Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Tema sentral dari rancangan proposal disertasi ini alah Pengawasan Internal
Pemerintah (PIP) dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance).
Pelaksanaan pengawasan internal pemerintah prakteknya menunjukan dinamika dengan
mengalami evolusi yang mengikuti evolusi internal auditor (IA) sektor private yakni yang
semula lebih pada pengujian administratif berupa pengecekan transaksi, pengujian sebelum
pembayaran, menghitung aset dan lain-lain telah begeser pada level yang lebih tinggi yakni
akuntabilitas penggunaan dana publik dan efisiensi pelayanan publik 1.i Lebih lanjut aktivitas
ini telah mendorong (enhance) terwujudnya governance antara lain dalam meningkatkan
transparansi, fairness, mencegah/meminimalisir korupsi hingga meyakinkan efisiensi dan
efektivitas uang publik. Effektivitas fungsi Pengawasan Internal Pemerintah menjadi sangat
penting dalam rangka membangun Good Governance (GG), hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Lapointe (2007) bahwa An effective of audit function is a basic
requirement of sound governance and strong accountability 2. Lebih lanjut dikemukakan pula
peran fungsi audit dalam sektor publik adalah oversight, insight dan foresight. Oversight
dalam rangka mengevaluasi kinerja, insight adalah dalam rangka mengevaluasi program dan
Internal Audit in the public sector: the quiet revolution, February 2011, p. 41,
www.deloitte.com/assets/Dcom-Lebanon (akses 270813;07:35)
2
La Pointe, Jacques, The Role of Auditing in Public Sector Governance, IIAs International
Conference in Amsterdam, July 2007
organisasi yang
diimplementasikan melaului Internal Auditor (IA) yang sering disebut sebagai mata dan
telinga pimpinan tertinggi dalam mewujudkan tujuan organisasi, telah megalami berbagai
evolusi dalam perannya dari repressif watchdog yang lebih menekankan pada ketaatan
hingga lebih menekankan pada yang preventive (consultant dan catalyst), dengan perannya
sebagai consultant dan catalyst. Peran watchdog, merupakan fungsi pengawasan untuk
meyakinkan bahwa tidak ada kesalahan dan penyimpangan terjadi atas pelaksanaan program
dan kegiatan sangat penting dalam tahap penegakan kebijakan (compliance). Peran
consultant, melengkapi peran sebelumnya, yaitu mengevaluasi dan memberikan masukan
kecukupan dan keandalan pengendalian.
Internal Auditor untuk meyakinkan bahwa program dan kegiatan secara berkelanjutan
memperlihatkan perbaikan kinerja (performance) yang seyogyanya mampu membawa
mencapai nilai, tujuan dan sasaran utama melalui proses quality assurance.
Internal Auditor
implementasi governance pada organisasi yang tidak hanya pada level operasional namun
juga level stratejik melalui peran assurance, kepatuhan hingga mencegah dan mendeteksi
adanya fraud serta peran sebagai consultantii. Kehadiran IA menjadi suatu hal yang esensial
bagi organisasi dalam memberikan pelayanan yang independen, untuk menambah nilai dan
meningkatkan operasional organisasi serta mendorong tercapainya tujuan melalui evaluasi
efektivitas manajemen risiko, pengendalian dan proses tata kelola. Hal ini sebagaimana
didefinisikan oleh The Institute of Internal Auditor (IIA) sebagai berikut:
2) Peran APIP yakni melakukan pengawasan internal atas Kinerja dan Keuangan, melalui
audit, evaluasi, pemantauan, evaluasi dan lainnya,
3) PP 60/2008 yang menggambarkan APIP sebagai unsur terpenting dalam pengendalian
intern.Lebih lanjut dikemukakan persyaratan APIP yang effektif yang dapat dikatakan
menyerupai definisi universal pada umumnya yakni menilai efektivitas 3 pillar yakni
governance, control and Risk Management melalui consultancy and assurance services vi.
Keberadaan APIP diharapkan akan menambah value organisasi serta secara agregasi
mendorong terciptanya good government governance danclean governmentsertapublic
services yang baik.
4) Berdasarkan PP 81/2010, Pemerintah telah menetapkan APIP adalah sebagai salah satu
variabel dari 8 (delapan) variabel yang perlu dilakukan reformasi Birokrasi.
5) Pemerintah sedang memproses RUU SPIP (Sistem Pengawasan Internal Pemerintah).
6). Presiden mengemukakan pentingnya APIP untuk mengawasi penerimaan dan belanja
Negara yang telah mencapai Rp. 1.817 Trilyun, agar efisien, efektif dan akuntabel (Nota
Keuangan 2013)
Pada sisi yang lain prakteknya kondisi tata kelola Pemerintahan Indonesia saat ini
belum menunjukkan suatu keadaan yang makin baik, hal ini dapat dilihat antara lain dari sisi
akuntabilitas keuangan, pelayanan publik,
yang
tinggi setingkat Menteri, hingga kepala Daerah Gubernur, Bupati dan Walikota turut
tersangkut kasus korupsi. Dalam kurun waktu 2004-2012 (D Andhi, Nirwanto, 2013),
173 Kepala daerah atau 33 % kepala daerah tersangkut kasus korupsi dan 70 % telah
diputus bersalah. Bahkan sejak otonomi khususdiberlakukan, dana yang digulirkan
sebesar Rp 33 Trilyun untuk Papua dan Rp. 7,5 Trilyun untuk Papua Barat namun belum
mampu untuk menyejahterakan masyarakat Papua yang ternyata 37,5 % masih tergolong
miskin. Terlebih indikasi penyimpangan yang berkaitan dengan keuangan Negara yang
ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebesar Rp. 4,28 Trilyun untuk periode 2002
sd 2010.
2) Pelayanan Publik belum membaik terlihat dari Survey Integritas Nasional yang dilakukan
KPK pada tahun 2012, masih dalam kisaran angka index 6,86 untuk Pusat serta 6,32
untuk pemerintah Daerah, sedangkan target 2014 adalah 8. Hal ini terlihat pula dari
kasus-kasus perijinan, sebagai misal Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang lebih dari 41 %
mengalami pertambangan dan lebih dari 4000 pemegang ijin belum memiliki NPWP dan
lain-lain.
3) Kualitas akuntabilitas Laporanviii Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)masih belum
membaik, terlihat pada baru LKPD atau
yang mendapat
pernyataan pendapat akuntan yang Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK. Demikian pula
Kualitas akuntabilitas kinerja masih dikatakan belum cukup baik, yakni untuk tahun 2013
dari 451 kabupaten dan kota yang dievaluasi, baru 153 pemkab/kot atau 33,92 % yang
akuntabel dengan nilai rata-rata keseluruhan 43,78ix.
PREDIKAT
AA
2013
2012
--
--
A
B
CC
C
D
Jumlah dievaluasi
% akuntabel
Nilai rata-rata
4)
-4
149
244
54
451
33,92 %
43,78
-2
102
254
77
435
23,91 %
40,54
Kemudahan berusaha di Indonesia juga terlihat masih memerlukan waktu yang lama
dibandingkan dengan negara-negara lain yakni untuk tahun 2012 sebesar 130 hari
sedangkan target 2014 adalah 75 hari, yang pada akhirnya akan mengurangi minat
investasi asing.
Rangkaian korelasi dari Kebijakan Pengawasan Internal Pemerintah yang effektif
Sebagai Bentuk Tata Kelola Pemerintah yang baik (Good Governance) sudah seharusnya
secara umum akan memberikan kontribusi penting pada organisasi pemerintah.
Secara
agregasi hal tersebut seharusnya juga merupakann cerminan dari pelaksanaan agenda
nasional berkenaan dengan reformasi birokrasi untuk meujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik dan bersih (Good Governance). Akan tetapi berdasarkan data dari kondisi
Indikator kinerja sebagaimana telah dikemukakan, memperlihatkan kondisi yang kontra
produktif atau gap berkenaan dengan effektifitas APIP dalam memberikan kontribusi nilai
terutama pada organisasi pemerintahan. APIP seharusnya sangat berperan dalam mendukung
efektivitas manajemen risiko (effectiveness of risk management), pengendalian (control) dan
governance proces yang pada akhirnya akan menciptakan akuntabilitas, transparansi,
efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan bernegara.
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance) maka
diperlukan model strategi Pengawasan Internal Pemerintah (PIP). Model strategi sendiri
merupakan rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau
konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Penomena ini menurut
peneliti hal ini sangat menarik dan perlu untuk dikaji, sehingga
statement) dengan asumsi bahwa tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih,
memerlukan pengawasan internal pemerintah yang handal dan effektif, yang secara terus
menerus mengawal efektivitas pengendalian, manajemen risiko dan tatakelola organisasi
birokrasi. Sehingga yang menjadi problem statement adalah bahwa: Model Strategi
Pengawasan Internal Pemerintah (PIP) yang effektif dalam mewujudkan tata kelola
pemerintah yang baik (Good Governance)
kurang
memenuhi harapan.
Dalam
kerangka ini beberapa problem yang mengemuka antara lain dilihat dari: Pengawasan
internal pemerintah kurang memberikan kontribusi nilai pada organisasi, sistem
pengawasan internal pemerintah masih bersifat parsial, belum holistik dan belum
sinergis; Belum adanya rumusan model strategi pengawasan internal pemerintah yang
efektif yang dapat mendorong pemerintahan yang baik dan bersih. Hal ini juga tercermin
dari gap antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi seperti tingkat korupsi yang
tinggi, pelayanan publik yang rendah, kualitas akuntabilitas Laporanx Keuangan terutama
di Pemerintah Daerah (LKPD) masih belum membaik, kemudahan berusaha juga terlihat
masih masih perlu semakin ditingkatkan.
Bila keadaan ini tidak segera diupayakan jalan keluarnya dikhawatirkan akan
menimbulkan berbagai masalah kenegaraan terutama dari aspek sosial ekonomi.
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Merancang model strategi pengawasan internal
pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip manajemen strategi dalam mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance),
(2) Merancang sistem manajemen
pengawasan internal pemerintah berdasarkan evaluasi kinerja suatu lembaga pemerintah
yang berbasis pada sumberdaya aparatur dan stakeholder lainnya.
4. Manfaaat Penelitian
5. Landasan Konseptual
Model
strategi merupakan alat penting dalam rangka mencapai keunggulan.
Model
strategi juga merupakan suatu rencana yang disatukan, menyeluruh, dan terpadu,
untuk menjamin pencapaian tujuan organisasi (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch
Struktur Teori
Teori
Teori Umum
(Grand Theory)
Teori Penunjang:
10
aparatur pengawasan
internal
pemerintah
baru,
yaitu
akan
teknik pengukuran
berbasis
internal
pemerintah.
diintegrasikan
kinerja yang juga berbasis strategi, diharapkan
6. Tinjauan Pustaka
sistem dari sudut pandang rekayasa adalah suatu proses masukan (input) yang
ditransformasikan menjadi keluaran (output) tertentu. Hal ini bersesuaian dengan
prinsip dasar manajemen sebagai suatu aktivitas yang dapat mentransformasikan
sumberdaya (input) menjadi hasil yang dikehendaki (output) secara sistematis dan
terorganisasi guna mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi dari strategi sistem
yang direkayasa.
Metodologi
ilmu
sistem
dinilai
sangat
erat
dengan
prinsip
dasar
manajemen melalui metode penyelesaian masalah yang terdiri atas lima tahapan
proses, yaitu (1) analisis sistem, (2) rekayasa model, (3) implementasi rancangan,
(4) implementasi model, dan (5) operasi sistem.
m
adalah untuk mendapatkan suatu gugus alternatif sistem yang layak untuk
mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi. Dilihat
dari struktur, maka pendekatan kesisteman berbeda dengan pendekatan agregasi
dimana bagian-bagian dijumlahkan sehingga paling tidak satu elemen tidak
berhubungan dengan elemen yang lainnya. Operasi dan elemen-elemen yang
biasanya
disebut
sebagai
sifat
transformatif
harus
dispesifikasikan
PROSES
output
TRANSFORMASI
Gambar . Konsep Transfromasi dalam Pendekatan Sistem (Eriyatno, 2003)
secara
12
Analisis sistem dilakukan melalui enam tahapan, antara lain adalah (1)
analisa kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan
alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, dan (6)
penentuan kelayakan finansial.
Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan suatu langkah awal yang harus dilakukan
dalam mengkaji suatu sistem.
setiap komponen yang terkait dalam sistem sehingga tercipta suatu sistem yang
dapat menciptakan keharmonisan seluruh komponen yang terlibat di dalamnya.
Pada tahap ini juga terjadi interaksi antara respon yang timbul dari
pengambil keputusan
pengambilam data pada analisis sistem dapat berasal dari hasil survey, pendapat
pakar, observasi lapang, dan lain sebagainya.
Formulasi Masalah
Formulasi masalah merupakan tahap setelah penentuan informasi secara
terperinci yang telah dihasilkan melalui identifikasi sistem dilakukan secara
bertahap (Eriyatno, 2003. Pada tahap ini juga perlu diformulasikan dalam suatu
pernyataan
tentang
bagaimana
sistem
yang
dimaksud
dapat
bekerja
agar
13
tersebut.
Tahap
identifikasi
sistem
juga
dapat
diartikan
sebagai
proses
transformasi input menjadi output. Input terdiri atas dua kategori, yaitu input yang
berasal dari luar sistem atau biasa disebut sebagai input lingkungan, dan input
yang
berasal
dari
sendiri. Disamping
itu
output
juga
sistem
bertujuan
untuk
memberikan
gambaran
terhadap
Melalui
spesifikasi.
Apabila
observasi
telah
dipahami
betul,
maka
spesifikasi untuk operasi dapat ditimbulkan oleh yang lain, misalnya melalui
katalog atau buku standar.
Melalui analogi, kesepadanan dan modifikasi. Disini kita akan dituntut oleh
deskripsi teoritis, atau spesifikasi teknis untuk bagian-bagian dari prosesproses. Meskipun transformasi yang diusulkan oleh teori-teori umum tidak
begitu cocok oleh kotak gelap yang khusus, namun seringkali teori dapat
dimodifikasi dengan usaha yang tidak banyak daripada mulai dari awal.
3.
14
Peninjauan
terhadap
kotak
gelap
memerlukan
informasi
yang
dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu peubah input, peubah output, dan
parameter-parameter yang membatasi struktur sistem.
Input terdiridari
dua golongan, yaitu yang berasal dari luar sistem (eksogen) atau input
lingkungan dan overt input yang berasal dari dalam sistem. Overt input
adalah peubah endogen yang ditentukan oleh fungsi dari sistem. Hal ini dipastikan
oleh perancang atau pengelola sistem, untuk membantu klasifikasi lebih lanjut
mengenai gugusan dari peubah sistem, sehingga input yang non overt dapat
dikontrol sebagai sesuatu yantg mengubah kelakuan sistem selama operasi.
Input yang terkontrol dapat divariasikan
selama
operasi untuk
tidak
dikehendaki
adalah
merupakan
sampingan
atau
dampak
yang
15
Permodelan Sistem
Permodelan dengan pendekatan sistem didefinisikan sebagai representasi
dari suatu sistem dan menggambarkan bagaimana sistem itu bekerja pada kondisi
aktual (Law dan Kelton, 1982). Dalam pendekatan sistem, suatu pemodelan
terdiri atas tujuh tahapan, yaitu:
1)
2)
3)
4)
Tahap validasi
5)
Tahap sensitivitas
6)
Tahap stabilitas
7)
Aplikasi model
Menurut Maarif dan Tanjung (2003), terdapat lima tipe model yang seringkali
Model Fisik
2.
Model Deskriptif
3.
Model Matematik
4.
Model Prosedural
5.
Model Simulasi
Pada beberapa perihal sebuah model dibuat hanya untuk semacam
deskripsi matematis dari kondisi dunia nyata. Model ini disebut model deskriptif
dan banyak dipakai untuk mempermudah penelaahan suatu permasalahan. Model
ini dapat diselesaikan secara eksak serta mampu mengevaluasi hasilnya dari
berbagai pilihan data input. Dalam model deskriptif, hal yang kompleks
umumnya mempunyai keterkaitan yang spasial dan temporal, maka gambaran
lengkap dari struktur sistem dapat diekspresikan melalui bahasa, grafis, dan
deskriptif matematik (Eriyatno, 2003).
Pemodelan struktur memberikan bentuk grafis dan perkataan dalam pola yang
secara hati-hati memotret perihal yang kompleks melalui dua tahap. Tahap
pertama yaitu penerapan suatu alat pembangkit dari sejumlah daftar elemen-
elemen yang berhubungan dengan perihal yang ditelaah. Tahap kedua adalah
pemilihan hubungan-hubungan yang relevan, dan suatu alat strukturisasi yang
tepat sehingga elemen-elemen tersebut dapat diformasikan. Alat pembangkit yang
dapat digunakan adalah:
1.
2.
3.
dalam
memformulasikan
dan
mengimplementasikan
rencana
yang
melakukan
pengamatan
terhadap
trend
(trendwatching)
dan
perubahan
pengadopsian
struktur
organisasi
dan
sistem
pengendalian
untuk
turbulen,
(2)
perencanaan
dan
implementasi
rencana
membutuhkan
konsensus, dan (3) keluaran suatu organisasi bersifat maya dan tidak terstruktur.
Adapun proses manajemen strategi diawali oleh pengamatan lerhadap lingkungan
eksternal
dan
internal
perusahaan,
dilanjutkan
dengan
formulasi
strategi,
implementasi strategi, serta diakhiri oleh evaluasi dan pengendalian( Wheelen dan
Hunger, 1992).
Menurut Kaplan dan Norton (1996), terdapat empat hambatan dalam
mengimplementasikan strategi, yaitu (1) hambatan visi, (2) hambatan sumberdaya
manusia, (3) hambatan operasi, dan (4) hambatan pembelajaran.
Masing-masing
merupakan faktor
masyarakat
pesaing.
keberhasilan
19
merupakan
beberapa hal
dan
dikembangkan
oleh
Hamel
dan
Prahalad,
pada
akhirnya
resource-based
selalu
berupaya
meletakkan
jargon
bersaing
22
melalui
sumberdaya
yang
dimiliki
oleh
organisasi
untuk
dapat
Huseini
mengklasifikasikan
(1999),
sumberdaya
ke
Chatterjee
dalam
dan
tiga
Wernerfelt
kategori:
(1991)
fisik,
tak-wujud
sebagai
pengatahuan
tersembunyi
(tacit
knowledge),
pengalaman,
23
terjadi pada lingkungan bisnis (industri) ketidakpastian, dan resiko atau peluang
yang terjadi dalam implementasi suatu strategi (Gambar 6).
Fischer (1988), menyatakan bahwa faktor kontekstual penting yang
mempengaruhi kinerja yaitu teknologi, ketidakpastian, strategi dan kompetensi.
Lebih lanjut BPS (2001), menyatakan bahwa perencanaan strategi sangat
berperan
dalam
meningkatkan
mengantisipasi
kinerja
ketidakpastian
perusahaan.
lingkungan
Pelaksanaan
strategi
sehingga
dapat
umumnya
selalu
mengelola
(mengatasi)
resiko
setelah
terjadi
atau
disebut
juga
sebagai
atau
dikelola secara proaktif, mulai dari pertama kali muncul tanda-tanda masalah
maupun pada tahap reaksi yang menunjukkan kerugian yang belum parah.
Tahapan deteksi dini terdiri atas tiga aktivitas, yaitu (1) tahap identifikasi resiko,
2) tahap monitoring secara cerdas, dan (3) tahap tindakan pengelolaan
26
N
o
Kegia
tan
Seminar
UP
Tahun 2014
6
2 Persia
pan
Peneli
tian
Lapa
ngan
3 Pengum
pulan
Data
4 Pengolahan Data
5 Penuli
san
Laporan
Peneli
tian
6 Konsul
tasi dan
Perbai
kan
7 Ujian
Naskah
Disertasi
8 Ujian
Disertasi
Tahun 2015
10
x
11
12
X
X
10 11
27
DAFTAR PUSTAKA
Internal Audit in the public sector: the quiet revolution, February 2011, p. 41,
www.deloitte.com/assets/ Dcom Lebanon (akses 270813; 07:35)
The Institute of InternalAuditors Research Foundation (IIARF), Sawyers: Guide for Internal
Auditors, Volume 1, IIARF, Florida, USA, 2012, p.15
iii
Internal Audit in the public sector: the quiet revolution, February 2011, p. 41,
www.deloitte.com/assets/ Dcom Lebanon (akses 270813; 07:35)
iv
La Pointe, Jacques, The Role of Auditing in Public Sector Governance, IIAs International Conference
in Amsterdam, July 2007.
v
Asare, Thomas, Internal auditing in the Public Sector: Promoting Good Governance and
performance Improvement, International Journal on Governmental Financial Management, 2008
vi
Sources: Pengarahan Menteri Dalam Negeri pada Pembukaan Rakornas Pelayanan Terpadu
SatuPintu tahun 2013, Bidakara, Jakarta, 2 Desember 2013
vii
viii
Menteri PAN RB, Laporan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah kabupaten/kota dan gelar
inovasi pelayanan publik, 29 Januari 2014, Balai Kartini, Jakarta
ix