seperti soda ash untuk menanggulanginya.
jc)

105

jd)
je)
jf)
jg)
jh)
ji)
jj) Grafik 6.3. Kontaminasi Semen
jk)

178
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

73
32

13

1.7

19

3.5

Gel strength 10''


18

Filtration loss V30


3

mud cake percobaan ke3

jl)

jm)

Lumpur dasar dengan gel strength 10 sebesar 32, filtration

loss V30 sebesar 13, dan mud cake pada percobaan ketiga sebesar 1.7.
Kemudian diberikan kontaminan semen sebesar 1.5 gram, hasilnya terjadi
kontaminasi lumpur yang ditandai dengan peningkatan gel strength secara
signifikan menjadi 178, filtration loss menjadi 19, dan mud cake menjadi
3.5. Pada saat ditambahkan monosodium phosphate sebagai additive,

106

terjadi penurunan gel strength dari 178 menjadi 73, filtration loss V30 dari
19 menjadi 18, dan tebal mud cake dari 3.5 menjadi 3.
jn)

Dalam operasi pemboran kontaminasi semen, dapat

menyebabkan rheologi lumpur (plastic viscosity, gel strength, filtration


loss, pembentukan mud cake) berubah sehingga perlu ditambahkan zat
additive seperti NH(H2PO4) untuk menanggulanginya.
jo)
6.6.2.
Pembahasan Soal
1. Apa yang saudara dapatkan simpulkan tentang perubahan sifat fisik
lumpur setelah terkontaminasi ?
jp)
Jawab : Perubahan sifat fisik lumpur setelah terkontaminasi
dipengaruhi adanya materialmaterial yang tidak diinginkan
masuk ke dalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang
berjalan, biasanya terjadi pada saat pemboran menembus
lapisan gypsum dan juga karena operasi penyemenan yang
kurang sempurna.
jq)
2. Jika tidak ditanggulangin apa yang akan terjadi dengan pemboran
sumur X selanjutnya ?
jr)
Jawab : Akan terdapatnya gypsum dalam jumlah besar
didalam lumpur pemboran. Maka akan merubah sifatsifat
fisik lumpur seperti plastic viscosity, yield point, gel strength
serta filtration loss.
js)
3. Jika ingin menangulangi setiap jenis kontaminan, langkah apa yang
saudara lakukan ! (analisa untuk masing-masing kontaminan).
jt)

Jawab :

Kontaminasi

NaCl

penanggulangannya

dengan menambahkan NaOh pada lumpur pemboran.


ju) -

Kontaminasi gypsum penanggulangannya dilakukan

penambahan soda ash agar mud cake menjadi tipis dan


menjadi bantalan bagi pipa pemboran.

107

jv) -

Kontaminasi semen penanggulangannya dengan

menambahkan monosodium phosphate.


jw)
4. Jika perlu dapat ditambahkan bahan-bahan additive. Sebutkan dan
jelaskan macam bahan additive tersebut & berikan contohnya !
jx)
Jawab :
- Extender =
Menaikkan suspense semen
dan mengurangi densitas lumpur semen.
Contoh : bentonite dan sodium silikat.
jy)

- Rerasder

Memperpanjang

waktu pemompaan misalnya untuk zatzat


yang temperaturnya besar, karena temperatur
mempercepat reaksi kimia antar lumpur dan
air.
jz)

- Accelerator
pengerasan

Mempercepat

suspense

semen.

Contoh

Calcium chlorida dan sodium chlorida.


ka)

- Low filtration additive


Mengontrol
padatan

bila

pengendapan
ada

perbedaan

tekanan yang besar antara lumpur


dengan zona yang mempunyai
permeabilitas.
kb)

- Lost circulation additive

Mengatasi masalah pada lost


circulation. Contoh: Wood fiber.
kc)
5. Apakah tujuan ditambahkannya soda ash pada komposisi lumpur dasar
dan gypsum ?
kd)
Jawab : Untuk menipiskan mud cake, menambahkan volume
H2SO4, meningkatkan volume EDTA, menaikan gel strength,
dan menurungkan filtration loss.

108

ke)
6. Apakah NH (H2PO4) itu? Jelaskan maksud dari penambahan
NH(H2PO4) tersebut pada komposisi lumpur & semen !
kf)
Jawab : NH (H2PO4) atau monosodium phopate merupakan
additive yang ditambahkan pada lumpur sebagai cara
penanggulangan lumpur yang terkontaminasi semen.
kg)
7. Jelaskan terjadinya kontaminasi oksigen dan CO2!
kh)
Jawab : - Kontaminasi oksigen (O2) pada lumpur pemboran
terjadi pada saat air yang digunakan sebagai bahan
pembuatan lumpur pemboran yang terkandung O2 sehingga
ki)

O2 tersebut masuk dalam sistem lumpur pemboran.


Kontaminasi karbon dioksida (CO2) disebabkan
pemboran menembus lapisan yang mengandung CO 2
sehingga CO2 tersebut masuk dalam sistem lumpur

pemboran.
kj)
8. Jelaskan pengaruh fisik lumpur terhadap perubahan :
kk)

a. pH.

kl)

b. Kesadahan.

km)

c. Alkalinitas.

kn)

Jawab : a.
pH.
ko) pH cenderung bersifat asam, maka lumpur bersifat
korosif. pH tinngi cenderung basa maka menaikkan gel
strength dan viskositas.
kp) b.
Kesadahan.
kq) Jika pemboran menembus formasi yang banyak
mengandung Ca2+ dan Mg2+ sehingga dapat menyebabkan
berubahnya sifat-sifat fisik lumpur pemboran.
kr) c.
Alkalinitas.
- Jika lumpur sumbernya berasal hanya dari OH-,
-

menunjukan lumpur stabil dan kondisinya baik.


Jika sumbernya berasal dari CO23-, maka lumpur
tersebut tidak stabil tapi masih bisa dikontrol.

ks)

109

kt)

6.7.

Kesimpulan

1. Kontaminan adalah material-material tidak diinginkan yang masuk


dalam lumpur pemboran saat pemboran berlangsung.
2. Jenis-jenis kontaminasi antara lain kontaminasi sodium chloride,
gypsum, semen, hardwater, CO2, O2, dan H2S.
3. Cara untuk penanggulangan kontaminasi lumpur pemboran yaitu
menambahkan zat additive ke dalam lumpur pemboran seperti soda
ash, NaOH, monosodium phosphate (NH(H2PO4)), dan lain lain.
4. Kontaminasi lumpur pemboran dapat merubah rheologi lumpur, pH,
plastic viscosity, gel strength, filtration loss, dan tebal mud cake.
5. Zat-zat kontaminan antara lain NaCl, gypsum, semen, Ca2+ dan Mg2+,
carbon dioxide , oxygen, dan hydrogen sulfide.
ku)BAB VII

kv)

PENGUKURAN MBT ( METHYLENE BLUE


TEST )

kw)
kx)

7.1.

Tujuan Percobaan

1. Mengetahui proses dari pengukuran MBT dan pengaruh MBT terhadap


nilai KTK (kapasitas tukar kation).
2. Menentukan kemampuan clay untuk mengikat kation pada larutan.
3. Menentukan nilai CEC (Cation Exchange Capacity) atau KTK.
ky)
kz)

7.2.......................................................................................................Teori
Dasar
la)

Shale adalah batuan sedimen yang terbentuk dari endapan-

endapan lempung (clay). Lempung (clay) merupakan batuan sedimen


klastik yang berasal dari pelapukan batuan beku atau metamorf. Ukuran
clay menurut skala Wentworth adalah < 1/256 mm. Mineral clay

110

merupakan

campuran

matrix

dan

semen,

serta

kadang-kadang

mendominasi batuan sebagai batu lempung (clay stone).


lb)

Sifat kimia mineral clay yang paling penting adalah

kemampuan penyerapan anion dan kation tertentu yang kemudian


merubahnya ke anion dan kation yang lain dengan pereaksi suatu ion di
dalam air (Ionic Exchange Capacity). Reaksi pertukaran tejadi disekitar
sisi luar dari unit struktur silika alumina. Sebagai contoh, pada
pengembangan mineral clay sebagai akibat terjadinya invasi fasa cair dari
lumpur ke dalam formasi yang mengandung clay reaktif terhadap air.
lc)

Seperti kebanyakan metode pengukuran kation, tes dengan

menggunakan methylene blue digunakan untuk mengukur total kapasitas


pertukaran kation dalam suatu sistem clay, dimana pertukaran kation
tersebut tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH larutan, jenis
kation yang diperlukan dan konsentrasi kandungan mineral yang terdapat
didalam clay.
ld)
le)

Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari

kekuatan ikatan-ikatan ion-ion berikut ini :


lf)
lg)

Li+<Na+<H+<K+<NH4+Mg2+<Ca2+<Al3+

lh)
li)

Harga pertukaran kation yang paling besar dimiliki oleh

mineral allogenic (pecahan batuan induk). Sedangkan yang paling kecil


dimiliki oleh mineral authogenic (proses kimiawi). Kapasitas tukar kation
dari beberapa jenis mineral clay dapat dilihat pada tabel 7.1. (pada
halaman selanjutnya) kapasitas tukar kation dari beberapa jenis mineral
clay.
lj)

Sedangkan laju reaksi pergantian kation tergantung pada

jenis kation yang dipertukarkan dan jenis serta kadar mineral clay

111

(konsentrasi ion). Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki


kapasitas tukar kation adalah :
1.

Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silika alumina, akan
menimbulkan muatan yang tidak seimbang sehingga agar seimbang
kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerapan kation.

2.

Adanya subtitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal untuk


silika equivalen serta ion-ion bervalensi terutama magnesium didalam
struktur tetrahedral.

3.

Penggantian hydrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang


muncul

oleh

kation-kation

yang

dapat

ditukar-tukarkan

(exchangeable). Untuk fakta ini masih disangsikan kemungkinannya


karena tidak mungkin terjadi pertukaran hydrogen secara normal.
lk)
ll)
lm)
ln)
lo)
lp)
lq)
lr) Tabel 7.1. Kapasitas Tukar Kation dari Beberapa Jenis Mineral Clay

ls)

a) Jenis
Mineral
Clay
d) Kaolinite
f) Halloysit
e.2H2O
h) Halloysit
e.4H2O
j) Montmor
illonite

b) Kapasitas
Tukar Kation
c) Meq/100
gram
e) 3-15
g) 5-10
i) 10-40
k) 80-150

l) Lllite

m) 10-40

n) Vermiculi
te

o) 100-150

p) Chlorite

q) 10-40

r) Spiolite Attapulgi
te

s) 20-30

112

lt)
lu)
lv)
lw)
lx)
ly)
lz)
ma)
mb)
mc)
md)
me)
mf)
mg)

Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan

terjadinya sweeling. Jika permukaan clay kontak dengan air dan


menganggap bahwa satu plate clay terpisah dari matriknya, maka ion-ion
yang bermuatan positif (kation) akan meninggalkan plate clay tersebut.
mh)

Karena molekul air adalah polar maka molekul air akan

ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun plate clay dan molekul air
yang bermuatan positif akan ditarik oleh plate clay-nya sendiri, sehingga
seluruh clay akan mengembang.
mi)

Kemampuan terjadinya pertukaran mineral clay dapat

disebabkan oleh penarikan dan pertukaran kation. Permukaan koloid


mineral yang bermuatan negatif akan menarik kation-kation membentuk
lapisan atau medan yang disebut diffuse ion layers. Interaksi diffuse ion
layers pada partikel yang berdekatan memberikan petunjuk mengenai
sifat-sifat swelling clay, plasticity dan konsentrasi kandungan air dalam
clay.
mj)

Ketidakstabilan lubang bor pada formasi umumnya

disebabkan oleh dua hal yaitu imbibisi dengan konsekuensi swelling dan

113

penutupan lubang bor. Sedangkan penyebab kedua adalah faktor


mekanisme yang disebabkan oleh rotasi drill string dan aliran fluida
pemboran di annulus yang akan menggerus dinding lubang bor sehingga
akan mengganggu kestabilan lubang bor.
mk)

Imbibisi air suatu hal yang paling umum dan hal ini terjadi

karena dua hal yaitu : Crystalin hydrational force dan osmotic hydrational
force. Crystalin hydrational force adalah gaya-gaya yang berasal dari
substitusi elemen di lapisan tengah clay. Gaya ini sangat sulit diatasi,
karena air di ekstrasikan ke permukaan plate yang sama besarnya dengan
arah ke sisi plate. Osmotic hydrational force terjadi bila adanya perbedaan
konsentrasi ion antara formasi dengan fluida pemboran, dimana air akan
tertarik dari lumpur ke dalam formasi.
ml)

Operasi pemboran yang menembus lapisan shale akan

mempunyai permasalahan tersendiri. Permasalahan tersebut meliputi


penjagaan agar shale tetap stabil, tidak longsor atau runtuh. Beberapa
akibat yang dapat ditimbulkan dengan runtuhnya shale tersebut didalam
lubang bor diantaranya adalah :
1. Terjadinya pembesaran pada lubang bor.
2. Terjadinya permasalahan pada proses pembersihan lubang bor.
3. Rangkaian pipa bor akan terjepit.
4. Kebutuhan terhadap lumpur akan menjadi bertambah, sehingga
bernilai tidak ekonomis.
5. Kesulitan dalam pelaksanaan logging, bridges dan fill up.
mm)
mn)

Shale umumnya terdiri dari lumpur, silt dan clay (lempung)

yang merupakan hasil endapan didalam marine basin. Shale dalam


bentuknya yang lunak atau bercampur dengan air disebut clay. Dan apabila
clay yang terbentuk terletak pada suatu kedalaman yang memiliki tekanan
dan temperatur yang tinggi, maka endapan clay tersebut akan mengalami
perubahan bentuk, peristiwa ini disebut shale. Perubahan bentuk yang lain,

114

misalnya karena metamorfosa yang disebut slate, phylite atau mika schist.
Berdasarkan kandungannya, apabila shale tersebut mengandung banyak
pasir disebut dengan carbonaceous shale. Shale juga mengandung
berbagai jenis mineral clay dimana sebagian diantaranya berdehidrasi
tinggi. Sedangkan pengaruh dehidrasi yang tinggi tersebut disebabkan
karena shale mengandung banyak mineral montmorillonite. Shale yang
berdehidrasi tinggi ini biasanya terdapat dalam formasi yang relatif
dangkal atau tidak dalam. Gejala-gejala problem shale dapat dilihat
sebagai berikut :
1. Di atas shale-skakus terdapat banyak runtuhan-runtuhan shale
yang berasal dari dinding lubang bor.
2. Kenaikan pada tekanan pompa karena di annulus diisi oleh
banyak runtuhan-runtuhan shale.
3. Kenaikan torsi (torque) dan drag, biasanya diikuti dengan tig
connection. Hal ini dapat menyebabkan terjepitnya pipa karena
saat pompa dihentikan reruntuhan shale akan jatuh ke bawah
dan terkumpul di sekitar drill collars.
mo)
mp)

Seperti yang diketahui bahwa formasi shale mengandung

mineral clay. Clay bersifat expanding dan non expanding bila bertemu air.
Untuk mengetahui tingkat reaktif clay dapat dilakukan pengujian dengan
methylene blue test (MBT), x-ray diffraction dan scanning electron
microscope.
mq)

Pada lumpur PHPA pengukuran methylene blue test (MBT)

harus dilakukan pada angka 15 25 lb/bbl (42,8 71,3 kg/m 3). Apabila
MBT lebih kecil daripada 20 lb/bbl maka disebut ideal. Namun jika lebih
tinggi dari 20 lb/bbl akan mengakibatkan angka-angka rheologi yang
tinggi dan akan memerlukan pengenceran atau deflokulasi yang tinggi.
mr)

Kontrol fluida pemboran dengan seksama diperlukan pada

beberapa pengukuran yang dilakukan untuk memberikan informasi tentang

115

sifat dan jenis clay yang terdapat dalam lumpur, dan diperlukan pula
informsi yang sama yaitu tentang lapisan clay dan shale yang sedang dibor
yang menjadi bagian pada sistem lumpur yang digunakan. MBT
merupakan pengukuran untuk kapasitas tukar kation (KTK) untuk clay.
ms)
mt)

7.3.
............................................................................................................
Peralatan dan Bahan

mu)

7.3.1.
............................................................................................................
Peralatan
1. Timbangan
2. Gelas Ukur 500 cc
3. Gelas Erlenmeyer 200 cc
4. Magnet Batang
5. Hot plate
6. Multi magnetizer
7. Pipet
8. Buret Titration
9. Kertas Saring
10. Stop Watch
mv)

mw)
mx) Gambar 7.1.Timbangan
my)

116

mz)
na)

Gambar 7.2. Gelas Erlenmeyer 200 cc

nb)
nc)

Gambar 7.3. Magnet Batang


nd)
ne)
nf)
ng)
nh)

ni)
nj)

\ Gambar 7.4. Pipet


nk)
nl)
nm)
nn)
no)

117

np)
nq) Gambar 7.5. Kertas Saring

nr)
ns)

Gambar 7.6. Stop Watch

nt)
nu)

7.3.2. Bahan
1.

Bentonite

2.

Aquades

3. H2SO4 5 N
4.

Methylene Blue
nv)

nw)

118

nx) Gambar 7.7. Bentonite

ny)

nz)
oa) Gambar 7.8. Aquades

ob)
oc)

Gambar 7.9. H2SO4 5 N

od)

oe)

of)

Gambar 7.10. Methylene Blue

og)
oh)

7.4.

Prosedur Percobaan

119

1.

Timbang 1 gr clay sudah siap untuk


dianalisis mesh 270 (baik setelah teraktivasi maupun sebelum
teraktivasi) kedalam erlenmeyer flask 250 cc.

2.

Kemudian tambahkan 50 cc aquades dan


diaduk dengan menggunakan magnetisie sambil ditetesi katalisator
asam sulfat 5N sebanyak 10 tetes.

3.

Kemudian didihkan diatas hot plate selama


10 menit sambil diaduk.

4.

Sampel tersebut kemudian titrasi dengan


penambahan larutan methylene blue setiap 5 cc dan diaduk selama 30
detik dan kemudian ambil sampel dengan pipet dan teteskan diatas
kertas saring sampai terdapat lingkaran dua warna biru yang berbeda
(biru tua dan biru muda).

5.

Setelah terjadi dua warna lingkaran biru tua


dan biru muda selanjutnya dikocok manual selama kurang lebih 2
menit apakah warna tersebut berubah atau hilang. Jika tidak ada
perubahan berarti titrasi berakhir.

6.

Jika setelah dikocok 2 menit dua lingkaran


tersebut berubah, maka lakukan kembali langkah 4 dan seterusnya.

7.

Kemudian catat pertukaran kation dari


larutan tersebut yang besarnya sama dengan jumlah cc dari larutan
titrasi methylene blue dalam satuan meq/100 gram.
oi)

oj)

7.5.

Data dan Hasil Perhitungan

ok)

Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Harga kapasitas tukar kation bentonite indobent : 75 meq/100 gr


b. Harga kapasitas tukar kation bentonite baroid : 48 meq/100 gr
ol)
7.6.
Pembahasan
7.6.1.
Pembahasan Praktikum

120

om)

Pada praktikum pengukuran MBT (Methylene Blue Test)

membahas harga cation exchange capacity (CEC) atau kapasitas tukar


kation (KTK) adalah kemampuan yang dimiliki mineral clay. Pertukaran
kation tersebut tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH
larutan, jenis kation yang diperlukan dan konsentrasi kandungan mineral
yang terdapat didalam clay.
on)

Berdasarkan data percobaan, ada dua jenis bentonite yang

digunakan yaitu bentonite indobent dan bentonite baroid. Nilai tukar


kation dari bentonite indobent adalah 75 meq/100 gr dan bentonite baroid
adalah 48 meq/100 gr.
oo)

Pengaruh baik serta buruknya dari kedua nilai kapasitas

tukar kation (KTK) bentonite di atas tergantung dari kepentingan. Apabila


dibutuhkan untuk menyerap air atau bereaksi dengan lingkungan ion
sekelilingya, maka menggunakan bentonite indobent. Tetapi normalnya
dalam operasi pemboran dibutuhkan yang tidak terlalu reaktif, maka
menggunakan bentonite barid.
7.6.2.

Pembahasan Soal
1. Bandingkan dari 2 jenis bentonite tersebut mana yang lebih bagus ?
berikan alasan dan pembahasannya.
op)
Jawab: Dari 2 (dua) jenis bentonie (indobent dan baroid),
maka diketahui bahwa yang paling baik adalah bentonite
baroid, dikarenakan memiliki harga kapasitas kation yang
rendah. Karena apabila suatu jenis bentonite memiliki
kapasitas tukar kation yang tinggi, maka saat pelepasan
kation kemudian terjadi pertukaran kation saat terkontak
dengan air, maka kation tersebut akan mengikat molekulmolekul

air

sehingga

akan

mengakibatkan rusaknya formasi.


oq)
7.7. Kesimpulan

terjadi

swelling

yang

121

1. Methylene blue test (MBT) digunakan untuk mencari nilai dari


kapasitas tukar kation (KTK).
2. Kapasitas tukar kation (KTK) pada clay adalah total kapasitas kation
suatu sistem clay.
3. Swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena terjadi
kontak terhadap air.
4. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) berbanding lurus dengan peristiwa
swelling pada clay. Apabila nilai kapasitas tukar kation (KTK) besar
maka semakin besar kemungkinan tejadinya peristiwa swelling pada
clay. Begitu pula sebaliknya, Apabila nilai kapasitas tukar kation
(KTK) rendah maka semakin rendah kemungkinan tejadinya peristiwa
swelling pada clay.
5. Methylene blue test (MBT) dipakai untuk mengukur total kapasitas
pertukaran kation dari suatu sistem clay dan dari nilai tukar kation
tersebut dapat diprediksikan terjadinya swelling.

or)PEMBAHASAN UMUM
os)
ot)

Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan untuk membantu

proses pemboran. Dalam komposisi pembuatannya lumpur terdapat 3 (tiga) fraksi,


antara lain fraksi cairan, fraksi padatan, dan fraksi additive. Adapun macammacam fungsi lumpur pemboran, antara lain mengangkat cutting ke permukaan,
mengontrol tekanan formasi, mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring,
membersihkan dasar lubang bor, membantu stabilitas formasi, melindungi formasi
produktif, membantu dalam evaluasi formasi.
ou)

Lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan

keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari


lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss.
Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai
penahan tekanan formasi. Dengan densitas lumpur pemboran yang terlalu besar

122

akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation), sedangkan apabila


densitas lumpur pemboran terlalu kecil akan menyebabkan kick (masuknya fluida
formasi ke dalam lubang sumur). Tercampurnya serpihan-serpihan formasi
(cutting) ke dalam lumpur pemboran akan membawa pengaruh pada operasi
pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan
menambah beban pada mud pump. Kandungan minyak adalah banyaknya minyak
yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya.
Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur pemboran dengan kadar minyak
maksimal sebesar 15 20 %. Kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap laju pemboran karena minyak akan
memberikan pelumasan sehingga pahat lebih awet, mengurangi pembesaran
lubang bor dan mengurangi penggesekan pipa bor dengan formasi serta
mengurangi kemungkinan terjadinya jepitan terhadap pahat. Akan tetapi setelah
melewati kandungan minyak optimum tersebut, kenaikan kadar minyak akan
menyebabkan penurunan laju pemboran, hal ini tejadi pada permukaan bit yang
lebih licin saat kontak dengan batuan formasi karena adanya pelumasan yang
berlebihan.
ov)
Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat
rheologi fluida pemboran. Viskositas lumpur adalah kemampuan lumpur untuk
mengalir dalam suatu media. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round
trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar sumur yang dapat
menyebabkan masalah pemboran selanjutnya.. Gel strength merupakan salah satu
indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength merupakan ukuran
gaya tarik menarik partikel lumpur yang statik. Viskositas dan gel strength
merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.
ow)

Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan

poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan


fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan

123

disebut filtrat. Karena terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud cake. Mud
cake adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding lubang bor. Mud cake
yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan
permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran
sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrat yang terlalu banyak menyusup ke poripori batuan dapat menimbulkan kerusakan pada formasi. Peralatan untuk
mendiagnosis filtration loss dan mud cake adalah HPHT (High Pressure High
Temperature).
ox)

Dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran

harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap berfungsi dengan
kondisi yang ada. Perubahan kandungan ionion tertentu dalam lumpur pemboran
akan berpengaruh terhadap sifatsifat fisik lumpur pemboran, oleh karena itu kita
perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan (analisis kimia
alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion
besi serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya).

ionion tersebut untuk

kemudian dilakukan tindakantindakan yang perlu dalam penanggulangannya.


oy)
oz)
pa)

Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran

adalah adanya material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk


kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang
sering terjadi antara lain kontaminasi sodium chloride, kontaminasi gypsum,
kontaminasi semen, kontaminasi hard water, kontaminasi carbon dioxide,
kontaminasi hydrogen sulfide, kontaminasi oxygen. Setelah mengetahui jenis-jenis
kontaminasi pada lumpur pemboran, maka dapat ditentukan langkah-langkah
untuk mengatasinya sesuai kontaminasi yang terjadi.
pb)

Shale adalah batuan sedimen yang terbentuk dari endapan-endapan

lempung (clay). Lempung (clay) merupakan batuan sedimen klastik yang berasal
dari pelapukan batuan beku atau metamorf. Methylene blue test

(MBT)

digunakan untuk mengukur harga kapasitas tukar kation (KTK) dari suatu sistem

124

clay. Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan terjadinya


sweeling, dimana swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena
terjadi kontak terhadap air. Swelling itu mempunyai pengaruh terhadap pertukaran
kation yaitu apabila semakin cepat pertukaran kation maka semakin cepat pula
swelling akan terjadi, begitu juga sebaliknya. Apabila semakin lambat pertukaran
kation maka semakin lambat pula swelling akan terjadi.
pc)

pd)

KESIMPULAN UMUM
pe)

1. Kadar minyak ideal pada lumpur pemboran berkisar antara 15 20%.


2. Pada data praktikum, zat additive barite lebih efektif dan ekonomis dalam
meningkatkan densitas dibandingkan CaCO3.
3. Lost circulation disebabkan karena besarnya harga densitas, namun kick
disebabkan karena kecilnya harga densitas.
4. Pengertian material additive adalah material yang ditambahkan untuk merawat
sifat lumpur sesuai dengan yang dibutuhkan.
5. Apabila dua zat additive yang berbeda ditambahkan dengan jumlah yang sama
pada lumpur berbeda maka densitas lumpur lebih besar dinaikkan oleh barite
dibandingkan kalsium karbonat.
6. Rheologi lumpur pemboran yaitu yield point dan plastic viscocity.
7. Viskositas terlalu tinggi menyebabkan lumpur terlalu berat dan mengganggu
siklus pemboran, dan viskositas terlalu rendah maka serpihan bor (cuttings)
kembali mengendap di dasar sumur.
8. Sifat rheologi lumpur pemboran dapat berubah jika mengalami tekanan dan
temperatur yang tinggi.
9. Viskositas memiliki hubungan yang setara dengan gel strength, densitas dan
tekanan hidrostatis lumpur pemboran.
10. Dextrid dan bentonite ditambahkan pada percobaan tersebut untuk menaikkan
nilai viskositas dan gel strength pada lumpur pemboran.
11. Ukuran partikel, temperatur, tekanan dan kedalaman dapat mempengaruhi
lumpur pemboran terhadap filtration loss dan mud cake.
12. Penambahan zat additive pada lumpur pemboran dapat mempengaruhi
ketebalan mud cake dan nilai pH.

125

13. Ketebalan mud cake dijaga untuk tetap tipis yang diperlukan sebagai bantalan
antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Tetapi ketebalan mud cake
tidak boleh terlalu tebal, karena dapat menjepit pipa serta menimbulkan
masalah pemboran lainnya.
14. Lost circulation adalah masalah yang terjadi selama proses pemboran dimana
prosesnya fluida (lumpur pemboran) yang hilang ke dalam batuan berporos.
Sehingga dapat mengurangi volume lumpur pemboran saat sirkulasi dari dasar
pemboran ke permukaan.
15. Zat additive yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah filtration loss
adalah filration loss agents. Serta untuk mengatasi masalah ketebalan pada
mud cake dapat menggunakan dextrid.
16. Kontaminasi garam yang terjadi pada lumpur pemboran dapat diketahui
dengan metode analisa kandungan ion chlor.
17. Semakin cepat proses terjadinya korosif pada drill string diakibatkan oleh
kandungan ion besi yang tinggi.
18. Metode utama yang dilakukan dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah
titrasi, dimana larutan sampel dibandingkan dengan larutan yang telah
diketahui konsentrasinya.
19. Kesadahan total yang mengandung Ca2+ dan Mg2+ dapat menaikkan viskositas
dan gel strength yang mengakibatkan kerja mud pump menjadi lebih berat.
20. Menentukan kontaminan-kontaminan yang terjadi dengan mengetahui
formasi-formasi tertentu yang telah dilewati selama proses pemboran.
21. Kontaminan adalah material-material tidak diinginkan yang masuk dalam
lumpur pemboran saat pemboran berlangsung.
22. Jenis-jenis kontaminasi antara lain kontaminasi sodium chloride, gypsum,
semen, hardwater, CO2, O2, dan H2S.
23. Cara

untuk

penanggulangan

kontaminasi

lumpur

pemboran

yaitu

menambahkan zat additive ke dalam lumpur pemboran seperti soda ash,


NaOH, monosodium phosphate (NH(H2PO4)), dan lain lain.

126

24. Kontaminasi lumpur pemboran dapat merubah rheologi lumpur, pH, plastic
viscosity, gel strength, filtration loss, dan tebal mud cake.
25. Zat-zat kontaminan antara lain NaCl, gypsum, semen, Ca2+ dan Mg2+, carbon
dioxide , oxygen, dan hydrogen sulfide.
26. Methylene blue test (MBT) digunakan untuk mencari nilai dari kapasitas tukar
kation (KTK).
27. Kapasitas tukar kation (KTK) pada clay adalah total kapasitas kation suatu
sistem clay.
28. Swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena terjadi kontak
terhadap air.
29. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) berbanding lurus dengan peristiwa
swelling pada clay. Apabila nilai kapasitas tukar kation (KTK) besar maka
semakin besar kemungkinan tejadinya peristiwa swelling pada clay. Begitu
pula sebaliknya, Apabila nilai kapasitas tukar kation (KTK) rendah maka
semakin rendah kemungkinan tejadinya peristiwa swelling pada clay.
30. Methylene blue test (MBT) dipakai untuk mengukur total kapasitas pertukaran
kation dari suatu sistem clay dan dari nilai tukar kation tersebut dapat
diprediksikan terjadinya swelling.

pf)
pg)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Petunjuk Praktikum Analisa Lumpur Pemboran 2013. Sekolah Tinggi


Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan : Balikpapan.
Kosasih, Rizky Arya. 2012. Laporan Resmi Praktikum Analisa Lumpur
Pemboran. Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan :
Balikpapan.

127

Fatharoni, Arief Rachmat. 2012. Laporan Resmi Praktikum Analisa Fluida


Reservoir. Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan :
Balikpapan.

You might also like