You are on page 1of 13

1

Osteoporosis

1. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National
Institue of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah.
2. Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan masa puncak
tulang yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa
tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan
mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35
tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan
akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan
mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan
resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam
keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan
aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini
berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia
menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal
yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep
Activation Resorption Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh

protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas


supaya membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh
osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor
hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid,
hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat
proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Prosesproses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan
osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang, faktor lainnya adalah
pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi
asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium
serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum
dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid
hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan
penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid,
glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang
(pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya
antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase
formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari
gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status
vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh,
yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh
albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat

3.

Faktor Risiko Osteoporosis


1. Usia
Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8 kali.
2. Genetik

Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

Seks (wanita > pria)

Riwayat keluarga

3. Lingkungan, dan lainnya

Defisiensi kalsium

Aktivitas fisik kurang

Obat-obatan

(kortikosteroid,

anti

konvulsan,

heparin,

siklosporin)

Merokok, alkohol

Risiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin,


gangguan penglihatan)

Hormonal dan penyakit kronik


o Defisiensi estrogen, androgen
o Tirotoksikosis,

hiperparatiroidisme

primer,

hiperkortisolisme
o Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal,
gastrektomi)

Sifat fisik tulang


o Densitas (massa)

o Ukuran dan geometri


o Mikroarsitektur
o Komposisi
4. Faktor resiko faktur panggul yaitu,:
a. Penurunan respons protektif

Kelainan neuromuscular

Gangguan penglihatan

Gangguan keseimbangan

b. Peningkatan fragilitas tulang

Densitas massa tulang rendah

Hiperparatiroidisme

c. Gangguan penyediaan energi

Malabsorpsi

5. Klasifikasi Osteoporosis
1. Osteoporosis Primer
a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause.
Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi
hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan
dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang
serta pembentukan osteoklas melalui produksi sitokin. Ketika
kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan

tulang

dan

pembentukan

mengalami

ketidakseimbangan.

Pengeroposan tulang menjadi lebih dominan.


b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang
biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi
akibat dari kekurangan kalsium berhubungan dengan makin
bertambahnya usia.
c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis
yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini sering
menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang
relatif jauh lebih muda.

2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis

sekunder

terjadi

karena

adanya

penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kepadatan


massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor
pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah seperti di
bawah:
a. Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiriod, hipogonadisme
b. Penyakit saluran cerna yang menyebabkan absorsi gizi (kalsium,
fosfor, vitamin D) terganggu
c. Penyakit keganasan ( kanker)
d. Konsumsi obat obatan seprti kortikosteriod

e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.


6. Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus.
Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju
resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang.
A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang
yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi
mineral

yang

paling

banyak

terdiri

dari

kristal

hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%)


seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik
terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan
osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe
I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin,
osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik
tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai
perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat
berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul
yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam
proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada
serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis
dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap

perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan


tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan
penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika.
Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai
bentuk akan selalu mengikuti fungsi.
B. Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama
fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan
menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan
sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan
meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen
akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut
sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause,
maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh
menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat,
sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar
kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada
menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi
relatif asidosis respiratorik.
C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya
sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade
ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang,

dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak


berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa
tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada
orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang
kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah.
Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan
kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa
tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan
bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun
sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa
tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok,
alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,
gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata,
7. Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal
ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur
tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa

tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada
vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang
paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan
deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps
vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya
akut dan sering menyebar ke sekitar pinggang hingga ke dalam perut.
Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya
berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri
untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang
bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan
ileus.
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila
didapatkan :

Patah tulang akibat trauma yang ringan.

Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.

Gangguan otot (kaku dan lemah)

Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

8. Diagnosis
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena
tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis
lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause,

10

rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri
akibat defisiensi estrogen. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis
hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti

Tinggi badan yang makin menurun.

Obat-obatan yang diminum.

Penyakit-penyakit

yang

diderita

selama

masa

reproduksi,

klimakterium.

Jumlah kehamilan dan menyusui.

Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.

Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan


matahari cukup.

Apakah sering minum susu, Asupan kalsium lainnya.

Apakah sering merokok, minum alkohol.

Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,
deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering
menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Pemeriksaan Radiologi

11

Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan


korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan risiko
fraktur. Untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan
kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas
massa tulang orang dewasa muda (T-score).
2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari
T-score.
3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.

9. Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi
pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya
massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan
fisik (senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan
sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis
makanan yang merupakan faktor risiko osteoporosis seperti alkohol, kafein,
diuretika, sedatif, kortikosteroid.

12

Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan


massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon
pengganti (estrogen dan progesteron dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin,
bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur,
terutama bila terjadi fraktur panggul.

10. Pencegahan
Pencegahan osteoporosi meliputi:
1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan
mengonsumsi kalsium yang cukup
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif,
terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar
umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap
hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya
yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet
kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir - akhir ini menjadi
perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan
teori osteoblast.
2. Melakukan olah raga dengan beban
Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan
meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan
kepadatan tulang.
3. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).

13

Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada


wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi
sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah
menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah
menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan
mengurangi

risiko

patah

tulang.

Raloksifen

merupakan

obat

menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada


estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek
terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis,
bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau
bersamaan dengan terapi sulih hormon.

You might also like