You are on page 1of 38

NARKOBA

Bahaya, Hukum dan Upaya Penanggulangannya


Oleh: Ahmad Labib al Mustanier

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................... 2


MEREBAKNYA NARKOBA .................................................................. 3
NARKOBA: NIKMAT MEMBAWA SEKARAT....................................... 6
HUKUM SYARA TENTANG NARKOBA.............................................. 11
Hukum Asal Benda.............................................................................. 13
Hukum Memproduksi dan Meperdagangkannya........................................ 18
NARKOBA : UPAYA MENGHANCURKAN GENERASI MUSLIM? ........ 22
MENELUSURI AKAR MASALAH ........................................................ 25

............................................... 25
2. Rendahnya Pengawasan Masyarakat .................................................. 26
3. Hukuman yang Ringan ..................................................................... 27
1. Merebaknya Gaya Hidup Materialisme

KONSEP ISLAM DALAM MEMBERANTAS NARKOBA ....................... 29


1. Menumbuhkan Ketakwaan Anggota Masyarakat ................................... 29
2. Pengawasan Masyarakat .................................................................. 33
3.Tindakan Tegas Negara..................................................................... 35
KHATIMAH ........................................................................................ 38

MEREBAKNYA NARKOBA
Sungguh menyedihkan! Itulah kata yang sangat tepat untuk
menggambarkan realitas masyarakat negeri ini. Di tengah hiruk pikuk
situasi perpolitikan yang kian tidak menentu, terjangan badai krisis
ekonomi yang hingga kini belum berlalu (entah sampai kapan), merosotnya
moralitas masyarakat, melonjaknya angka kriminalitas, kasus korupsi dan
suap yang masih terus bergentayangan, dan berbagai problematika pelik
lainnya yang semakin menghimpit bangsa ini. Merebaknya kasus narkoba
(narkotika dan obat-obatan berbahaya) adalah salah satunya.
Meskipun persoalan narkoba itu sudah cukup lama dan sangat meresahkan
banyak orang, hingga kini, pemerintah masih belum memiliki resep yang
cukup jitu untuk menghadang meluasanya peredaran zat berbahaya itu.
Bahkan, ada kecenderungan kian meningkat. Sasarannya pun semakin
meluas, menembus ke berbagai lapisan. Peredarannya pun merambah
sampai ke desa-desa. Yang dijadikan sebagai sasarannya tidak terbatas
hanya anak muda, remaja, atau orang dewasa. Anak-anak usia SD pun
sudah dijadikan mangsanya.
Kejadian di SDN 01 kota Bambu Jakarta Barat menjadi fakta menyedihkan
itu. Puluhan anak SD itu ketagihan obat terlarang itu. Seorang murid SD
yang kecanduan itu bercerita, mulanya ia ditawari permen oleh seorang
wanita yang tidak dikenalnya. Orang itu merayu, bahkan sempat memberi
uang RP. 5.000 kepada siapa saja yang mau menerima dan mencicipi
permen tersebut (Media Dakwah Sep. 1999). Tentu saja, dengan gembira
mereka menerima tawaran tersebut. Mereka pun lalu menenggak permen
tersebut tanpa curiga. Lambat laun mereka merasakan bahwa permen yang
mereka isap itu bukan sembarang permen. Tetapi itu adalah permen khusus.
Siapa saja yang sudah menelannya, maka dengan sendirinya ia akan
ketagihan. Permen itu ternyata sejenis nipam, obat terlarang.
Ironisnya, pengguna narkoba itu bukan hanya anggota masyarakat, tetapi
juga aparat kepolisian yang seharusnya memberantas narkoba dan beberapa
pejabat yang seharusnya menjadi suri teladan. Di Surabaya, misalnya,
ditemukan enam anggota polisi polwiltabes yang terlibat narkoba. Setelah
diadakan tes urine, mereka dinyatakan positif telah mencicipi Narkoba

(Jawa Pos 19/9/99). Selang beberapa lama, diketahui pula dua orang
kapolsek yang positif mengkonsumsi narkotika (Jawa Pos 8/4/2000).
Melalui tes urine pula, dari 332 pejabat ada 10 pejabat yang terindikasi
darahnya mengandung zat narkoba (Jawa Pos 18/4/2000). Di antara 10
orang pejabat yang darahnya bercampur zat narkoba tersebut ada 4 orang
setingkat Kepala Biro. Hanya saja, Pemda Jatim hingga kini tampak adem
ayem, tidak melakukan tindakan tegas (Republika 25/04/2000).
Lebih tragis lagi (sekaligus membuat geram siapa saja), ada di antara aparat
itu yang bukan hanya menjadi pengguna, tatapi sudah masuk dalam
jaringan pengedar narkoba. Seperti yang terjadi di Medan, petugas
kepolisian sektor (Polsek) kota Medan Sunggai menyita 60 kg ganja dan
menahan lima tersangka pembawa ganja yang mengaku sebagai anggota
Komando Rayon Militer (Koramil) Baktiya, Aceh. Ternyata hal itu
dibenarkan oleh pelaksana tugas Kadispen Polda, sumatera Utara, Kapten
(pol) Ahmad Soemba, bahwa kelima tersangka pelaku adalah anggota
Koramil dari Aceh dan tersangka diserahkan ke Polisi Militer di Medan
(Kompas, 18/9/99).
Di Surabaya, juga didapati seorang polisi yang menjadi pengedar narkoba.
Ketika digerebek dirumahnya, ditemukan 1500 butir ineks dan 6 ons sabusabu (Jawa Pos 4/1/2000). Demikian juga menurut hasil investigasi Drs.
Nazarudin Ismail, Ketua investigasi Gerakan Anti-Narkoba (Granat),
ditengarai kantor Gubernur Jatim kini sudah dirambah jaringan narkoba.
Bahkan estimasi Nazarudin, di antara pejabat itu tak hanya sebagai
pengguna, tetapi sudah masuk dalam jaringan pengedar nerkoba itu.
Tidak mengherankan, jika pengguna narkoba di Indonesia sudah mencapai
angka yang sangat mengkhawatirkan. Hingga 1998, diperkirakan pengguna
narkotika di Indonesia 1-2% populasi penduduk. Di Jakarta saja, jumlah
penderita penyalahgunaan narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya telah
mencapai 1,3 juta orang (Republika 19/8/99).
Dalam sarasehan "Malapetaka Korban Ketergantungan Narkotika dan Obat
Terlarang" yang diselenggarakan Kompas (13/9/99), disebutkan, setiap
tahun ada lebih dari 130.000 pecandu narkoba. Dan kebanyakan dari
pecandu itu adalah anak-anak muda (Info Aktual, 18/9/99). Seiring itu
korban tewas akibat over dosis di Jakarta pada tahun ini menunjukkan

peningkatan 2-3 kali lipat dan diperkirakan setiap hari ada dua orang
korban tewas (Rep,14/9 /99).
Hasil polling yang dilakukan oleh Forum Gajah Mada terhadap 11 SMU di
Mojokerto menyebutkan ada 19,40 % atau 1 dari 5 orang pernah
mengkonsumsi narkotika.
Hasil survey Dr. Ayub Sani Ibrahim DSJ di dua buah rumah sakit swasta di
Jakarta Selatan terhadap 35 pasien yang diwawancarai, diperoleh fakta
bahwa 89% pengguna narkotika berada pada usia 15 sampai 20 tahun (usia
remaja). Dari 35 pasien tersebut terdiri dari 18 pria dan 17 wanita
menunjukkan ketergantungan terhadap obat. Kenyataan masalah narkoba
yang sudah sedemikian itu, menimbulkan kekhawatiran pada sementara
kalangan yaitu datangnya bahaya hilangnya generasi (lost generation).

NARKOBA: NIKMAT MEMBAWA SEKARAT


Narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya) dikenal juga dengan
NAZA (narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya). Menurut WHO (1969)
yang dikutip Hawari (1996) batas obat terlarang (drug) adalah setiap zat
(bahan subtansi) yang jika masuk ke organ tubuh akan mengadakan
perubahan pada satu atau lebih pada organisme tersebut. Narkotika,
Alkohol, dan zat adiktif lainnya, adalah zat yang mempunyai efek seperti
itu, khususnya dalam fungsi berfikir, perasaan dan perilaku yang
memakainya. Zat tersebut sering disalahgunakan sehingga menimbulkan
ketagihan (addiction) yang pada gilirannya sampai pada ketergantungan
(dependence). Beberapa jenis zat yang dapat dikelompokkan sebagai
narkotika itu antara lain: opium, morfin, heroin, kokain, dan ganja.
Opium atau candu adalah getah Papaver somniferum L. Yang telah
dikeringkan. Dalam opium ini terdapat zat alkaloid yang terdiri dari dua
golongan. Pertama, golongan Fenantren, misalnya morfin dan kodein
(yang biasanya digunakan untuk campuran obat batuk berbentuk sirup).
Kedua golongan benzilisokinolin, misalnya noskapin dan papaverin. Mofin
ini biasanya digunakan dalam bentuk garam hidrocholrida, berupa kristal
atau serbuk putih yang dapat larut dalam air. Dalam dunia kedokteran
morfin digunakan sebagai obat analgesik (anti nyeri) pada penderita yang
mengalami rasa nyeri berlebihan, seperti pada saat setelah dilakukan
operasi, luka bakar, patah tulang, nyeri pada infark miokard jantung, nyeri
pada kanker, dan sebagainya. Cara kerja morfin dalam tubuh manusia dapat
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan meningkatkan ambang
rasa nyeri, mengubah persepsi nyeri yang diterima oleh otak sehingga
penderita tidak merasakan nyeri dan memudahkan tidur. Dengan demikian
pemakai morfin dapat merasakan euforia (rasa gembira), rasa lapar hilang,
muntah tanpa disertai mual terlebih dahulu, dapat tidur nyenyak yang
disertai mimpi, dan napas menjadi lambat.
Efek pada tingkah laku adalah adanya impairment (hendaya) atau gangguan
etika dan norma, seperti suka berkelahi, kehilangan kawan, tidak masuk
kerja, terlibat pelanggaran hukum dan khilangan pekerjaan.
Pada saat morfin ini dipakai dalam dosis besar, kekuatan fisik dan ambisi
menurun. Penderita menjadi letargi (kesadaran menurun), dan rasa puas

pada diri sendiri membuat pemakainya semakin terlibat dalam penggunaan


obat. Akibatnya, semangat kerja menurun, pemakainya menjadi pemalas,
dan timbul ketergantungan fisik. Pemakai morfin dapat mengalami GMO
(Gangguan Mental Organik). Bila sudah terjadi ketergantungan fisik, maka
pemakainya menjadi sukar tidur, jantung berdebar-debar, pupil mata
melebar, diare, berkeringat, sering menguap, dan bila berlanjut akan terjadi
depresi nafas. Bahkan, bisa mengakibatkan kematian.
Heroin atau yang di pasaran gelap disebut dengan putauw itu berupa
bubuk/kristal heroin. Dalam dunia kedokteran, heroin atau putauw ini tidak
digunakan. Cara menikmatinya, biasanya dengan memanaskan
bubuk/kristal heroin itu di atas kertas timah. Setelah keluar asapnya yang
menyerupai bentuk naga atau dragon asap dihirup. Cara lain adalah dengan
menyuntikkan heroin itu yang dilarutkan dalam air hangat ke pembuluh
darah. Hanya, cara ini sangat berbahaya.
Akibat yang akan terjadi dari pemakaian putauw ini adalah rasa gembira
yang berlebihan (euforia) atau sebaliknya (diseuforia), acuh tak acuh
(apatis), lemah tiada bertenaga, mengantuk. Karenanya, penggunaan heroin
ini dapat mengakibatkan gangguan mental organik (GMO), yaitu gangguan
dalam fungsi berpikir, perasaan, dan perilaku. Gangguan mental tersebut
terjadi karena reaksi langsung heroin dengan sel-sel saraf pusat.
Apabila pemakaian heroin ini dihentikan, padahal orang itu sudah memiliki
ketergantungan, maka akan timbul gejala-gejala sakauw yaitu rasa sakit
atau nyeri yang tak terperikan karena ketagihan, seperti: air mata dan cairan
hidung berlebihan, diare, tekanan darah naik, berdebar-debar, demam,
sukar tidur, rasa sakit pada tulang belulang, sakit kepala terasa mau pecah,
sendi-sendi ngilu terasa persendian copot, gelisah, marah-marah, dan
mudah berkelahi. Gejala ini sukar diatasi, sehingga pemakainya akan
mencarinya dengan berbagai cara. Untuk mendapatkannya, tidak jarang
jalan apa pun akan ditempuh tanpa memperdulikan resikonya. Biasanya
akan memakainya lagi dengan dosis yang lebih tinggi dan semakin sering.
Kokain yang berasal dari daun/tanaman coca, biasanya digunakan dengan
cara menaruh bubuk atau hancuran kristalnya, pada selaput lendir hidung
lalu dihirup. Dapat pula asapnya dihirup atau disuntikkan.

Sebagaimana heroin, kokain ini juga akan mengakibatkan gangguan mental


organik. Beberapa gejala gangguan mental tersebut adalah: agitasi
psikomotor yang ditunjukkan oleh perilaku gelisah dan tidak dapat diam,
rasa gembira yang berlebihan yang mengakibatkan hilangnya kendali diri
(self control), rasa harga dirinya meningkat seperti merasa dirinya hebat,
super, dan sejenisnya, banyak bicara yang cenderung ngelantur, dan
meningkatnya kewaspadaan yang mengakibatkan pemakai senantiasa
dihantui rasa curiga.
Di samping itu, secara fisik, penggunaan kokain ini bisa mengakibatkan
jantung berdebar-debar, pupil mata melebar, peningkatan tekanan darah,
dan berkeringat berlebihan. Kokain juga dikaitkan dengan kematian
mendadak akibat komplikasi jantung dan delirium (kesadaran menurun).
Delirium dapat menimbulkan kejang dan kematian
Apabila pemakai kokain ini sudah ketagihan, sedangkan tidak mendapatkan
benda yang dimaksud, maka orang tersebut akan dihinggapi dengan rasa
cemas, perasaan bersalah, rasa tak berdaya, putus asa, dan tak bernilai.
Ganja yang kadang disebut dengan mariyuana atau hashish itu berasal dari
daun ganja. Cara memakainya, biasanya dihisap. Jenis narkotika yang di
pasaran biasa disebut cimeng atau gele ini dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan jiwa, yaitu adanya waham atau khayalan (delusi) mirip dengan
waham yang terdapat pada gangguan jiwa skizofrenia (tindakannya di luar
kendali).
Gejala skizoferania itu sendiri beragam. Dari mulai kekacauan alam
berpikir, perasaan, dan perilaku. Perilaku yang muncul biasanya adalah
marah-marah, gaduh gelisah, mengamuk, bicara kacau, sampai pada
tingkah laku yang aneh-aneh, melamun, bicara sendiri, tertawa sendiri serta
hidup di dunianya sendiri (alam khayal) tanpa memperdulikan perawatan
dirinya atau keadaan sekeliling. Bagi mereka yang sudah ada faktor
predisposisi (faktor-faktor yang mempermudah terjangkitnya suatu
penyakit), maka ganja mempercepat munculnya gangguan jiwa skizofrenia.
Hal ini juga dibuktikan dengan bahwa pada umumnya penderita gangguan
jiwa skizofrenia, sebelumnya memakai ganja terlebih dahulu.
Pemakaian ganja juga dapat menimbulkan gangguan mental organik
(GMO) seperti pada heroin.

Di sampinng itu, masih ada zat-zat lainnya yang tidak tergolong dalam
narkotika, tetapi termasuk zat adiktif (zat yang dapat mengakibatkan
kecanduan). Pengaruhnya terhadap susunan saraf pusat (otak) serupa
dengan narkotika dan alkohol. Ectasy, adalah salah satu di antaranya. Zat
aktif yang dikandung ectasy adalah amphetamine, suatu zat yang tergolong
stimulasia (perangsang).
Di dunia kedokteran, zat amphetamine digunakan antara lain untuk
mengobati penyakit hyperkinesia, depresi ringan, dan narkolepsi.
Penggunaan di dunia sangat ketat, sebab dapat menimbulkan
ketergantungan. Penyalahgunaan ectasy yang kadang disebut dengan ineks
ini akan menimbulkan gangguan mental organik.
Apabila sedang on atau triping, pemakainya akan merasakan gejala
psikologik dan fisik. Gejala psikologik adalah agitasi psikomotor, rasa
gembira, rasa harga diri meningkat, banyak bicara, dan kewaspadaan
meningkat. Adapun secara fisik adalah pelebaran pupil mata, tekanan darah
meninggi atau rendah, berkeringat atau rasa kedinginan, mual dan muntah.
Bagi mereka yang sudah ketergantungan, bila pemakaian dihentikan akan
menimbulkan kondisi yang dinamakan gejala putus obat yang ditandai
rasa ketagihan, kelelahan, keletihan menyeluruh, tidur berkepananjangan
12-24 jam, depresi berat, rasa lesu dan lemah yang sangat, timbul pikiran
tentang kematian, ingin bunuh diri, dan mencelakakan diri.
Meskipun tidak semuanya, umumnya pemakaian zat-zat tersebut seringkali
mengakibatkan ketagihan (addiction), bahkan sampai pada tataran
ketergantungan (dependence). Zat atau bahan (obat) yang dapat
menimbulkan adiksi dan dependensi, adalah zat yang memiliki ciri sebagai
berikut:
1. Keinginan yang tak tertahankan atau kebutuhan yang luar biasa untuk
senantiasa menggunakan zat tersebut. Keinginan itu mendorongnya
untuk mendapatkan zat yang dimaksud, dengan jalan apa pun akan
ditempuhnya tanpa mempedulikan resikonya.
2. Kecenderungan untuk menaikkan dosis sesuai dengan toleransi
tubuhnya

3. Ketergantungan psikis (psychological depedence) pada obat itu. Apabila


pemakaiannya dihentikan akan menimbulkan kecemasan, kegelisahan,
depresi, dan gejala-gejala psikis lainnya.
4. Ketergantungan fisik (physical depedence), apabila pemakaian zat ini
dihentikan, akan menimbulkan gejala fisik, yang dinamakan gejala
putus NAZA (withdrawal symptom).

10

HUKUM SYARA TENTANG NARKOBA


Hukum syara adalah seruan pembuat syariat (as Syaari) yang berkaitan
dengan perbuatan hamba. Sekalipun hanya dikatakan perbuatan hamba
(afaalu ibaad), tetapi cakupan hukum syara meliputi perbuatan (afaal)
dan benda (syaaa). Hal itu disebabkan karena suatu perbuatan manusia
adakalanya hanya berupa perbuatan dan tidak melibatkan benda, seperti
tersenyum, bercakap-cakap, tidur dsb. Ada pula yang harus melibatkan
benda, seperti makan, minum, berdagang dsb. Sehingga, sekalipun kedua
berbeda dan harus dibedakan, benda tidak bisa berdiri sendiri dan
senantiasa tekait dengan perbuatan.
Di samping itu, memang seruan yang ada pada hukum syara adalah dalam
kerangka memberikan solusi terhadap hamba, dan bukan benda. Adanya
status hukum yang diberikan benda, sebenarnya tidak pernah terlepas
dengan perbuatan hamba. Haramnya dzat babi, tidaklah ditujukan kepada
babi itu sendiri, tetapi ditujukan manusia dalam menghadapi babi.
Untuk memberikan status hukum pada jenis perbuatan yang tidak
melibatkan benda, maka hanya dikaji status perbuatan itu saja. Sedangkan
pada jenis perbuatan yang melibatkan benda harus mengkaji keduanya
(baik perbuatan dan bendanya). Jika perbuatan dan bendanya sama-sama
boleh maka perbuatan itu boleh dilakukan. Jika kedua-duanya haram atau
perbuatannya yang diharamkanya, maka perbuatan itu tidak diperbolehkan.
Sedangkan, jika bendanya diharamkan, maka masih memerlukan kajian
lebih lanjut, apakah perbuatan tersebut halam atau haram.
Status hukum makan binatang laut, misalnya, adalah mubah. Karena
keduanya, baik perbuatannya (makan) maupun benda yang dimakan (ayam)
sama-sama mubah. Berkaitan dengan perbuatan makan, Allah SWT
berfirman:

(31 )
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan (Al Araf
31).

11

Ayat ini menunjukkan bolehnya (mubah) perbuatan makan. Sedangkan,


tidak disebutkannya maful bih (objek) yang dimakan pada ayat di atas,
dapat dipahami kebolehan memakan makanan secara mutlak.
Berkaitan dengan binatang laut, ketika Rasulullah SAW ditanya tentang
berwudlu dengan air laut Rasulullah SAW menjawab:

( )
Ia (air laut) itu suci airnya, halal bangkainya (HR Abu Daud, Nasai,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Hadits di atas menunjukkan halalnya bangkai binatang laut, tanpa
disebutkan perbuatan yang berkenaan dengannya. Sehingga, jika dikaitkan
dengan perbuatan makan, yakni memakan bangkai binatang laut, maka
perbuatan itu hukumnya mubah. Karena, baik perbuatan maupun bendanya
mubah.
Sedangkan hukum mencuri bangkai binatang laut milik seseorang,
hukumnya haram. Sekali pun bendanya halal, tetapi perbuatan yang
dilakukan hukumnya haram, maka perbuatan tersebut hukumnya haram.
Berkaitan dengan mencuri Allah SWT berfirman:

(38 )
Pencuri laku-laki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan
keduanya ( Al Maidah 38).
Sedangkan status hukum makan babi adalah haram. Sekalipun hukum
makan itu mubah, tetapi benda yang dimakan hukumnya haram (Al Maidah
ayat 3), maka status perbuatan itu menjadi haram. Hanya saja, bila yang
diharamkan itu bendanya, tidak secara secara otomatis semua perbuatan
yang berkaitan dengannya hukumnya haram. Misalnya, hukum melihat
babi tidaklah haram.

12

Hukum Asal Benda


Kajian secara mendalam terhadap Al Quran dan As Sunnah,
menyimpulkan bahwa hukum asal pada benda adalah mubah. Allah SWT
berfirman:

(29 )
Dialah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (Al Baqarah
29).

(13 )
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya (Al Jatsiah 12).
Kata

(menjadikan untuk kamu) dan

(menundukkan

untukmu) pada ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT telah


membolehkan semua benda kepada manusia. Sedangkan benda yang
diharamkan bagi manusia, merupakan bentuk pengkhususan atau
pengecualian, sehingga membutuhkan nash (dalil) yang menjelaskannya.
Selama tidak ada dalil yang mengharamkan (seperti haramnya bangkai,
darah, daging babi, keledai kampung, dsb), maka hukum benda itu tetap
dalam hukum asal, yakni mubah. Dari ayat-ayat itu dihasilkan sebuah
kaidah syara :


Hukum asal benda adalah mubah (halal), selama tidak ada dalil yang
mengharamkan.
Berkaitan dengan hukum narkoba, tidak ada perbedaan pendapat tentang
haramnya narkoba. Al Iraqi dan Ibnu Taimiyyah (Subulus Salam juz IV
hal 35) menceritakan bahwa terdapat ijma atas haramnya candu dan
barang siapa yang menghalalkannya bisa menyebabkan kufur. Yang

13

berbeda hanya dalil yang digunakannya. Al Qordawi dalam kitab Al


Halalu Wal Haram halaman 75 menggolongkannya sebagai khamr,
karena sifatnya yang memabukkan. Pendapat yang sama juga dikemukakan
oleh Sayid Sabiq, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Fiqhus Sunnah hal
332), Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Husaini (Kifaayatul
Akhyaar Juz II hal 188)..
Sedangkan Ash Shananiy, dalam kitab Subulus Salam (juz IV hal 35),
beliau juga menggolongkan hashish (candu) sebagai sesuatu yang
memabukkan, sehingga hukumnya haram. Keharaman benda memabukkan
itu didasarkan pada hadits dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:

( )
Apa yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya juga haram
(dikeluarkan oleh Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah,
dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Beliau menyatakan bahwa apa terjadi pada narkoba juga terjadi pula pada
khamr, yakni sama-sama menyebabkan rasa girang dan mabuk. Meskipun
begitu, bila ada yang menolak anggapan bahwa candu itu memabukkan,
beliau menjawab bahwa candu bisa melemahkan. Dalam hal ini, terdapat
hadits dari Ummu Salamah, ia berkata:

( )
Rasulullah SAW telah melarang setiap zat (bahan) yang memabukkan dan
melemahkan (HR Ahmad dan Abu Daud). Imam As Suyuti, dalam kitab al
Jamiush Shoghir, menshahihkan hadits ini.
Al Khathabiy menjelaskan bahwa makna al muftir adalah setiap minuman
yang bisa mendatangkan futur (lemas, lemas) dan al khawar (lemah) pada
anggota tubuh (Subulus Salam juz IV hal 35).
Jika kita mengkaji dalil-dalil yang digunakan, hadits yang melarang
penggunaan benda yang memiliki sifat muftir, secara pasti dapat diterapkan
pada narkoba. Narkoba, dalam berbagai jenisnya, terbukti melemahkan

14

pemakainya, baik fisik, mental, maupun intelektual. Hampir semua jenis


narkoba bisa menyebabkan gangguan mental organik, sebagaimana telah
dijelaskan di muka.
Di samping bisa melemahkan, narkoba juga bisa mengakibatkan dlarar
(bahaya atau merusak bagi manusia). Rasulullah SAW bersabda:

( )
Tidak (boleh) menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain
(HR Ibnu Majah).
Nafi (peniadaan) yang ada pada hadits ini memberikan makna larangan.
Qorinah (indikasi)nya adalah bahwa keberadaan dlarar (bahaya) itu
sesuatu yang riil. Pada hal dalil syara tidak mungkin bertentangan dengan
fakta. Maka hadits ini harus dipahami dengan dalalatul iqtidla
(penunjukan yang didapatkan oleh makna yang mengharuskan
keberadaannya), yakni dari nafiyyul wujud (peniadaan keberadaan) menjadi
nafiyyul jawaz (peniadaan kebolehan), yakni berarti sebuah larangan
terjadinya sesuatu yang membahayakan. Bahwa larangan itu merupakan
larangan yang bersifat jazim (tegas dan pasti) yang melahirkan hukum
haram, dipertegas oleh hadits lain. Dari Abu Shirmah Malik bin Qais Al
Anshoriy, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

( ) ,
Barang siapa yang membahayakan, maka Allah akan mendatangkan
bahaya , dan barang siapa yang menyusahkan, maka Allah akan
menyusahkan kepadanya (HR Abu daud Nasai, dan Tirmidziy).
Dari hadits-hadits tersebut, diambillah kaidah syara:


Hukum asal barang atau perbuatan yang menimbulkan mudlarat adalah
haram

15

Bahaya khamr, sebagaimana dijelaskan di depan, sangat jelas baik secara


individual maupun komunal. Sebagaimana telah dijelaskan di muka,
Narkoba dapat menimbulkan gangguan mental organik karena barangbarang itu memiliki efek langsung terhadap susunan saraf (otak). Hal ini
dapat dilihat pada perubahan-perubahan neurofisiologik dan psikofisiologik pada si pemakai dalam keadaan keracunan ( overdosis/itoksidasi)
atau dalam keadaan ketagihan (putus zat / withdrawal) dalam kenyataannya
terbukti menimbulkan bahaya.
Selain dampak pada si pemakai, penyalahgunaan Narkoba juga bisa
berbahaya bagi orang lain. Hawari, (1996) menyebutkan bahwa narkoba
juga bisa mengakibatkan kecelakaan lalu lintas (58,7%).
Di samping itu, narkoba umumnya digunakan untuk mendukung berbagai
kemaksiatan penggunanya, seperti berdansa secara bercampur baur di
berbagai diskotik, kafe, bar, pub, melakukan aktivitas aktivitas seksual
secara bebas dan kemaksiatan lainnya. Ini terbukti dengan berbagai operasi
yang selama digelar oleh polisi. Di tempat-tempat itulah biasanya polisi
menemukan obat-obatan berbahaya tersebut. Ini berarti, memakai narkoba
bukan hanya haram, tetapi juga mendorong orang untuk melakukan
perbuatan haram dan juga bisa melalaikan berbagai kewajiban. Tidak
terbayangkan, orang yang terbuai dalam mimpi indah atau fly oleh
narkoba masih ingat Allah, bisa dan mau sholat, puasa, dakwah dsb. Maka
narkoba itu diharamkan pula menurut kaidah syara


Setiap sesuatu (benda/perbuatan) yang bisa mengantarkan pada yang
haram, maka hukumnya haram.
Jika kita menelusuri dalil-dalil yang digunakan untuk memberikan status
hukum pada candu tersebut, maka kita mendapatkannya bahwa haramnya
candu (dan jenis narkoba lainnya) tidaklah karena zatnya, sebagaimana
pengharaman bangkai, darah, dan babi yang diharamkan karena zatnya
dengan firman Allah SWT :


16

Diharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan atas


nama selain Allah (Al Maidah 3).
Juga khamr, yang diharamkan karena zatnya, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda:


Diharamkannya khamr karena bendanya, banyak maupun sedikit. Juga
(diharamkan) yang memabukkan dari setiap minuman (HR An Nasai
dengan sanad hasan, Sunan An Nasai VIII hal 320 dan 321).
Pada benda-benda tersebut secara jelas diharamkan karena
zatnya/bendanya. Hal ini berbeda dengan pengharaman narkoba. Haramnya
narkoba bukan karena zatnya --karena tidak didapati satu pun ayat
menunjukkan haramnya narkoba karena zatnya-- tetapi diharamkannya
narkoba karena memiliki sifat yang bisa melemahkan, baik fisik, mental,
maupun intelektual, maka narkoba dapat terkategorikan sebagai benda yang
memiliki sifat muftir (yang melemahkan). Atau karena sifatnya yang
membahayakan.
Jelaslah, hukum penggunaan narkoba itu haram. Suatu perbuatan yang
apabila dikerjakan akan mendatangkan dosa. Hanya saja, haramnya
narkoba itu bukan karena bendanya atau zatnya, tetapi karena sifat yang
dimilikinya. Yakni, sifatnya yang bisa melemahkan bagi pemakainya, baik
secara fisik, psikis, dan intelektualnya. Juga, sifatnya yang bisa menggiring
seseorang terjerumus mengerjakan perbuatan haram lainnya.
Ada perbedaan antara benda yang diharamkan karena zatnya dengan benda
yang diharamkan karena sifatnya. Bedanya adalah:
Jika benda tersebut diharamkan karena zatnya, maka benda itu tidak akan
pernah bisa berubah hukumnya menjadi halal, sekalipun pada benda
tersebut dipandang memiliki manfaat apabila digunakan. Sedangkan benda
yang diharamkan karena sifatnya, maka apabila sifat (yang diharamkan) itu
sudah lenyap, maka benda tersebut menjadi boleh). Jika khamr dan babi
masuk kategori pertama, maka narkoba masuk kategori kedua.

17

Karenanya, penggunaan beberapa bahan-bahan narkotika, seperti morfin,


dalam dunia kedokteran untuk kegiatan pengobatan dengan dosis yang
benar, sehingga tidak melemahkan dan membahayakan bagi orang
dimasuki zat tersebut, maka penggunaan zat dalam keadaan seperti ini
diperbolehkan. Hukum benda itu kembali kepada hukum asal benda.
Namun, jika narkotika itu digunakan, yang bisa melemahkan dan
merusakkan organ-organ tubuh, mental, dan intelektual, dan bisa
mendatangkan malapetaka bagi kehidupan manusia, sebagaimana yang
terjadi sekarang ini terjadi, maka narkotika tersebut menjadi haram.
Berbagai produk narkoba dengan berbagai jenisnya, seperti heroin, kokain,
ganja, dan berbagai derivatnya yang sekarang banyak beredar di tengah
masyarakat, jelas bukan untuk kepentingan kedokteran atau pengobatan,
tetapi diproduksi untuk dikonsumsi dan dinikmati yang berakibat
melemahkan, merusak, tidak jarang bisa mengantarkan pada jurang
kematian, bahkan kehanncuran sebuah masyarakat secara menyeluruh.

Hukum Memproduksi dan Meperdagangkannya


Memproduksi adalah suatu usaha untuk mengadakan suatu barang. Dalam
syariat Islam, hukum memproduksi suatu barang mengikuti hukum barang
itu sendiri. Apabila suatu benda itu diharamkan, maka memproduksinya
juga haram. Kesimpulan ini didapat dari hadits Nabi SAW dari Anas ra.
bahwa:

:

Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat dalam khamr sepuluh personel,
yaitu: pemerasnya (untuk keperluan umum), pembuatnya (untuk kalangan
sendiri), peminum-nya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya,
penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya, dan pemesannya (HR
Ibnu Majah dan Tirmidzy).

18

Dari hadits tersebut, memeras (memproduksi) khamar termasuk perbuatan


yang diharamkan. Hukum haram disimpulkan karena ada celaan yang
bersifat jazim dengan kata la'ana (melaknat).
Larangan memeras khamr pada hadits di atas, bukan berarti larangan
aktivitas memerasnya itu sendiri. Tetapi ia merupakan larangan untuk
memeras khamr. Karena hukum memeras itu sendiri tidak haram. Yang
diharamkan adalah apabila memeras khamr. Jadi keharaman industri khamr
terletak pada keharaman zat yang diproduksinya. Dengan demikian,
nampak jelas bahwa hukum industri itu mengambil hukum barang-barang
yang diproduksinya.
Atas dasar itu, memproduksi narkoba -- selain beberapa jenis narkotika
yang memang sengaja dibuat untuk pengobatan dan keperluan kedokteran
seperti, morfin yang digunakan untuk anti nyeri, biasanya diberikan pada
pasien pasca bedah trauma karena patah tulang -- adalah haram.
Sedangkan hukum memperjualbelikannya juga haram. Kesimpulan ini
didapatkan dari hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra. bahwa Rasulullah
bersabda:

:


( )
Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr,
bangkai, babi, dan patung. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah,Wahai
Rasulullah, bagaimana menurut engkau bangkai yang digunakan untuk
mengecat perahu, menghaluskan kulit, dan sebagai penerangan?
Rasulullah menjawab,Tidak boleh. Itu tetap haram kemudian Rasulullah
SAW melanjutkanAllah mengutuk orang Yahudi. Sesungguhnya Allah
telah mengharamkan lemak pada mereka. Mereka memperbaikinya, lalu
menjual dan memakan hasilnya (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

19

Dalam hadits di atas secara jelas Rasulullah SAW mengharamkan jual beli
khamr. Tidak ada satu pun dari lafadz hadits tersebut yang menunjukkan
illat tertentu diharamkannya tindakan tersebut. Juga, Rasulullah SAW
menjelaskan hukuman yang diberikan kepada orang Yahudi walaupun
mereka tidak memakan lemak yang diharamkan atas mereka, kemudian
mereka menjualnya kepada orang lain. Demikian pula, tidak dijumpai satu
nash pun yang menunjukkan adanya illat pada larangan tersebut. Sehingga,
larangan tetap bersifat mutlak. Bahkan Ibnu Abbas ra. meriwayatkan dari
Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda:



Sesungguhnya Allah mengutuk orang-orang Yahudi. Diharamkan kepada
mereka lemak, lalu mereka menjual dan memakan hasilnya. Dan
sesungguhnya Allah, apabila mengharamkan suatu kaum untuk memakan
sesuatu, maka haram pula bagi mereka hasil penjualannya (HR Imam
Ahmad dan Abu Daud).
Ini berarti bahwa segala sesuatu yang diharamkan bagi hamba, maka
memperjualbelikannya juga haram, tidak berbeda apakah terdapat manfaat
didalamnya atau tidak. Hukum seperti itu juga diterapkan pada penjualan
patung, salib, relief yang menggambarkan manusia dan hewan, juga lukisan
dengan menggunakan tangan yang memiliki ruh seperti lukisan manusia
dan hewan (Asy Syakhshiyyah Islamiyyah II hal 299). Imam Syaukani
mengatakan bahwa, Sesungguhnya setiap yang diharamkan Allah kepada
hamba, maka menjualnya pun haram, disebabkan karena haramnya hasil
penjualannya. Tidak keluar dari (kaidah) kuliyyah tersebut, kecuali sesuatu
yang telah dikhususkan oleh dalil (Nailul Authar V hal 221). Demikian
juga Rasulullah secara umum melarang memakan hasil penjualan barang
yang diharamkan memakannya. Sehingga, para fuqaha memberikan
kesimpulan bahwa salah satu syarat barang boleh dijualbelikan adalah
benda yang suci zatnya, yakni tidak haram dan tidak najis.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka turut serta memasarkan,
mendistribusikan, dan memperjualbelikan narkoba adalah haram. Lebihlebih menjadi bagian dari sindikatnya, yang terus-menerus mencari
mangsa.

20

Apabila narkoba diharamkan diperjualbelikan dan dimakan hasilnya, maka


memberikannya sebagai hadiah --tanpa uang pengganti-- juga diharamkan,
baik diberikan kepada seorang muslim, yahudi, nasrani, atau lainnya. Dari
Abu Hurairah ra. menceritakan bahwa ada seorang pria akan memberikan
hadiah Rasulullah SAW sebuah minuman khamr, maka Rasulullah SAW
berkata:

Sesungguhnya khamr itu telah diharamkan. Laki-laki itu bertanya,Apakah


aku harus menjualnya?, Rasulullah SAW menjawab,Sesungguhnya
sesuatu yang diharamkan meminumnya, diharamkan pula menjualnya.
Laki-laki itu bertanya lagi,Apakah aku harus memberikan kepada orang
Yahudi? Rasulullah menjawab,Sesungguhnya Yang mengharamkannya,
telah mengharamkan pula diberikan kepada orang Yahudi". Laki-laki itu
kembali bertanya,Lalu apa yang harus saya lakukan dengannya? Beliau
menjawab,Tumpahkanlah ke dalam selokan (HR Al Khumaidi dalam
Musnad-nya).

Pada hadits tersebut Rasulullah SAW melarang memberikan khamr


(suatu benda yang diharamkan) kepada orang lain, termasuk kepada
orang Yahudi maupun Nasrani. Berarti, jika Narkoba, termasuk
benda yang diharamkan, maka memberikannya kepada orang lain
juga haram.

21

NARKOBA : UPAYA MENGHANCURKAN


GENERASI MUSLIM?
Maraknya bisnis narkoba, tidak dibisa dilepaskan dengan ghazwul fikri
(perang pemikiran) yang dilancarkan Barat. Kenyataan ini bisa dilihat
bahwa maraknya narkoba seiring dengan gaya hidup matre yang
mengglobal. Indonesia, sebagai salah satu negeri muslim dengan jumlah
penduduk terbesar termasuk dengan perangkat keamanan dan pengadilan
yang relatif lemah ini akan menjadi sasaran empuk buat bisnis barang
haram itu. Menurut Muladi, Indonesia telah menjadi tujuan bisnis bagi
peredaran global narkotika, bukan lagi sekedar tempat transit (Republika
19/81999). Diperkirakan bisnis ini akan semakin menggila jika sistem
perdagangan bebas nanti diterapkan. Bagi anggota sindikat dan para
kapitalis produsen barang haram, jumlah penduduk Indonesia yang begitu
besar merupakan pasar potensial yang mendatangkan uang dan keuntungan
sebesar-besarnya. Keuntungan yang besar itulah yang terpenting menurut
mereka. Tidak peduli jutaan orang mati karena mesin bisnisnya.
Asumsi bahwa serangan narkoba ke dunia Islam itu seiring dengan
serangan pemikiran dan budaya kebebasan yang dilahirkan oleh
mabda/ideologi kapitalisme-sekularisme yang dilancarkan oleh bangsabangsa Barat, dengan AS sebagai gembongnya diperkuat dengan bukti
banyaknya warga AS yang tertangkap di sini aktif dalam jaringan pengedar
barang haram itu. Seperti berita tertangkapnya seorang "diplomat" Amerika
dengan 10.000 butir XTC di Hotel Borobudur beberapa tahun lalu (Hawari,
1996). Narkoba dengan berbagai jenis dan merek diedarkan melalui jaringan yang sangat rapi dan terkait dengan sindikat pengedar narkoba
internasional.
Di sisi lain, strategi bisnis ini juga memiliki efek melumpuhkan lawan.
Dengan rusaknya pandangan hidup generasi muda muslimin, rendahnya
akhlaq mereka, dan lemahnya fisik, mental maupun intelektual mereka,
maka semakin mudah bagi negara-negara kafir semacam AS untuk
memperbudak bangsa-bangsa muslim di abad mendatang!
Mereka (orang-orang kafir itu) tidak akan pernah merasa lega jika kaum
muslimin belum mengikuti agama mereka. Allah SWT berfirman:

22

(120 )
Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
hingga kamu mengikuiti agama mereka (Al Baqarah 120).
Ayat ini merupakan seruan Allah SWT yang ditujukan kepada Rasulullah
SAW dan umatnya hingga hari Kiamat, dengan seruan yang amat jelas dan
tegas. Sama sekali tidak bisa ditakwilkan dengan makna lain. Sehingga,
apabila ditemukan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang terlihat ridla
kepada seorang muslim, maka hanya ada dua kemungkinan. Pertama,
orang-orang Yahudi dan Nasrani itu hanya berpura-pura saja. Kedua, jika
mereka benar-benar ridla, seseorang tersebut berarti sudah mengikuti
keinginan mereka.
Mereka juga senantiasa melakukan berbagai upaya untuk membelokkan
jalan kaum muslimin untuk mengikuti kekufuran mereka. Allah SWT
berfirman:

(217 )
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat
mengembalikan )kamu dari agamamu (kepada kakafiran), senadainya
mereka sanggup (Al Baqarah 217).
Semakin meningkatnya peredaran narkoba pada dunia Islam, jelas
merupakan salah satu bentuk serangan orang-orang kafir pada kaum
muslimin. Generasi muda Islam yang diharapkan akan menjadi penerus
perjuangan menegakkan panji Islam menjadi sasaran utamanya. Menurut
penelitian Hawari, misalnya, bahwa kasus penyalahgunaan NAZA adalah
anak-anak usia remaja (13-17 tahun) sebanyak 97%. Hasil polling yang
dilakukan Deteksi, usia pemakai narkoba menunjukkan rata-rata masih
belia. Usia 15-17 tahun 24 %, 18-20 tahun 46 %, dan 21-23 tahun 22%.
Realitas ini jelas tidak boleh dibiarkan terus berlangsung.
Oleh karena itu, bagi kaum muslimin yang masih memiliki harga diri
sebagai umat Islam, tidak selayaknya diam berpangku tangan menyaksikan
serangan gencar orang-orang kafir itu pada kaum muslimin. Tidak

23

sepatutnya kaum muslimin membiarkan pembunuhan terhadap tunas-tunas


muda kita terjadi. Allah SWT memberikan peringatan kepada kita:


(9 )
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar". (Qs. An Nisa 9).

24

MENELUSURI AKAR MASALAH


Melihat bahaya narkoba dan peredarannya yang begitu meluas, kita harus
mengkaji akar masalahnya dan mencari sebuah solusi yang benar-benar
mampu menghadang narkoba dan memberantasnya.
Sebenarnya, pemerintah sudah menempuh beberapa cara untuk
menghadang peredaran narkoba. Berbagai penyuluhan dilakukan.
Kampanye anti-narkoba digalakkan. Operasi-operasi narkoba di tempattempat hiburan ditingkatkan. Tetapi, upaya itu hingga kini belum
membuahkan hasil yang memuaskan. Narkoba masih terus bergentayangan
mendapatkan mangsa-mangsa baru. Karena itu harus dicari penyebab yang
menjadi akar masalahnya. Setidaknya ada tiga faktor penting, mengapa
hingga kini narkoba masih tetap eksis dan menunjukkan gejala terus
meningkat. Tiga faktor tersebut adalah:

1. Merebaknya Gaya Hidup Materialisme


Merebaknya narkoba di tengah-tengah kehidupan saat ini tidak bisa
dilepaskan pengaruh globalisasi hidup materialistis yang dibawa oleh
propaganda sistem Kapitalisme-Sekularisme. Terlebih setelah bermunculan
berbagai media (baik TV, majalah, tabloig, atau koran), terus menerus
mengekspose gaya hidup materialisme. Iklan-iklan dan sinetron glamour,
tayangan lagu, berbagai cerita di balik kehidupan para artis yang
ditayangkan televisi, memiliki andil cukup besar dalam mempengaruhi
gaya hidup masyarakat Indonesia menuju pada kehidupan materialistis.
Tanpa sadar, mereka beranggapan bahwa kebahagiaan dan harga diri
seseorang diukur dengan materi apa dan berapa yang dimilikinya.
Bagi mereka yang memiliki cukup uang, mereka akan membelanjakan
uangnya untuk sesuatu yang mereka anggap dapat membuat dirinya
bahagia. Jika makanan, pakaian, rumah, mobil, dan kebutuhan lainnya tidak
lagi menjadi masalah, mereka pun ingin terus merasakan benda-benda
lainnya yang bisa membuatanya bahagia. Jika narkoba dianggap bisa
memenuhi keinginannya, maka tak segan-segan akan mencicipi dan
menikmati narkoba. Karena memang demikianlah watak pandangan hidup
ini. Halal dan haram bukan merupakan patokan yang membatasi mereka
dalam melakukan suatu aktivitas atau mengkonsumsi suatu benda. Bahkan

25

untuk melakukan kemaksiatan tersebut, harus mengeluarkan uang cukup


banyak. Seperti yang dilakukan Novia Ardana, seorang artis sinetron,
menuturkan bahwa untuk meraih kesenangan itu ia harus kehilangan Rp.
500 ribu sampai 1 juta per hari (Jawa Pos 16/4/2000).
Karena kebahagiaan itu diukur dengan materi yang dimiliki, maka sesorang
akan merasa menjadi tidak bahagia dan tidak berharga manakala ia tidak
mendapatkan materi yang diinginkan. Sementara, kehidupan ekonomi yang
Kapitalistik secara pasti akan melahirkan kesenjangan ekonomi, maka
secara pasti pula akan menyebabkan kegelisahan jiwa. Fakta menunjukkan
bahwa kebanyakan para pengguna narkoba didorong oleh faktor kejiwaan
ini. Menurut penelitian Hawari (1990) alasan kasus penggunaan NAZA
pada umumnya (88%) untuk menghilangkan kecemasan, kemurungan,
ketakutan, dan sukar tidur.
Karena pandangan materialisme pula para pemilik modal akan
menginvesatasikan modalnya pada bisnis-bisnis yang besar keuntungannya,
tanpa memperhatikan usahanya itu halal atau haram. Merusak atau tidak.
Usaha narkoba, termasuk lahan bisnis yang sangat menggiurkan. Efek
narkoba yang bisa membuat pemakainya bisa merasa ketagihan dan
tergantung pada obat, jelas akan menciptakan konsumen-konsumen setia
dan fanatik terhadap produknya, yang berarti tidak khawatir kehilangan
pelanggan.
Materialisme pula yang membuat para aparat penegak hukum --dari polisi,
jaksa, sampai hakimnya-- bisa disuap oleh para pengguna, pengedar, dan
produsen narkoba. Sehingga, para pelaku kejahatan tersebut bisa tetap
berkeliaran setelah ditahan beberapa hari di kantor polisi, atau melenggang
setelah mendapatkan hukuman yang cukup ringan.

2. Rendahnya Pengawasan Masyarakat


Salah satu ciri menonjol masyarakat sekuleris-kapitalis adalah longgarnya
kebebasan individu. Dalam HAM (Hak Asasi Manusia), setiap individu
memiliki kebebasan. Kebebasan itu hanya dibatasi oleh kebebasan orang
lain. Bila tidak melanggar kebebasan orang lain, maka perbuatan itu tidak
dianggap sebagai sebuah kejahatan. Sebuah perzinaan, misalnya, bisa
digolongkan tindakan kriminal, manakala ada salah satu pihak merasa

26

terpkasa (yang lazim disebut pemerkosaan). Tetapi, bila perbuatan itu


didasarkan perasaan suka sama suka antara kedua belah pihak, maka itu
tidak termasuk sebuah tindakan kriminal. Sehingga, keduanya tidak bisa
diajukan ke pengadilan.
Konsep seperti ini, tanpa disadari akan melahirkan pola kehidupan yang
individualis, tidak peka terhadap lingkungan sekitar, dan cenderung
permisif terhadap berbagai kemaksiatan. Masing-masing orang berpikir:
Yang penting hal itu tidak menimpa saya!
Dalam masyarakat seperti ini pecandu obat akan merajalela, walau negara
melarangnya. Di samping keimanan kepada Allah SWT rendah bahkan
tidak ada, masing-masing individu tidak mempedulikan nasib orang lain.
Amerika Serikat, negara penggerak kebebasan yang penuh dengan penyakit
itu, menunjukkan kesimpulan ini. Demikian pula di beberapa negara
sekularis-kapitalis. Di AS jumlah pecandu obat perseratus ribu penduduk di
sana pada tahun 1988, sekitar 346 orang. Kalau jumlah penduduk AS
adalah 200 juta, ada 682.000 orang menjadi pecandu. Kini, berapa
jumlahnya?
Jumlah Pecandu Obat Terlarang per 100.000 penduduk, 1988
Negara
Amerika Serikat
Denmark
Kanada
Jerman
Perancis

Pecandu
346
283
253
110
87

Sumber: Andrew L. Shapiro, dalam Amerika No. 1, 1995.

3. Hukuman yang Ringan


Banyak yang menilai hukuman yang diberikan kepada para pemakai dan
pengedar narkoba di Indonesia ini terlampau ringan. Itu pun yang dibawa
ke pengadilan hanya para pemakainya atau pengedar kecil. Sedangkan
Bede (bandar gede/besar) atau bahkan produsennya belum ada yang diseret
ke pengadilan. Kalau dibawa ke pengadilan, tidak mendapatkan hukuman

27

yang menjerakan. Di Jawa Pos (26/2/200) diberitakan tentang


tertangkapnya dua orang bandar gede narkoba. Ternyata keduanya telah
beberapa kali keluar-masuk bui. Dipenjara sebentar keluar lagi, kumat
lagi ujar seorang perwira menengah di polwiltabes Surabaya, yang dikutip
berita itu.
Kotreversial vonis hukuman pelaku kejahatan narkoba juga terjadi di
Kediri. Seorang anak pejabat kejaksaan Negeri Kediri yang terbukti
mengkonsumsi sabu-sabu oleh hakim Pengadilan Negeri Kodya Kediri
hanya divonis hukuman 1 bulan penjara dipotong masa tahanan. Sehingga
begitu sidang selesai langsung pulang (Jawa Pos 4/2/2000). Ini berarti
hukum di negeri ini belum tegas dalam memberantas narkoba sampai pada
akarnya.
Hingga kini masih banyak orang menyangsikan keseriusan aparat dalam
menindak para pelaku narkoba. Padahal, faktor keseriusan aparat
kepolisian, keseriusan hakim, dan keseriusan negara dalam menindak para
pelaku merupakan unsur penting dalam menghancurkan sindikat produsen,
bandar dan pengedar n arkoba.
Dengan kata lain, penyebab utama meluasnya peredaran narkoba dengan
segala ekses yang ditimbulkannya adalah tidak adanya keseriusan dan
ketegasan pemerintah selama ini dalam menangani persoalan narkoba.
Seiring itu juga karena lemahnya aparat penegak hukum.

28

KONSEP ISLAM DALAM MEMBERANTAS


NARKOBA
Setelah mengetahui akar persoalannya, maka dengan jelas terlihat bahwa
merebaknya narkoba merupakan akibat yang lahir karena tatanan
masyarakat tidak didasarkan pada Islam. Ideologi Kapitalime-Sekularisme,
yang membuat masyarakat ini menjadi bobrok moralitasnya. Hanya Islam
yang bisa membasmi narkoba sampai ke akarnya. Dalam memberantas
narkoba --dan dalam menerapkan seluruh hukumnya-- Islam
memperhatikan tiga, faktor, yaitu : faktor individu, faktor pengawasan
masyarakat, dan faktor negara. Karenanya, langkah yang dilakukan untuk
memberantas narkoba adalah:

1. Menumbuhkan Ketakwaan Anggota Masyarakat


Perbuatan manusia sangat ditentukan oleh prinsip-prinsip kehidupan yang
diyakininya. Keyakinan tentang keberadaan Allah SWT, bahwa Allah SWT
satu-satunya dzat yang menciptakan dunia dan isinya termasuk dirinya,
bahwa Allah senantiasa menyaksikan setiap perbuatan yang dikerjakan
manusia, bahwa Allah SWT telah menurunkan aturan-aturan kehidupan
berupa dienul Islam, disertai pula keyakinan bahwa pada hari kiamat
manusia seluruh amal perbuatannya dihisab. Disediakan surga bagi orang
beriman dan banyak beramal kebaikan, disediakan neraka bagi mereka
yang ingkar dan banyak melanggar syariatnya, akan mendorong seorang
mukimin mengikatkan dirinya dengan hukum-hukum syara'.
Seorang muslim yang akan memiliki keyakinan teguh terhadap aqidah
Islam akan menghasilkan sebuah pola perilaku yang senantiasa menjadikan
Islam sebagai standar dan parameter perbuatannya. Semakin kuat
aqidahnya, semakin kokoh prinsip itu dipegangnya, maka semakin tangguh
pula kepribadiannya. Jika seseorang sudah memiliki kepribadian Islamiy
yang tangguh, maka ia tidak terpengaruh oleh lingkungannya, seburuk apa
pun lingkungan tersebut. Bahkan, ia justru akan berupaya mengubah
lingkungan buruk tersebut. Fakta kehidupan sekarang ini, menunjukkan
tingginya nilai taqwa dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Mayoritas
umat Islam tetap tegar menjauhi khamr, perbuatan-perbuatan keji, riba,
zina, termasuk juga narkoba, sekalipun penguasa beserta sistem kufur yang

29

berlaku selama ini memberi peluang


menunjukkan betapa tingginya nilai taqwa.

untuk

melakukannya.

Itu

Jika pandangan materialistis yang sekarang berkembang menjadikan materi


sebagai ukuran kebahagiaan, seorang muslim yang bertaqwa memandang
bahwa tercapainya kebahagian adalah ketika ia mengikuti hukum-hukum
Allah SWT. Ketundukan dan dan ketaatan terhadap hukum-hukum-Nya
inilah yang akan mengantarkan manusia mendapatkan kebahagiaan yang
hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Allah SWT berfirman:

(45 )
Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhan-Nya ada dua
surga (Ar Rahman 46).
Sebaliknya, siapa pun yang tidak mengikuti aturan Allah SWT, mereka
jauh dari kebahagiaan sejati. Allah SWT berfirman:

(124 )
Dan barang siapa berpaling dari paringatan-Ku , maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit dan Kami bangkitkan ia dalam keadaan
buta (Thoha 124).
Dengan demikian, seorang muslim yang meyakini aqidah Islam, ia tidak
akan tergoda untuk melanggar aturan-aturan Allah SWT. Ia tidak akan
melakukan riba, berapa pun besarnya keuntungan yang bisa diraupnya,
karena riba merupakan perbuatan yang diharamkan. Ia tidak akan
melakukan pencurian, sekalipun terdapat peluang untuk itu, karena mencuri
merupakan perbuatan yang dilarang-Nya. Demikian pula, seorang yang
berpegang teguh pada aqidah Islam, ia tidak akan tergoda untuk mencicipi
narkoba --apalagi menikmati, mengedarkan, dan memproduksi-- betapapun
nikmat dan besarnya keuntungan yang didapatkan, karena ia tahu perbuatan
itu akan mendatangkan murka Allah dan menjerumuskan pada neraka.
Berangkat dari kesadaran inilah dahulu kaum muslimin segera membuang
berguci-guci persediaan khamr di rumah mereka. Sehingga kota Madinah

30

menjadi banjir khamer. Dengan kekuatan iman dan kepercayaan yang


mendalam kepada firman Allah (QS. Al Maidah 90) mereka melenyapkan
khamr dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jika saat ini banyak orang terjemus pada pil setan tersebut beralasan karena
dirinya dibelit dengan berbagai problematika, maka hal itu tidak akan
terjadi pada individu yang bertakwa. Setiap muslim yang beriman, sejak
awal meyakini bahwa Allah akan menguji dirinya dengan berbagai musibah
dan cobaan. Sehingga jika suatu saat dirinya dihempas masalah berat yang
belum bisa diselesaikan atau sebuah peristiwa qadla yang membuatnya
sedih, ia tidak akan melarikan diri pada narkoba dan tenggelam dalam
kenikmatannya. Sebab, musibah dan cobaan pasti datang menghampirinya
untuk membuktikan tingkat keimanannya. Allah SWT berfirman:

.
(3-2 )
Apakah manusia itu mengira bahwasanya mereka dubiarkan (saja)
mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi. Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah SWT mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang dusta (Al Ankabut 2-3).
Seseorang yang beriman pada qadla dan qadar yakin bahwa apa yang akan
menimpanya, dia tidak akan luput darinya. Jika sesuatu itu luput darinya,
tidak akan menimpa dirinya. sebuah ujian dan cobaan, apabila dihadapi
dengan kesabaran maka akan mendatangkan pahala dari Allah SWT. Ujian
dan cobaan, akan dihadapi dengan kesabaran. Sedangkan, berbagai nikmat
yang mebuat dirinya senang, akan disyukurinya. Dari Subaib Ar Rumiy,
bahwa Rasulullah SAW bersabda:

, , ,
( )
Mengagumkan seorang mukmin itu. Karena sesunguhnya semua urusannya
baik baginya. Hal itu tidak terdapat pada seorang punkecuali seorang

31

mukmin. Jika mendapatkan suatu keberuntungan, ia bersyukur. Maka baik


baginya. Dan jika menimpa kepadanya suatu kesulitan, ia bersabar. Maka
ia pun baik baginya (HR Muslim).
Mereka juga menyadari bahwa jika ia tetap kukuh bertaqwa, akan diberikan
jalan keluar dan mendapatkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka
dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:

(3-2 ).
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
bagi jalan keluar. Dan memberinya rezeki yang tidak disangka-sangkanya
(Ath Thalak 2-3).
Ketakwaan itu tidak hanya pada rakyat. Para penegak hukum juga harus
memiliki ketakwaan. Jika tidak mereka akan mudah disuap dengan
lembaran-lembaran uang.
Karena itu, kaum muslimin harus mendidik generasinya dengan landasan
Islam. Pembinaan generasi tersebut harus dilakukan sejak usia dini.
Pendidikan aqidah Islam yang ditanamkan sejak dini insya Allah akan
menjadikan generasi yang mampu membentengi diri dari virus narkoba,
atau pun virus-virus lainnya yang bakal membahayakan kehidupan mereka.
Rasulullah SAW bersabda:

,
.( )
Perintahkanlah anak-anakmu untuk sholat untuk sholat ketika mereka
berusia tujuh tahun. Pukullah mereka (apabila tidak mengerjakan sholat)
pada saat usia sepuluh tahun. Pisahkan antara mereka di tempat tidur (HR
Ahmad, Abu Daud, dan Al Hakim).
Ini berarti mengikatkan diri kepada hukum syara' harus dimulai sejak dini,
sejak mereka belum baligh. Bahkan memberikan sanksi pada mereka, jika
mereka membangkang dari perintah Allah SWT. Sehingga ketika mereka

32

semakin besar, kepribadian mereka sudah terbina dan ditempa dengan


aqidah Islam. Mereka akan memiliki kepribadian Islam yang selalu
dipenuhi suasana imani, sebuah pribadi yang memiliki standar aktivitas
yang tetap, yakni halal dan haram. Ia akan senantiasa berupaya melakukan
sesuatu yang dihalalkan. Sebab dia paham, bahwa melakukan sesuatu yang
dihalalkan oleh Allah SWT itu akan membuat Allah ridlo kepadanya. Dan
ridlo Allah itulah yang menjadi dambaannya. Sebaliknya, suatu yang
haram, ia akan tinggalkan. Sebab, meninggalkan yang diharamkan oleh
Allah SWT juga akan menuai ridlo-Nya. Sedangkan melakukan perbuatan
haram membuatnya bersedih hati dan mendorongnya cepat-cepat bertobat,
karena takut dimurkai Allah SWT.
Generasi yang terbina oleh pemikiran Islam yang sehat senantiasa
memahami bahwa apa saja yang dilarang dan diharamkan oleh Allah SWT
itu pasti akan mendatangkan mudharat baginya, dan ia wajib menjauhinya.
Sebaliknya, apa saja yang dihalalkan oleh Allah SWT pastilah membawa
maslahat baginya walaupun dia belum memahami betul hakikat dari
kemaslahatan itu. Dengan demikian ia memahami bahwa yang diharamkan
harus dijauhi dan yang halal boleh didekati. Ia sendiri paham bahwa orang
yang sehat pasti tidak akan merelakan dirinya terperosok dalam bahaya,
baik itu karena ulah sendiri maupun dorongan orang lain.
Maka dengan mengetahui adanya larangan dari Nabi SAW tentang
penggunaan zat yang bisa melemahkan (muftirin), generasi muslim yang
terbina dengan tsaqafah Islam akan menjauhi narkoba walau dia belum
memahami bagaimana mekanisme perusakan syaraf otak oleh pil setan itu!

2. Pengawasan Masyarakat
Tak ada satu agama pun selain Islam yang menekankan pentingnya hidup
berjamaah dan menjaga kesehatan jamaah dengan amar ma'ruf nahi
mungkar. Masyarakat yang saling masa bodoh adalah masyarakat yang
mudah terjangkit wabah narkoba.
Amar ma'ruf yang dilakukan secara menyeluruh, baik di keluarga dan
lingkungan kaum muslimin, organisasi-organisasi dan jamaah dakwah
mereka, siaran-siaran radio dan TV serta media massa lainnya, akan
membentuk kesadaran umum di masyarakat bahwa apa yang diharamkan

33

Allah dan Rasulullah SAW secara mutlak harus dijauhi, baik kita
mengetahui sebab diharamkannya maupun tidak. Semata-mata lantaran
keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Dengan diungkapnya
secara gencar larangan Rasulullah SAW tentang penggunaan barang yang
melemahkan (muftirin), akan menjadi pemahaman umum di masyarakat
bahwa narkoba adalah barang yang haram yang membahayakan kehidupan
manusia dan harus dijauhi oleh siapa pun di antara kaum muslimin yang
masih punya keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Lebih jauh harus diciptakan lingkungan yang sehat. Salah satu ciri sebuah
sistem yang sehat dalam kaitannya dengan narkoba (dan berbagai
kriminalitas lainnya) adalah minimnya rangsangan untuk melakukan
kejahatan. Acara-acara TV yang bisa mempengaruhi pola kehidupan
menuju pola hidup materialistis, konsumeris, hedonis, sekularis, dan polapola yang membahayakan aqidah umat harus dilarang. Kaum muslimin
tidak boleh mendiamkan sebuah kemungkaran terjadi di tengah-tengah
kehidupan mereka. Rasulullah SAW bersabda:

Siapa saja di antara kamu yang melihat kemunkaran, maka ubahlah


dengan tangannya. Apabila ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan
apabila tidak mampu maka dengan hatinya, yang demikian itu merupakan
selemah-lemah imannya.
Rasulullah SAW juga menunjukkan betapa pentingnya mencegah sebuah
kemungkaran yang dibiarkan terjadi di tengah-tengah masyarakat dengan
sabdanya:


,
, ,
( )
34

Perumpamaan orang-orang yang mecegah kemaksiatan dan yang


melanggarnya adalah seperti suatu kaum yang menumpang kapal.
Sebagian mereka ada yang berada di atas dan sebagian lainnya berada di
bawah. Jika orang-orang yang berada dibawa membutuhkan air, mereka
harus ke atas. Lalu mereka berkata: "Seandainya kami lobangi (kapal)
pada bagian kami, tentu kami tidak menyakiti orang-orang yang berada di
atas kami". Tetapi yang demikian itu dibiarkan, oelah orang-orang yang
berada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), maka bisalah
seluruhnya. Dan bila mereka mencegahnya maka mereka selamat, dan
selamatlah semuanya (HR Bukhari).
Apabila amar ma'ruf dan nahi munkar ditegakkan seluruh lapisan
masyarakat, maka ketaqwaan tiap-tiap individu dapat dipengaruhi dan
dibina. Berarti proses edukasi massal telah berlangsung.

3.Tindakan Tegas Negara


Negara harus melakukan tindakan riil untuk memberantas peredaran
narkoba. Dalam kasus narkoba ini negara harus membongkar semua
jaringan dan sindikat pengedar narkotika termasuk kemungkinan konspirasi
internasional merusak para pemuda dan mengancam pengguna, pengedar
dan bandar dengan hukuman yang sangat berat.
Suatu ketika diajukan kepada Nabi SAW seorang wanita yang mencuri
untuk diadili, dan dijatuhkan hukuman berupa potong tangannya, beliau
tidak menerima permohonan grasi dari Usamah bin Zaid untuknya, bahkan
menegur seraya berkata:

:
,
( )
Apakah kamu mengajukan grasi terhadap salah satu hukuman dari Allah
SWT? Sesungguhnys yang membinasakan orang-orang sebelum kamu
adalah apabila ada bangsawan di antara mereka mencuri, mereka
membiarkannya dan apabila orang-orang lemah di antara mereka mencuri

35

mereka memotongnya. Demi Dzat yang jiwaku ada di genggaman-Nya


kalau saja Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti akan aku potong
tangannya. (HR. Bukahari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Nasai, Aisyah )
Hakim-hakim harus bersikap tegas dalam menghukum siapa saja aktor di
balik peredaran narkoba, jangan sekali-kali tergoda suap.
Abdurrahaman Al Maliki (nidzomul uquubat hal. 189) menyatakan bahwa
setiap orang yang menggunakan narkoba, dikelompokkan sebagai
perbuatan kriminal, dan sanksi yang diberikan negara bisa berupa jilid
(cambuk) atau penjara hingga lima belas tahun, dan denda yang ukurannya
diserahkan kepada qadli. Demikian pula bagi orang turut serta
menjualbelikannya.
Ketentuan itu tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin, tetapi juga berlaku
juga bagi kafir dzimmy yang hidup di negeri Islam, karena menurut
perjanjian pembayaran jizyah ia menyatakan telah tunduk kepada hukum
Islam. Apabila ia menjual dan memperdagangkan narkoba, gugurlah
haknya memperoleh perlindungan (dzimmah) dari pemerintahan Islam.
Karena itulah Khalifah Umar ra. mengecam Samurah bin Jundub yang mau
menerima pembayaran kharaj (uang yang dipungut oleh negara dari tanah
yang ditaklukan melalui perang) dan jizyah dari kaum dzimmi (uang yang
dipungut oleh negara dari rakyat yang non muslim karena penolakan
mereka untuk masuk Islam) berupa hasil penjualan khamr dan babi. Ketika
itu Khalifah Umar ra berkata,Allah mengutuk Samurah, pegawai rendah di
Irak, ia mencampurkan harga khamr dan babi ke dalam kharaj hak kaum
muslimin. Itu (khamr dan babi) adalah haram dan harganya pun haram!
(Musannaf Abdul Razaq VI hal 75 dan X hal 195). Lebih jauh khalifah
Umar berkata, Tidak halal berdagang sesuatu yang tidak dihalalkan
memakan dan meminumnya (Al Baihaqy VI hal 14).
Dalam sebuah riwayat berasal dari Abu Amr Asy Syaibaniy mengatakan
bahwa pada suatu hari Khalifah Umar bin Khatthab ra mendengar seorang
dari Sawad (di daerah Irak) menjadi kaya karena berdagang arak, kepada
penguasa setempat ia menulis perintah, Hancurkan apa yang dapat kalian
hancurkan (yakni hancurkan tempat penyimpanan dan wadah-wadah khamr
miliknya), dan lepaskan semua ternak kepunyaannya. Jangan ada seorang
pun yang melindunginya (Abu Ubaid dalam Al Amwal hal 266 dan
Ibnu Hazm dalam Al Muhalla jilid IX hal 9).

36

Meskipun secara syar'i orang-orang kafir diperbolehkan makan atau minum


sesuatu yang mereka anggap halal, tetapi jika mereka sudah memproduksi
dan mengedarkannya ke tengah-tengah kaum muslimin, maka tindakan itu
merupakan tindakan kriminal yang harus dihentikan. Negara harus tegas
memusnahkan semua bentuk kriminalitas atau segala sesuatu yang bisa
membahayakan kehidupan kaum muslimin.

Tanpa usaha riil semacam ini maka pemberantasan narkotika dari


kehidupan remaja hanya akan menjadi dongeng pengantar tidur yang
monoton dan membosankan dan kita akan menyaksikan tumpukan
remaja remaja sakaw yang telah mengubur masa depannya dan harihari suram menjadi teman sambil menunggu kematian.

37

KHATIMAH
Masalah narkoba tidak mungkin dapat diatasi secara tuntas kecuali jika
menggunakan metode pendekatan yang benar dalam memberantas barang
jahanam itu. Mencermati apa yang terjadi di negara-negara Barat
sehubungan masalah narkoba, menunjukkan bahwa di negara-negara
Sekuler yang memberlakukan kebebasan pemilikan dan kebebasan
berperilaku itu, tak kunjung mampu mengatasi masalah narkoba. Dan
memang mustahil mereka bisa secara tuntas menanggulangi narkoba.
Ideologi Demokrasi-Sekuler yang mereka anut itulah yang menyebabkan
kemustahilannya.
Dan apabila negeri muslim seperti Indonesia masih terus membebek caracara hidup negara-negara Kafir, termasuk dalam mengattasi problem
narkoba, sudah pasti ujungnya adalah kehancuran masyarakat, bangsa dan
negara. Menjadi niscaya karenanya. Jika demikian, kenapa tidak kembali
kepada Islam? Sadarlah!

38

You might also like