You are on page 1of 5

ALKISAH, seorang profesor filsafat menantang mahasiswanya: Apakah Tuhan

menciptakan segala yang ada?


Seorang mahasiswa menjawab, Betul, Dia yang menciptakan semuanya.
Tuhan menciptakan semuanya?, tanya professor sekali lagi.
Ya, Pak, semuanya, kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan
menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa
pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu
adalah kejahatan.
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab pernyataan professor tersebut.
Seorang mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, Profesor, boleh saya
bertanya sesuatu?
Tentu saja, jawab si professor, itulah inti dari diskurus filsafat.
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, Profesor, apakah dingin itu ada?
Tentu saja, ungkap si professor. Raut muka si professor tidak berubah karena ia
sudah mendengar argumen buruk seperti ini berulang kali.
Si murid menanggapi, Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum
fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah
ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa
bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan
ketiadaan panas.
Sang professor pun menjawab dengan tegas: Kamu ingat bab mengenai kesesatan
semantik dalam bukumu?
Si murid tampak bingung.
Biar saya ulangi secara singkat. Panas dan dingin adalah istilah subjektif.
Menurut John Locke, keduanya merupakan contoh kualitas sekunder. Kualitas
sekunder merujuk kepada bagaimana kita merasakan suatu fenomena yang
memang ada, dan dalam kasus ini pergerakan partikel atomik. Istilah dingin dan
panas merujuk kepada interaksi antara sistem saraf manusia dengan variasi
kecepatan dalam partikel atomik di lingkungan. Jadi apa yang sesungguhnya ada
adalah suhu istilah panas dan dingin hanyalah istilah subjektif yang kita
gunakan untuk menjelaskan pengalaman kita mengenai suhu.
Maka argumen Anda salah. Anda tidak membuktikan bahwa dingin itu tidak ada,

atau bahwa dingin ada tanpa status ontologis, apa yang Anda lakukan adalah
menunjukkan bahwa dingin adalah istilah subjektif. Hapuskanlah konsep subjektif
tersebut, dan suhu yang kita sebut dingin akan tetap ada. Menghapuskan istilah
yang kita gunakan untuk merujuk kepada suatu fenomena tidak menghapuskan
keberadaan fenomena tersebut.
Murid: (agak shock) Uh oke em, apakah gelap itu ada?
Professor: Anda masih mengulangi kesesatan logika yang sama, hanya kualitas
sekundernya yang diganti.
Murid: Jadi menurut professor kegelapan itu ada?
Professor: Apa yang saya katakan adalah bahwa Anda mengulangi kesesatan yang
sama. Kegelapan adalah kualitas sekunder.
Murid: Professor salah lagi. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana
tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan
prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan
mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa
mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas
cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan
ketiadaan cahaya.
Professor: Gelap dan terang adalah istilah subjektif yang kita gunakan untuk
mendeskripsikan bagaimana manusia mengukur foton atau partikel dasar cahaya
secara visual. Foton itu memang ada, sementara gelap dan terang hanyalah
penilaian subjektif kita yang sekali lagi terkait dengan interaksi antara sistem
saraf manusia dengan fenomena alam yang lain, yaitu foton. Jadi, sekali lagi,
hapuskanlah istilah subjektif itu dan foton akan tetap ada. Jika manusia menyebut
foton sebanyak x sebagai gelap sementara kucing menyebutnya cukup terang
untukku, foton sebanyak x yang kita sebut sebagai gelap tetap ada, dan akan
tetap akan ada walaupun kita tidak menyebutnya gelap. Sudah paham, atau masih
kurang jelas?
Sang murid tampak tercengang. Sang professor berkata, Tampaknya Anda masih
bingung dengan kesesatan dalam argumen Anda. Tapi silakan lanjutkan, mungkin
Anda akan paham.
Sang murid berkata, Professor mengajar dengan dualitas. Professor berargumen
tentang adanya kehidupan lalu mengajar tentang adanya kematian, adanya Tuhan
yang baik dan Tuhan yang jahat. Professor memandang Tuhan sebagai sesuatu yang
dapat kita ukur.
Professor langsung memotong, Berhati-hatilah. Jika Anda menempatkan Tuhan di
luar jangkauan nalar, logika dan sains dan membuatnya tak terukur, maka yang
tersisa hanyalah misteri yang Anda buat sendiri. Jadi jika Anda menggunakan dalih

bahwa Tuhan ada di luar jangkauan untuk menyelesaikan masalah, Anda juga tak
bisa mengatakan bahwa Tuhan Anda bermoral. Bahkan Anda tak bisa menyebutnya
sebagai apapun kecuali tak terukur. Jadi solusi Anda tidak ada bedanya dengan
membersihkan ketombe dengan memangkas rambut.
Murid tersebut tercengang, namun tetap berusaha melanjutkan, Professor, sains
bahkan tidak dapat menjelaskan sebuah pemikiran. Ilmu ini memang menggunakan
listrik dan magnet, tetapi tidak pernah seorangpun yang melihat atau benar-benar
memahami salah satunya..
Professor: Anda mengatakan bahwa sains tak bisa menjelaskan pikiran. Saya
sendiri kurang paham apa yang Anda maksud. Apakah Anda mencoba mengatakan
bahwa masih banyak misteri dalam neurosains?
Murid: Begitulah.
Dan bahwa pikiran, listrik dan magnetisme itu kita anggap ada walaupun tak
pernah kita lihat?
Benar!
Sang professor tersenyum dan menjawab, Bukalah kembali bukumu mengenai
kesesatanfalse presumption. Perhatikan bab kesalahan kategoris. Kalau Anda
pernah membacanya, Anda akan ingat bahwa kesalahan kategoris adalah saat Anda
menggunakan tolak ukur yang salah untuk suatu entitas, misalnya menanyakan
warna dari suara. Meminta seseorang melihat magnetisme secara langsung
merupakan kesalahan kategoris.
Namun, masih ada kesalahan lain dalam argumen Anda. Anda berasumsi bahwa
empirisisme atau bahkan sains hanya didasarkan kepada pengamatan langsung. Ini
tidak tepat. Penglihatan bukanlah satu-satunya cara untuk memahami dunia, dan
sains juga bukan ilmu yang mempelajari apa yang kita lihat. Kita dapat
menggunakan indera lain untuk melacak suatu fenomena. Dan kita juga dapat
mempelajari pengaruh fenomena tersebut terhadap dunia.
Lebih lagi, Anda kembali melakukan kesalahan dengan menyatakan bahwa karena
sains itu belum lengkap berarti Tuhan itu ada. Mungkin Anda perlu mempelajari
kembali kesesatan argumentum ad ignoratiam atau argumen dari ketidaktahuan.
Dan juga, seperti yang dikatakan oleh Neil deGrasse Tyson, gunakanlah contoh
yang lebih baik karena sains sudah mampu menjelaskan bagaimana pikiran
terbentuk dan bahkan Maxwell sudah lama menggabungkan elektrisme dan
magnetisme menjadi elektromagnetisme. Contoh yang lebih baik itu misalnya
materi gelap yang membuat perluasan alam semesta menjadi begitu cepat.
Fisikawan tak bisa menjawab itu, dan mungkin Anda akan mengatakan jawabannya
Tuhan. Namun dengan begitu, Anda justru sedang menyusutkan Tuhan. Anda
melakukan kesesatan ad ignoratiam bahwa yang belum dijelaskan sains itu adalah

keajaiban Tuhan, dan itu berarti Anda menempatkan Tuhan untuk mengisi gap
dalam sains. Nah, dahulu manusia juga tak mampu menjawab mengapa hujan
terbentuk atau mengapa gunung meletus, dan orang-orang dulu menyebutnya
karena Tuhan. Kini kita sudah memahami hujan dan gunung meletus, begitu pula
pikiran, listrik dan magnetisme, dan ke depannya materi gelap juga mungkin akan
kita pahami. Dengan begitu Tuhan yang mengisi gap pun terus menciut.
Masih ada yang mau ditambahkan? Apakah penjelasan saya sudah cukup jelas?
Sang murid tampak bingung dan mencoba melakukan ad nauseam, Em kembali
ke diskusi awal kita. Untuk menilai kematian sebagai kondisi yang berlawanan
dengan kehidupan sama saja dengan melupakan fakta bahwa kematian tidak bisa
muncul sebagai suatu hal yang substantif. Kematian bukanlah kontradiksi dari
hidup, hanya ketiadaan kehidupan saja.
Professor pun berkata, Apakah Anda jatuh cinta dengan kesesatan kualitas
sekunder? Lagi-lagi Anda melakukan kesalahan yang sama. Kematian dan
kehidupan adalah istilah subjektif yang kita gunakan untuk menjelaskan
fenomena keadaan-keadaan biologis. Menghapuskan istilah subjektif kematian tidak
menghapuskan keberadaan kematian.
Si murid pun mencoba mengalihkan pembicaraan, Apakah imoralitas itu ada?
Si professor menggelengkan kepalanya dan berkata, Keledai pun tidak akan jatuh
ke dalam lubang yang sama. Ada yang masih kurang jelas, atau perlu saya ulangi
lagi?
Sang murid yang terus berusaha menjustifikasi kepercayaannya berkata, Begini..
imoralitas itu adalah ketiadaan moralitas. Apakah ketidakadilan itu ada? Tidak.
Ketidakadilan adalah ketiadaan keadilan. Apakah kejahatan itu ada? Bukankah
kejahatan itu ketiadaan kebaikan?
Sang professor menanggapi, Jadi, jika seseorang membunuh ibumu malam ini,
tidak terjadi apa-apa? Hanya ada ketiadaan moralitas di rumah Anda? Tunggu dia
tidak mati cuma ketiadaan hidup kan?
Si murid berkata, eh
Sekarang sudah mengerti di mana salahnya?, ujar sang professor, Anda
mencampur kualitas sekunder dengan fenomena. Imoralitas adalah istilah
deskriptif untuk perilaku. Istilah tersebut bersifat sekunder, namun perilaku tetaplah
ada. Jadi jika Anda menghapuskan kualitas sekunder itu, Anda tidak menghapuskan
perilaku yang sesungguhnya terjadi. Dengan mengatakan imoralitas sebagai
ketiadaan moralitas, Anda tidak menghapuskan keinginan atau perilaku imoral,
tetapi hanya istilah subjektifnya. Begitu lho.
Si murid masih kukuh, Apakah professor pernah mengamati evolusi itu dengan

mata professor sendiri?


Sang professor sudah bosan mendengar argumen pernah lihat angin tidak.
Evolusi itu bisa diamati karena hingga sekarang masih berlangsung. Misalnya,
pada tahun 1971, beberapa kadal dari pulau Pod Kopiste di Kroasia dipindah ke
pulau pod Mrcaru. Pulau Pod Kopiste tidak banyak tumbuhan sehingga memakan
serangga, sementara di pulau Pod Mrcaru ada banyak tumbuhan. Setelah ditinggal
selama beberapa dekade, ketika ditemukan kembali, kadal di pulau Pod Mrcaru
mengalami proses evolusi. Kadal tersebut mengembangkan caecal valve, yaitu
organ yang penting untuk mengolah selulosa dalam tumbuhan, yang sebelumnya
tidak ada. Atau, jika Anda pergi ke laboratorium Richard Lenski di Amerika Serikat,
Anda bisa saksikan sendiri bagaimana bakteri e coli yang sebelumnya tak bisa
mengolah asam sitrat, karena evolusi dengan seleksi alam muncul e coli yang bisa
mengolah asam sitrat.
Lagipula, Anda lagi-lagi terjeblos dalam kesesatan ad ignoratiam. Jika ingin
konsisten dengan logika Anda, Anda akan mengatakan bahwa pohon tidak pernah
tumbuh karena Anda tak pernah melihat langsung bagaimana pohon tumbuh. Lebih
lagi, Anda kembali melakukan kesalahan dengan mengasumsikan bahwa sains itu
hanya terdiri dari pengamatan langsung.
Si murid memotong, Apakah ada dari kelas ini yang pernah melihat otak Profesor?
Apakah ada orang yang pernah mendengar otak Profesor, merasakannya,
menyentuhnya atau menciumnya? Tampaknya tak seorang pun pernah
melakukannya. Jadi, menurut prosedur pengamatan, pengujian dan pembuktian
yang disahkan, ilmu pengetahuan mengatakan bahwa professor tidak memiliki otak.
Dengan segala hormat, bagaimana kami dapat mempercayai pengajaran
professor?
Si professor tertawa dan menjawab, Terima kasih sudah hadir di kelas ini sehingga
saya bisa membenarkan kesalahan Anda walaupun Anda terus menerus
mengulanginya. Sekali lagi, sains itu tidak terbatas kepada melihat sesuatu. Sains
itu juga rasional. Kita dapat menyimpulkan berdasarkan bukti yang ada. Dan salah
satu simpulan yang dapat saya tarik dengan mengamati perilaku Anda hari ini
adalah bahwa Anda telah membuang-buang uang karena tidak membaca buku
logika yang sudah Anda beli. Jadi saya sarankan bacalah buku itu kembali dari
halaman satu agar tidak terus menerus mengulangi kesalahan yang sama.
- Dan murid itu adalah orang yang tidak banyak membaca.

You might also like

  • 1
    1
    Document10 pages
    1
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Epidemiologi MK
    Epidemiologi MK
    Document1 page
    Epidemiologi MK
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Lapsus
    Cover Lapsus
    Document4 pages
    Cover Lapsus
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document3 pages
    Cover
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • IKM-IKK
    IKM-IKK
    Document30 pages
    IKM-IKK
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Amberk Permfisnyo Bae
    Amberk Permfisnyo Bae
    Document31 pages
    Amberk Permfisnyo Bae
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Dafpus
    Dafpus
    Document1 page
    Dafpus
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka PHBS
    Daftar Pustaka PHBS
    Document1 page
    Daftar Pustaka PHBS
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Telaah Jurnal
    Telaah Jurnal
    Document32 pages
    Telaah Jurnal
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Telaah Jurnal Febry
    Telaah Jurnal Febry
    Document8 pages
    Telaah Jurnal Febry
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Jurnal Mata Fix
    Jurnal Mata Fix
    Document25 pages
    Jurnal Mata Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Febry Jurnal
    Cover Febry Jurnal
    Document3 pages
    Cover Febry Jurnal
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Visum
    Visum
    Document4 pages
    Visum
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Visum
    Visum
    Document4 pages
    Visum
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document4 pages
    Cover
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Lapsus
    Cover Lapsus
    Document4 pages
    Cover Lapsus
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Bab I II III
    Bab I II III
    Document27 pages
    Bab I II III
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Fix
    Cover Fix
    Document4 pages
    Cover Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document4 pages
    Cover
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Daftar Hadir Dokter Muda FK UMP
    Daftar Hadir Dokter Muda FK UMP
    Document2 pages
    Daftar Hadir Dokter Muda FK UMP
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Fix
    Cover Fix
    Document5 pages
    Cover Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Intrakranial
    Intrakranial
    Document25 pages
    Intrakranial
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Laporan Kasus Fix
    Cover Laporan Kasus Fix
    Document1 page
    Cover Laporan Kasus Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Status Psikiatrikus
    Status Psikiatrikus
    Document22 pages
    Status Psikiatrikus
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Lapsus Kecap
    Cover Lapsus Kecap
    Document4 pages
    Cover Lapsus Kecap
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Cover Fix
    Cover Fix
    Document5 pages
    Cover Fix
    Febry Setiawan
    No ratings yet
  • Halaman Pengesahan
    Halaman Pengesahan
    Document1 page
    Halaman Pengesahan
    Febry Setiawan
    No ratings yet