You are on page 1of 15

Laporan Praktikum Teknologi Formulasi Sediaan

Emulsi Virgin Coconut Oil 30%

Oleh :
Kahfi Kurniawan
Ardiyatul Iffah Kelana
Viana Khalimatus Sani
Luh Anindya Savira L
Arina Rizka Hadi
Kholida Zhahara
Iga Nur Budiyanti
Fadhila Putri Imananta
Rodyah

115070505111001
135070500111004
135070500111009
135070500111026
135070507111005
135070507111012
135070507111014
135070507111016
135070508111001

Program Studi Farmasi


Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya
2015

I.

Tujuan Praktikum
Tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini yaitu agar mahasiswa mamu merancang
formula sediaan emulsi, agar mahasiswa mampu membuat dan melakukan evaluasi sediaan
emulsi, dan agar mahasiswa mampu menganalisa pengaruh jenis emulgator dan HLB terhadap
stabilitas emulsi.
II.

Tinjauan Pustaka
Emulsi adalah suatu system koloid yang fase terdispersinya dan medium
pendispersinya berupa cairan yang tidak bercampur minyalnya minyal dalam air atau air dalam
minyak. Karena kedua fase tersebut tidak dapat bercampur, keduannya akan terpisah. Untuk
menjaga emulsi tersebut stabil perlu ditambahkan emulgator atau zat pengemulsi (emulsifying
agent) (Sumardjo, 2009). Emulsi terdiri dari sua jenis, minyak dalam air dan air dalam minyak.
Disebut minyak dalam air jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawanya. Sedangkan air dalam minyak jika air atau larutan air yang
merupakan faseterdispersi dan minyak atau bahan yang mengandung minyak merupakan fase
pembawa (Depkes RI, 1995).
Secara umum, emulsi terdiri dari komponen dasar dan komponen tambahan.
Komponen dasar terdiri dari fase dispers yaitu zat cair yang terbagi menjadi butiran kecil
kedalam zat cair lain, fase luar yaitu zat cair yang berfungsi sebagai pendukung emulsi, dan
emulgator yang menstabilkan emulsi. Sedangkan komponene tambahan meliputi preservative
yaitu metil dan propil paraben, asam benzoate, asam sorbet, dll. Dan antioksidan contohnya yaitu
asam askorbat , asam sitrat, L. tocoperol, propil galat, dan asam galat (Sarasmita, 2010).
Syarat emulgator adalah molekul-molekulnya mempunyai afinitas terhadap kedua
cairan yang membentuk emulsi. Daya afinitasnya harus parsial atau tidak sama terhadap kedua
cairan tersebut. Salah satu ujung eulgator larut dalam cairan yang satu, sedangkan ujung yang
lain hanya membentuk lapisan tipis (selapis molekul) di sekeliling atau di atas parmukaan cairan
yang lain (Sumardjo, 2009).
HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance) adalah angka yang menunjukkan perbandingan
antara grup hidrofil dan lipofil pada surfaktan. Angka HLB yag berbeda menunjukkan perbedaan
sifat surfaktan. HLB digunakan sebagai petunjuk memilih suatu emulgator untuk berbagai
macam kegunaan. Emulgator dengan HLB rendah cocok untuk emulsi w/o (water in oil),
sedangkan yang mempunyai HLB tinggi cocok untu o/w (oil in water). Selain itu HLB
digunakan untuk menunjukkan sifat dan fungsi yang berbeda (Broto, 2010).
Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan
emulsi pada penyimpanan. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui pengamatan secara organoleptis
(rasa, bau, warna, konsistensi). Pengamatan secara fisika dapat dilakukan dengan menguji rasio
pemisahan fase, viskositas, redispersibilitas, uji tipe emulsi, ukuran globul fase dalam, sifat
aliran. Pengamatan secara kimia bisa dilakukan dengan pengukuran pH, secara biologi yaitu
angka cemaran mikroba (febrina, 2007). Penentuan tipe emulsi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan uji kelarutan zat warna dan uji pengenceran. Uji kelarutan zat warna dapat
dilakukan dengn menambahkan sudan III, bila terlarut maka tipe emulsi w/o. sedangkan bila

ditambahkan metilen blue, bila terlarut maka sediaan tersebut merupakan tipe emulsi o/w (Uli,
2014).
III.
Deskripsi Zat Aktif dan Preformulasi Bahan Eksipien
1. VCO (Virgin Coconut Oil) (FI III, 1979)
o Pemeriaan
: Cairan jernih, kurang pucat, tidak berbau, atau berbau
lemah, rasa khas, memadat pada suhu 0C dan memiliki kekentalan rendah walaupun
pada suhu mendekati suhu beku
o Nama lain
: Oleum coccos purum
o Nama Kimia
:o Struktur kima
:

o Rumus Molekul
:o Berat Molekul
:o Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol
(95%) P , dalam kloroform P., dan dalam eter P
o pH larutan&pH stabilitas : 5 - 8
o Titik Didih
: >450C
o Titik Leleh
: 23 - 26 C
o Stabilitas
: Minyak kelapa mudah mengoksidasi bila terkena udara
dan menjadi tengik, menyebabkan bau tidak enak dan rasa yang kuat, terbakar pada
suhu tinggi
o Inkompatibilitas
: Minyak kelapa bereaksi dengan agen pengoksidasi, asam
dan basa
o Wadah dan Penyimpanan : Pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, dan
temperatur tidak lebih dari 25C
o Sifat Khusus
:o Koef. Partisi
:2. Protasorb O-20 (HOPE, 2009)
o Pemeriaan
: Cairan jernih seperti minyak, jernih, warna kuning muda
hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat
o Nama lain
: Liposorb O-20, Tween 80, polysorbatum 80
o Nama Kimia
: Polyoxyethylene 20 sorbiton monooleate
o Struktur kima
:

o Rumus Molekul
: C32H60O10
o Berat Molekul
: 1310
o Kelarutan
: Larut dalam air, dalam etanol, dalam etil astetat dan dalam
metanol, praktis tidak larut dalam minyak lemak, dan parafin cair
o pH larutan&pH stabilitas : 6 - 8
o Titik Didih
: >100C
o Titik Leleh
: - 20, 556 C
o Stabilitas
: Stabil dalam elektrolit dan asm lemah maupun basa
lemah, tidak toksik dan tidak mengiritasi
o Inkompatibilitas
: Mengendap jika dengan fenol dan tanin. Aktivitas
antimikroba dan paraben mengurangi keberadaan polisorbat
o Wadah dan Penyimpanan : Terlindung dari cahaya
o Sifat Khusus
: Tidak bersifat toksik dan mengiritasi, memiliki HLB 15,0
o Koef. Partisi
:3. Sorbitan Oleate (HOPE, 2009)
o Pemeriaan
: Berwarna cream untuk cairan atau padatan, bau dan rasa
khas
o Nama lain
: Sorbitan monooleate isorgen 40, Sorgon S-40-H, Span 80
o Nama Kimia
: [Z] Sorbitan mono 9 octadecenoate
o Struktur kima
:

o Rumus Molekul
: C24H44O6
o Berat Molekul
: 429
o Kelarutan
: Tidak larut dalam air, Sangat sedikit larut dalam dietil
eter, larut dalam air dingin, aseton. Larut dalam sebagian besar mineral, minyak sayur,
etil asetat, 3-etenoxethanol
o pH larutan&pH stabilitas : o Titik Didik
:o Titik Leleh
:o Stabilitas
: Stabil dalam keadaan normal
o Inkompatibilitas
: Reaktif dengan agen oksidasi
o Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, pada keadaan sejuk dan
sirkulasi udara baik
o Sifat Khusus
:-

o Koef. Partisi
:4. Natrium Metabisulfit (HOPE, 2009)
o Pemeriaan
: Tidak berwarna, bubuk kristal memiliki sulfur dioksida
dan asam, rasa garam
o Nama lain
: Disodium disulfite, disodium pyrosulfit
o Nama Kimia
: Sodium pyrosulfite
o Struktur kima
:
o Rumus Molekul
: Na2S2O5
o Berat Molekul
: 190,1
o Kelarutan
: Sedikit larut dalam etanol (95%) , mudah larut dalam
gliserin, larut 1 : 1,9 bagian air (20C) dan 1 : 1,2 bagian air (100C)
o pH larutan&pH stabilitas : 3,5 5,0
o Titik Didih
:o Titik Leleh
: <150C
o Stabilitas
: Jika terkena udara dan lembab secara berlahan akan
teroksidasi menjadi kristal natrium sulfat
o Inkompatibilitas
: Tidak kompatibel dengan kloramfenikol dan
phenylmercuric acetate
o Wadah dan Penyimpanan : Pada wadah tertutup rapat dan terlindung dari paparan
cahaya, sejuk dan kering
o Sifat Khusus
:o Koef. Partisi
:5. BHT (Butylated hydroxytoluene) (HOPE, 2009)
o Pemeriaan
: Berwarna putih atau kuning pucat dalam bentuk kristal
padat atau bubuk dengan bau khas lemah
o Nama lain
: Agidol, dibutylated hydroxytoluene, Nipanox BHT
o Nama Kimia
: 2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol
o Struktur kima
:

o Rumus Molekul
: C15H24O
o Berat Molekul
: 220.35
o Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, gliserin, PG, larutan
hidroksida alkali, dan asam mineral encer. Sangat mudah larut larut dalam aseton,
benzena, etanol (95%), eter, metanol, toluena, minyak tetap, dan minyak mineral
o pH larutan&pH stabilitas : o Titik Didih
: 265C
o Titik Leleh
: 70C
o Stabilitas
: Paparan cahaya, kelembaban, dan panas menyebabkan
perubahan warna dan hilangnya aktivitas BHT

o Inkompatibilitas
: Terpapar agen oksidasi dapat menyebabkan pembakaran
spontan. Garam besi dapat menyebabkan perubahan warna dengan hilangnya aktivitas.
Pemanasan dengan jumlah katalitik asam menyebabkan dekomposisi yang cepat
dengan pelepasan dari isobutana gas yang mudah terbakar.
o Wadah dan Penyimpanan : Pada wadah tertutup rapat dan terlindung dari paparan
cahaya, sejuk dan kering
o Sifat Khusus
:o Koef. Partisi
:6. Aquadest (FI IV, 1995)
o Pemeriaan
: Cairan jernih, tidak berwarna , tidak berbau
o Nama lain
: Aqua purificata
o Nama Kimia
: Air
o Struktur kima
:

Rumus Molekul
: H2O
Berat Molekul
: 18,02
Kelarutan
:pH larutan&pH stabilitas : 5,0 dan 7.0
Titik Didih
: 100C
Titik Leleh
: 0C
Stabilitas
: Stabil dalam semua bentuk fase
Inkompatibilitas
: Dapat bereaksi dengan eksipien yang mudah terhidrolisis,
mudah bereaksi dengan garam anhidrat jadi hidrat
o Wadah dan Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat
o Sifat Khusus
:o Koef. Partisi
:o
o
o
o
o
o
o
o

IV.

Formula dan Rasionalisasi Formula


IV.1.
Formula
VCO

30%

Protasorb O-20

0,43ml

Sorbitol Oleate

0,66ml

BHT
Na. Metabisulfit 1%
Aquadest

59,9ml

Perhitungan emulgator
A= Sorbitol oleate , HLB=4,3

B= Protasorb O-20, HLB=15


HLB= FA x HLBA + [(1-FA) x HLBB]
5

= FA x 4,3 +[(1- FA) x 15]

= 4,3 FA + 15 15 FA

=-10,7 FA + 15

10,7FA = 10
FA= 0,93 VA = 0,93 x 10gram = 9,3 gram

9,3 gram
=9,43 ml
0,986 g /ml

FB = 0,07 VB = 0,07 x 10gram = 0,7 gram

0,7 gram
=0,660 ml
1,06 g /ml

4.2.Rasionalisasi Formula
Formula emulsi VCO 30% yang dibuat merupakan sediaan topical dikarenakan HLB
campuran emulgator yang digunakan yaitu 5 sehingga tipe emulsi yang akan dibuat adalah w/o
yang lebih cocok untuk sediaan topikal. Pada formula ini dugunakan dua macam pengawet yaitu
pengawt untuk fase air yang mencegah tumbuhnya mikroba atau jamur dan pengawet untuk fase
minyak yaitu untuk mencegah timbulnya oksidasi yang dapat menyebabkan fase minyak menjadi
tengik. Hal tersebut dikarenakan minyak memiliki usur utama berpa lemak yang dapat dibedakan
mejadi lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Minyak dengan lemak jenuh hanya memiliki ikatan
tunggal diantara atom-atom karbon penyusunnya, sedang lemak tak jenuh memiliki satu atau
lebih ikatan ganda. Ikatan ganda pada minyak dengan lemak tak jenuh mengakibatkan mudahnya
teroksidasi sehingga tidak stabil (Anonim, 2015). Pengawet untuk fase air yang digunakan yaitu
Na Metabisulfit. Penggunaan Na metabisulfit didasarkan karena Na Metabisulfit compatible
terhadap emulgator surfactant non ionic yang digunakan yaitu span dan tween. Penggunaan
konsentrasi 1% didasarkan pada rentang konsentrasi Na Metabisulfit yang digunakan untuk
sediaan topical yaitu 0,01%-1% w/v (HOPE Ed 6th ). Sedangkan antioksidan untuk fase minyak
yaitu BHT atau Butylated Hydroxytoluene yang semula kami merencanakan menggunakan BHA
atau Butylated Hydroxyanisole dengan dasar bahwa untuk sediaan topical volume BHA yang
dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan BHT yaitu 0,005%-0,02% dibanding 0,5-1%
sehingga akan lebih menghemat dari segi biaya, selain itu BHA lebih tahan panas dibandingkan
BHT, karena BHT akan terdekomposisis bila terpapar oleh panas (HOPE Ed 6 th ). Tetapi pada
saat praktikum, BHA tidak tesedia melainkan hanya BHT yang tersedia maka kami mengganti
BHA menjadi BHT dengan konsentrasi 1% yang sesuai dengan konsentrasi BHT untuk sediaan
topical. Pada formula ini tidak mengguakan perasa dikarenakan sediaan yang dibuat
diperuntukkan topical. Selain itu, pada formula ini juga tidak ditambahkan pewangi karena pada

VCO sendiri sudah memiliki bau yang khas dan wangi kelapa. Penambahan pewarna juga tidak
diperlukan karena warna emulsi yang dihasilkan yaitu putih dan sudah sesuai dengan warna dari
kelapa.

V.

Perhitungan
Jumlah yang digunakan 5 botol dengan total volume 500 ml
Jumlah sediaan yang dibuat 5 botol untuk uji sediaan akhir sebagai berikut :
o Uji Volume terpindahkan
: 3 botol
o Uji Berat jenis
: 1 botol
o Uji acepetabilitas dan kejernihan
: 1 botol
Penimbangan

VI.

Nama Bahan

Untuk 1 botol (V=100 ml)


30
x 100=30 ml
100

Untuk 5 botol (V=525 ml)


30
x 525=157,5ml
100

Protasorb O-20

0,7 gram = 0,66 ml

525
x 0,66=3, 47 ml
100

Sorbitan Oleate

9,3 gram = 9,43 ml

525
x 9,43=49,51 ml
100

0,1
x 100=0,1 g=100 mg
100

0,1
x 525=0,525 g=525 mg
100

1
x 100=1 g
100

1
x 525=5,25 g
100

100(20+0,66+9,43) = 59,91 ml

525-(157,5+3,47+49,51)=314,52 ml

VCO

BHT
Natrium Bisulfit
Aquadest
VII.

Prosedur Pembuatan (Alur Kerja)


Alat dan Bahan
-Disiapkan alat dan bahan
-Dikalibrasi botol @100ml
-Dikalibrasi beaker glass 525ml

Fase minyak
-Diukur VCO 157,5ml
-Diukur sorbitol oleat 49,51ml
-Ditimbang BHT 525 mg
-Sorbitol oleat dan BHT dimasukkan
ke VCO, diaduk ad homogen

Fase air

-Diukur protasorb O-20 3,47ml


-Diukur aquadest 314,52ml

-Diukur Na metabisulfit 5,25


gram
-Ditambahkan protasorb O-25 Na

metabisulfit kedalam aqudest


-Dipanaskan hinggan 70C
-Diaduk ad homogen
-Dipanaskan hingga 70C

-Dituang fase air kedalam fase minyak pada suhu 70C sambil
di stirrer
-Diaduk ad corpus emulsi
-Didinginkan pada suhu kamar
-Dituang pada masing masing botol
-Dikemas dengan kemasan sekunder
Hasil
VIII. Uji Mutu Farmasetik Sediaan Akhir
VIII.1.
Uji Organoleptik
Bertujuan untuk mengetahui warna, bau, dan konsistensi sediaan akir yang
dilakukan dengan cara mengamati sediaan emulsi dengan cara melihat warna, merasakan
konsistensinya dengan cara di olehkan ke tangan, dan merasakan bau dari sediaan tersebut
(Depkes RI, 1994).
VIII.2.
Uji Tipe Emulsi
Bertujuan untuk mengetahui sediaan akhir sesuai dengan tipe emulsi yang
diinginkan. Dilakukan dengan meletakkan 1 tetes sediaan emulsi VCO pada objek glass
kemudian ditambahkan satu tetes sudan III, dicampur errata, kemudian diamati dibawah
mikroskop, bila terbentuk warna merah homogeny pada fase luar maka menunjukkan
terbentuknya emulsi water in oil (w/o) (Legigia, 2013).
VIII.3.
Uji Penetapan pH
Bertujuan untuk mengetahui pH emulsi sehingan sesuai dengan pH tubuh atau pH
pada tempat emulsi tersebut diapliksikan. Pengukuan dilakukan dengan pH meter pada
suhu 25C 2C. Apabila pH yang muncul belum sesuai dengan yang diinginkan, maka
dapat ditambahkan asam untuk menurunkan pH atau ditambahkan basa untuk menaikkan
pH (Depkes RI, 1994).
VIII.4.
Uji Penetapan Bobot Jenis
Bertujuan untuk mengetahui bobot jenis dari sediaan emulsi yang sudah di buat.
dengan menggunakan piknometer bersih kering yang telah ditimban bobot kosongnya pada
suhu ruang, kemudian piknometer yang berisi sampel di timbang sehingga didapatkan
bobot sampel. Untuk mengetahui bobot jenis sampel maka bobot sampel di bagi dengan
bobot air (Depkes RI, 1994).
VIII.5.
Uji Volume Terpindahkan
Bertujuan untuk volume sediaan yang tertinggi pada waadah. Yaitu dengan
meuangkan secara perlahan dari setiap botol atau wadah ke dalam gelas ukur kering dengan
kapasitas tidak > 2,5 kali volume yang diukur. Dimana hasilnya dari 10 wadah tidak kurang
dari 100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95% volume yang dinyatakan
pada etiket (Depkes RI, 1994).
VIII.6.
Uji Homogenitas

Bertujuan untuk mengetahui homogenitas sediaan kahir yang telah dibuat. Yaitu
dengan diamati secara visual susunan partikel yang terbentuk dari sediaan akhir. Caranya
yaitu sampel diamati dapa bagian sisi atas tengah bawah setalah dilakukan pengocokan,
sampel diteteskan pada gelas objek dan diratakan dengan kaca atau gelas objek lain
sehingga terbentuk lapisan tipis, susunan partikel yang terbentuk diamati secara visual
(Depkes RI, 1994).
VIII.7.
Uji Freeze Thawing
Bertujuan untuk mengetahui kestabilan dari sediaan yang telah dibuat bila
ditempatkan pada suhu ekstrim. Dilakuakn dengan cara menyimpan sediaan selama 2hari
pada suhu 4C kemudian disimpan pada suhu 40C selama 2 hari, diamati terjadinya
pemisahan fase, perubahan nilai viskositas dan nilai pH. Pengujian dilakukan selama
6siklus.
XI. Tabel Data Pengamatan
No
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Perlakuan
Disiapkan alat dan bahan, dilakukan kalibrasi botol
dan beaker glass
Diukur VCO 157ml
Diukur span 80 49,51ml
DItimbang BHT 0,105gram
Diukur aquadest 314,52ml
Diukur Tween 80 3,47ml
Ditimbang Na Metabisulfit 5,25 gram
Fase Minyak
BHT dilarutkan dengan sedikit VCO, diaduk ad
homogen
Span 80 dilarutkan dengan sedikit VCO, diaduk ad
homogen
BHT dan Span 80 dicampur kedalam fase minyak,
di aduk ad homogeny diapanaskan hingga 70C
Fase air
Dilarutkkan tween dengan sedikit air bebas CO2 ad
larut
Na metabisulfit dilarutkan sedikit dengan air bebas
CO2 ad larut
Tween dan Na Metabisulfit dicampur kedalam fase
air, diaduk ad homogen dipanaskan ad suhu 70C
Fase air dituangkan scr perlahan ke dalam fase
minyak pada suhu 70C sambil di stirrer ad corpus
emulsi
Didinginkan sampai suhu ruangan

Pengamatan

VCO = 157,5ml
Span = 49,5ml
BHT = 0,1011 gram
Air bebas CO2 = 314,5ml
Tween = 3,5ml
Na metabisulfit 5,2525 gram
Fase minyak tercampur merata

Fase airtercampur merata

Distirer selama 15 menit dengan


suhu 70C 501 rpm
Terbentuk dua lapisan tetapi bila
dikocok kembali seperti semula

7.
8.
9.
10.

No.

Diukur degan pH meter


Di adjust dengan NaOH 0,2 N
Dituangkan pada masing-masing botol
Dikemas
Hasil Evaluasi
Pada Hari Pertama :

1.

Parameter
Organoleptis

2.
3.

Tipe Emulsi
pH

4.
5.

6.
7.

pH = 4,64
35 tetes pH= 5,49

Spesifikasi
Warna : Putih
Bau : Kelapa wangi
Aceptabilitas: Tidak terlalu
encer
Water in oil
59

Hasil Pengamatan
Warna : Putih
Bau : Kelapa wangi
Aceptabilitas : Encer

Oil in Water
Pertama : 5,49
Akhir : 4,63
Bobot jenis
1,06075 g/cm3
Volume terpindahkan
Tidak lebih dari100%, tidak V1 : >100 ml
kurang dari 95%
V2 : >100 ml
V3 : 100 ml
Homogenitas
Homogen
Homogen
Uji Freeze Thawing
Stabil, tidak mengkristal
Tidak mengkristal
Pengamatan Stabilisasi Hari Ke-3 hingga Ke-6

Hari Tanggal
Senin, 30 Maret 2015

Selasa, 31 Maret 2015

Rabu, 1 April 2015

Kamis, 2 April 2015

Pengamatan
Warna : Putih susu
Bau : Wangi Kelapa
Aceptabilitas : Encer
Stabilitas :Breaking
Warna : Putih Susu
Bau : Agak tengik, Kelapa
Aceptabilitas : Encer
Stabilitas : Breaking
Warna : Putih Susu
Bau : Tengik
Aceptabilitas : Encer
Stabilitas : Breaking
Warna : Putih Susu
Bau : Tengik
Aceptabilitas : Encer
Stabilitas : Breaking
pH : 4,63
Tipe emulsi : oil in water

Sediaan Emulsi Hari Terakir


XII.

Foto hasi evaluasi tipe emulsi

Pembahasan
Secara umum, sediaan emulsi terdiri dari fase air, fase minyak, dan emulgator.
Emulgator atau emulsifying agent ditambahkan ke dalam sediaan emulsi bertuuan untuk
menjaga emulsi tersebut tetap stabil (Sumardjo, 2009). Penggunaan kombinasi emulgator
dengan HLB rendah dan tinggi menghasilkan efektifitas yang lebih dibandingkan
penggunaan emulgator tunggal (Anonim, 2010). Emulgator yang digunakan dalam
sediaan emulsi yang dibuat yaitu kombinasi span80 (HLB=4,3) dan tween80 (HLB=15)
dengan HLB campuran 5. Secara teori, HLB 5 termasuk ke dalam tipe emulsi water ini
oil (w/o). Tipe emulsi tersebut lebih cocok untuk sediaan topikal. Tetapi dari hasil
penelitian mengatakan bahwa penggunaan emulgator kombinasi antara span dan tween
baik digunakan untuk emulgator pada emulsi oil in water, dimana HLB 10 yang
menghasilkan emulsi yang paling stabil (Anonim, 2010). Selain itu, agar emulsi yang
dibuat stabil dan tidak mengalami inversi maka jumlah fase terdispersi maksimum yaitu
74% dari volume total (Lund, 1994).
Stabilitas dari sediaan emulsi yang dihasilkan yaitu ketika sesaat setelah di angkat
dari stirrer dan di biarkan beberapa menit mengalami breaking yaiu terpisahnya antara
dua fase, tetapi ketika dilakukan pengocokan dengan kekuatan yang ringan sediaan
emulsi tercampur kembali begitu seterusnya hingga hari terakhir pengamatan. Selain itu,
stabilitas emulsi juga diuji melalui beberapa tahapan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan
yaitu organoleptik, penenuan tipe emulsi, pH, bobot jenis, bobot jenis, volume
terpindahkan, homogenitas, dan freeze thawing. Dari uji organoleptis, sediaan akhir

emulsi yang di dapatkan berwarna putih, berbau wangi kelapa, dan aceptabilitasnya encer.
Sedangkan spesifikasi yang diharapkan yaitu aceptabilitasnya tidak terlalu encer. Hal
tersebut disebabkan penggunaan atau proporsi air yang ada pada sediaan emulsi lebih
besar dari minyak hingga >50%, selain itu juga dapat disebabkan oleh emulgator yaang
digunakan yaitu kombinasi antara span 80 dan tween 80. Akan tetapi, setelah dua hari
bau dari sediaan emulsi berbau tengik. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal
asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak
sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida. Teroksidasinya fase minyak mengindikasikan bahwa antioksidan tidak
bekerja dengan baik, hal tersebut dikarenakan penggunaan antioksidan yang semula BHA
digantikan dengan BHT, yang mana BHT memiliki sifat yang tidak tahan panas
sedangkan proses pembuatan emulsi menggunakan suhu yang tinggi. Penentuan tipe
emulsi yang di dapatkan juga tidak sesuai dengan spesifikasi yang di harapkan. Evaluasi
tipe emulsi dilakukan dengan metode pelarutan, dengan menggunakan reagen sudan III.
Evaluasi tersebut dilakukan dengan cara meneteskan 1 tetes sediaan ke gelas objek dan
ditambahkan dengan 1 tetes sudan III, kemudian dihomogenkan serta di lihat di bawah
mikroskop. Didapatkan droplet berwarna merah yang mengindikasikan bahwa droplet
merupakan minyak yang larut dengan sudah III. Hal tersebut menandakan bahwa tipe
emulsi yang dihasilkan adalah oil in water (o/w). Sedangkan spesifikasi yang di harapkan
yaitu water ini oil (w/o). Hal tersebut berarti emulsi yang didapatkan mengalami inversi
atau pembalikan fase. Peristiwa tersebut disebabkan oleh pemanasan yang kurang
optimal. Pemanasan yang dilakukan bertujuan menurunkan tegangan permukaan antara
dua fase sehingga keduanya mudah tercampur. Akan tetapi pemanasan bisa
mengakibatkan berubahya koefisien distribusi emulgator antara 2 fase sehingga terjadi
inversi fase. Selain itu, inversi fase dapat terjadi karena jumlah fase terdispersi
ditingkatkan hingga mencapai atau melebihi batas maksimum yaitu 74% dari volume
total, atau penambahan bahan yang dapat mengganggu kestabilan emulsi. Inversi fasa
juga bisa terjadi karena penggunaan peralatan yang kotor atau prosedur pencampuran
yang salah (Lund 1994).
Evaluasi selanjutnya yang dilakukan yaitu uji pH. Spesifikasi pH yang diharapkan
yaitu 5 7. Saat sediaan emulsi akhir jadi, diukur pH dan didapatkan 4,64. pH tersebut
tidak masuk rentang spesifikasi pH yang diharapkan. Oleh karena itu, dilakukan adjust
dengan NaOH 0,2 N sebanyak 3,5 ml sehingga di dapat pH akhir 5,49. Akan tetapi ketika
hari terakhir (Kamis, 2 April 2015) menjadi 4,63. Hal ini disebabkan oleh penambahan air
bebas CO2 yang mana saat menambahkan tidak
dijaga kebebasan CO2 nya (tidak
menutup kembali erlenmeyer yang berisi air bebas CO2 setelah menggunakan). Sehingga
CO2 yang bersifat asam tersebut dapat menurunkan pH dari sediaan emulsi setelah 6 hari.
Bobot jenis dari sediaan emulsi yang dibuat didapatkan 1,06075 g/cm 2 ,
sedangkan uji volume terpindahkan dari 3 botol yaitu V1 = >100 ml, V2 = > 100 ml, dan

V3 = 100 ml. Uji volume terpindahkan sudah sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan
yaitu dari 3 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume wadah yang kurang
dari 95% dari 100 ml. Uji homogenitas dilakukan dengan cara menteskan sediaan emulsi
ke gelas objek kemudian diratakan dengan gelas objek lainnya dan dilihat
homogenitasnya ada atau tidaknya susunan partikel yang terbentuk, dihasilkan susunan
partikel yang homogen sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Selanjutnya uji freeze
thawing. Dilakukan dengan menyimpan sediaan emulsi dalam oven selama 48 jam
dengan suhu 40C. Kemudian dilanjutkan di simpan pada suhu 4C dalam freezer selama
24 jam. Kemudian diamati, tidak terlhat adanya kristal dan antara kedua fase memisah
(breaking).
XIII. Kesimpulan
Emulgator yang digunakan pada sediaan emulsi VCO 30% yaitu kombinasi
antara span 80 dan tween 80 dengan HLB campuran 5. Dimana berdasarkan teori HLB 5
masuk ke dalam rentang tipe emulsi water in oil yang cocok untuk diaplikasikan sebagai
sediaan topikal. Akan tetapi kombinasi Span dan Tween sebenarnya lebih cocok
digunakan pada sediaan tipe emulsi oil in water yang stabil bila dengan HLB campuran
10.
XIV. Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Span and Tween. Croda Europe Ltd Cowick Hall Snaith, Inggris
Broto, wisnu. 2010. Hidrophilic- Lipophilic Balance (HLB). Undip, Semarang
Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Ed 3. Depkes RI, Jakarta
Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia Ed 4. Depkes RI, Jakarta
Lund, W., 1994, The Pharmaceutical Codex Principles and Practice of Pharmaceutics, 12th ed,
The Pharmaceutical Press, London, 82-91,493-495
Rowe, Raymond. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Ed. Pharmaceutical Press,
London
Sarasmita, Made Ary. 2012. Slide Ajar Kuliah Emulsi. Farmasi FK Udayana, Bali
Sumardjo, Damin. 2009. Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata 1
Fakultas Bioekssakta. EGC, Jakarta

You might also like