You are on page 1of 19
Bab 4 Fonologi Masih berkaitan dengan bab sebelumnya yaitu tentang bunyi. Namun, kajian bab ini lebih luas dibandingkan bab sebelumnya. Jadi, tidak hanya bagaimana menghasilkan bunyi dengan organ mulut saja, tetapi juga fungsinya. Pembahasan tentang fonologi ini penulis sunting dari buku “Pengantar Linguistik Umum”. A. BAHASA LISAN DAN TULISAN Duamedia atau substansi yang dalam bahasa manusia dipakai sebagai alat komunikasi adalah udara yang terganggu oleh gerakan-gerakan artikulasi dan tanda-tanda yang dibuat pada permukaan yang datar dengan pahat, kuas, pena, pensil, dan sebagainya. Di luar kedua cara Komunikasi linguistis ini, yaitu lisan dan tulisan, boleh dikatakan tidak ada cara lain untuk berkomunikasi, mengingat, terutama dalam pembahasan dasar seperti ini, kita harus mengesampingkan sistem-sistem yang khusus dan terbatas seperti komunikasi dengan isyarat yang dipakai para tuna rungu dan tuna wicara, dan sistem-sistem sekunder lainnya seperti semafor, heliograf, dan lain sebagainya. Bahasa-bahasa yang dikenal di Eropa, namun tidak semua dialeknya, dan bahasa-hasa di kawasan-kawasan utama di dunia ini yang telah mengenal peradaban adalah bahasa- bahasa tulisan dan lisan. Dengan kata lain, sistem tulisan dan sistem lisan dapat dikenali dan diakui sebagai “bahasa yang sama”. Banyak bahasa yang hanya mengenal sistem lisan saja, dan penyebaran keberaksaraan tidak selalu menyebabkan semua bahasa itu memiliki sistem tulisan, Bahasa lisan yang dipakai oleh masyarakat yang relatif kecil, yang hidup dalam kelompok politis atau kelompok kultural yang lebih besar, sering dihindari, Hal ini disebabkan para penuturnya diajarkan membaca dan menulis dalam bahasa yang lebih luas pemakaiannya di daerah itu sebagai bahasa “kedua” atau dalam bahasa yang dipelajari di sekolah dan bukan yang diajarkan kepada mereka sejak kecil (sebagaimana halnya dengan banyak penutur dialek tak baku dari bahasa-bahasa tulisan). Situasi demikian terdapat dalam masyarakat Indian di Amerika Utara (yang melek aksara dalam bahasa Inggris), orang-orang Indian di Amerika Tengah dan Selatan (yang sedang dalam proses menjadi melek aksara dalam bahasa Spanyol dan bahasa Portugis), sejumlah besar penduduk di berbagai bagian Afrika (melek aksara dalam bahasa Inggris, bahasa Swahili, atau bahasa lain yang dipakai secara luas), dan sejumlah penduduk di beberapa kawasan lain di dunia. 40 Dewasa ini beberapa bahasa hanya dikenal bentuk tulisannya saja, yaitu yang disebut bahasa mati, walaupun kita bisa membuat perkiraan mengenai bentuk lisannya dengan tingkat keyakinan dan ketepatan yang berbeda-beda. Bahasa Yunani kuno dan bahasa Hatti merupakan contoh yang terkenal untuk bahasa-bahasa demikian. Bahasa Latin adalah bahasa yang hampir mati, walaupun dalam perkembangannya yang khusus bahasa itu dipakai sebagai bahasa lisan, selalu sebagai bahasa kedua, dalam beberapa misa Gereja Katolik Roma dan secara lebih luas dalam masyarakat agama tertentu. Sebagaimana dalam bahasa lisan, kita mengenal berbagai gaya yang berbeda-beda, yang biasanya bergabung satu sama lain melalui gaya-gaya antara (intermediate). Beberapa gaya tulisan hampir tidak dapat dimengerti apabila dibacakan atau apabila dipakai sebagai bahasa isan, misalnya bahasa formal dalam dokumen-dokumen hukum atau dalam undang-undang legislatif. Namun, pada umumnya kalimat-kalimat dan kata-kata tertulis dalam suatu bahsa mewakili bentuk tulisannya, dan sebuah kalimat lisan dalam bahasa beraksara (literate)dapat dituliskan, serta sebuah kalimat tertulis bisa dibacakan. Hubungan antara kedua bentuk bahasa ini tidaklah seragam. Dan, ada beberapa sistem yang berbeda-beda untuk mewakili bahasa lisan dengan tulisan, dengan ketepatan fonetis yang beragam tingkatannya, yakni indikasi langsung mengenai bunyi-bunyi dari bentuk lisan yang bersangkutan, dan pembaca tidak perlu mengenal kata yang diwakili itu. Bahasa Cina merupakan contoh paling terkenal untuk bahasa yang menggunakan lambang-lambang tertulis sebagai representasi grafis setiap unsur leksikal dan gramatikal secarakeseluruhan. Akibatnay, bahasa Cina memiliki ribuan lambang tertulis demikian yang berbeda satu sama lain, atau yang sering disebut huruf kanji (character); lambang-lambang ini sering dianggap mewakili langsung gagasas-gagasan dan karena itu disebut juga ideo- gram. Akan tetapi, secara lebih masuk akal, lambang-lambang tersebut diperlakukan sebagai representasi dari bentuk-bentuk lisan, sering berupa kata, terapi lebih tepatnya morfem. Meskipun representasi itu langsung mengenai kata atau komponen gramatikalnya (morfem), dengan menghindari komposisi fonetisnya, dalam huruf kanji, indikasi mengenai bunyi- bunyi itu diberikan oleh sebagian huruf itu, schingga bagian tersebut disebut “fonetis”. Sifat tetap dari kebanyakan kata dalam bahasa Cina, baik yang mengandung satu morfem maupun lebih, menyebabkan sistem tulisan demikian lebih bisa digunakan daripada sistem tulisan suatu bahasa yang mempunyai banyak sekali variasi bentuk kata Kebanyakan sistem tulisan menggunakan bentuk tertulis untuk mewakili secara langsung komposisi fonetis dari bentuk-bentuk lisan, sehingga tidak diperlukan lambang tertulis yang berbeda-beda yang jumlahnya sama dengan jumlah unsur leksikal dalam bahasa tersebut. Sistem ini mengenal segmen-segmen fonetis yang diacu dalam bab sebelumnya sebagai konsonan dan vokal, dan mewakili segmen-segmen tersebut dengan tanda-tanda tertulis sebagaimana segmen-segmen tersebut muncul dalam bentuk lisan-biasanya merupakan bentuk lisan yang terpisah atau yang diucapkan tersendiri, dan bukan sebagai bagian dari kalimat yang lebih panjang. Beberapa sistem ortografis atau sistem tulisan menggunakan sebuah tanda tertulis untuk menyatakan sebuah konsonan, dan kadang-kadang dua konsonan, yang diikuti sebuah vokal, a1 bersama dengan tanda-tanda khusus lainnya untuk menyatakan konsonan yang tidak diikuti vokal. Sistem-sistem demikian bersifat silabis dalam mewakilkan bunyi-bunyi lisan, dan disebut silabogram. Ada alasan untuk menganggap bahwa sistem ini secara historis merupakan sistem yang berada di antara tulisan yang menggunakan lambang yang sekaran masih dipakai dalam bahasa Cina dan di beberapa bagian di Timur Tengah dan tempat-tempat lain, dan sistem alfabetis yang sekarang secara luas dipakai di seluruh dunia. Sistem-sistem tulisan yang utama dalam beberapa bahasa di India merupakan sistem silabogram, seperti juga ortografi bahasa Jawa. Sistem tulisan bahasa Sanskerta, yaitu bahasa klasik di India Utara, bersifat silabis, meskipun sering disebut “aksara” Sansekerta, Sistem ini berbeda dari kebanyakan sistem tulisan lain, dalam arti bahwa, dulu maupun sekarang, bentuk-bentuk kata biasanya diwakili sebagaimana kemunculannya dalam ujaran secara berderetan dalam kalimat, dan bukan sebagai kata-kata yang terpisah. Bentuk-bentuk berderetan ini dikenal sebagai “bentuk sandi” dari kata, Sebagian besar dari naskah dalam bahasa Yunani Misenea (catatan tertua tentang bahasa Yunani) yang baru-baru ini berhasil diuraikan bersifat silabis, juga dengan beberapa lambang yang menyerupai huruf. Sistem tulisan bahasa Semitika kuno yang dipakai orang-orang Fenisia dan Yahudi adalah sejenis silabogram Tulisan Ibrani modern merupakan perkembangan dari sistem ini, dan begitu pula naskah bahasa Arab yang sekarang digunakan di kawasa Timur Tengah. Akan tetapi, dalam bahasa-bahasa ini, artikulasi konsonan dalam bentuk lisanlah yang terutama dinyatakan dengan lambang- lambang silabogram, sedangkan berbagai vokal dinyatakan dengan titik-titik atau tanda- tanda lain yang terpisah dari lambang itu sendiri dan yang tidak selalu dimasukkan apabila konsonan tersebut dalam konteksnya sudah dianggap cukup jelas. Perkembangan tulisan silabogram semacam ini tampaknya sedang dalam proses menuju alfabet (aksara) atau sistem huruf yang dipakai di Eropa dan di kawasan lain yang artikulasi konsonan dan vokalnya ditandai secaraterpisah dengan huruf-huruf yang berbeda. Sebetulnya, alfabet kita (alfabet Latin) dan alfabet lain, seperti alfabet Kiril, yang dipakai untuk bahasa Rusia dan beberapa bahasa Eropa Timur lainnya, secara historis berasal dari alfabet Yunani (yang sekarang masih dipakai di Yunani). Aksara ini merupakan adaptasi dari lambang- lambang silabogram Yunani-Misenea. Aksara tersebut digunakan untuk mewakili konsonan dan vokal bahasa Yunani dengan lambang-lambang terpisah. Tulisan alfabetis, yang sekarang telah meluas ke seluruh penjuru dunia dan sedang dikembangkan untuk menggantikan tulisan silabogram (seperti dalam bahasa Jawa) atau dikembangkan bersama tulisan silabogram sebagai sistem tulisan kedua, hanya salah satu dari sekian banyak unsur peradaban kita yang diwariskan oleh kebudayaan luhur zaman Yunani Kuno Tidak semua sistem ortografis merupakan contoh muri untuk jenis-jenis tulisan yang baru saja diuraikan di atas. Ada sistem tulisan yang merupakan campuran. Meskipun jumlahnya sedikit saja, sistem tulisan bahasa Inggris menggunakan lambang-lambang yang pada dasarnya tidak berbeda dari lambang-lambang tulisan Cina, seperti angka 1,2,3, dan seterusnya serta lambang &. Campuran yang lebih khas lagi adalah tulisan bahasa Jepang. Disebabkan kontak budaya yang telah lama terjalis dengan orang Cina, orang Jepang belajar menulis dan mengambil alih huruf kanji Cina bersamaan dengan belajar unsur-unsur budaya Cina. Akan tetapi, berbeda dari bahasa Cina, bahasa Jepang memiliki sejumlah besar kata 42 variabel atau kelompok kara variabel yang mempunyai bagian atau akar yang sama, yang sedikit menyerupai deretan kata dalam bahasa Inggris seperti walk, walks, walking, walked. Untuk mengatasi masalah ini, tulisan Jepang dewasa ini menggunakan seperangkat huruf kanji yang pada dasamya sama dengan huruf kanji bahasa Cina (yang memang merupakan sembernya) bersama-sama dengan sistem silabogram yang dibentuk dari bagian-bagian huruf kanji tertentu. Pada umumnya, kata-kata invariabel dan akar dari kata-kata variabel diwakilkan dengan huruf kanji, dan afiksnya dinyatakan dengan tanda-tanda silabogram (yang disebut kana, nama pinjaman). Perkembangan serupa terjadi juga di Mesir Kuno, di beberapa bagian Timur Tengah, dan di Amerika Tengah. Tulisan Korea (Hangul), yang dianggap sebagai ciptaan Raja Seijong (1397-1450), mewakilkan silabelnya dengan cara menggabungkan tanda-tanda terpisah untuk konsonan awal, vokal, dan konsonan akhir menjadi sebuah bentuk persegi yang dari luar agak mirip huruf kanji Cina, walaupun pada dasamya sangat berbeda. Sistem-sistem alfabetis bisa sangat berbeda satu sama lain berkenaan dengan komposisi fonetis dari bentuk-bentuk yang diwakilinya, atau dengan kata lain, berkenaan dengan seberapa jauh sistem itu mewakili lafal yang sesunggubnya. Bahasa Inggris sangat terkenal sebagai bahasa yang mempunyaiejaan yang amat berbeda dari lafal; deretan bunyi yang sama bisa dieja dengan berbagai cara yang berlainan dan deretan huruf yang sama dapat mewakili beberapa deretan bunyi yang berbeda. Jika ejaan alfabetis itu ambigu secara fonetis, dan lafal kata-kata hanya dapat dikenal jika orang mengetahui ejaan kata-kata itu secara keseluruhan, fungsi kelompok huruf tersebut agak menyerupai fungsi tulisan Cina atau tulisan-tulisan lain. Bahasa-bahasa lain, misalnya bahasa Italia dan bahasa Indonesia, mempunyai ejaan yang lebih sepadan dengan lafal. Bahasa Perancis dan beberapa bahasa lainnya mempunyai posisi yang khas, dalam arti bahwa lafalnya biasanya (tidak selalu) dapat disimpulkan dari ejaannya. Akan tetapi, sistem ejaannya menggunakan banyak sekali “hurufbisu” atau varian- varain yang dieja secara berbeda-beda untuk deretan bunyi yang sama (donne, donnes, donnent Idan/; a lal; cas / kal, chat | al; the, nez, aller, quai, et, semuanya berakhir dengan / e/, dan sebagainya). Bahasa dengan ejaan yang berlainan dari lafal, misalnya bahasa Inggris, senantiasa mendapat banyak perhatian dari pembaharu ejaan. Namun, penyimpangan- penyimpangan dalam ejaan bahasa Inggris tidak selalu menyusahkan. Huruf -s sebagai penanda jamak dalam dogs (‘anjing-anjing’), cats (‘kucing-kucing’), dan horses (‘kuda- kuda’), hanya menggunakan satu tanda untuk satu elemen gramatikal, yang jelas merupakan suatu keuntungan, meskipun huruf -s tersebut memiliki tiga lafal yang berlainan, yaitu /-2/, /- s/, dan /-iz/ yang dalam ejaan yang lebih “akurat” dapat diwakilkan secara berbeda-bedadengan huruf yang berbeda-beda. Namun, dalam kurun waktu berabad-abad, ortografi untuk beberapa kata pasti tidak sesuai lagi dengan lafal, karena bentuk-bentuk lisan berubah sedangkan ejaan cenderung tetap sama, khususnya setelah ditemukannya alat cetak, meskipun di Norwegia dan Belanda, misalnya, telah dilakukan pembaharuan ejaan resmi. Dalam bahasa Inggris, kata fine (‘bagus’), line (‘garis’), dan mine (‘tambang’), dan beberapa kata lain pernah dilafalkan dengan deretan bunyi akhir yang lebih mirip dengan deretan bunyi akhir dalam kata machine, karena kata-Kata tadi dipinjam dari bahasa Perancis (dalam bahasa Perancis, vokal /i:/ tetap 43 bertahan: fine /fi:n/, ligne /liznl, mine /mi:n/. Namun, dalam bahasa Inggris, /-i:n/ kemudian berubah menjadi /-ain/ (bagian dari “Pergeseran Besar dalam Vokal “), sehingga sekarang ejaan -ine mewakili lafal tersebut. Namun, perubahan itu telah berakhir pada saat kata machine dari bahasa Perancis mulai diperkenalkan ke dalam bahasa Inggris. Dalam proses perkembangan yang lazim dari sebuah bahasa, terciptanya ketidakselarasan antara ortografi dan lafal tidak dapat dielakkan, kecuali apabila ejaan kata-kata itu senantiasa disesuaikan dengan perubahan lafal. B. TRANSKRIPSI SAKSAMA DAN TRANSKRIPSI KASAR: FONETIK DAN FONOLOGI Selama abad ke-19 dan sesudahnya, ketika fonetik maju dengan pesat sebagai kajian ilmiah dan analisis yang akurat tentang bunyi-bunyi bahasa yang dipakai dalam bahasa, ketidakmemadaian orografi dalam mewakili lafal menjadi semakin nyata dan bertambah menyusahkan, dan ketidakmemadaian ini tidak dapat diatasi dengan pembaruan ejaan mana pun. Ada dua alasan mengapa semua ortografi tidak sempurna dalam mewakili bunyi-bunyi lisan ujaran, meskipun semua ortografi biasanya tidak memadai dalam menandai berbagai bentuk dengan ujara-ujaran yang diucapkan sendiri-sendiri. pada batas-batas tertentu, ejaan bahasa Inggris seperti ‘U, ‘d, ‘s(I'Uldo it, he'd be there, he’s all right) membantu menutupi kesenjangan ini, Namun, lafal yang lazim untuk kata the /ba/ atau /Di/ (yang berbeda dengan lafal /bi:/ yang berditi sendiri), varian-varian umum dari kara for /fe/ (yang berbeda dengan /fa:/ yang berdiri sendiri), sertato /te/ dan /tu/ (yang berbeda dengan /tu:/ yang berdiri sendiri), jarang dinyatakan sama sekali. Yang lebih parah lagi, jika kata-kata tersebut ditulis fer dan ter, dan sebagainya, tulisan ini dianggap mencerminkan bahasa yang Kurang terpelajar, padahal ejaan tersebut merupakan bagain yang lazim dan sebetulnya penting untuk dialek atau gaya mana pun dalam bahasa Inggris. Kedua, ciri-ciri bunyi seperti tekanan dan tinggi nada, yang disinggung dalam bab sebelumnya, sering tidak diwakilkan sama sekali, padahal ciri-ciri tersebut juga merupakan bagian dari kalimat yang diucapkan dan merupakan unsur penting bagi lafal yang benar. International Phonetic Alphabet (Alfabet Fonetik Internasional) diciptakan dan senantiasa diperbarui untuk memberikan sarana yang tepat dan universal (berlaku bagi semua bahasa) dalam menuliskan bentuk-bentuk lisan ujaran sebagaimana bentuk-bentuk tersebut diucapkan tanpa mengacu kepada representasi ortografisnya, status gramatikalnya, atau maknanya, Ini merupakan bagian penting dari analisi fonetis dan dari kajian fonetis tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Namun, transkripsi saksama yang menjadi semakin akurat dan yang dihasilkan dengan cara ini membuat orang menyadari bahwa pada hakikatnya transkripsi demikian tidak memadai sebagai sarana lisan dalam bahasa tertentu untuk tujuan membaca. Orang segera sadar bahwa traskripsi saksama yang sepenuhnya akurat merupakan dambaan yang tidak terjangkau walupun dapat diancangi, sebab orang tidak dapat beranggapan bahwa dua ucapan dengan “bunyi yang sama”, yaitu ucapan yang sengaja diulang, sebetulnya dapat terbukti persis sama, dan sebagaimana halnya antaradua penutur, mereka tidak bisa mengucapkan sebuah ujaran dengan persis sama. Lagi pula, transkripsi demikian terlalu sulit untuk selalu hanya berfungsi sebagai representasi dari apa 44 yang dilafalkan; transkripsi saksama melambangkan secara rinci setiap segmen bunyi dan ciri bunyi yang berderetan. Akhimya didapati bahwa untuk setiap bahasa dapat diciptakan sestem traskripsi yang menggunakan jauh lebih sedikit lambang dan tanda diakritik (tanda yang terdapat di bagian bawah bagan IPA) untuk mewakili bentuk-bentuk yang dilafalkan. Sistem transkripsi demikian dekenal sebagai transkripsi kasar, dan tentu saja ada jumlah minimal lambang- lambang yang berbeda untuk menyatakan lafal secara tidak ambigu; ini tidak sama dengan jumlah tak terbatas untuk secara terpisah melambangkan setiap perbedaan bunyi yang ada. Perlu betul-betul dimengerti bahwa lambang grafis yang sama nisa juga mempunyai nil: nilai fonetis yang berbeda apabila lambang grafis itu ditulis sebagai bagian dari transkriy kasar (di antara kurung miring //) dan apabila digunakan dalam transkripsi saksama antara kurung siku []), apabila muncul pada bagan IPA. Sebagai akibat dari pembedaan kedua jenis transkripsi ini, kita dihadapkan kepada dua kenyataan, Pertama, banyak perbedaan di antara bunyi-bunyi dalam sebuah bahasa ditentukan oleh lingkungan fonetis setiap bunyi, yaitu bunyi-bunyi lain, atau lebih tepatnya artikulasi, yang berdekatan denganya dalam ujaran itu, dan sebab itu perbedaan-perbedaan tadi tidak memerlukan Iambang tersendiri dalam transkripsi yang diciptakan untuk bahasa yang bersangkuran. Kedua, penentuan oleh bunyi-bunyi berdekatan ini berbeda-bedauntuk tiap bahasa. Akibatnya, walupun transkripsi saksama dapat diterapkan pada materi dari bahasa mana saja, atau sebetulnya pada serangkaian bunyi bahasa yang khusus dibuat untuk tujuan itu dan bukan merupakan bunyi bahasa yang khusus dibuat untuk tujuan itu dan bukan merupakan bunyi dari bahasa mana pun, seperti yang dipakai dalam latihan fonetis untuk lafal dan rekognisi (latihan mendengarkan), transkripsi kasar harus dibuat khusus untuk setiap bahasa, dan sering untuk dialekm yang sedang dianalisis. Kajian tentang komposisi fonetis ujaran berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas menyadarkan kita bahwa bahasa-bahasa yang berbeda menilih secara berbeda-beda kemungkinanartikulatoris saluran suara manusia dan bahwa bahasa-bahasatersebut mengatur pemilihan-pemilihan ini dengan cara yang berbeda-beda menjadi sistem yang mengontraskan bunyi-bunyi dan kemungkinan kombinasi dalam ujaran. Akibatnya, dalam linguistik dikenal dua cara yang terpisah untuk mengkaji bunyi bahasa: fonetik, yaitu kajian dan analisi sehubungan dengan artikulasi, transmisi, dan persepsi bunyi-bunyi tersebut; dan fonologi, yaitu kajian dan analisis tentan pemanfaatan pelbagai macam bunyi bahasa oleh bahasa- bahasa dan pemanfaatan sistem-sistemuntuk mengontraskan ciri-ciri bunyi (sistem fonologis) yang terdapat dalam bahasa-bahasa tersebut. Fonetik dan fonologi mempelajari pokok masalah atau aspek yang sama dalam bahasa, yaitu bunyi bahasa sebagai hasil artikulasi yang dapat didengar, tetapi keduanya mengadakan pendekatan dari sudut pandang yang berlainan. Fonetik itu umum (yaitu mempelajari bunyi bahasa tanpa mengacu kepada fungsi bunyi bahasa itudalam bahasa tertentu), deskriptif, dan dapat diklasifikasikan. Sedangkan fonologi itu khusus (menyangkut sebuah atau beberapa bahasa tertentu) dan fungsional. Uraian-uraian umum tentang fonologi dan teori fonologi, seperti yang akan disajikan secara garis besar dalam bab ini dan dibahas secara rinci dalam 45 buku-buku khusus mengenai fonologis berbagai bahasa, mempelajari analisis sistem-sistem demikian, dan mempelajari kemungkinan-kemungkinan fonologis dalam bahasa. Fonologi senantiasa memfokuskan sebuah bahasa sebagai sebuah sistem komunikasi dalam teori dan prosedur analisisnya. Dari ringkasan tentang fonologi ini akan tampak bahwa ruang lingkup fonologi jauh melampaui masalah transkripsi kasar yang dapat digunakan. Akan tetapi, transkripsi kasar yang dapat digunakan. Akan tetapi, transkripsi kasar, sebagai lawan dari transkripsi saksama yang sepenuhnya fonetis, mensyaratkan suatu analisis fonologis, sebagaimana yang disyaratkan alfabet yang memadai, meskipun analisis tersebut implisit dan tidak diwujudkan. Dan, kenyataannya, meskipun analisis fonologis dan prosedur analisis fonologis sebagian besar ditentukan oleh persyaratan transkripsi. Hal ini perlu diingat dalam memahami dan mengevaluasi pendekatan-pendekatan pada fonologi oleh linguis yang berbeda-beda. C. TEORI FONEM 1. Prinsip Fonemis, Fonemik Teori fonologi yang berkembang selama bertahun-tahun sebagi usaha untuk menemukan transkripsi kasar yang memadai dan efisien berkisar pada konsep fonem. Dan, dewasa ini pun kebanyakan linguis mendasarkan analisis fonologis mereka pada teori fonemdan mendapatkan prinsip-prinsip fonologi mereka dari teori fonem pula. Selama perkembangannya, teori fonem tersebut memperolch sejumlah bentuk yang agak berlainan, dan beberapa di antaranya telah dikembangkan secara berlebihan oleh beberapa linguis. Ada banyak sckali tulisan tentang kontroversi-kontroversi di dalam dan tentang teori fonem yang sebetulnyatidak perlu dan tidak menguntungkan untuk dibahas dalam uraian pengantar ini. Inti dari teori fonemdan metode-metode analitis yang didasarkan atas teori tersebut dapat disajikan secara garis besar dengan relatif sederhana saja Setiap orang yang mempelajari linguistik harus menguasai intisari ini, agar ia bisa mengerti dan mengevaluasi secara memadai berbagai variasi analisis fonologis yang sekarang dipakai atau sedang berkembang. Sehubungan dengan teori fonem dan dengan memakai analisis fonemis, kita dapat memperlihatkan bahwa bahasa mengatur pemilihan perbedaan-perbedaan bunyi yang ada dalam bahasa manusia menjadi sejumlah terbatas satuan-satuan distingtif yang berulang- ulang dipakai. Satuan-satuan ini desebut fonem, dan jumlahnya dalam bahasa apa sajarelatif kecil, jika dibandingkan dengan sejumlah besar dan tak terbatas bunyi-bunyi yang berbeda- beda antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain dan tergantung pada cara linguis menganalisis datanya, Namun, diperkirakan bahwa jumlah maksimumnya sekitar lima puluh, sedangkan jumlah minimumnya sekitar lima belas. Jumlah yang paling sering muncul minimumnya sekitar lima belas. Jumlah yang paling sering muncul berkisar sekitar tiga puluh buah. Di samping itu, sistem fonemis yang sama berlaku bagi sejumlah besar penutur bahasa atau dialek yang sama, meskipun terdapat perbedaan antara wicara orang yang satu dengan orang yang lain. Analisis fonemis dan teori yang mendasarinya pertama-tama dikembangkan sehubungan dengan elemen konsonan dan vokal segmental bahasa-bahasa, dan prinsip- prinsip dasar dapat pula dijelaskan menurut konsep konsonan dan vokal tersebut. 46 2. Fonem Segmental ‘Yang secara linguistis penting dalam sebuah segmen bunyi atau ciri bunyi dalam sebuah ujaran atau dalam pecahan apa saja dari sebuah ujaran ialah bahwa sifat tersebut harus distingtif atau dapat dibedakan. De Saussure sebetulnya bertindak terlalu jauh dengan mengatakan bahwa perbedaanlah yang penting dalam bahasa, sedangkan cara-cara untuk mempertahankan perbedaan-perbedaan tersebut tidaklah relevan. Agar dapat berbeda secara distingtif, dua buah bunyi harus dapat muncul dalam posisi yang sama dan dalam lingkungan yang sama sejauh menyangkut satuan-satuan bunyi distingtif yang lain. Sehubungan dengan itu, dalam bahasa Inggris /p/ dan /b/ masing-masing dapat muncul dalam lingkungan /zen/, yaitu /peen/ pan ‘panci’, dan /bzen/ been ‘melarang’, Apabila dua bunyi yang secara fonetis berbeda terbatas pada lingkungan yang berlainan sehubungan dengan bunyi-bunyi lain, perbedaan kedua bunyi tadi dijelaskan dan dimbangi oleh lingkungan atau distribusi bunyi- bunyi tersebut, dan dalam hal ini perbedaan itu tidak mempunyai tujuan distingtif (ini tidak sama dengan mengatakan bahwa perbedaan bunyi-bunyi tersebut secara fonologis tidak relevan). Oleh karena itu, dalam transkripsi kasar, kedua bunyi tadi tidak perlu diwakilkan dengan lebih dari satu lambang, karena bunyi yang berbeda dalam masing-masing kasus akan dinyatakan dengan jelas oleh kehadiran lambang-lambang lain bagi siapassaja yang mengetahui sistem fonologis bahasa yang bersangkutan. Pengertian tentang kedingtifan (keberbedan) fonemis dan perbedaan fonetis dapat dilihat dalamcontoh bahasa Inggris berikut, Fonem/p/,/t/, dan /k/ dalam bahasa Inggris, apabila berada pada posisi awal, dilafalkan dengan aspirasi ([p"], [],{k")), seperti dalam kata ten /ten/ ({t'en)). ‘Akan tetapi, bila segera mengikuti /s/ awal dalam suatu gugus konsonan, konsonan-konsonan tersebut tidak mendapat aspirasi, seperti dalam steam /sti:m/ ({sti:m]). Perbedaan demikian tidak selalu diperhatikan oleh penutur dan latihan fonetik, perbedaan demikian tidak selalu diperhatikan oleh penutur asli bahasa Inggris baku, tetapi dengan sedikit perhatian dan latihan fonetik, perbedaan-perbedaan ini akan segera menjadi jelas. Oleh karena [t"] yang beraspirasi dan [t] yang tidak beraspirasi tidak bisa saling menggantikan dalam lingkungan yang sama dalam bahasa Inggris, keduanya tidak dapt mengontraskan atau membnedakan satu ujaran dari ujaran yang lain, Oleh sebab itu, kedua bunyi tadi, yang berbeda secara fonetis, dimasukkan ke dalam sebuah satuan yang distingtif secara fonologis, atau fonem, yang dilambangkan dengan Iv : implikasi fonetis fonem ini ditentukan oleh lingkungan fonologisnya dalam ujaran dan diwakilkan sesuai dengan cara fonem-fonem lain ditentukan. Sehubungan dengan itu, fonem Jv terdiri dari beberapa bunyi atau “anggota” yang berbeda secara fonetis dan secara logis dapat dianggap sebagai sebuah kelas. Begitu pula, fonem /p/ dan /k/ terdiri dari bunyi-bunyi yang berbeda yang menpunyai distribusi serupa dalam lingkungannya masing-masing (bandingkan {p] dan [p") dalam pan atau span serta (k*] dan [k] dalam can dan scan). Bunyi-bunyi dikelompokkan menjadi satu kelas atau fonem jika kita dapat membuktikan bahwa bunyi-bunyi itu sama secara fonetis (mengandung kesamaan, yang distingtif secara artikulatoris atau auditoris) dan berada dalam distribusi komplementer (tidak muncul dalam lingkungan yang sama sehingga tidak distingtif). Persyaratan kesamaan fonetis menyebabkan [t] dan [t'] serta [p] dan [p"] masing-masing termasuk fonem yang sama, yang berlawanan dengan pengelompokan yang non kontrastif [t} danfp*] serta [p] dan [¢]. 47 Persyaratan distribusi komplementer dilengkapi oleh persyaratan variasi bebas. Apabila dua bunyi yang berbeda secara fonetis bisa muncul dalam lingkungan yang sama tetapi selalu dapat saling menggantikan dalam segala macam ujaran, kedua bunyi itu sama-sama nondistingtif dan dikelompokkan ke dalam kelas atau fonem yang sama. Oleh sebab lafal kedua varian itu tidak penting, transkripsi kasar hanya perlu mewakilkan fonem tersebut dengan satu lambang saja. Contohnya ialah bunyi akhit /p//t/, dan /k/ dalam ujaran bahasa Inggris. Konsonan-konsonan ini dapat diletupkan (hembusan udara terdengar) atau dilepaskan tanpa suara (tekanan udara di luar berhenti selama terjadinya hambatan). Pada posisi akhir suatu ujaran, varian mana pun dari konsonan hambat tersebut dapat muncul tanpa beberapa bahasa. Dalam bahasa Thai (Siam) dan Vietnam, konsonan hambat tak bersuara pada posi: akhir tidak pernah dilepaskan dengan hembusan udara terdengar dan dalam posisi ini tidak terdapat variasi bebas seperti dalam bahasa Inggris. Semua bunyi segmental yang dipakai dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan ke dalam fonem yang jumlahnya terbatas, dan sebaliknya, semua fonem konsonan dan vokal meliputi segala bunyi konsonan dan vokal yang ada. Semua kontras konsonan dan vokal di antara bentuk-bentuk yang berbeda dalam sebuah bahasa dapat dikaitkan dengan salah satu fonem komponennya. Jadi, dalam bahasa Inggris, man /meen/, yang mengandung tiga fonem, dapat dikontraskan pada tiga tempat dengan menggantikan satu demi satu satuan bunyi yang berbeda secara distingtif : man, pan (/pan/); man, men,(/men/); man, mad(/med/). Usaha untuk menetapkan fonem-fonem suatu bahasa akan dipermudah bila kita dapat menemukan “pasangan minimal”, atau pasangan kata yang mempunyai perbedaan satu fonem saja seperti dalam contoh-contoh di atas. Namun, pasangan minimal tidaklah penting untuk membuat analisis atau membuktikan analisis tersebut. Inti dari kedistingtifan fonemis terletak pada perbedaan fonetis antara dua bunyi atau lebih yang tidak merupakan variasi bebas dan yang juga tidak sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan bunyi-bunyi tersebut. Fonem didefinisikan sebagai “suatu kelasi yang terdiri dari bunyi-bunyi yang sama secara fonetis, yang berkontras dengan tidak saling mencakup semua kelas serupa dalam bahasa yang bersangkutan”. Ditinjau dari sudut pandang yang agak berbeda, fonem sering didefinisikan sebagai satuan fonologis terkecil yang distingtif atau kontrastif dalam suatu bahasa. Hanya karena fonem-fonem yang berbeda itu distingtif dan bunyi-bunyi yang berbeda di dalam sebuah fonem itu nondistingtif, penutur asli dalam proses menguasai bahasa ibunya secara tidak sadar belajar memperhatikan fonem dan mengabaikan bunyi-bunyi dalam fonem. Sehubungan dengan itu, beberapa linguis mengemukakan bahwa fonem adalah suatu elemen yang nyata secara psikologis. Analisis fonemis terdiri dari usaha untuk membagi-bagi sejumlah taka terbatas bunyi- bunyi yang muncul dalam ujaran-ujaran sebuah bahasa menjadi seperangkat fonem yang tertentu dan terbatas yang berkontras dalam sekurang-kurangnya beberapa lingkungan. Dan, transkripsi fonemis atau transkripsi kasar yang paling sederhana menggunakan satu huruf atau satu lambang untuk setiap fonem. Jelas, meskipun ada jumlah minimal lambang- lambang yang diperlukan untuk transkripsi kasar, transkripsi dengan berbagai tingkat kesaksamaan dapat dilakukan dengan menggunakan lebih banyak atau lebih sedikit tanda- tanda terpisah untuk menyatakan perbedaan fonetis yang sebenarnya di antara anggota- angota varian fonem. 48 Anggota fonem sering disebut fon atau alofon. Biasanya lambang fon ditulis di antara tanda kurung siku, sekangkan lambang fonem atau lambang transkripsi kasar ditulis di antara tanda kurung miring. Jadi, dalam bahasa Inggris, [¢] dan (t'] merupakan alofon-alofon dari fonem /t/. Di samping kriteria kesamaan fonetis, yang biasanya dipertahankan dalam analisis fonemis bahasa-bahasa, cara bunyi-bunyi terdistribusi dan berkontras satu samalain sangatlah berbeda dalam tiap bahasa . Kadar perbedaan fonetis yang diperlukan untuk mempertahankan perbedaan ditentukan oleh sistem bahasa yang bersangkutan, dan bukan semata-mata oleh hakikat fonetis bunyi-bunyi itu sendiri, andaikata ada perbedaan yang jelas. (t] dan [t"], yang tidak kontrastif dalam bahasa Inggris, adalah kontrastif, dan sebab itu termasuk dua fonem yang berlainan, dalam berbagai ragam bahasa Cina dan dalam sejumlah bahasa di India. Dalam bahasa Mandarin, /tan/ dan /t°an/ merupakan dua kata yang berbeda, meskipun dalam hal-hal lain keduanya sama, termasuk jangkauan nadanya dan, dalam bahasa Hindi /t/ dan / t'Y berkontras dalam pasangan distingtif /sat/ ‘tujuh’ dan /sat'/ ‘dengan’. Dalam bahasa Inggris, contoh-contoh lain dari perbedaan alofonis dan pengelompokan fonemis adalah: [i] A/ “elas” (clear) dan /V “kabur” (dark) (yang masing-masing dilafalkan dengan depan lidah dinaikkan menuju langit-langit keras dan belakang lidah dinaikkan menuju langit- langit lunak) pada posisi pravokalis dan postvokalis, seperti dalam Lil /liV/, atau dalam lip Nip! yang dikontraskan dengan pill /pil/. Dalam beberapa dialek Polski, perbedaan ini bersifat fonemis: /V “elas” dan “kabur” dapat muncul dalam lingkungan fonologis yang sama dan karena itu kontrastif. [ii] Dalam banyak ragam bahasa Inggris baku, /r/ frikatif dan /r/ sentuhan (flapped) berada dalam variasi bebas pada posisi antar vokal dalam kata seperti very /’ veri/, merry/meri/ dan marry /meeti/, [r] frikatif alveolar atau [1] sentuhan alveolar dapat depertukarkan; itu diperlakukan sebagai anggota-anggota dari fonem /t/ yang sama, yaitu dalam variasi bebas dalam lingkungan ini. [iii] Banyak orang melafalkan vokal / e / dengan tiga kualitas yang agak berbeda: vokal tengah yang lebih rendah pada posisi akhir ujaran, seperti dalam kata china //tfaina/ dan colour /kala/; posisi non-akhir yang berdampingan dengan /k/ atau /g/, seperti dalam again fagein/; dan vokal yang kira-kira berada di antara kedua vokal tersebut di atas dalam lingkungan yang lain, seperti dalam kata 2/ong/aloy/, salad /selad/. Pada umumnya, semua vokal dalam bahasa Inggris dilafalkan dengan rentang waktu (duration) yang agak pendek scbelum konsonan akhir tak bersuara dibandingkan sebelum konsonan akhir bersuara, tanpa mengaburkan jangka (length) yang relatif lebih besar yang dimiliki vokal-vokal panjang (misalnya, hit /hit, hid /hid/, dan heat/hi:t/, heed /hi:d/. Banyaknya perbedaan alofonis di antara anggota-anggota fonem dalam bahasa bisa dijelaskan demikian: wicara merupakan proses yang sinambung dan segmen-segmen yang ‘merupakan dasar dari fonem konsonan dan vokal hampir secara superfisial diabstrakkan dari anus ujaran. Dengan sendirinya, posisi alat-alatucap dalam sebuah segmen akan mempengaruhi 49 artikulasi segmen berikutnya, seperti juga gerakan ke arah posisi segmen berikutnya; sebetulnya varian alofonis yang berdekatan dengan sebuah segmen acap kali memudahkan kita mengenal kualitas distingtif segmen tersebut. Dan, walaupun dalam analisis fonemis, ciri-ciri yang ditetapkan berdasarkan lingkungan itu nondistingtif, ciri-ciri yang ditetapkan berdasarkan lingkungan itu nondistingtif, ciri-ciri tersebut tidak bisa ditolak sebagai ciri-ciri yang tidak relevan secara fonologis atau diabaikan dalam pembelajaran bahasa. Dalam bahasa Inggris, penentuan berdasarkan lingkungan untuk perbedaan alofonis ini jelas tampak dari berbagai ragam fonem /k/dan /g/ yang tergantung pada sifat vokal berikutnya, atau vokal yang mendahuluinya apabila fonem-fonem tersebut terdapat pada posisi akhir. Posisi yang sedikit berbeda untuk kontak antara belakang lidah dan langit-langit lunak dapat diamati untuk setiap fonem vokal yang berdekatan dengan fonem /k/ dan /g/ tersebut di atas, tetapi tiga ragam berikut ini merupakan contoh terbaik dari variasi ini: untuk fix/ dipakai tempat kontak yang paling depan, seperti dalam keep /ki:p/ dan peak /pi:k/; untuk /a/ dipakai tempat kontak belakang, seperti dalam coop /ku:p/ dan flook /flu:k/. Perbedaan- perbedaan ini akan tampak jelas jika bersiap-siap untuk mengucapkan kata keep tetapi dari tempat hambatan ini yang diucapkan adalah coop, atau sebaliknya, sehingga lafal yang dihasilkan jelas janggal. Kita telah melihat bahwa sejauh ini istilah kontras dan distingtif digunakan untuk mendeskripsikan fonem dan analisis fonem, dan dalam bab sebelumnya, tanpa uraian lebih lanjut. Banyak linguistis siap menerima istilah tersebut sebagai istilah primitif, yaitu tidak memerlukan definisi lebih lanjut di dalam linguistik. Namun, ada juga linguis-linguis yang berusaha mendefinisikan istilah-istilah tersebut. Pada umumnya, kedistingtifan atau kontras di antara fonem-fonem dianggap sebagai kemampuan fonem-fonem tersebut untuk membedakan satu fonem dari fonem lainnya. Jadi, dalam bahasa Inggris, /p/ dan /b/ itu distingtif karena kata-kata seperti pan /peen/ dan ban /been/, adalah kata yang berbedadengan makna-makna yang berbeda pula. Frase kemampuan membedakan itu penting dalam konteks ini, karena beberapa pasang fonem, yang biasanya membedakan bentuk-bentuk dengan mekna-makna yang berbeda, dapat dipertukarkan dalam beberapa kata. Jadi, difficult dapat dilafalkan dengan /i/ atau /e/(/difikelt/ atau /*difekelt/, dan economic dapat dilafalkan / ikenomik/ atau /ekonamik/. Akan tetapi, dalam contoh-contoh lain /I/ dan /o/ serta /i:/ dan / e/ itu distingtif (misalnya, city /’siti/; eel /i:/, eel / I/. Penjelasan alternatif untuk istilah distingtif atau kontras dilakukan sehubungan dengan “tes pasangan”, yang mengemukakan_ bahwa seorang penutur asli dapat secara konsisten membedakan anggota-anggota pasangan ujaran yang hanya berbeda dalam salah satu fonemnya, tetapi dia tidak sanggup membedakan bila anggota-anggota itu hanya berbeda dalam salah satu dari dua alofon yang berada dalam variasi bebas dalam posisi tertentu. Nanti kita akan lihat bahwa kedua uraian tentang istilah- istilah di atas menyangkut kompetensi seorang penutur asli yaitu kesadarannya akan cara kerja bahasanya, dan satuan-satuan mana yang secara fungsional distingtif untuk memungkinkan perbendaharaan leksikal yang memadai. Ada banyak pembahasan tentang dasar teoretis dan persyaratan penting untuk analisis fonemis, tetapi uraian di atas kiranya dapat dianggap cukup dalam pengantar linguistik. 3. Analisis fonemis untuk Jangka dan Tekanan Perbedaan antara vokal panjang dan vokal pendek telah dikemukan dalam bab sebelumnya. ‘Tidak semua bahasa menggunakan perbedaan semacam ini (yang sering disebut kuantitas) sebagai ciri yang distingtif secara fonemis. Tentu saja jangka (length) setiap segmen artikulatoris selalu dapat divariasikan, tetapi dalam beberapa bahasa, pembedaan jangka ini merupakan masalah gaya atau bahkan masalah variasi acak, dan tidak distingtif dalam sistem fonologis. Struktur fonemis dari vokal-vokal yang panjang secara distingtif dalam bahasa Inggris telah dianalisis secara berbeda-beda. Ada manfaatnya kita membanding-bandingkan beberapa dari analisis ini sebagai ilustrasi tentang bagaimana analisis-analisis yang berbeda dan yang sama-sama absah untuk materi yang sama dapat menghasilkan sistem fonemis yang berbeda dan jumlah fonem yang berbeda pula. Ini semata-mata merupakan ilustrasi tentang situasi umum yang terjadi dalam analisis deskriptif bahasa-bahasa, yakni bahwa pada tingkat mana pun, kumpulan data yang sama dapat dianalisis secara berbeda-beda tergantung pada kriteria yang dipakai dan pada bobot yang deberikan pada analisis tersebut. Setiap analisis dapat dibenarkan menurut persyaratan yang dipakai dalam analisis itu, walupun kadang- kadang analisis yang satu lebih disukai daripada analisis yang lain, atau lebih disukai untuk tujuan tertentu (misalnya untuk menyoroti ciri-ciri khusus suatu bahasa). Sering kali sukar untuk memilih di antara analisis-analisis tersebut karena masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala-gejala yang terlibat. Salah satu analisis vokal panjang dalam bahasa Inggris Britania sekadar memperlakukan dan mentranskripsi vokal-vokal tersebut sebagai fonem-fonem vokal yang berbeda, dan perbedaan jangka hanya digunakan sebagai salah satu ciri yang membedakan vokal-vokal tersebut dari vokal-vokal lainnya. Uraian ini didukung oleh penggunaan lambang-lambang Khusus dan tanpa tanda jangka (misalnya, /U/ = /1:/, [U, = /U, ful = hw:/, fol = bul, fal = /a:/, fol =/a/,/3/=/3:1,/e/=/el. /N =/a:/). Analisis lain memperlakukan vokal panjang sebagai deretan dua vokal pendek yang sama, dan perbedaan kualitas dijelaskan sebagai perbedaan yang ditentukan secara alofonis oleh lingkungan kedua vokal yang bersangkutan (vokal pertama dari setiap pasangan merupakan bagian dari lingkungan vokal kedua, dan sebaliknya /i:/ =/ ii/, dan seterusnya). Analisis yang ketiga memperlakukan jangka sebagai ciri yang mempunyai status fonemis tersendiri sebagai fonem jangka, yang dilambangkan dengan /:/, sehingga /i/ dan / i/ mewakili fonem /i/, masing-masing dengan dan tanpa jangka. Setiap analisis tersebut adalah absah, dan dapat dibandingkan satu sama lain sesuai dengan basil-hasil yang dicapai. Analisis pertama menggunakan lebih banyak fonem dan katena itu memakai lebih banyak lambang transkripsi dibandingkan dengan analisis kedua dan ketiga, dan mengaburkan hubungan fonetis yang pasti antara beberapa pasangan vokal dalam bahasa Inggris. Akan tetapi, analisis pertama ini sangat bermanfaat untuk menekankan bahwa perbedaan kualitas, dan bukan hanya perbedaan rentang waktu relatif, membantu membedakan vokal panjang dan vokal pendek dalam bahasa Inggris. Analisis kedua memakai lebih sedikit fonem, tetapi mungkin mengaburkan perbedaan kualitataif antara anggota-anggota pasangan vokal panjang dan pendek. Analisis ketiga yang juga hampir sama ekonomisnya dalam khazanah fonemis 51 menandai korelasi jangka tanpa memberikan kesan bahwa vokal panjang sama dengan vokal pendek, yang secara fonetis memang tidak; dan pada umumnya sistem ini paling banyak dipakai sebagai analisis fonemis untuk vokal-vokal bahasa Inggris Britania dan sebagai dasar untuk transkripsi kasar (fonemis) bahasa tersebut. Seperti dalam beberapa bahasa lain, dalam bahasa Inggris, artikulasi vokal dan konsonan serta jangka vokal bukan merupakan satu-satunya perbedaan fonetis yang dipakai untuk menghasilkan bentuk-bentuk yang berbeda secara leksikal. Tekanan dalam pengertian kedua seperti yang disebutkan sebelumnya, atau kekuatan artikulasi penting dari pelafalan yang benar kata-kata dalam bahasa Inggris yang mengandung lebih dari dua vokal atau deretan konsonan-vokal, dan posisinya tidak dapat diramalkan atau dijelaskan dengan mengacu kepada faktor-faktor fonetis lain. Oleh karena itu, perbedaan tekanan harus dimasukkan ke dalam khazanah sistem fonologis bahasa Inggris. Dan, seperti tampak sebelumnya, dalam beberapapasangan kata, perbedaan penempatan tekanan itu sendiri saja dapat mengakibatkan perbedaan bentuk-bentuk leksikal. Linguis berbeda pendapat tentang jumlah tingkatan distingtif dari tekanan yang diperlukan untuk menganalisis jumlah tak terbatas dari tingkatan yang benar-benar berbeda dalam tekanan fonetis. Jones dan Gimson menggunakan satu tingkatan tekanan (jarang dua) yang berkontras dengan ketidakhadiran tekanan (tentu saja tidak adanya kekuatan sama sekali dalam sebuah bunyi adalah mustahil; segmen-segmen yang secara fonologis tidak mendapat tekanan diucapkan dengan berbagai tingkatan tekanan fonetis yang secara kontrastif selalu lebih leah daripada tekanan fonetis pada segmen- segmen yang mendapat tekanan). Kebanyakan linguis menganggap fungsi tekanan seperti dalam bahasa Inggris membuktikan status fonem untuk tingkatan-tingkatan distingtif yang diakui. Beberapa linguis Amerika menetapkan tiga tingkatan tekanan di samping ketidakhadiran tekanan sebagai empatelemen yang distingtif secara fonemis, yang dilambangkan dengan/’/,/’/,/’/,dan/"/(atau tanpa tanda sama sekali), dan yang dicontoh kan dalam kata majemuk elevator-operator Jeliveita-opareita/.Gejala fonetis tekanan antara bahasa Inggris Britanis dan bahasa Inggris Amerika sangat mirip. Dan, perbedaan jumlah tingkatan tekanan yang sangat distingtif sangat tergantung pada dasar teoretis yang dipakai dalam analisis. Selain tingkatan-tingkatan fonemis pada tekanan yang ditemukan dalam beberapa bahasa, semua bahasa memakai tekanan Kontrastif atau tekanan penegas yang ekstra kelas yang dilambangkan dengan /’/, pada kata tertentu atau bagaian kata tertentu, seperti dalam That's mine (not yours) /Sats main/.’Itu kepunyaanku (bukan kepunyaanmu)’. Penggunaan tekanan ini, seperti yang diuraikan dalam bagian sebelumnya, agak istimewa dalam arti bahwa tekanan itu mencakup bukan saja kontras dengan lafal biasa yang tidak menegaskan tetapi juga kemungkinan skala kelantangan-ekstra yang tak terbatas tingkatannya (di dalam batas-batas kemungkinan artikulatoris) yang berkorelasi dengan skala penegas atau semacamnya yang tingkatannya juga tak terbatas, yang dimaksud dan dimengerti. Oleh sebab itu, beberapa linguis tidak mengakui tekanan sebagai fonem. Tentu saja, dampak yang hampir sama dapat dicapai dalam bahasa yang menggunakan kontras tekanan dalam diksi biasa, yaitu dengan cara menempatkan tekanan penuh pada kata atau bagian kata yang lain 52 yang biasanya mendapat tekanan tersebut (misalnya : uncommon /an’kaman/, tetapi uncom- mon (not common) /ankamon/). Fonem tekanan dan jangka, apabila diabstrakkan sebagai fonem, sering dikelompokkan di dalam fonem suprasegmental, untuk membedakannya dari fonem konsonan dan vokal yang segmental. Hal ini disebabkan fonem suprasegmental kurang berkaitan dengan segmen- segmen fonetis, dan lebih banyak berkaitan dengan ciri-ciri fonetis yang seiring dengan dan ‘merupakan ciri seluruh segmen atau deretan segmen-segmen yang berdampingan. 4, Silabel Kata adalah istilah yang terutama penting secara gramatikal, meskipun dalam banyak bahasa istilah itu juga dibatasi secara fonologis. Istilah utama yang sepenuhnya fonologis untuk sekelompok konsonan dan vokal dengan status sebuah satuan adalah silabel (suku kata). Istilah ini, yang cukup dikenal dalam pemakaian umum, sejauh ini belum dipakai sebagai istilah teknis dalam teks utama buku ini. Sesungguhnya kata itu digunakan secara teknis setidak-tidaknya dengan dua cara: sebagai satuan fonetis dan sebagai satuan fonologis. Secara fonetis, istilah silabel sering dipakai untuk mengacu kepada sederetan bunyi bahasa yang memiliki sebuah maksimum atau puncak kenyaringan inheren (tidak termasuk faktor- faktor seperti tekanan dan tinggi nada suara) diantara dua minimum kenyaringan. Pada umumnya, vokal lebih nyaring daripada konsonan, dan konsonan malaran lebih nyaring daripada konsonan hambat. Meski pun tidak seluruhnya, sebagian besar kenyaringan berbeda-beda sesuai dengan kadar keterbukaan saluran suara, dan hal ini telah mendorong beberapallinguis untuk membatasi silabel fonetis berdasarkan ciri seperti kadar “penyempitan” atau hambatan dalam saluran udara selama terjadinyaartikulasi. Dalam setiap kasus, hasilnya sama, ‘Akan tetapi, istilah silabel lebih banyak dipakai dalam linguistik umum sebagai bagian dari tataran fonologis dalam analisis, dan silabel sebagai satuan untuk tiap bahasa ditetapkan secara terpisah. Menurat pemakaian ini, silabel mengacu kepada sejumlah deretan konsonan dan vokal, bersama dengan citi-ciri Lain seperti jangka dan tekanan, atau mengacu kepada sebuah konsonan atau sebuah vokal, yang dalam bahasa yang bersangkutan cocok dianggap sebagai sebuah kelompok satuan untuk analisis lebih lanjut. Berdasarkan kriteria yang mungkin mencakup faktor- faktor yang sepenuhnya fonetis, linguis menentukan deretan-deretan yang bisa dianggap sebagai silabel dalam bahasa yang sedang ia deskripsikan sewaktu ia membuat analisis fonologis yang lengkap dari bahasa itu. Dan, biasanya didapati bahwa ada banyak kesepadanan antara silabel yang ditetapkan berdasarkan kriteria yang sepenuhnya fonetis, yaitu penyempitan atau kenyaringan, dan silabel yang ditetapkan untuk tujuan deskripsi fonologis lebih lanjut. Sering silabel dapat didefinisikan secara fonologis sebagai satuan yang dapat mengandung sebuah tingkatan tekanan saja, seperti dalam bahasa Inggris, atau sebuah nada saja, seperti dalam banyak bahasa nada. Kata dapat dikelompokkan sebagai kata monosilabis, disilabis, trisilabis, dan seterusnya, sesuai dengan jumlah silabel dalam kata yang bersangkutan. Secara fonetis, sering sulit untuk menentukan sebuah konsonan antarvokal itu termasuk silabel yang 53 mana. Hal ini disebabkan minimum kenyaringan dan maksimum penyempitan dapat terjadi di tengah-tengah artikulasi konsonan tersebut. Konsonan demikian mungkin harus dideskripsikan secara fonetis sebagai konsonan ambisilabis, yaitu termasuk ke dalam kedua silabel tersebut. Namun, apabila diambil keputusan secara fonologis untuk memasukkan konsonan tersebut ke dalam silabel tertentu, pada umumnya konsonan tunggal antarvokal di dalam sebuah kata dimasukkan ke dalam vokal berikutnya (V-KV, bukan VK-V). Hal ini terutama dilakukan karena alasan distribusi, yaitu bahwa dalam semua bahasa, deretan VK sangat terbatas dan hanya berlaku untuk konsonan-konsonatertentu. Lagi pula, dalam bahasa yang memberi tanda pada tekanan, untuk kata yang mendapat tekanan bukan pada silabel awal, artikulasi bertekanan biasanya dimulai pada konsonan dalam deretan KV. Juga, ada kecenderungan untuk mencari kesamaan antara kemungkinan gugus konsonan awal yang mutlak dalam sebuah bahasa dan gugus konsonan yang dikaitkan dengan posisi awal silabel bahasa tersebut. Jadi, bahasa Inggris membolehkan gugus awal mutlak (dalam kata atau ujaran) /tr/ dan /kI/ (tree dan climb), tetapi tidak /Ik/ atau /dn/, yang antara lain merupakan salah satu alasan untuk membagi silabel dalam deretan seperti bulky dan badness menjadi / balki/ dan /badnas/. Untuk deretan konsonan antarvokal, kriteria fonetis, yaitu kenyaringan dan penyempitan, dapat dipakai untuk mengambil keputusan, Namun, kadang-kadang kita melihat bahwa tekanan dimulai pada konsonan yang secarainheren kurang nyaring dan karena itu pembagian silabel dilakukan sebelum konsonan tersebut. Jadi, dalam bahasa Inggris, untuk kata seperti astray dan mistake, tekanan sering dimulai pada /s/, dan meskipun deretan /st/ merupakan konsonan frikatif yang diikuti konsonan hambat, pembagian silabelnya adalah /a-strei/ dan /mi-steik/. Namun, dalam beberapa kata yang mengandung elemen mis-, yang kesatuan semantisnya tidak begitu erat, tekanan sering dimulai pada konsonan kedua, yang mengakibatkan pembagian silabel yang berlainan (misalnya mistime / mis’taim/). Kadang- kadang ciri-ciri fonetis yang merupakan sifat khas konsonan akhir bisa memasukkan Konsonan antaravokal ke dalam silabel sebelumnya, terutama dalam kata majemuk yang renggang hubungannya, seperti book-end /’buk-end/. Dan, dalam bahasa Inggris ini lazim antarbatas Kata, seperti dalam deretan berikut yang berkontras an aim dan a name / oneim/ dan/ oneim/ (dalam konteks ini, bandingkan pembagian silabel untuk kata robe-room/roub- mu:ny dan cobra /koubre/). Dalam hal ini, bahasa Inggris sangat berbeda dengan bahasa Perancis; dalam bahasa Perancis, konsonan akhir kata lisan biasanya dijadikan silabel bersama dengan vokal awal dari kata berikutnya yang tidak disertai jeda, biarpun ada batas kata (liaison), Beberapa kata dalam bahasa Inggris yang secara fonologis dikelompokkan sebagai kata monosilabis berdasarkan kriteria yang semata-mata fonetis dapat dianggap sebagai kata disilabis, misalnya strain /strein/, tetapi tekanannya selalu dimulai pada /s/. Dalam bahasa Inggris dan dalam kebanyakan bahasa, silabel fonologis (untukselanjutnya istilah silabel akan dipakai dalam pengertian ini kecuali bila dinyatakan lain) terdiri atas sebuah konsonan atau lebih dan sebuah vokal. Namum, sebuah vokal bisa merupakan sebuah silabel, seperti dalam kata ah /a:/, dan pembagian silabel dapat dilakukan di antara dua vokal seperti dalam kata seeing /si:in/, yang terdapat penutunan kenyaringan selama peralihan di 54 antara kedua vokal tersebut. Sebaliknya, sebuah silabel bisa tidak mengandung vokal, seperti bahnya dalam bahasa Inggris untuk silabel yang berakhir dengan /n/, /m/, dan /V, dalam kata- kata seperti cotton /katn/, bosom /ouzm/, dan apple /ep\/. Dalam kata-kata demikian, tidaklah mudah untuk menemukan kriterian yang pasti, baik pada tataran fonetis maupun pada tataran fonologis, untuk menentukan pembagian silabel. Beberapa kata yang mengandung lebih dari dua silabel berisi silabel semacam ini, misalnya coddling /kadlin/, yang berbeda dari codling /kadlin/, Dalam wicara yang cepat, silabel yang terdiri atas sebuah konsonan bisa ditemukan dalam ujaran seperti ‘s terrible, /s’teribl/, /s’tru:/ di sini, rentang waktu yang lebih panjang untuk bunyi (s], mulainya tekanan, dan [t] beraspirasi menetapkan /t/ sebagai konsonan awal dari silabel kedua. Dalam bahasa Jepang, /n/ yang muncul sesudah vokal, atau pada posisi awal, merupakan satu silabel, seperti dalam /san/ ‘tiga’; hal ini disebabkan bunyi tersebut mempunyai kemungkinan tinggi nadanya sendiri dan juga rentang waktunya yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan konsonan-konsonan nonsilabis. Analisis fonologis, yang berdasarkan identifikasi fonem-fonem yang akan disusun dalam suatu bahasa, harus memperhitungkan bukan saja dimensi paradigmatis, yaitu kontras, melainkan juga dimensi sintagmatis, yaitu deretan fonem yang diperbolehkan dalam bentuk- bentuk leksikal suatu bahasa. Secara fonologis, silabel sangat penting sebagai sebuah satuan yang di dalamnya dapat dinyatakan distribusi relatif atau kemungkingan relatif kemunculan deretan fonem dan ciri-ciri fonologis. Bahasa -bahasa sangat berbeda dalam hal struktur silabel dan tempat yang diduduki struktur silabel tersebut dalam kata. Meskipun KV merupakan struktur yang universal, si luar itu, setiap bahsa mempun yai kaidahnya sendiri- sendiri. Dalam beberapa bahasa, seperti bahasa Arab, semua silabel harus dimulai dengan konsonan. Bahasa lain, seperti bahasa Fij tidak membolehkan silabel yang berakhir dengan konsonan. Bahasa Italis tidak membolehkan silabel akhir kata yang berakhir dengan deretan KK, dan tidak banyak yang berakhir dengan sebuah konsonan dibandingkan beberapa bahasa lain. Bahasa Inggris dan Jerman membolehkan banyak sekali gugus konsonan, baik pada posisi awal maupun pada posisi akhir, seperti yang tampak dalam kata strengths /stregt®s/ kekuatan (jamak)’ dan sprichst /sprikhst/ kamu (tunggal) berbicara’ , yang sukar sekali diucapkan bagi penutur bahasa yang tidak mengenal gugus konsonan demikian. Sering gugus konsonan pada posisi awal silabel dan akhir silabel mempunyai persamaan, meskipun beberapa deretan bisa terdapat pada satu posisi tetapi tidak diperbolehkan pada posisi lain Dengan demikian, bahasa berbeda dalam hal memilih dari antara artikulasi-artikulasi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap, dan dalam hal mengatur posisi pengelompokkan silabel. Dan, kesukaran utama dalam belajar melafalkan bahasa asing ialah mengatasi kedua macam pembatasan ini yang sudah tertatan dalam diri seseorang selama ia belajar menguasai bahasa ibunya ketika masih kanak-kanak. Konon dikatakan bahwa hambatan terbesar dalam mempelajari suatu bahasa adalah sudah dikuasainya bahasa yang lain, Penguasaan bunyi- bunyi asing jelas menimbulkan kesulitan, namun belajar melafalkan bunyi-bunyi yang terdapat dalam bahasa asing tersebut hampir sama sulitnya. Dalam bahasa Inggris, /n/ terbatas pada posisi antarvokal dan postvokal (singer /sina/, sing /sin/). Seorang penutur bahasa Inggris perlu berlatih, memberi perhatian, dan berusaha melafalkan dan mengenali 55 dengan tepat kata-kata seperti /ngoma/ ‘drum’ dalam bahasa Swahili, /nantuk/ ‘ngantuk’ dalam bahasa Indonesia, dan /naran/ ‘nama’ dalam bahasa Sunda, sebagaimana ia harus bisa melafalkan dan mengenali (h] akhir silabel dalam kata ‘tengah’ dalam bahasa Indonesia, karena dalam bahasa Inggris bunyi tersebut hanya terbatas pada posisi awal dan antarvokal hand Ihand/, behind Mbihaind/). Aspek-aspek ini dalam fonologi sering disebut fonotakt Pertimbangan mengenai struktur silabel sering bisa membantu menentukan analisis terbaik untuk bunyi dan kelompok bunyi yang menentukan analisis terbaik untuk bunyi dasar kelompok bunyi yang secara fonetis ambigu. Ada pembahasan mengenai apakah /t / dalam bahasa Inggris, seperti dalam kata church /tfa:ty/, merupakan satu fonem konsonan, seperti /u, atau dua fonem konsonan, seperti /tr/ dan /ts/. Alasan untuk menganggap /ts/ sebagai deretan // dan /s/ adalah kesamaan fonetis antara /t/ dan /ts/ sera penghematan dalam khazanah fonem, karena bagaimana pun juga /t/ dan /s/ di perlukan sebagai fonem bahasa Inggris. Akan tetapi, alasan untuk menganggap /ts/ sebagai sebuah fonem afrikat, seperti biasanya, ialah kemunculan bunyi itu pada posisi akhir silabel, tidak seperti /tr/, dan pada posisi awal silabel, tidak seperti /ts/, kecuali dalam beberapa kata yang jelas-jelas berasal dari bahasaasing, seperti tsetse (‘Ialat’)/’tsetsi/ (yang juga ering dilafalkan/’tetsi/). Pertimbangan serupa mendukung analisis dalam bahasa Yurok (sebuah bahasa di Kalifornia Utra) untuk / k*7/ sebagai fonem, tetapi /ky/ sebgai deretan dua fonem. Fonem /w/ dan /j/ dalam kata seperti wet dan yet (/wet/ dan /jet/) menduduki tempat konsonan, bukan vokal. Jadi, pertimbangan mengenai struktur silabel juga sering menentukan dalam mengelompokkan bunyi-bunyi tersebut sebagai semivokal di antara konsonan- konsonan dalam bahasa. Diftong bahasa Inggris dianalisis secara berbeda-beda, seperti halnyajugadiftong dalam bahasa-bahasa lain. Beberapa linguis, seperti Jones dan Gimson, cenderung menganggap diftong sebagai sebuah fonem tersendiri, yang kompleks secara fonetis tetapi sebetulnya sama seperti fonem vokal lain, Linguis lain menganalisis diftong sebagai deretan dua fonem yang dalam silabel berfungsi seperti vokal pangjang dan menyamakan vokal awal dan akhir setiap diftong dengan salah satu fonem yang terdapat dalam sistem fonem bahasa Inggris. Jadi, dalam bahasa Inggris , fonem awal dari /ei/, /ou/, dan /ai/ dapat disamakan dengan /e/ dan /a/, dengan alofon yang lebih dekat dari /a/ digunakan sebelum /u/ bukan sebelum /i/ atau sebelum konsonan, Fonem awal dari /ai/ dan /au/ disamakan dengan /a/, sebagai alofon dari fonem vokal yang biasanya muncul bersama jangka sebagai /a:/. Perlu diingat bahwa transkripsi untuk mewakili diftong dalam buku ini mengikuti sistem Jones, dan bukan menurut analisis fonemis yang baru diuraikan, Fonem kedua dari diftong-diftong ini disamakan dengan konsonan semivokal /j/ dan /w/ serta dengan vokal /i/ dan /u/. Tampaknya kedua-duanya hampir sama, tetapi sifat fonetis dari bunyi-bunyi itu sendiri dan kesejajaran dengan diftong-diftong tengah /ie/, /82/, dan /ue/, yang jelas menyamakan bagian keduanya dengan /o/ dalam bahasa Inggris baku, bisa dipakai sebagai alasan untuk menganalisis elemen kedua dari semua diftong bahasa Inggris sebgai fonem vokal . Triftong bahasa Inggris mungkin paling bagus dianalisis sebagai deretan diselabis, yaitu sebuah diftong yang diikuti oleh vokal /9/. 56 Dalam banyak bahasa yang menggunakan tekanan sebagai ciri distingtif dalam sistem fonologisnya, jangkauan kemungkinan dari komposisi segmental pada silabel bertekanan dan tak bertekanan berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dalam bahasa Inggris, meskipun beberapa bahasa lain mempunyai perbedaan yang lain lagi. Semua vokal dan diftong bahasa Inggris, kecuali /o/ pendek, dapat muncul dalam sialbel bertekanan dan tak bertekanan. Akan tetapi, /2/ dan fonem silabis /V, /m/, dan /n/, hanya dapat muncul pada posisi tak bertekanan. Penerapan kaidah distribusi ini bisa dilihat dalam beberapa pasangan kata seperti convict / kanvikt/(nomina), /kenvikt/ (verba) dan permit /pe:mit/ (nomina), pe’ mit (verba). 5. Fonem Nada Ciri fonetis untuk variasi tinggi nasa telah disinggung dalam bab sebelumnya. Dalam bab tersebut diuraikan perbedaan tradisional antara bahasa nada dan bahsa nonnada). Dalam fonoiogi, gejala nada dalam bahasa nada paling pertama dimasukkan ke dalam lingkup teori fonem. Hal ini dirasakan perlu segera sesudah analisis fonemis deterapkan pada bahasa demikian. Dalam bahasa nada, perbedaan tinggi nada, atau nada, mempunyai perangkat perbedaan kontrastif yang terbatas jumlahnya, pada satu silabel atau lebih dalam kata. Dan, perbedaan ini berfungsi untuk membedakan kata yang satu dengan kata yang lain seperti halnya kontras segmental, dan sering merupakan satu-satunya pembedaan dalam “pasangan minimal” (misalnya, dalam bahasa Cina, /tanpau/ dengan nada datar dan menurun-meninggi berarti ‘menjamin’, dengan nada menurun dan meninggi berarti ‘dicampuri’ dalam bahasa Mixteco (sebuah bahasa di Meksiko), /3uku/ dengan dua nada datar sedang berarti ‘gunung’, dengan nada datar sedang dan rendah berarti ‘sikat’). Dalam beberpa bahasa, perbedaan nada juga bisa menandai perbedaan gramatikal. Dalam bahasa Mixteco, perbedaan antara kala kini dan kala mendatang dari beberapa verba hanya disebabkan oleh deretan nada yang berbeda dalam silabel kata yang bersangkutan Sebagai iri fonetis, nada menimbulkan masalah tersendiri dalam apersepsi dan deskripsi. Akan tetapi, sebagai fonem, prinsip penentuan nada tidak berbeda dengan prinsip penentuan fonem segmental atau fonem tekanan. Oleh karena dapat mencirikan lebih dari satu segmen, nada, seperti halnya dengan jangka dan tekanan, sering desebut fonem suprasegmental. Kadang-kadang istilah tonem dipakai untuk mengacu kepada fonem nada. namun, istilah ini mungkin kurang menguntungkan karena kesannya ialah bahwa sebagai fonem, nada termasuk suatu kelas terpisah, padahal bukan, jikakitamenganggap fonem sebagai satuan kedistingtifan jenis apa pun yang dapat dipakai untuk menganalisis bentuk-bentuk bahasa dan untuk membedakan bentuk-bentuk tersebut. Variasi yang tak tentu untuk ketinggian tinggi-nada dan untuk jenis tinggi nada (datar, menurun, meninggi, menurun-meninggi, meninggi-menurun, dan sebagainya) dianalisis menjadi sejumlah terbatas tinggi nada atau fonem nada yang masing-masing berkontras dalam sekurang-kurangnya beberapa lingkungan dengan sekurang-kurangnya satu fonem lain yang serupa. Jumlah variasi tersebut, seperti halnya dengan jenisnya, berbeda-beda ” untuk tiap bahasa. Dalam beberapa bahasa nada, misalnya bahasa Yoruba (sebuah bahasa di Afrika Barat), hanya ditemukan fonem nada datar (turun dan naiknya tinggi nada secara fonetis dianalisis sebagai deretan duanada datar yang berbeda yang masing-masing dipengaruhi 87 secara alofonis oleh lainnya; jadi [/] = /_-/, dan [\] =/_/). Bahasa-bahsa lain mengharuskan naik dan turunnya tinggi nada serta kombinasi keduanya dikelompokkan ke dalam fonem nada yang distingtif dalam bahasa yang bersangkutan. Jadi, bahasa Mandarin mempunyai empat fonem nada: (tinggi) datar, meninggi, menurun-meninggi, dan menurun. Biasanya jangkauan sebuah nada, atau deretan segmen-segmen yang ditautkan dengan nada tersebut, berupa sebuah silabel, meskipun dalam beberapa bahasa nada, dua nada yang berbeda secara berurutan terdapat dalam silabel yang sama. Misalnya, dalam bahasa Mazateco, sebuah bahasa lain di Meksiko, /ti/ dengan nada rendah yang diikuti nada tinggi berarti ‘mangkuk’, tetapi dengan satu nada tinggi berarti ‘(benda) itu menyala’ Bila berbicara tentang jangkauan sebuah nada sebagai sebuah silabel, perlu diingat bahwa walupun jangkauan ini mencakup segenap konsonan dan vokal dari silabel tersebut, perwujudan yang sebenarnya dari nada yang disebabkan oleh getaran pita suara degan laju yang berbeda-beda hanyalah mungkin terdapat pada segmen-segmen bersuara dalam silabel tersebut. Perbedaan tinggi nada dalam fonem nada semata-mata merupakan masalah ketinggian relatif, dan tidak ada titik yang pasti di dalam batas-batas kemungkinan tinggi nada yang dapat dihasilkan pita suara manusia. Dalam sistem yang memiliki dua tingkat fonem nada, yaitu tinggi dan rendah, nada tinggi harus lebih tinggi daripada nada rendah di dalam semua posisi yang bisa mengontraskan keduanya. Keadaan serupa juga berlaku untuk sistem yang memiliki tiga tingkatan nada, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Bila seseorang berbicara pada posisirelatifnya pada skala itu. Namun, suara dari orang-orang yang rendah seorang anak bisa mempunyai tinggi nada yang jauh lebih tinggi daripada nada tinggi seorang dewasa yang berbicara bahasa yang sama. Dalam bahasa nada, struktur silabel harus dinyatakan bersama-sama dengan fonem segmental dan fonem nada, kadang-kadang jangka dan tekanan juga dilibatkan sebagai pembedaan fonemis tambahan, Nada dan segmen jarang terpisah satu sama lainnya, dan beberapa fonem nada terbatas pada silabel yang memiliki komposisi segmental tertentu Jadi, dalam bahasa Thai, silabel yang mengandung sebuah vokal panjang dan yang berakhir dengan sebuah konsonan hambat hanya bisa diterapkan oleh dua dari lima fonem nada yang digunakan bahasa itu secara keseluruhan. Dalam bahasa Mandarin, beberapa silabel tak bertekanan bisa “tidak bernada” secara fonologis; artinya seluruh tinggi nada yang digunakan pada silabel-silabel tersebut dalam wacana sinambung detentukan oleh hakikat nada pada silabel sebelumnya. Selain ketinggian tinggi-nada relatif dan gerakan tinggi nada dan selain secara fonetis lebih cocok termasuk ruagn lingkup kualitas suara, ciri-ciri fonetis kadang-kadang ikut mempertahankan perbedaan nada. Dalam bahasa Vietnam, dua dari antara enam nada yang berbeda secara fonemis mempunyaiciri tambahan, yaitu “bunyi keriat-keriut” atau glotalisasi (hambatan dan penyempitan glotis yang sementara dan sebentar-sebentar selain getaran penyuaraan). Penggolongan bahasa-bahasa nada secara umum mengakibatkan kita tidak tahu secara persis sejumlah jenis bahasa nada yang berbeda-beda. Bahasa-bahasa demikian bisa digolongkan berdasarkan jumlah, (Disunting dari: R.H. Robin) 58

You might also like