Professional Documents
Culture Documents
14/01/15 22.59
1. Pendahuluan
Hyaline Membrane Disease (HMD), juga dikenal sebagai respiratory distress syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas
pada bayi prematur, khususnya yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. (4)
Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada
neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. (9)
HMD disebut juga Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat
setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan
sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 96 jam pertama kehidupan dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola
retikulogranuler yang uniform dan air bronchogram. (2)
Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas
dan mortalitas dari penyakit. (4)
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 1 of 27
14/01/15 22.59
Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi kulit putih. (9) Pada laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi
paru dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. (4)
Insidensinya berkurang pada pemberian steroid / thyrotropin releasing hormon pada ibu. (4)
2.3 Etiologi dan Patofisiologi
2.3.1 Pembentukan Paru dan Surfaktan
Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan terbentuknya trakea dari esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga
udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi
namun jarak antara kapiler dan rongga udara masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa. Setelah 30 minggu terjadi pembentukan
bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32 34 minggu. (4)
Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20 minggu tapi belum mencapai permukaan paru. Muncul pada cairan
amnion antara 28-32 minggu. Level yang matur baru muncul setelah 35 minggu kehamilan. (9)
Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama
ekspirasi. Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan terhadap infeksi. (4),(9)
Komponen utama surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) 80 %, phosphatidylglycerol 7 %,
phosphatidylethanolamine 3 %, apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan bertambahnya usia kehamilan,
bertambah pula produksi fosfolipid dan penyimpanannya pada sel alveolar tipe II.(9) Protein merupakan 10 % dari surfaktan., fungsinya
adalah memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan
surfaktan. (4),(13)
Click to see larger picture
Gambar 2.1. Metabolisme surfaktan. (10)
Surfaktan disintesa dari prekursor (1) di retikulum endoplasma (2) dan dikirim ke aparatus Golgi (3) melalui badan multivesikular.
Komponen-komponennya tersusun dalam badan lamelar (4), yaitu penyimpanan intrasel berbentuk granul sebelum surfaktan
disekresikan. Setelah disekresikan (eksositosis) ke perbatasan cairan alveolus, fosfolipid-fosfolipid surfaktan disusun menjadi struktur
kompleks yang disebut mielin tubular (5). Mielin tubular menciptakan fosfolipid yang menghasilkan materi yang melapisi perbatasan
cairan dan udara (6) di alveolus, yang menurunkan tegangan permukaan. Kemudian surfaktan dipecah, dan fosfolipid serta protein
dibawa kembali ke sel tipe II, dalam bentuk vesikel-vesikel kecil (7), melalui jalur spesifik yang melibatkan endosom (8) dan
ditransportasikan untuk disimpan sebagai badan lamelar (9) untuk didaur ulang. Beberapa surfaktan juga dibawa oleh makrofag alveolar
(10). Satu kali transit dari fosfolipid melalui lumen alveoli biasanya membutuhkan beberapa jam. Fosfolipid dalam lumen dibawa kembali
ke sel tipe II dan digunakan kembali 10 kali sebelum didegradasi. Protein surfaktan disintesa sebagai poliribosom dan dimodifikasi secara
ekstensif di retikulum endoplasma, aparatus Golgi dan badan multivesikular. Protein surfaktan dideteksi dalam badan lamelar sebelum
surfaktan disekresikan ke alveolus. (10),(4)
2.3.2 Etiologi HMD
Kegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC) dan kecenderungan dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis
berhubungan dengan tingginya tegangan permukaan dan absennya phosphatydilglycerol, phosphatydilinositol, phosphatydilserin,
phosphatydilethanolamine dan sphingomyelin. (4)
Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat rusak akibat
konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan. (9)
2.3.3 Patofisiologi HMD
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 2 of 27
14/01/15 22.59
Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum berkembang dengan baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat.
Pembersihan cairan paru yang tidak efisien karena jaringan interstitial paru imatur bekerja seperti spons. Edema interstitial terjadi
sebagai resultan dari meningkatnya permeabilitas membran kapiler alveoli sehingga cairan dan protein masuk ke rongga laveoli yang
kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada neonatus pusat respirasi belum berkembang sempurna disertai otot respirasi
yang masih lemah. (13)
Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran hialin, dan edema interstitial mengurangi compliance paru-paru; dibutuhkan
tekanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik karena diafragma
turun dan tekanan intratorakal menjadi negatif, membatasi jumlah tekanan intratorakal yang dapat diproduksi. Semua hal tersebut
menyebabkan kecenderungan terjadinya atelektasis. Dinding dada bayi prematur yang memiliki compliance tinggi memberikan tahanan
rendah dibandingkan bayi matur, berlawanan dengan kecenderungan alami dari paru-paru untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume
toraks dan paru-paru mencapai volume residu, cencerung mengalami atelektasis. (9)
Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama dengan unit respirasi yang kecil dan berkurangnya compliance dinding dada,
menimbulkan atelektasis, menyebabkan alveoli memperoleh perfusi namun tidak memperoleh ventilasi, yang menimbulkan hipoksia.
Berkurangnya compliance paru, tidal volume yang kecil, bertambahnya ruang mati fisiologis, bertambahnya usaha bernafas, dan tidak
cukupnya ventilasi alveoli menimbulkan hipercarbia. Kombinasi hiperkarbia, hipoksia, dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi arteri
pulmonal dan meningkatnkan pirau dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, ductus arteriosus, dan melalui paru sendiri. Aliran darah
paru berkurang, dan jejas iskemik pada sel yang memproduksi surfaktan dan bantalan vaskuler menyebabkan efusi materi protein ke
rongga alveoli. (9)
Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada compliant, otot nafas lemah dapat menyebabkan kolaps alveolar. Hal ini
menurunkan keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu terjadi pirau di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan
asidosis metabolik. Hipoksemia dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penurunan aliran darah paru.
Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk memproduksi surfaktan turun. Hipertensi paru yang menyebabkan pirau kanan ke kiri melalui
foramen ovale dan duktus arteriosus memperburuk hipoksemia. (4)
Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat meningkat karena berkurangnya resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai tambahan
dari peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran darah paru meningkat karena akumulasi cairan dan protein di interstitial dan rongga
alveolar. Protein pada rongga alveolar dapat menginaktivasi surfaktan. (4)
Berkurangnya functional residual capacity (FRC) dan penurunan compliance paru merupakan karakteristik HMD. Beberapa alveoli
kolaps karena defisiensi surfaktan, sementara beberapa terisi cairan, menimbulkan penurunan FRC. Sebagai respon, bayi premature
mengalami grunting yang memperpanjang ekspirasi dan mencegah FRC semakin berkurang. Compliance paru <>(4)
Prematuritas
Defisiensi surfaktan
Inaktivasi surfaktan Kerusakan pneumosit tipe II
Kolaps alveolar
Akumulasi cairan dan Ventilasi mekanik
Protein di alveoli Toksisitas oksigan
Pirau intrapulmoner
Peningkatan aliran darah paru
Edema paru
Pirau kiri ke kanan PDA Hipoksemia asidosis Asfiksia
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 3 of 27
14/01/15 22.59
Page 4 of 27
14/01/15 22.59
Gerakan dada
atas
Dada bawah
(retraksi ICS)
Retraksi
epigastrium
PCH
Grunting
sinkron
Tertinggal
pada inspirasi
ringan
ringan
minimal
Terdengar pada
stetoskop
See-saw
jelas
jelas
jelas
Terdengar
tanpa stetoskop
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 5 of 27
14/01/15 22.59
gambaran retikulogranular halus dari parenkim dan gambaran air bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena
superimposisi dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran rontgen normal, gambaran yang tipikal muncul dalam 6-12 hari. (9)
Gambaran rontgen HMD dapat dibagi jadi 4 tingkat (12):
Stage I : gambaran reticulogranular
Stage II : Stage I disertai air bronchogram di luar bayangan jantung
Stage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.
Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan thymus. Gambaran white lung.
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 6 of 27
14/01/15 22.59
Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya HMD, antara lain mengukur konsentrasi lesitin dari
cairan amnion dengan melakukan amniosentesis (pemeriksaan antenatal). Rasio lesitin-spingomielin <>(2)
2.6.7 Tes apung paru
Tes apung paru-paru (docimacia pulmonum hydrostatica), dikerjakan untuk mengetahui apakah bayi yang diperiksa pernah hidup. Untuk
melakukan test ini syaratnya mayat harus segar. (1)
Keluarkan alat-alat dalm rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakhea boleh diikat.
Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air. Bila terapung, lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.
Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan masing-masing lobus, kanan terdapat 5 lobus, kiri 2
lobus. Apungkan semua lobus tersebut, catat mana yang tenggelam, mana yang terapung. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu
tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran 5mm x 5mm, dari tempat yang terpisah dan perifer. Apungkan ke-25 potongan kecil-kecil
tersebut. Bila terapung, letakan potongan tersebut pada 2 karton, dan lakukan penginjakan dengan berat badan, kemudian dimasukkan
kembali ke dalam air. Bila terapung berarti tes apung positif, paru-paru mengandung udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup. Bila
hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup. (1)
2.7 Diagnosis Banding
2.7.1 Pneumonia neonatal
Dalam diagnosis banding, sepsis akibat Streptococcus grup B kurang bisa dibedakan dengan HMD. Pada pneumonia yang muncul saat
lahir, gambaran rontgen dada dapat identik dengan HMD, namun ditemukan coccus gram positif dari aspirat lambung atau trakhea, dan
apus buffy coat. Tes urin untuk antigen streptococcus positif, serta adanya netropenia. (9)
Page 7 of 27
14/01/15 22.59
Hal-hal yang diasosiasikan dengan hipoaerasi paru seperti sedasi ibu, hipoksemia berat, hipotermia, kerusakan CNS. Keadan ini tidak
menimbulkan gambaran opak granular bilateral pada rontgen thoraks (berbeda dengan RDS). (8)
HMD
TTN
pneumonia
MAS
PPHN
predisposisi
Usia
kehamilan
Derajat
distress
Mulainya
gejala
Hipoksemia
Hipecapnea
Respon
terhadap
O2
Respon
terhadap
IPPV
Suara
nafas
Tanda
infeksi
Rontgen dada
prematur
preterm
+++/++++
Beberapa
jam
++/++++
+/+++
++
Membaik
Turun,
kabur
Beberapa
jam
Hari
pertama
/ lebih
++/++++
Sejak
lahir
+/++++
++
crackles
SC
Full term
-/+
ibu
overhidrasi
Near term
Ibu
mengalami
infeksi
Preterm
Fetal
distress
Full term
Asfiksia
:MAS
Full term
++/+++
Hari
pertama
++++
-/+
+/++++
Variabel
+/++++
+/++++
+++
Bukan
indikasi
crackles
Kabur
Variabel,
mungkin
membaik
Turun
crackles
Variabel,
mungkin
membaik
Crackles.
+/++++
Membaik
disertai
hiperventilasi
Memburuk
dengan
tekanan
berlebihan
variabel
-/+
Variabel
++
variabel
Turun
Kolaps paru
Vaskular markin
Cardiomegali
++/++++
Full term
++/+++
Post term
+/++
+/+++
++
++
Sepsis
Paru
hipoplastik
Kebocoran
udara paru
Ventilasi
tekanan
positif
Preterm
CHD
Full term
PBF naik
Air bronchogram
granuler
Full term
Efusi pleura
Suara
bronkial
Preterm
Variabel
: 2-3 hari
+/++
++
Variabel,
mungkin
membaik
Normal
Bercak
Hiperinflasi
asimetris
+/+++
Bercak / granule
Mediastinal
shiftnaik sampai
dikoreksi
-
crackles
Kabur, turun
sampai
dikoreksivaskula
marking
Cardiomegali
PBF turun
Full term
-/+
Preterm
Hari
pertama
++/++++
-/+
Tidak ada,
memburuk
dengan
tekanan
berlebihan
normal
Gelap
Vascular markin
2.8 Pencegahan
2.8.1 Mencegah kelahiran prematur
Yang terpenting adalah mencegah prematuritas, seperti menghindari operasi caesar yang tidak perlu, penganan yang baik dari kehamilan
dan persalinan yang berisiko tinggi, prediksi dan terapi intra uterin dari imaturitas paru-paru. (9)
Menurut Goldenberg, hal-hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kelahiran prematur adalah, ibu yang merokok, abnormalitas
ductus Mulerian, ibu yang bekerja terlalu keras selama kehamilan. Pemberian preparat Fe mencegah ibu mengalami anemia, hal ini
ternyata dapat mengurangi angka kelahiran prematur. Pada 10 % wanita hamil yang menjalani apus vagina pada kehamilan 24 27
minggu, ditemukan fibronektin yang merupakan penanda terjadinya infeksi. Infeksi dapat menimbulkan kelahiran yang prematur, oleh
karena itu sedang dilakukan penelitian apakah aman bila ibu hamil dengan infeksi diberikan terapi metronidazol. (5)
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 8 of 27
14/01/15 22.59
Pada saat menentukan waktu untuk induksi persalinan atau operasi caesar, perkiraan lingkar kepala fetus dengan USG dan penentuan
konsentrasi lecithin pada cairan amnion dengan rasio lecithin : sphingomyelin, menurunkan kemungkinan lahirnya bayi prematur.
Pemantauan intrauterin antenatal dan intrapartum menurunkan kemungkinan terjadinya asfiksia, yang dikaitkan dengan meningkatnya
insidensi dan beratnya HMD. (9)
2.8.1.1 Cervical cerclage
Wanita yang pernah mengalami keguguran pada trimester kedua > 3x, atau kelahiran prematur tanpa alasan yang jelas, mungkin
mengalami inkompetensi servik. Bila ditemukan servik berdilatasi dengan membran (ketuban) uth dan tanpa tanda-tanda infeksi, harus
dipertimbangkan untuk segera melakukan cervical cerclage. Dapat dilakukan ultrasound untuk menentukan panjang servik, sehingga
dapat memprediksi kelahiran prematur, dan melakukan cervical cerclage untuk mencegahnya. (5)
2.8.1.2 Antibiotik untuk ibu
Pemberian antibiotik untuk preterm prelabour rupture of the membrane (ketuban pecah sebelum waktu), dapat mengurangi insidensi
kelahiran premature, infeksi neonatus dan perdarahan periventrikular, namun tidak berpengaruh terhadap kematian perinatal, dan
efeknya terhadap insidensi RDS masih dipertanyakan. Keuntungan pemberian antibiotik lebih banyak dari efek buruknya. Karena itu
dapat diberikan eritromisin 500 mg qds ditambah amoxicillin / clavulanic acid (Augmentin) 375 mg qds untuk 7 hari. Apabila organisme
penyebab diperkirakan Mycoplasma hominis, dapat diberikan klindamisin 150 mg qds selama 7 hari. (5)
2.8.1.3 Tokolitik
Pemberian ritrodine memperlambat persalinan selama 24 jam namun tidak mengurangi resiko RDS atau kematian perinatal.
Penggunaannya dibatasi dalam waktu singkat untuk mempersiapkan kelahiran prematur dan memberikan sterooid antenatal. Efek
sampingnya antara lain edema paru. Pemberian merupakan kontra indikasi bagi wanita dengan penyakit jantung, hipertiroid, dan
diabetes. Untuk wanita-wanita tersebut dapat diberikan indometasin sebagai tokolitik. (5)
2.8.2 Membantu pematangan paru
Menurut Gulck dan Kulovich (1973), cairan paru-paru fetus merupakan bagian yang penting dari cairan amnion. Insidensi HMD hanya 0,5
% bila rasio lecithin : sphingomyelin > 2, namun hampir 100 % bila rasionya <>(4)
Clements et al (1972) menentukan ada tidaknya surfaktan pada cairan amnion dengan melakukan tes kocok. Dasar dari tes ini adalah sifat
surfaktan yang membentuk buih yang stabil bila ada ethanol. Sejumlah cairan amnion diencerkan berseri dengan ethanol 95 %. Masingmasing dikocok 15 detik, diamkan 15 menit. Adanya cincin buih yang tidak terputus pada meniskus pada tiga tabung pertama atau lebih
berarti positif (paru-paru matur). (4),(6)
Untuk mengetahui maturitas paru, dapat juga dilakukan pemeriksaan ada tidaknya phosphatydilglycerol dari cairan amnion.
Phosphatydilglycerol muncul di cairan amnion pada usia kehamilan 36 minggu. Keberadaannya menunjukan kematangan paru. (4)
Tabel 2. 3 Biochemical Assays untuk kematangan paru (6)
Imatur
Matur
Lecithin/sphingomyelin
<>
>2
Konsentrasi L total
<>
Konsentrasi L disaturasi
<>
> 35 nM/ml
Phosphatydilglycerol
Absent
Present
<>
>3%
% dari phospholipids
total
<>
> 10 nM/ml
<>
<>
> 5,0
Konsentrasi PL total
<>
Determinasi enzimatik
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 9 of 27
PL phosphorus total
<>
PAPase
<>
> 0,50
<>
14/01/15 22.59
Matur
Kompresi-dekompresi
permukaan cairan
<>
> 0,47
<>
> 66 detik
<>
> 460 ul
Polarisasi fluoresensi
(mikroviskositas)
<>
> 0,340
OD650 nm
<0,15
> 0,15
2.8.2.1 Corticosteroid
Pemberian dexamethasone atau betamethasone pada ibu hamil 48 72 hari sebeum melahirkan fetus berusia 32 minggu kehamilan atau
kurang menurunkan insidensi, mortalitas dan morbiditas HMD. Corticosteroid dapat diberikan secara intramuskular pada wanita hamil
yang kadar lecithin pada cairan amnionnya menunjukan imaturitas paru-paru, dan bagi yang direncanakan akan melahirkan 1 minggu
kemudian, atau persalinan akan ditunda 48 jam atau lebih. (9)
Steroid berikatan dengan reseptor spesifik di sel paru-paru dan merangsang produksi phosphatydilcholine ole sel tipe II. Proses ini
membutuhkan waktu, karena itulah efektifitas steroid berkurang bila diberikan kurang dari 24 jam sebelum melahirkan. Efektifitasnya
juga berkurang bila diberikan pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, dan efeknya hilang pada 7 -10 hari setelah pemberian.
Keuntungan terbesar didapatkan bila interval pemberian dengan kelahiran lebih dari 48 jam namun kurang dari 7 hari. Pemberian steroid
tidak mempengaruhi insidensi penyakit paru kronis namun menurunkan kejadian perdarahan intracranial sehingga menurunkan
insidensi cerebral palsy di kemudian hari. (5) ,(4)
Semua wanita dengan usia kehamilan 23 34 minggu yang diperkirakan beresiko akan melahirkan dalam 7 hari, diberikan kortikosteroid.
Dapat diberikan bethametasone 12 mg IM diulang setelah 24 jam (total dosis 24 mg selama 24 48 jam diperbolehkan). Dapat juga
diberikan dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam untuk 4 dosis. Terapi tidak disarankan untuk diulang dalam jangka waktu 7 hari.
Kontraindikasi pemberian steroid adalah ibu dengan tirotoksikosis, kaediomiopati, infeksi aktif atau chorioamnionitis. Diabetes,
preeklamsi, preterm prelabour rupture of the membran, dan chorioamnionitis dalam terapi bukan merupakan kontraindikasi pemberian
steroid. (5),(13)
Terapi glukokortikoid prenatal menurunkan deratnya RDS dan menurunkan insidensi komplikasi prematuritas yang lain seperti
perdarahan intraventrikular, patent ductus arteriosus (PDA), pneumothorax, dan enterokolitis nekrotikan, tanpa mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan neonatus, mekanisme atau pertumbuhan paru, ataupun insidensi infeksi. Glukokortikoid prenatal dapat
beraksi sinergis dengan terapi surfaktan eksogen posnatal. (9)
2.8.2.2 Lain-lain
Bahan bahan lain yang dapat mempercepat pematangan paru adalah hormon tiroid, epidermal growth factor, dan cyclic adenosine
monophosphate. Bahan bahan tersebut dapat memacu sintesa surfaktan, namun penggunaannya sangat jarang. (4)
2.9 Terapi
Terapi terutama ditujukan pada pertukaran O2 dan CO2 yang tidak adekuat di paru-paru, asidosis metabolik dan kegagalan sirkulasi
adalah manifestasi sekunder. Beratnya HMD akan berkurang bila dilakukan penanganan dini pada bayi BBLR, terutama terapi asidosis,
hipoksia, hipotensi dan hipotermia. (9)
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 10 of 27
14/01/15 22.59
Kebanyakan kasus HMD bersifat self-limiting, jadi tujuan terapi adalah untuk meminimalkan kelainan fisiologis dan masalah iatrogenik
yang memperberat. Penanganan sebaiknya dilakukan di NICU. (9)
2.9.1 Resusitasi di tempat melahirkan
Resusitasi adekuat di kamar bersalin untuk semua kelahiran prematur. Mencegah perinatal asfiksia yang dapat mengganggu produksi
surfaktan. Mencegah terjadinya hipotermia dengan menjaga suhu bayi sekitar 36,5-37,5 derajat Celcius di mana kebutuhan oksigen
berada pada batas minimum. (9),(4)
Pemberian obat selama resusitasi : (13),(5)
Adrenalin 10 microgram /kg (0,1 mls/kg larutan 1 : 10.000) bila bradikardi persisten setelah ventilasi dan kompresi yang adekuat. Dosis
pertama dapat diberikan intratrachea atau intravena, 1 dosis lagi diberikan intravena bila bayi tetap bradikardi, dosis ketiga dapat
diberikan sebesar 100 microgram/kg bila situasi sangat buruk.
Pemberian bicarbonat 4 mmol/kg merupakan setengah koreksi untuk defisit basa 20 mmol (larutan bicarbonat 8,4% mengandung 1
mmol/ml), atau 2 mEq/kg dari konsentrasi 0,5 mEq/ml. Pemberian dilakukan secara intravena dengan hati-hati.
Volume expander 10 ml/kg
Bolus glukosa 10 % 1 ml/kg BB.
2.9.2 Surfaktan Eksogen
Instilasi surfaktan eksogen multidosis ke endotrakhea pada bayi BBLR yang membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik untuk terapi
penyelamatan RDS sudah memperbaiki angka bertahan hidup dan menurunkan insidensi kebocoran udara dari paru sebesar 40 %, tapi
tidak menurunkan insidensi bronchopulmonary dysplasia (BPD) secara konsisten. Efek yang segera muncul meliputi perbaikan
oksigenasi dan perbedaan oksigen alveoli arteri dalam 48 72 jam pertama kehidupan, menurunkan tidal volume ventilator,
meningkatkan compliance paru, dan memperbaiki gambaran rontgen dada. Pemberian surfaktan eksogen menurunkan insidensi BPD,
namun tidak berpengaruh terhadap insidensi PDA, perdarahan intrakranial, dan necrotizing enterocolitis (NEC). Terdapat penigkatan
insiden perdarahan paru pada pemberian surfaktan sintetik sebesar 5 %. (5) ,(9),(4)
Surfaktan dapat diberikan segera setelah bayi lahir (terapi profilaksis) atau beberapa jam kemudian setelah diagnosa RDS ditegakkan
(terapi penyelamatan). Terapi profilaksis lebih efektif dibandingkan bila diberi beberapa jam kemudian. Bayi yang mendapat surfaktan
eksogen sebagai terapi profilaksis membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik lebih sedikit disertai angka bertahan hidup yang lebih
baik. (4) Bayi yang lahir kurang dari 32 minggu kehamilan harus diberi surfaktan saat lahir bila ia memerlukan intubasi. Terapi biasa
dimulai 24 jam pertama kehidupan, melalui ETT tiap 12 jam untuk total 4 dosis. Pemberian 2 dosis atau lebih memberikan hasil lebih baik
dibanding dosis tunggal. Pantau radiologi, BGA, dan pulse oxymetri. (9), (5)
Ada 4 surfaktan yang memiliki lisensi di UK untuk terapi. Yang berasal dari binatang adalah Curosurf, diekstrak dari paru-paru babi,
diberikan 1,25-2,5 ml/kg, dan Survanta, ekstrak dari paru-paru sapi dengan penambahan 3 jenis lipid (phosphatidylcholine, asam
palmitat, dan trigliserid), diberikan 4 ml/kg. Kedua surfaktan ini mengandung apoprotein SP-B dan SP-C dengan proporsi yang berbeda
dengan yang dimiliki manusia. Apoprotein SP-A dan SP-D tidak ditemukan. Surfaktan sintetik tidak mengandung protein. Exosurf
merupakan gabungan phospholipid dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), hexadecanol dan tyloxapol, diberikan 5 ml/kg. Hexadecanol,
dan tyloxapol memperbaiki penyebaran surfaktan di antara alveolus. ALEC (artificial lung expanding compound) merupakan gabungan
DPPC and phosphatidylglycerol dengan perbandingan 7:3, diberikan 1,2 ml berapapun beratnya. Yang sedang diteliti adalah Infasurf
(alami) (5) ,(9)
Tabel 2.5 Macam-macam surfaktan (8)
Tipe
Survanta
Surfactant TA
Alveofact
Asal
Komposisi
Dosis
Bovine lung
mince
DPPC,
tripalmitin
SP (B<0.5%,>
4 mL (100
mg)/kg,
1-4 doses q6h
Bovine lung
lavage
45 mg/mL
Keterangan
Refrigerate
Federal
Republic of
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 11 of 27
14/01/15 22.59
Germany
bLES (bovine
lipid extract
surfaktan)
Bovine lung
lavage
75% PC and 1%
SP-B and SP-C
Infasurf
DPPC,
tripalmitin,
SP (B290
g/mL, C360
g/mL)
Calf lung
surfactant
extract (CLSE)
Curosurf
Minced pig
lung
Exosurf
Canadian
3 mL (105
mg)/kg,
1-4 doses, q612h
6 mL vials,
refrigerate
DPPC,
SP-B and SP-C
(?amount)
2.5 mL (200
mg)/kg
1.25 mL (100
mg)/kg
1.5 and 3 mL
Synthetic
85% DPPC, 9%
hexadecanol,
6% tyloxapol
5 mL (67.5
mg)/kg,
1-4 doses, q12h
Lyophilized;
dissolve in 8
mL
Surfaxan (KL4)
Synthetic
DPPC,
synthetic
peptide
ALEC
Synthetic
70% DPPC,
30%
unsaturated PG
Possibly
discontinued
Dosis Anak
Kontraindikasi
hypersensitivity
Interaksi
Kehamilan
?
Harus dihangatkan sesuai suhu ruang,
pemberian harus berhati-hati karena
resiko obstruksi jalan nafas akut.
Peringatan
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 12 of 27
14/01/15 22.59
hypersensitivity
Interaksi
Kehamilan
?
Pemberian harus berhati-hati karena
resiko obstruksi jalan nafas akut.
Peringatan
Dosis Anak
Kontraindikasi
hypersensitivity
Interaksi
Kehamilan
?.
Peringatan
Dosis Anak
Kontraindikasi
hypersensitivity
Interaksi
Kehamilan
Peringatan
Studi yang membandingkan antara surfaktan natural dan sintetik menunjukan bahwa oksigenasi arteri lebih cepat pulih (onset of action
surfaktan natural lebih cepat dari surfaktan sintetik) dan komplikasi kebocoran udara lebih jarang terjadi pada bayi yang diterapi dengan
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 13 of 27
14/01/15 22.59
Gambar 2.13 Gambaran HMD sebelum dan sesudah terapi surfaktan.% (4)
Gambaran 0,5 jam sesudah lahir : diffuse ground glass appearance akibat atelektasis, disertai air bronkogram. Gambaran 3 jam sesudah
lahir, setelah terapi dengan surfaktan eksogen : perbaikan aerasi.
2.9.3 Oksigenasi dan monitoring analisa gas darah
Oksigen lembab hangat diberikan untuk menjaga agar kadar O2 arteri antara 55 70 mmHg dengan tanda vital yang stabil untuk
mempertahankan oksigenasi jaringan yang normal, sementara meminimalkan resiko intoksikasi oksigen. Bila oksigen arteri tak dapat
dipertahankan di atas 50 mmHg saat inspirasi oksigen dengan konsentrasi 70%, merupakan indikasi menggunakan continuous positive
airway pressure (CPAP). (9)
Monitor frekuensi jantung dan nafas, PO2, PCO2, pH arteri, bikarbonat, elektrolit, gula darah, hematokrit, tekanan darah dan suhu tubuh,
kadang diperlukan kateterisasi arteri umbilikalis. Transcutaneus oxygen electrodes dan pulse oxymetry diperlukan untuk memantau
oksigenasi arteri. Namun yang terbaik tetaplah analisa gas darah karena dapat memberi informasi berkelanjutan serta tidak invasif,
memungkinkan deteksi dini komplikasi seperti pneumotoraks, juga merefleksikan respon bayi terhadap berbagai prosedur seperti intubasi
endotrakhea, suction, dan pemberian surfaktan. PaO2 harus dijaga antara 50 80 mmHg, dan Sa O2 antara 90 94 %. Hiperoksia
berkepanjangan harus dihindarkan karena merupakan faktor resiko retinopathy of prematurity (ROP). (4)
Kateter radioopak harus selalu digunakan dan posisinya diperiksa melalui foto rontgen setelah pemasangan. Ujung dari kateter arteri
umbilikalis harus berada di atas bifurkasio aorta atau di atas aksis celiaca (T6 T10). Penempatan harus dilakukan oleh orang yang ahli.
Kateter harus diangkat segera setelah tidak ada indikasi untuk penggunaan lebih lanjut, yaitu saat PaO2 stabil dan Fraction of Inspiratory
O2 (FIO2) kurang dari 40 %. (9)
Pengawasan periodik dari tekanan oksigen dan karbondioksida arteri serta pH adalah bagian yang penting dari penanganan, bila
diberikan ventilasi buatan maka hal hal tersebut harus dilakukan. Darah diabil dari arteri umbilikal atau perifer. Arteri temporalis
merupakan kontra indikasi karena menimbulkan emboli cerebral retrograd. PO2 jaringan harus selalu dipantau dari elektroda yang
ditempatka di kulit atau pulse oximetry (saturasi oksigen). Darah kapiler tidak berguna untuk menentukan PO2 tapi dapat digunakan
untuk memantau PCO2 dan pH. (9)
2.9.4 Fluid and Nutrition
Kalori dan cairan diberikan secara intravena. Dalam 24 jam pertama berikan infus glukosa 10% dan cairan melalui vena perifer sebanyak
65-75 ml/kg/24 jam. Kemudian tambahkan elektrolit, volume cairan ditingkatkan bertahap sampai 120-150 ml/kg/24 jam. Cairan yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya Patent Ductus Arteriosus (PDA). Pemberian nutrisi oral dapat dimulai segera setelah bayi secara
klinis stabil dan distres nafas mereda. ASI adalah pilihan terbaik untuk nutrisi enteral yang minimal, serta dapt menurunkan insidensi
NEC. (9),(4) ,(5)
2.9.5 Ventilasi Mekanik
2.9.5.1 Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
CPAP memperbaiki oksigenasi dengan meningkatkan functional residual capacity (FRC) melalui perbaikan alveoli yang kolaps,
menstabilkan rongga udara, mencegahnya kolaps selama ekspirasi. (4) CPAP diindikasikan untuk bayi dengan RDS PaO2 <>> 50%.
Pemakainan secara nasopharyngeal atau endotracheal saja tidak cukup untuk bayi kecil, harus diberikan ventilasi mekanik bila oksigenasi
tidak dapat dipertahankan. Pada bayi dengan berat lahir di atas 2000 gr atau usia kehamilan 32 minggu, CPAP nasopharyngeal selama
beberapa waktu dapat menghindari pemakaian ventilator. Meski demikian observasi harus tetap dilakukan dan CPAP hanya bisa
diteruskan bila bayi menunjukan usaha bernafas yang adekuat, disertai analisa gas darah yang memuaskan. (5)
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 14 of 27
14/01/15 22.59
CPAP diberikan pada tekanan 6-10 cm H2O melalui nasal prongs. Hal ini menyebabkan tekanan oksigen arteri meningkat dengan cepat.
Meski penyebabnya belum hilang, jumlah tekanan yang dibutuhkan biasanya berkurang sekitar usia 72 jam, dan penggunaan CPAP pada
bayi dapat dikurangi secara bertahap segera sesudahnya. Bila dengan CPAP tekanan oksigen arteri tak dapat dipertahankan di atas 50
mmHg (sudah menghirup oksigen 100 %), diperlukan ventilasi buatan. (9)
2.9.5.2 Ventilasi Mekanik
Bayi dengan HMD berat atau disertai komplikasi, yang berakibat timbulnya apnea persisten membutuhkan ventilasi mekanik buatan.
Indikasi penggunaannya antara lain : (9),(4) ,(5)
1 Analisa gas darah menunjukan hasil buruk
pH darah arteri <>
pCO2 arteri > 60 mmHg
pO2 arteri < 50 mmHg pada konsentrasi oksigen 70 100 %
2 Kolaps cardiorespirasi
3 apnea persisten dan bradikardi
Memilih ventilator mekanik
Ventilasi tekanan positif pada bayi baru lahir dapat diberikan berupa ventilator konvensional atau ventilator berfrekuensi tinggi (150 x /
menit). (5)
Ventilator konvensional dapat berupa tipe volume atau tekanan, dan dapat diklasifikasikan lebih lanjut dengan dasar cycling mode
biasanya siklus inspirasi diterminasi. Pada modus pressure limited time cycled ventilation, tekanan puncak inspirasi diatur dan selama
inspirasi udara dihantarkan untuk mencapai tekanan yang ditargetkan. Setelah target tercapai, volume gas yang tersisa dilepaskan ke
atmosfer. Hasilnya, penghantaran volume tidal setiap kali nafas bervariabel meski tekanan puncak yang dicatat konstan. Pada modus
volume limited, pre-set volume dihantarkan oleh setiap nafas tanpa memperhatikan tekanan yang dibutuhkan. Beberapa ventilator
menggunakan aliran udara sebagai dasar dari cycling mode di mana inspirasi berakhir bila aliran telah mencapai level pre-set atau sangat
rendah (flow ventilators). Ada juga ventilator yang mampu menggunakan baik volume atau pressure controlled ventilation bergantung
pada keinginan operator. (5)
Ventilasi dengan fekuensi tinggi biasanya diberikan dengan high frequency oscillatory ventilators (HFOV). Terdapat piston pump atau
vibrating diaphragm yang beroperasi pada frekuensi sekitar that 10 Hz (1 Hz = 1 cycle per second, 60 cycles per minute). Selama HFOV,
baik inspirasi maupun ekspirasi sama-sama aktif. Tekanan oscillator pada jalan udara memproduksi volume tidal sekitar 2-3 ml dengan
tekanan rata-rata jalan udara dipertahankan konstan, mempertahankan volume paru ekivalen untuk menggunakan CPAP dengan level
sangat tinggi. Volume gas yang dipindahkan pada volume tidal ditentukan oleh ampiltudo tekanan jalan udara oscillator (P). (5)
Ventilator konvensional
Hipoksemia pada RDS biasanya terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (V/Q) atau pirau dari kanan ke kiri, abnormalitas
difusi dan hipoventilasi merupakan factor tambahan. Oksigenasi terkait langsung pada FiO2 dan tekanan rata-rata jalan udara (mean
airway pressure - MAP). MAP dapat ditingkatkan dengan perubahan tekanan puncak inspirasi (peak inspiratory pressure - PIP), positive
end expiratory pressure (PEEP) atau dengan mengubah rasio inspirasi : ekspirasi (I:E) dengan memperpanjang waktu inspirasi
sementara kecepatannya tetap konstan. MAP yang sangat tinggi dapat menyebabkan distensi berlebihan, meski oksigenasi adekuat,
transport oksigen berkurang karena penurunan curah jantung. Pembuangan CO2 berbanding lurus dengan minute ventilation, ditentukan
oleh produk volume tidal (dikurangi ventilasi ruang mati) dan kecepatan pernafasan. Untuk minute ventilation yang sama, perubahan
penghantaran volume tidal lebih efektif untuk merubah eliminasi CO2 dibanding perubahan kecepatan pernafasan karena ventilasi ruang
mati tetap konstan. (5)
a. Peak Inspiratory Pressure (PIP)
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 15 of 27
14/01/15 22.59
Perubahan pada PIP mempengaruhi oksigenasi (dengan mengubah MAP) dan CO2 dengan efek pada volume tidal dan ventilasi alveolar.
Peningkatan PIP menurunkan PaCO2 dan memperbaiki oksigenasi (PaO2 meningkat). Pemakainan PIP ditentukan oleh compliance
system pernafasan dan bukan oleh ukuran atau berat bayi. Gunakan PIP terendah yang menghasilkan ventilasi adekuat berdasarkan
pemeriksaan klinik (gerakan dada dan suara nafas) dan analisa gas darah. PIP berlebih dapat menyebabkan paru mengalami distensi
berlebihan dan meningkatkan resiko baro/volutrauma dan menimbulkan kebocoran udara. (5)
b. Positive End Expiratory Pressure (PEEP)
PEEP yng adekuat mencegah kolaps alveoli dan dengan mempertahankan volume paru saat akhir respirasi, memperbaiki keseimbangan
V/Q. Peningkatan PEEP memperbesar MAP dan memperbaiki oksigenasi. Sebaliknya, PEEP berlebih (> 8 cm H2O) menginduksi
hiperkarbia dan memperburuk compliance paru dan mengurangi hantaran volume tidal karena alveoli terisi berlebihan (P = PIP - PEEP).
PEEP berlebih juga dapat menimbulkan efek sampping pada hemodinamik karena paru mengalami distensi berlebih, menyebabkan
penurunan venous return, yang kemudian menurunkan curah jantung. Tekanan 3 6 cm H2O memperbaiki oksigenasi pada bayi baru
lahir dengan RDS tanpa mengganggu mekanisme paru-paru, eliminasi CO2 atau stabilitas hemodinamik. (5)
c. Frekuensi
Terdapat 2 metode dasar, frekuensi rendah dan frekuensi tinggi Frekuensi rendah dimulai pada kecepatan 30 - 40 nafas / menit (bpm).
Metode cepat sekitar 60 bpm dan dapat ditingkatkan hingga 120 bpm bila bayi bernafas lebih cepat dari ventilator. Waktu ekspirasi harus
lebih panjang dari inspirasi untuk mencegah alveoli mengalami distensi berlebihan, waktu inspirasi harus dibatasi maksimum 0,5 detik
selama ventilasi mekanik kecuali dalam keadaan khusus. Pada frekuensi tinggi terjadi penurunan insidensi pneumotoraks , mungkin
karena frekuensi ini sesuai dengan usaha nafas bayi. Waktu inspirasi memanjang akan meningkatkan MAP dan memperbaiki oksigenasi,
dan merupakan alternative dari peningkatan PIP. Namun hal ini merupakan predisposisi dari distensi berlebihan pada paru serta air
trapping karena waktu ekspirasi berkurang. (5)
d. Kecepatan Aliran
Aliran minimum setidaknya 2 kali minute ventilation bayi (normal : 0.2 1 L / menit) cukup adekuat, tapi dalam prakteknya digunakan 4
10 L / menit. Bila digunakan frekuensi nafas lebih tinggi dengan waktu inspirasi lebih pendek, kecepatan aliran di atas kisaran harus
diberikan untuk menjamin penghantaran volume tidal. Kecepatan aliran yang tinggi memperbaiki oksigenasi karena efeknya pada MAP.
Beberapa ventilator memiliki kecepatan aliran yang tetap, yaitu sebesar 5 L / menit. (5)
Kegagalan surfaktan
Bila oksigenasi arteri tetap rendah setelah pemberian 2 dosis surfaktan, bayi dikatakan tidak berespon terhadap surfaktan. Penyebabnya
antara lain sepsis, hipertensi pulmonal, pneumotoraks, atau pulmonary interstitial emphysema (PIE). Segera naikan FiO2 hingga 90%,
kemudian naikan PIP and PEEP sambil mengobservasi pergerakan dada. Lakukan roentgen thoraks. Usahakan menjaga waktu inspirasi
agar terjadi sinkronisasi. Bila tetap asinkron setelah pemberian sedasi dan analgesi lakukan paralysis (pankuronium bromide IV 0,04
0,1 mg/kg). Waktu inspirasi dapat diperpanjang > 0,5 detik, dengan frekuensi ventilator diturunkan hingga 30-60 nafas / menit. Beberapa
bayi berespon terhadap HFOV. (5)
Aktivitas pernafasan bayi
Bernafas tidak selaras dengan ventilator merupakan factor resiko dari beberapa komplikasi seperti pertukaran udara yang tidak efektif, air
trapping, pneumothorax, dan perdarahan intraventricular. Sedasi dapat mengurangi aktivitas pernafasan bayi atau dapat digunakan
penghambat muscular non-depolarising (tidak disarankan). Pilihan lain adalah dengan menaikan kecepatan ventilator atau menggunakan
patient triggered ventilation (PTV). (5)
Patient-Triggered Ventilation (PTV)
Pada modus ini, mesin membantu pernafasan diinisiasi sebagai respon terhadap sinyal yang berasal dari usaha nafas bayi. Ada 4 macam
sinyal yang dapat digunakan yaitu airway impedance, tekanan dan aliran, atau mengukur aktivitas bayi dengan Graesby capsule monitor
yang ditempelkan di atas abdomen. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. PTV dapat digunakan baik dalam modus pressurelimited maupun volume controlled. modes. (5)
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 16 of 27
14/01/15 22.59
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 17 of 27
14/01/15 22.59
Hipotensi juga dapat menimbulkan perdarahan serebral. Hipotensi umumnya ditimbulkan oleh asfiksia perinatal, sepsis dan hipotensi.
Terapi lini I adalah dengan memberikan volume expander (10 20 mls/kg larutan saline atau koloid). Terapi lini II dengan memberi obat
inotropik. Dopamin lebih efektif disbanding dobutamin. Dopamin meningkatkan tahanan sistemik, sementara dobutaminmeningkatkan
output ventrikel kiri. Dosis dopamine 10 micrograms / kg / menit. Dosis > 15 micrograms / kg / menit meningkatkan tahanan paru,
menimbulkan hipertensi paru. Terapi lini III diberikan pada kasus yang resisten. Mula-mula dapat dicoba menambahkan dobutamin 1020 micrograms / kg / menit pada dopamine. Dapat pula dicoba memberikan hydrocortisone, adrenaline dan isoprenaline. (9),(4),(5)
Edema paru merupakan bagian dari patofisiologi HMD, bayi yang mengalaminya cenderung menghasilkan sedikit urin output selama 48
jam pertama, diikuti fase diuretik dengan penurunan berat badan. Pemberian cairan berlebih harus dihindari, masukan cairan biasa
dimulai dengan 60 80 ml/kg/hari kemudian ditingkatkan secara bertahap. Asupan cairan lebih tinggi diperlukan untuk bayi dengnan
berat lahir sangat rendah dengan insensible water loss tinggi. Asupan cairan harus selalu dikoreksi bila terdapat perubahan pada berat
badan, output urin, dan kadar elektrolir serum. Penggunaan fototerapi, kelembaban rendah, dan penghangat radiant meningkatkan
kebutuhan cairan. Pemberian cairan berlebih pada hari pertama dapat menimbulkan PDA dan BPD. Penggunaan diuretik tidak
dianjurkan karena dapat menimbulkan deplesi volume yang tidak diinginkan. (4)
2.9.8 Antibiotik
Karena sulit untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi streptokokus grup B atau infeksi lain dari HMD, diindikasikan untuk memberikan
antibakteri sampai hasil kultur darah selesai. Penisilin atau ampisilin dengan kanamisin atau gentamisin dapat diberikan, tergantung pola
sensitivitas bakteri di rumah sakit tempat perawatan. Hal hal yang diasosiasikan dengan peningkatan insidensi infeksi pada bayi
prematur antara lain ketuban pecah untuk waktu yang lama, ibu demam selama persalinan, fetus mengalami takikardi, leukositosis /
leukopeni, hipotensi dan asidosis.(9)(4)
2.9.9 Nitrit Oxide
Pada kasus HMD berat dapat diberikan nitrit oxide per inhalasi (iNO). Nitrit oxide dapat memperbaiki oksigenasi dengan cepat namun
tidak memperbaiki hasil akhir pada bayi dengan HMD. (9)
iNO merupakan vasodilator pulmonal yang poten dan selektif (ekivalen dengan faktor relaksasi dari endotel). Dosis inisial 6 -20 ppm
dapat memperbaiki oksigenasi dan menurunkan kebutuhan akan ECMO. Meski pemberian 40-80 ppm dikatakan aman, namun
pemberian jangka panjang dapat memberikan efek samping. Respon terhadap iNO dapat berupa :
tak adanya perbaikan,
ada perbaikan awal namun tidak berlanjut sehingga dibutuhkan ECMO,
ada perbaikan awal yang berlanjut sehingga dapat dilepaskan bertahap pada hari ke-5 trapi, atau
respon awal baik disertai ketergantungan jangka panjang (akibat hipoplasia paru / displasia kapiler alveoli).
Efek samping iNO adalah methemoglobinemia. Hingga saat ini belum diketahui berapa lama iNO aman diberikan. (9)
2.9.10 ECMO
ECMO (Extracorporeal Membrane Oxygenation), adalah teknik memberikan oksigen pada pasien yang paru-parunya tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.(14)
ECMO dilakukan bila pasien tidak memberikan respon terhadap O2 100%, ventilasi mekanik dan obat-obatan. Perbedaan O2 antara arteri
dan alveoli, PaCO2 PaO2 : 760 47 (setinggi permukaan laut) atau index oksigenasi (OI) dapat memprediksi mortalitas > 80 %. (9)
OI = (Tekanan jalan udara rata-rata x FiO2 x 100)/ PaO2 postduktal.
Indikasi ECMO
Beda alveoli dan arteri > 620 untuk 8-12 jam
OI > 40 yang tidak berespon terhadap iNO
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 18 of 27
14/01/15 22.59
Bayi yang mengalami gagal nafas hipoksemia karena HMD, aspirasi mekonium, hernia diafragmatika, PPHN, dan sepsis. (9)
Mesin ECMO memompa darah dari pasien secara terus menerus melalui membran oksigenator yang mengimitasi proses pertukaran udara
di paru (membuang CO2 dan menambahkan O2). Darah yang mengandung oksigen kemudian kembali ke pasien. ECMO dapat
menghasilkan oksigenasi yang cukup selama beberapa hari sampai beberapa minggu, memberi kesempatan bagi paru-paru untuk
membaik dan menghindari kemungkinan cedera tambahan akibat ventilasi mekanik yang agresif. ECMO banyak digunakan di NICU
untuk neonatus dengan distres pernafasan. BB minimal untuk dilakukannya ECMO adalah 4,5 pound (1 pound = 0,454 kg). (14)
Dilakukan bypass kardiopulmoner yang memperbesar perfusi sistemik dan menghasilkan pertukaran udara. Bypass yang biasa dilakukan
adalah antara vena dan arteri. Kateter besar dipasang di pembuluh darah besar yaitu di vena jugularis interna kanan dan arteri carotis,
dilakukan ligasi arteri carotis (ligasi dilepas bila terapi ECMO dihentikan). Dapat juga dilakukan bypass vena ke vena untuk mencegah
ligasi. Cara ini dapat menghasilkan pertukaran udara namun tidak membantu curah jantung. (9)
Darah dipompa melalui sirkuit ECMO dengan kecepatan + 80% kecepatan curah jantung, yaitu 150 200 ml/kg/menit. Venous return
melalui membran oksigenator, dihangatkan, lalu kembali ke aorta. Saturasi O2 vena dapat memonitor penghantaran O2 jaringan.
Kecepatan aliran ECMO disesuaikan untuk mencapai SaO2 vena > 65% disertai COV yang stabil. (9)
Saat ECMO dimulai, ventilator dilepas ke udara ruangan pada frekuensi dan tekanan rendah untuk menurunkan resiko toksisitas O2 dan
barotrauma, sambil membiarkan paru-paru beristirahat dan mengalami perbaikan. (9)
Diperlukan heparinisasi untuk mencegah terbentuknya clot pada sirkuit. Pasien yang beresiko mengalami Intraventrikular Hemorrhage
(IVH) yaitu BB <>(9)
Komplikasi ECMO antara lain tromboemboli, emboli udara, perdarahan, stroke, kejang, atelektasis, cholestatic jaundice, trombositopeni,
neutropen, hemolisis, infeksi karena proses transfusi darah, edema, dan hipertensi sistemik. (9)
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 19 of 27
14/01/15 22.59
insiden komplikasi trombosis berkisar 1 23 %, aortografi menunjukkan clot ditemukan di atau sekitar ujung kateter yang dimasukan ke
arteri umbilikalis (95%). USG aorta dapat digunakan untuk mendeteksi adanya trombosis. Resiko terjadinya komplikasi yang serius dari
kateterisasi umbilikal antara 2 5 %. (9)
Kaki dapat menjadi pucat traansien selama kateterisasi arteri umbilikal. Hal tersebut terjadi akibat reflex spasme arteri. Insidensinya
dikurangi dengan menggunakan kateter berukuran kecil, terutama pada bayi yang sangat kecil. Kateter harus diangkat segera, kemudian
dilakukan kateterisasi pada arteri yang lain. Spasme yang persisten setelah pengangkatan kateter dapat diringankan dengan nitrogliserin
topikal pada daerah di atas arteri femoralis. Atau dengan menghangankan kaki yang bersebrangan. Pengambilan darah dari arteri radialis
juga dapat menimbulkan spasme atau trombosis, diberikan terapi yang sama. Spasme intermiten yang berat dapat diterapi dengan
nitrogliserin topikal atau infus lokal dengan tolazolin (Priscolin) 1 2 mg diinjeksikan intraarteri selama 5 menit. Bila secara tidak sengaja
menempatkan kateter pada arteri yang kecil, dapat terjadi blok total atau spasme vaskular lokal, dapat terjadi gangren pada organ atau
area yang diperdarahi. Untuk mencegahnya, kateter harus dipindahkan bila darah tidak dapat melaluinya. (9)
Perdarahan yang serius pada pemindahan kateter jarang terjadi. Trombus dapat terbentuk pada arteri atau kateter, insidensinya
berkurang dengan menggunakan kateter yang berujung lunak dengan lubang hanya pada ujungnya, membilas kateter dengan larutan
saline ditambah heparan dalam jumlah kecil. Atau dengan infus continuous dengan larutan yang mengandung 1 10 unit heparin. Resiko
terbentuknya trombus dengan emungkinan oklusi vaskuler dapat dikurangi dengan memindahkan kateter bila ada tanda tanda
terjadinya trombosis, seperti tekanan nadi yang menyempit, dan hilangnya dicrotic notch. Hipertensi renovaskular dapat muncul
beberapa hari sampai beberapa minggu setelah kateterisasi arteri umbilikalis pada sejumlah kecil neonatus. (9)
Kateterisasi vena umbilikalis memeliki resiko yang sama dengan arteri, ditambah kemungkinan terjadinya hipertensi portal dari
trombosis vena porta. (9)
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 20 of 27
14/01/15 22.59
3. Retensi karbondioksida
4. Peningkatan ketergantungan akan oksigen
5. Bukti rontgen akan adanya kardiomegali dan peningkatan corakan vaskuler paru (edema paru)
6. Hepatomegali
Diagnosis dipastikan dengan echocardiografi Doppler yang menunjukan danya bukti aliran pirau dari kiri ke kanan. (9)
Kebanyakan bayi berespon terhadap terapi suportif umum, meliputibantuan nafas yang adekuat, pemberian diuretik dan restriksi cairan.
Pada beberapa pasien di mana penutupan spontan tidak terjadi, namun terjadi perburukan meski telah diberi terapi suportif dan
kardiotonik, pemberian indometasin Intravena 0,2 mg/kg dengan interval 12 24 jam untuk 3 dosis, dapat menginduksi penutupan
secara farmakologis dengan menghambat pembentukan prostaglandin. Protokol yang lain yaitu 0,1 mg/kg/24 jam selama 6 hari, mungkin
diperlukan pengulangan dari kedua protokol. Kontraindikasi indometasin meliputi trombositopeni (<>1,8 mg/dl). Indikasi penutupan
secara bedah adalah kegagalan penutupan setelah pemberian indometasin, gagal jantung persisten disertai ketergantungan pada
ventilator. Penutupan PDA simtomatik harus segera dilakukan karena meningkatkan insidensi terjadinya oenyakit paru kronik. (9)
Hemorrhagic Pulmonary Edema
Perdarahan paru seringkali terjadi sekunder akibat edema paru berat yang merupakan komplikasi dari HMD dan PDA. Insidensinya pada
bayi prematur sekitar 1 % namun pada otopsi ditemukan sekitar 55 %. Cairan hemoragis di rongga udara merupakan filtrat kapiler yang
berasal dari rongga interstitial atau perdarahan alveoli. Bentuk interstitial ditandai dengan perdarahan pleura, septum interlobularis,
peribronkial, perivaskular, dan dinding aleolar. Bila perdarahan masuk ke alveoli, eritrosit memenuhi rongga udara dan meluas hingga ke
bronkiolus dan bronkus. (4)
Faktor predisposisinya antara lain asfiksia perinatal, hipotermia, hipoglikemi, gagal jantung kongestif, koagulopati, pneumonia, dan
pemberian cairan berlebih. Pada bayi yang mendapat terapi surfaktan eksogen, terjadi peningkatanpirau kanan ke kiri melalui duktus
arteriosus yang memicu terjadinya edema paru hemoragis. (4)
Perdarahan paru biasanya muncul hari ke-5 sampai 7 kehidupan. Apabila bersifat masif, dapat terjadi hal-hal yang mematikan.
Perburukan mendadak dari pernafasan dikaitkan dengan bradikardi, asidosis metabolik dan syok. Darah keluar dari hidung dan mulut
melalui ETT. Gambaran rontgen menunjukan gambaran opak difus dari kedua paru. (4)
Penanganan segera meliputi ventilasi buatan yang adekuat. Meningkatkan tekanan jalan udara dengan menggunakan PEEP dapat
mencegah perdarahan lebih lanjut. Transfusi PRC dan FFP mungkin diperlukan untuk mengganti volume yang hilang, namun restriksi
cairan diindikasikan bila perdarahan terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri. Bila penyebabnya PDA, maka PDA harus diterapi. (4)
Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE)
PIE dapat terjadi simetris, asimetris atau terlokalisasi pada satu bagian paru. PIE yang terletak di perifer dapat menimbulkan bleb
subpleura yang bila pecar akan menimbulkan pneumotoraks. Bisa juga menyebabkan terjadinya pneumomediastinum atau
pneomopericardium. Bila alveoli ruptur, udara dapat terlokalisasi dan bersatu di parenkim membentuk pseudokista. Rupturnya alveoli
dapat menyebabkan udara masuk ke vena pulmonalis, menimbulkan emboli udara. (8)
Page 21 of 27
14/01/15 22.59
Infeksi dapat manifes sebagai kegagalan untuk membaik, perburukan mendadak, perubahan jumlah leukosit, trombositopenia. Terdapat
peningkatan insidensi septicemia sekunder terhadap staphylococcal epidermidis dan/atau Candida. Bila curiga akan adanya septicemia,
lakukan kultur darah dari 2 tempat berbeda dan berikan antibiotik (8)
Perdarahan intracranial dan leukomalasia periventrikuler
Perdarahan intrakranial didapatkan pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi lebih tinggi pada bayi RDS yang membutuhkan
ventilasi mekanik. Ultrasound kepala dilakukan dalam minggu pertama. Terapi indometasin profilaksis dan pemberian steroid antenatal
menurunkan insidensinya. Hipokarbia dan chorioamnionitis dikaitkan dengan peningkatan periventricular leukomalacia. (8)
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 22 of 27
14/01/15 22.59
otak) melalui foramen ovale dan melewati paru melalui duktus arteriosus ke aorta desenden. (9)
Setelah lahir, resistensi paru normalnya menurun dengan cepat sebagai konsekuensi vasodilatasi sekunder terhadap masuknya udara ke
paru, peningkatan Pa O2 postnatal, penurunan PCO2, peningkatan pH, pelepasan zat vasoaktif. (9)
Peningkatan resistensi vaskular pulmonal neonatus dapat
1. Maladaptif dari injuri akut (peningkatan O2 dan perubahan lain sesudah lahir), di mana pembuluh darah tidak mengalami vasodilatasi
normal sebagai respon
2. Hasil peningkatan ketebalan otot medial arteri pulmonal dan ekstensi lapisan otot polos ke arteriol pulmanal yang biasanya non
muskular, yang letaknya lebih perifer, sebagai respon dari hipoksia kronik.
3. Hipoplasia pulmonal (hernia diafragna, sindroma Potter)
4. Menjadi obstruktif karena polisitemia / total anomalous pulmonal venous return
5. Displasia kapiler alveoli, kelainan familial yang bersifat letal, ditandai dengan penebalan septumalveoler dan penurunan jumlah kapiler
dan arteri pulmonal kecil, hipoksia berat terjadi karena pirau kanan ke kiri serta PCO2 yang normal atau meningkat. (9)
Secara anatomi, terdapat 4 tipe berbeda dari kelainan pembuluh darah paru :
1. Hipoplasia pulmonal primer : jumlah arteri di paru berkurang sehingga aliran darah ke paru juga berkurang
2. Jumlah arteriolar dan muskularisasi normal namun tidak terjadi penurunan resistensi vaskular paru ( atau turun kemudian naik
kembali) karena berkurangnya sekresi vasodilator, meningkatnya vasokonstriktor , otot polos kurang responsif terhadap stimulus.
3. Arteriol pulmonal dengan muskularisasi berlebih dan ekstensi otot ke arteri intra-asinus yang biasanya tidak mengandung otot polos
4. Displasia kapiler alveolar (13)
Manifestasi klinik :
Gejala dapat muncul di tempat persalinan atau dalam 12 jam pertama kehidupan. PPHN yang berhubungan dengan polisitemia, idiopatik,
hipoglikemi atau asfiksia; hasil akhirnya berupa sianosis berat dengan takipnea, meski awalnya tanda distres nafas minimal. (9)
Bayi dengan PPHN yang dikaitkan dengan MAS, GBS pneumonia, hernia diafragma / hipoplasia pulmonal, biasanya menunjukkan
sianosis, grunting, PCH, retraksi, takikardi dan shock. (9)
Pada PPHN didapatkan keterlibatan multiorgan. Iskemia miokard, disfungsi muskulus papilaris dengan regurgitasi mitral dan trikuspid
disertai jantung tidak bergerak. Semua hal tersebut dapat menimbulkan shock kardiogenik dengan penurunan aliran darah pulmonal,
perfusi jaringan serta hantaran O2. (9)
Diagnosa
PPHN harus dicurigai pada semua bayi term dengan sianosis, dengan / tanpa fetal distress, IUGR, cairan amnion terwarna mekonium,
hipoglikemi, polisitemia, hernia diafragma, efusi pleura dan asfiksia lahir. (9)
Hipoksia yang terjadi tidak berespon terhadap O2 100 % yang diberikan melalui hood. Respon bersifat transien terutama hiperventilasi
hiperoksia yang diberikan setelah dilakukan intubasi endotrakheal atau dari mask dan bag. (9)
Perbedan PaO2 praduktal (arteri radialis kanan) dan postduktal (arteri umbilikalis) tempat diambilnya sampel darah > 20 mmHg
menandakan adanya pirau dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus. (9),(13)
Echocardiografi dan Doppler dapat memperlihatkan aliran dari kanan ke kiri melalui PDA dan foramen ovale. Deviasi septum interatrial
ke atrium kiri pada PPHN berat. Insufisiensi Mitral atau Trikuspid pada auskultasi didapatkan murmur holosistolik, disertai kontraktilitas
yang buruk pada Echocardiografi (bila terkait dengan iskemia miokard). Dengan menentukan tingkat regurgitasi trikuspid dapat
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 23 of 27
14/01/15 22.59
diperkirakan tekanan arteri pulmonalis. Bunyi jantung 2 terdengar keras dan tunggal. (9)
Pada PPHN yang terkait asfiksia dan idiopatik gambaran radiologis normal, Pada PPHN yang terkait pneumonia dan hernia diafragma
didapatkan lesi opak spesifik pada perenkim dan adanya usus di dada. (9)
Diagnosa Banding
Diagnosa banding meliputi penyakit jantung sianotik, serta hal-hal yang merupakan predisposisi (hipoglikemi, polisitemia, sepsis). (9)
Terapi :
Yang terutama adalah koreksi predisposisi dan perbaikan oksigenasi jaringan. Terapi inisial meliputi O2, koreksi asidosis, hipotensi dan
hipercapnea. Bila hipoksia persisten lakukan intubasi dan ventilasi mekanik. (9)
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan atau tanpa pancuronium (paralisis) dan harus dipertahankan PaO2 50 -70 mmHg, PCO2 50-55
mmHg. Pemberian Tolazoline 1 mg/kg ( bloker nonselektif) untuk vasodilatasi sistem arteri pulmonalis. Efek sampingnya berupa
hipotensi sistemik sehingga diperlukan volume expander dan dopamin. (9)
Hiperventilasi untuk menurunkan vasokonstriksi paru dengan menurunkan PCO2 sekitar 25 mmHg dan meningkatkan pH 7,5-7,55
(diperlukan PIP tinggi danfrekuensi nafas cepat) kadang perlu pancuronium paralisis untuk mengontrol ventilasi hingga mencapai PaO2
90 -100%. Komplikasi hiperventilasi adalah hiperinflasi, penurunan eliminasi CO2, penurunan curah jantung, barotrauma,
pneumotoraks, penurunan aliran darah serebral, peningkatan kebutuhan cairan dan edema karena paralisis. (9)
Alkalinisasi dengan natrium bicarbonat dilakukan untuk meningkatkan pH sehingga terjadi vasodilatasi arteri pulmonalis. Shock
kardiogenik harus ditangani dengan pemberian dopamin dan dobutamin. (9)
Surfaktan eksogen dan iNO dapat diberikan.Untuk langkah terakhir, bila tak ada respon terhadap terapi sebelumnya, dapat dlakukan
ECMO. (9)
Prognosa :
Yang perlu menjadi perhatian adalah hipoksik iskemik ensefalopati dan kemampuan menurunkan resistensi vaskuler paru. Dengan
pemakaian ECMO 85 90 % dapat bertahan hidup. (9)
2.10.4 Komplikasi Kronik
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Oksigen bersifat toksik bagi paru-paru, terutama bila diberikan dengan respirator tekanan positif, menyebabkan terjadinya BPD. Selain
itu, BPD juga dapat disebabkan oleh robeknya alveoli akibat tekanan, volutrauma, saponifikasi hipokapnea, atelektasis akibat absorpsi,
dan terjadinya inflamasi. Beberapa bayi yang mendapat bentuan nafas berupa intermittent positive pressure secara berkepanjangan
dengan konsentrasi oksigen yang ditingkatkan, menunjukkan perburukan paru pada gambaran rontgen. Distres nafas menetap ditandai
hipoksia, hiperkarbia, ketergantungan pada oksigen, dan terjadinya gagal jantung kanan. Gambaran rontgen berubah, sebelumnya
menunjukan gambaran opak hampir menyeluruh disertai air bronchogram dan emfisema interstitial, menjadi area lusen bulat kecil
berselang seling dengan area dengan densitas yang iregular, seperti gambaran spons. (9)
<>
> 32 minggu
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 24 of 27
14/01/15 22.59
kehamilan
Waktu
Diagnosa
BPD
moderate
BPD berat
Dari gambaran histologis pada stadium ini (10-20 hari setelah terapi oksigen dimulai) hanya ada sedikit bukti akan adanya pembentukan
membran hyalin, bersatunya alveoli secara progresif dengan atelektasis di sekelilingnya, edema interstitial, penebalan membran basal
setempat, metaplasia dan hiperplasia mukosa bronkus dan bronkiolus secara luas. Hal ini terjadi akibat maldistribusi ventilasi yang berat.
Ketergantungan akan oksigen selama 1 bulan (secara berselang-seling pada usia kehamilan 36 minggu) merupakan BPD. (9)
Kebanyakan neonatus yang bertahan dengan gambaran rontgen yang berubah secara persisten mengalami perbaikan dalam 6 -12 bulan,
tapi beberapa membutuhkan perawatan lebih panjang dan dapat mengalami gejala respirasi yang persisten setelahnya. Gagal jantung
kanan dan bronchiolitis nekrotikan karena virus adalah penyebab utama kematian. Terjadi pembesaran jantung dan perubahan paru
meliputi daerah fokal dengan alveoli yang mengalami emfisema dengan hipertrofi otot polos peribronkial, fibrosis perimukosa, dan
metaplasia luas dari mukosa bronkiolus, penebalan membran basal, dan terpisahnya kapiler dari sel epitel alveolar. (9)
Bayi yang beresiko terkena BPD mengalami distres nafas berat yang memerlukan ventilasi mekanik jangka panjang dan terapi oksigen.
BPD dapat pula terjadi akibat emfisema interstitial paru, usia kehamilan muda, laki-laki, kadar PCO2 rendah pada usia 48 jam, PDA,
tingginya tekanan puncak inspirasi, meningkatnya resistensi aliran udara pada 1 minggu pertama kehidupan, serta riwayat keluarga
dengan asma. Bayi dengan berat badan sangat rendah tanpa HMD yang memerlukan ventilasi mekanik karena apnea, mengalami penyakit
paru kronis yang tidak mengikuti pola klasik BPD. (9)
BPD berat memerlukan ventilasi mekanik terus-menerus sampai mampu bertahan tanpa respirator. Konsentrasi gas darah yang dapat
diterima oleh pasien BPD meliputi PCO2 50 70 mmHg (bila pH > 7,30) dan PaO2 55 -60 mmHg dengan saturasi oksigen 90 95 %.
Kadar PaO2 lebih rendah dapat menimbulkan hipertensi pulmonal, yang mengakibatkan terjadinya cor pulmonal dan hambatan
pertumbuhan. Obstruksi aliran udara pada BPD dapat terjadi akibat produksi mukus dan terjadinya edema, spasme brokus, dan kolaps
akibat trakeomalasia yang didapat. Keadaan ini dapat menimbulkan blue spells. Sebagai alternatif lain, blue spells dapat terjadi akibat cor
pulmonal akut atao iskemia miokard. (9)
Terapi BPD meliputi, penggunaan bronkodilator seperti agen 2 adrenergik secara aerosol dan teofilin, diuretik, pembatasan cairan serta
terapi infeksi (Ureaplasma urealiticum, respiratory syncytial virus), formula berkalori tinggi, CPAP untuk trakeomalasia, dan
dexamethasone. (9),(5)
Pemantauan pertumbuhan harus dilakukan karena pemulihan bergantung pada pertumbuhan jaringan paru dan remodeling vaskuler
paru. Nutrisi diberikan untuk mencapai kalori yang ditambahkan (24 30 kalori / 30 ml formula) dan protein (3-3,5 gr/kg/24 jam) yang
diperlukan. (9)
Diuretik memberikan perbaikan cepat dari mekanisme paru dan dapat menurunkan kebutuhan O2 dan ventilator. Furosemid (1
mg/kg/dosis IV 2x/hari atau 2 mg/kg/dosis oral 2x/hari) setiap hari atau selang sehari, dan HCT saja / kombinasi dengan potassium
chlorida bila diperlukan, atau bisa juga diberikan spironolakton. (9)
Bronkodilator memperbaiki mekanisme paru-paru dengan menurunkan resistensi jalan udara. Baik 2 adrenergik dan sistemik aminofilin
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 25 of 27
14/01/15 22.59
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 26 of 27
14/01/15 22.59
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-hmd.html
Page 27 of 27