Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dermatitis atopik (D.A) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor
herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula,
vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau
alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Dermatitis atopik atau
eksema adalah peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai
pada awal masa kanak-kanak. Eksema dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan,
peradangan, dan gangguan tidur. Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya
episode pertama terjadi sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan
hilang timbul hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari
eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga
dewasa. Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya
memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk
menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic
march. Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa
penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi.
2. Tujuan
Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang pada dermatitis atopick, gejala klinis,
WD (diagnosis kerja), DD (diagnosis pembanding), epidemiologi, etiologi, pinata
laksanaan, prognosis dan preventif pada dermatitis atopik..
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pemeriksaan
a. Anamnesis
1
Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
Riwayat penyakit
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak
b. Fisik
Pemeriksaan fisik dermatitis atopik dilakukan dalam bentuk pemeriksaan kulit, yang
dibagi menjadi dua berdasarkan :
Lokalisasi
- Bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut.
- Anak : tengkuk, lipat siku, lipat lutut.
- Dewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki.
Efloresensi/ sifat-sifatnya
- Bayi : eritema berbatas tegas, papula/ vesikel miliar disertai erosi dan eksudasi
-
serta krusta.
Anak : papula-papula miliar, likenifikasi, tidak eksudatif.
Dewasa : biasanya hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi.2,3
2
Pada pemeriksaan fisik pasien didapat hasil sebagai berikut : terdapat bercak dan
beruntus kemerahan yang terasa gatal pada badan, kedua tungkai atas dan bawah.
c. Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan :
- IgE serum. IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan
80% pada penderita dermatitis atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE
-
intradermal
yang
dapat
memacu
terjadinya
hasil
positif.
Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman dilakukan bila ada infeksi sekunder
untuk menentukan jenis mikroorganisme patogen serta antibiotika yang sesuai.
disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul edema.
Percobaan Asetilkolin. Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000
akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang Dermatitis Atopik.
2. WD
3
Dari pemeriksaan awal yang dilakukan, dapat diperkirakan bahwa anak laki-laki tersebut
menderita penyakit dermatitis atopic (D.A.), yaitu keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rinitis alergik, dan atau asma bronkial).
Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural).3-6
Kata 'atopi' pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang
dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan
dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis atopik, dan
konjungtivitis alergik. Diagnosis D.A. ditetapkan melalui dua kriteria yaitu :
a. Kriteria mayor
Pruritus
Dermatitis dimukaan atau ekstensor pada bayi dan anak
Dermatitis difleksura pada dewasa
Dermatitis kronis atau residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
b. Kriteria minor
Xerosis
Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
Iktiosist/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris
Pitiriasis alba
Dermatitis di papila mame
White dermographism dan delayed blanch response
Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritem
Gatal bila berkeringat
Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar IgE di dalam serum meningkat
Awitan pada usia dini
Diagnosis D.A. ditegakkan dengan syarat harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy
4
skin) atau dari laporan orang tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.
Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:
Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian depan
pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah 10
tahun).
Riwayat asma bronkial atau hay fever pads penderita (atau riwayat penyakit
Dermatitis atopik ini harus dibandingkan dengan penyakit lainnya, sebagai berikut.
a. Dermatitis seboroik (D.S.)
Penyebabnya masih belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya adalah kelainan
konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan. D.S. berubungan erat dengan
keaktifan glandula sebasea, yaitu kematangannnya merupakan faktor timbulnya
D.S., tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan
kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh D.S.
D.S dapat
diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat. Pada orang yang telah
mempunyai fakktor predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor
kelelahan, stress emosional, infeksi atau defisiensi umum. Kelainan kulit terdiri
atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan batasnya agak
kurang tegas. D.S yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuamaskuama yang halus, mulai sebagai bercak yang kecil yang kemudian mengenai
seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar yang disebut
pitiriasis sika, sedangkan bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang
dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut
mempunya kecenderungan rontok. Pada bentuk yang berat maka dapat meluas
kedahi, glabela, telinga posaurikular dan leher. Pada bentuk yang lebih berat lagi
seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor dan berbau tidak sedap. Pada
bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan-kumpulan debris epitel
yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap. Selain tempat-tempat tersebut
D.S. juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterenal,
areola mame, lipatan dibawah mame pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat
paha dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung dan dahi kelainan dapat
berupa papul-papul. Terdapat sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan.
Onset invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah
terang. D.S. pada bayi memiliki ciri-ciri axillary patches, kurang oozing dan
weeping dan kurang gatal.
Gambar 2.2. Dermatitis seboroik pada kulit kepala, pipi dan tangan.
terang,
Sisik kuning gelap pada pipi badan dan lengan pada D.S. sedangkan pada D.A.
sisik merah agak gelap, jika disertai hiperpigmentasi.
b. Skabies
Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitasi tungau Sarcoptes Scabiei. Banyak
menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung melalui pakaian, tempat tidur dan alat-alat tidur, handuk, dll. Penyakit ini
menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga, begitu juga
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagain besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut dan kebersihan lingkungan yang
kurang dapat mempermudah penularan penyakit. Tempat predileksinya tangan, kaki,
genitalia pria dan bokong, serta pada bayi juga dapat terkena dikepala dan pipi.
Terdapat rasa gatal pada malam hari (pruritus nocturna) karena aktivitas tungau ini
lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Pada tempat-tempat predileksi
akan ditemukan terowongan-terowongan (kunikulus) yang berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang
7
didalamnya terdapat Sarcoptes scabiei. Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh
tungau scabies tetapi oleh penderita sendiri akibat garukan pada saat ini kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, erosi, krusta dan
infeksi sekunder.
Persamaan gejala klinis D.A dan scabies :
- Tempat predileksi minor D.A dan tempat predileksi utama scabies sama, yaitu
Genetik
Kromosom 5q31 -33 mengandung kumpulan famili gen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan
GM-CSF, yang diekspresikan oleh sel TH2. Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan
penting dalam ekspresi D.A. Perbedaan genetik aktivitas transkripsi gen IL-4
mempengaruhi predisposisi D.A. Ada hubungan yang erat antara polimorfisme
spesifik gen kimase sel mas dan D.A., tetapi tidak dengan asma bronkial atau rhinitis
alergik. Varian genetik kimase sel mas, yaitu serine protease yang disekresi oleh sel
mas di kulit, mempunyai efek spesifik pads organ, dan berperan dalam timbulnya D.A.
Respons imun pada kulit
Sitokin TH2 dan TH1 berperan dalam patogenesis peradangan kulit D.A. Jumlah TH2
lebih banyak pads penderita atopi, sebaliknya TH1 menurun. Pada kulit 'normal' (tidak
ada kelainan kulitnya) penderita D.A. bila dibandingkan dengan kulit normal orang
yang bukan penderita D.A., ditemukan lebih banyak sel-sel yang mengekspresikan
mRNA IL-4 dan IL-13, tetapi bukan IL-5, IL-12, atau IFN-. Pada lesi akut dan kronis
bila dibandingkan dengan kulit normal atau kulit yang tidak ada lesinya penderita D.A.,
menunjukkan jumlah yang lebih besar sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4, IL-5,
dan IL-13. Tetapi pada lesi akut tidak banyak mengandung sel yang mengekspresikan
mRA IFN- atau IL-12. Lesi kronis D.A. mengandung sangat sedikit sel yang
mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13, tetapi jumlah sel yang mengekpresikan
mRNA IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-, meningkat bila dibandingkan dengan yang
akut. Peningkatan IL-12 pada lesi kronis D.A. berperan dalam perkembangan TH1.
Sel T yang teraktivasi di kulit juga akan menginduksi apoptosis keratinosit,
sehingga terjadi spongiosis. Proses ini diperantarai oleh IFN- yang dilepaskan sel T
teraktivasi dan meningkatkan Fas dalam keratinosit.
Berbagai kemokin ditemukan pads lesi kulit D.A. yang dapat menarik sel-sel,
misalnya eosinofil, limfosit T, dan monosit, masuk ke dalam kulit.
Pada D.A. kronis, ekspresi IL-5 akan mempertahankan eosinofil hidup lebih lama
10
terganggu.
Eosinofilia.
Sekresi IL-4, IL-5, dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat.
Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun.
Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
Kadar CAMP-phosphodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-10 dan
PGE2.
kontak urtikaria, atau kelainan mukokutan yang lain. Hasil pemeriksaan laboratorium
dari bayi dan anak-anak kecil dengan D.A. sedang atau berat, menunjukkan reaksi
positif terhadap tes kulit dadakan (immediate skin test) dengan berbagai jenis makanan.
Reaksi positif ini diikuti kenaikan mencolok histamin dalam plasma dan aktivasi
eosinofil. Sel T spesifik
penderita D.A.
Dari percobaan buta ganda dengan plasebo dan tungau debu rumah (TDR),
ditemukan penderita D.A. setelah menghirup TDR mengalami ekserbasi ditempat lesi
lama, dan timbul pula lesi baru. Demikian pula setelah aplikasi epikutan dengan
aeroalergen (TDR, bulu binatang, kapang) melalui uji tempel pads kulit penderita
atopi tanpa lesi, terjadi reaksi ekzematosa pads 30 50 persen penderita D.A.,
sedangkan pada penderita alergi saluran napas dan relawan sehat jarang yang
menunjukkan hasil positif. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan pada sebagian besar
penderita D.A. IgE spesifik untuk alergen hirup. Juga pada 95% penderita D.A.
mempunyai IgE spesifik terhadap TDR, sedangkan pada penderita asma bronkial
hanya 42%. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan
tingkat keparahan D.A.
Penderita D.A. cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, dan jamur,
karena imunitas selular menurun (aktivitas TH1 berkurang). Pada lebih dari 90% lesi
kulit penderita D.A. ditemukan S. aureus, sedangkan pads orang normal hanya 5%.
Jumlah koloni S.aureus pads lesi inflamasi kulit penderita D.A. dapat mencapai 107 per
cm2, namun tidak ada tanda klinis superinfeksi. Akan tetapi bila diobati dengan
kombinasi antibiotika dan kortikosteroid topikal, hasilnya lebih baik dibandingkan kalau
hanya dengan kortikosteroid topikal saja. S.aureus melepaskan toksin yang bertindak
sebagai superantigen (misalnya: enterotoksin A, B, dan toxic shock syndrome toxine1) yang menstimulasi aktivasi sel T dan makrofag. Sebagian besar penderita D.A. membuat antibodi IgE spesifik terhadap superantigen stafilokokus yang ada di kulit. Apabila
ada superantigen menembus sawar kulit yang terganggu, akan menginduksi IgE spesifik,
clan degranulasi sel mas, kejadian ini akan memicu siklus gatalgaruk yang akan
menimbulkan lesi di kulit penderita D.A. Superantigen juga meningkatkan sintesis
IgE spesifik clan menginduksi resistensi kortikosteroid, sehingga memperparah D.A.4,5
7. Gejala Klinis
Kulit penderita D.A. umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang,
dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin.
13
Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering
merasa cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa tertekan.
Gejala utama D.A. ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga
timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi,
ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. D.A. dapat dibagi menjadi tiga face, yaitu: D.A.
infantil (terjadi padausia 2 bulan sampai 2 tahun), D.A. anak (2 sampai 10 tahun) dan
D.A. pada remaja dan dewasa.
D.A. infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)
D.A. paling sering muncul pads tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia
2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus,
karena gatal digosok, pecah, eksudatif, clan akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian
meluas ke tempat lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan clan tungkai.
Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk
setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak
gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A. infantil eksudatif,
banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi clapat meluas
generalisata bahkan, walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi
menjadi kronis clan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikas:, Pada
sebagian besar penderita sembuh setelausia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami
eksaserbas bila makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.
Larangan makan atau minuman yang mengandung susu sapi pada bayi masih ada
sitang pendapat. Ada yang melaporkan bahwa kelaina secara dramatis membaik
setelah makanat ersebut dihentikan, sebaliknya ada pula yang mendapatkan tidak ada
perbedaan.
D.A. pads anak (usia 2 sampai 10 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil atau timbul sendiri (de novo). Lesi lebih
kering tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul , likenifikasi, dan sedikit
skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,
kelopak mata, leher, jarang di muka rasa gatal menyebabkan penderita sering
menggaruk dapat terjadi erosi, likenifikas mungkin juga mengalami infeksi
sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan
gatal, sehingga terjadi lingkaran setan "siklus gatal-garuk". Rangsangan menggaruk
14
sering di luar kendali. Penderita sensitif terhadap, wol, bulu kucing dan anjing juga
bulu ayam, burung dan sejenisnya. D.A. berat yang melebihi 50% permukaan tubuh
dapat memperlambat pertumbuhan.
D.A. pada remaja dan dewasa
Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa dan berskuama
atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat
lutut, dan sampai leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A. dewasa distribusi lesi kurang
karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapa pula ditemukan
setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau scalp.
Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi
kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi
dengan sedikit skuama dan sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat
laun terjadi hiperpigmentasi.
Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat. Pada orang
dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stres. Mungkin
karena stres dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit
mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik.
Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung
menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan,
hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah
sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen.
Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kira-kira 70% suatu
saat dapat mengalaminya. D.A. pada tangan dapat mengenai punggung maupun telapak
tangan, sulit dibedakan dengan dermatitis kontak. D.A. di tangan biasa timbul
pada wanita muda setelah rnelahirkan anak pertama, ketika sering terpajan sabun
dan air sebagai pemicunya.
Berbagai kelainan dapat menyertai DA, misalnya: hiperlinearis palmaris, xerosis
kutis, ictiosis, pomfoliks, pitidasis alba, keratosis pilada, fipatan Dennie Morgan,
penipisan alis bagian luar (lands Hertoghe), keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah
geografik, liken spinulosus, dan keratokonus (bentuk komea yang abnormal). Selain
itu penderita D.A. cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaksis
terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga.5
8. Penatalaksanaan
a. Medica mentosa
Terdiri dari dua pengobatan, yaitu topical dan sistemik.
15
Pengobatan topical
- Hidrasi kulit. Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya
berkurang,
mudah
retak
sehingga
mempermudah
masuknya
Emolien dipakai beberapa kali sehari, karena lama kerja raksimum 6 jam.
Kortikosterold topikal. Pengobatan D.A. dengan kortikosteroid topical
adalah yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit.
Namun demikian harus waspada karena dapat terjadi efek samping yang tidak
diinginkan.
Pada bayi digunakan salap steroid berpotensi rendah, misalnya
hidrokortison 1%-2.5%. pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi
menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada luka digunakan steroid
berpotensi lebih rendah. Kortikosteroid berpotensi rendah juga dipakai
didaerah
genitalia
berpotensi
dan
intertriginosa,
jangan
di gunakan
yang
kalikus 1:5000.
Takrolimus. Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin, dapat
diberikan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk
dewasa 0.03% dan 0.1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat
dalam D.A. yaitu: sel Langerhans, sel T, sel mas, clan keratinosit. Pada
pengobatan jangka panjang dengan salep takrolimus, koloni S. aureus
menurun. Tidak ditemukan efek samping kecuali rasa seperti terbakar
setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian
kortikosteroid, dapat digunakan di muka dan kelopak mata.
16
Pengobatan sistemik
- Kortikosteroid.
Kortikosteroid
sistemik
hanya
digunakan
untuk
berselang-seling
(alternate),
atau
diturunkan
bertahap
sirkulasi.
Siklosporin. D.A. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat
diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis
jangka pendek yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin
adalah obat imunosupresif kuat yang terutama bekerja pads sel T akan terikat
dengan cyclophilin ( suatu protein intraselular) menjadi satu kompleks yang
akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila
pengobatan dengan siklosporin dihentikan umumnya penyakitnya akan
segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbul yaitu peningkatan
kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal dan
hipertensi.
18
b. Nonmedica mentosa
Terapi sinar (phototherapy)
Untuk D.A. yang berat
dan
luas
dapat
digunakan
PUVA
d. Mencuci pakaian dengan detergen harus dibilas dengan baik, sebab sisa detergen
dapat bersifat iritan.
e. Selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya
digunakan pada kolam renang.
f. Hindari stress karena stres juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA.
g. Seringkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari luar,
misalnya terlalu sering dimandikan, menggosok terlalu kuat pakaian terlalu tebal,
ketat atau kotor, kebersihar kurang terutama di daerah popok, infeksi local, seperti
iritasi kencing atau feses; bahkan juga -edicated baby oil. Pada bayi penting
diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia, popok segera diganti, bila
basah atau kotor. Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap
garukan agar tidak memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian
yang bersifat iritan (misalnya wol, atau srtetik), bahan katun lebih baik. Kulit
anak/bayi dijaga tetap tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau trauma
garukan.
h. Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab, hindari pembersih
antibacterial karena berisiko menginduksi resistensi.5
BAB III
PENUTUP
20
1. Kesimpulan
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita (dermatitis atopik, rinitis alergik, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit
berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural). Kata 'atopi' pertama kali diperkenalkan oleh Coca
(1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang
mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rinitis
alergik, dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik. Diagnosis D.A. ditegakkan
dengan syarat harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang
tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok. Ditambah 3 atau lebih
kriteria berikut:
a. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian
depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di
bawah 10 tahun).
b. Riwayat asma bronkial atau hay fever pads penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dan anak di bawah 4 tahun).
c. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.
d. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pads pipi/dahi dan
anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).
e. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).
D.A. harus dapat dibedakan dengan penyakit lainnya, seperti dermatitis
seboroik dan scabies dengan gejala klinisnya yang hampir mirip dengan D.A.
penyebab D.A. belum diketahui secara pasti tetapi faktor turunan merupakan dasar
pertama untuk timbulnya penyakit disamping faktor pendukung yang lain. D.A.
cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami D.A. pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah
satu orang menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala
alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua
menderita atopi. Risiko mewarisi D.A. lebih tinggi bila ibu yang menderita
D.A. dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A. yang dialami berlanjut
hingga masa dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja
yaitu kira-kira 50%.
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis D.A., misanya faktor
genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik. Kulit penderita D.A.
21
umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air
lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita D.A.
cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa
cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa tertekan. Gejala utama D.A. ialah
(pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada
malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,
eksudasi, dan krusta. D.A. dapat dibagi menjadi tiga face, yaitu: D.A. infantil
(terjadi padausia 2 bulan sampai 2 tahun), D.A. anak (2 sampai 10 tahun) dan D.A.
pada remaja dan dewasa.
Pengobatan D.A dapat secara topical, sistemik dan fototherapi. Sulit
meramalkan prognosis D.A. pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila kedua
orang tuanya menderita D.A. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak,
dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Pencegahan untuk mengurangi
kekambuhan dapat dilakukan dengan mudah, seperti Pakaian baru sebaiknya dicuci
terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia
tambahan, mencuci pakaian dengan detergen harus dibilas dengan baik, sebab
sisa detergen dapat bersifat iritan, dll.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed 15th. Jilid II. Jakarta: EGC; 2000.1382-95.
2. Diagnosa fisik pada anak. Edisi 2nd. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.
3. Siregar R.S. Saripati penyakit kulit. Edisi 2nd. Jakarta: EGC; 2004.115-7.
4. Dermatitis atopic pada anak. 17 Mei 2009. Diunduh
dari
www.
23