Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................
1.1
Dasar Teori......................................................................................
3
10
10
17
23
23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
DASAR TEORI
Terdapat beberapa fungsi penting tubuh yang terlibat dalam proses makan
antara lain pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salvias. Selain
bagian tubuh yang berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis
beberapa organ juga ikut berperan dalam menimbulkan keinginan dan selera
makan yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman, dan keterlibatan susunan
saraf pusat (Suhartini : 2015).
Fungsi-fungsi dalam proses makan diatur oleh nervus kranialis :
a. Saraf Kranial VII (Nervus Facialis)
Merupakan saraf sensoris dan motoris. Berasal dari Pons (sudut
serebelopontin) di atas olive. Inti di nukleus facialis , nukleus solitarius,
nukleus salivarius superior. Nervus facialis mempersarafi otot-otot
ekspresi wajah, belly posterior otot-otot digastrik, dan otot stapedius.
Saraf sensoris menerima rangsang rasa dari 2/3 anterior lidah, dan
mempersarafi kelenjar liur (kecuali kelenjar parotis) dan kelenjar
lakrimalis; terletak di kanalis akustikus internal, memanjang ke kanalis
facialis dan keluar di foramen stilomastoideus (Muttaqin, Arif : 2008).
b. Saraf Kranial IX (Nervus Glossofaringeus)
Merupakan saraf motorik dan sensoris. Berasal dari medulla. Inti
ambiguus, inti salivarius inferior, inti solitarius. Nervus glossofaringeus
menerima rangsang rasa dari 1/3 belakang lidah, mempersarafi kelenjar
parotis, dan mempersarafi gerakan stilofaringeus. Beberapa sensasi juga di
relay ke otak dari tonsila palatina. Sensasi di relay ke talamus sisi yang
berlawanan dan beberapa inti hipotalamik. terletak di foramen jugularis
(Muttaqin, Arif : 2008).
c. Saraf Kranial X (Nervus Vagus)
semua
otot-otot
faringeal
dan
laringeral
(kecuali
otot
jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi. Adapun organ tubuh yang
terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain bibir, pipi, lidah,
palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan laring. Pada umumnya, otot
pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik N.trigeminus khususnya
saraf yang mandibularis yang dikontrol oleh nuleus batang otak.
Pada umumnya otot-otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang
motorik dari saraf kranial kelima dan proses mengunyah dikontrol oleh
nukleus dalam batang otak. Perangsangan formasia retikularis dekat pusat
batang otak untuk pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah
yang ritmis secara kontinu. Demikian pula perangsangan area di
hipotalamus, amigdala dan bahkan di korteks serebri dekat area sensor
untuk pengecapan dari penghidu sering kali dapat menimbulkan gerakan
mengunyah (Guyton : 1997).
Di dalam mulut, makanan mengalami proses mastikasi untuk
mempermudah mencerna makanan dan merangsang sekrei saliva. Proses
mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang berlangsung secara
terus-menerus, meliputi :
1. Pada saat makanan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks
inhibisi oto-oto pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga
mulut karena rahang bawah turun.
2. Penurunan ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang
menyebabkan kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara
otomatis mengangkat rahang bawah sehingga terjadi penutupan ringga
mulut dan oklusi gigi-gigi
3. Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang berada di atas
permukaan oklusal gigi bergerak ke pipi
4. Dorongan makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi
otot-otot rahang sehingga mulut kembali terbuka
5. Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat
kembali makanan ke atas permukaan gigi-gigi dan mencampur
makanan dengan enzim pencernaan di rongga mulut. Kondisi ini akan
muskulus
stylohyoideus,
muskulus
infrahyoideus,
muskulus buccinator, dan labium oris (Dixon, AD : 1986). Selain itu ada
juga saliva yang membantu dalam melembabkan dan melumasi makanan
sehingga dapat ditelan (Sloane, Ethel : 2000).
Proses selanjutnya pada sistem pencernaan yaitu menelan. Menelan
adalah suatu reflek yang diatur melalui nervus vagus dan suatu pusat pada
medula oblongata (Ganong : 1983). Hollinshead, Longmore (1985)
menyatakan bahwa peristiwa menelan adalah peristiwa yang terjadi
setelah proses pengunyahan selesai di dalam mulut, kemudian mulut
tertutup, lidah bagian ventral bergerak ke arah palatum sehingga
mendorong bolus ke arah isthmus fausium menuju faring untuk
selanjutnya diteruskan ke esofagus (Indrawati A : 1999).
Terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap volunter atau tahap
oral/tahap bukal, tahap faringeal atau involunter, dan tahap esofageal.
mulai bergerak ke esofagus. Dari sini, kerja muntah yang spesifik melibatkan otototot abdomen mengambil alih den mendorong muntahan keluar (Guyton dan Hall
: 1997).
Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok yaitu somatik (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak langsung
pada area sensitif yang disebut trigger zone, mis : sikat gigi, makanan,
meletakkan, benda di dalam rongga mulut), dan psikogenik (distimulasi di pusat
otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, mis : penglihatan, suara,
bau, perawatan kedokteran gigi).
Letak trigger area (trigger zone) pada setiap individu dilaporkan tidak
sama/sangat spesifik. Pada beberapa orang trigger zone dapat ditemukan di bagian
lateral lidah, posterior palatum, dinding posterior faring, dan lain-lain (Suhartini :
2015).
BAB II
HASIL PENGAMATAN
2.1 Tabel Hasil Pengamatan
2.1.1 Pengunyahan
9
Gigi
orang coba
Kanan(mm)
Kiri(mm)
3
2
4
8
5
4
2
4
5
8
7
3
Insisiv pertama
Kaninus
Molar pertama
Insisiv pertama
Kaninus
Molar pertama
: 10, 19 gr
Efisiensi kunyah
Pengunyahan 15 kali
Berat nasi
: 11, 71 gr
Efisiensi kunyah
Pengunyahan 10 kali
Berat nasi
: 14, 39 gr
Efisiensi kunyah
Jenis kelamin
orang coba
20 kali
15 kali
10 kali
148 %
136 %
132 %
2.1.1.3
10
2.1.1.4
Jenis
kelamin
Posisi
orang
lidah
Ukuran
Bentuk
(normal/tdk
Relaksasi
Normal
Normal
Anterior
Normal
Normal
Lateral
Normal
Normal
Posterior
Normal
Normal
Normal
normal
Mengunya
h
Tekstur
coba
Warna
Merah
muda
Merah
muda
Merah
muda
Merah
muda
Bercampur
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
kasar
Pola gerakan
Bolus masuk terjadi tekanan pada laring
11
Dengan pemijatan
Tanpa pemijatan
Kemudahan menelan : orang coba lebih mudah dalam menelan makanan dengan
perlakuan tanpa pemijatan
2.1.2.3 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan
Jenis kelamin
orang coba
1:1
Penelanan
1:2
Penelanan lebih
1:3
Penelanan paling
berlangsung sulit
mudah
pertama
2.1.3 Prosedur Percobaan Refleks (Gagging Reflexs)
2.1.3.1 Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah
Lokasi
Ujung lidah
Dorsal lidah
Lateral kiri
Lateral kanan
Anterior
Posterior
+++
Posterior palatum
Uvula
++
12
Tonsil
+++
Tidak bisa
Ket :
-
: terangsang muntah
++
adalah :
tonsil
tonsil
Ket :
-
: terangsang muntah
++
13
Lokasi
Posterior
lidah
Respon
Sangat ingin muntah, setelah berkumur dan
minum tetap terasa ingin muntah dan lidah
teras sangat pahit
dalam
proses
pengunyahan
hingga
penelanan
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengunyahan
3.1.1 Kekuatan Gigit Maksimal
Pada praktikum ini, yang pertama dilakukan adalah menyiapkan orang coba
dan balok dari malam merah. Kemudian meletakkan balok malam pada gigi orang
coba wanita yang akan diuji. Orang coba diminta untuk menggigit dengan
maksimal balok merah. Selanjutnya diukur kedalaman gigit dengan menggunakan
jangka baik pada bagian atas maupun bagian bawah. Kedalaman gigit yang dikur
berasal dari gigi insisiv pertama kanan kiri, kaninus kanan kiri, dan molar pertama
kanan kiri. Kemudian melakukannya lagi dengan prosedur yang sama pada gigi
sebelah kiri maupun kanan, namun dengan orang coba laki-laki. Selanjutnya
dilakukan pencatatan dari data yang didapatkan.
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan, kekuatan gigit
maksimal baik di bagian kiri maupun kanan pada orang coba laki-laki memiliki
kedalaman gigit maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan orang coba
perempuan. Hal ini diakibatkan oleh kekuatan otot mastikasi pada laki-laki lebih
16
kuat dibandingkan dengan perempuan. Selain itu lebar permukaan rongga mulut
pada laki-laki lebih besar. Jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi dan panjang
lengkung gigi. Jadi, ukuran gigi laki-laki yang lebih besar menyebabkan lebar
permukaan rongga mulutnya lebih besar sehingga memliki daya gigit maksimal
lebih besar dari perempuan. Laki-laki menunjukkan pertumbuhan yang meningkat
dalam hal lengkung gigi. Rata-rata lebar mesio distal gigi insisif anterior rahang
atas dan rahang bawah laki-laki lebih besar daripada perempuan, hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 di Universitas Airlangga. Ratarata ukuran mesio distal gigi insisif rahang atas laki-laki lebih besar dari
perempuan. Ukuran gigi pria lebih besar dari ukuran gigi wanita. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh faktor kekuatan fungsional, kebiasaan makan, sikap tubuh dan
trauma.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa laki-laki dan
perempuan memiliki rata-rata panjang lengkung gigi yang hampir sama, yaitu
20,16 mm untuk laki-laki dan 20,20 mm untuk perempuan. Adapun tinggi palatum
laki-laki sebesar 18,40 mm dan untuk perempuan sebesar 17,83 mm.
Selain ukuran gigi dan lebar permukaan rongga mulut, yang mempengaruhi
kekuatan gigit maksimal adalah pengunaan protesa gigi tiruan. Pada orang coba
perempuan menggunakan kawat gigi sehingga tidak mampu menggigit sekuat
orang dengan gigi geligi yang masih lengkap. Untuk pengguna protesa gigi tiruan
lengkap hanya mampu menahan beban kunyah sekitar seperempat sampai
sepertiga dari kemampuan menahan beban kunyah orang dengan gigi geligi asli
yang normal.
3.1.2 Efisiensi kunyah
Pada praktikum ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menjelaskan
kepada orang coba mengenai apa yang akan dilakukan. Kemudian menimbang
nasi putih dengan rasio satu banding satu dengan ukuran satu sendok makan. Lalu
menimbang saringan dan mengunyah nasi putih dengan kecepatan satu kali
kunyah per detik sebanyak dua puluh kali pengunyahan. Kemudian berkumur
dengan menggunakan aqua, dan mengeluarkannya diatas saringan. Menyiram
17
saringan dengan air mengalir sebanyak satu gelas. Setelah itu menghitung
efisiensi kunyah dengan cara membagi berat sisa makanan dengan berat nasi kali
100%. Kemudian mengulangi prosedur diatas dengan pengunyahan sebanyak 10
dan 15 kali. Setelah itu melakukan pencatatan dari data yang didapatkan.
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan yakni semakin besar
jumlah pengunyahan maka akan semakin besar efisiensi kunyahnya. Hal ini sesuai
dengan dasar teori yang ada yaitu semakin besar frekuensi kunyah maka akan
semakin besar efisiensi kunyahnya. Karena makanan yang dikunyah dengan
waktu yang lebih lama akan lebih halus dibandingkan dengan yang dikunyah
sebentar sehingga lebih mudah ditelan dan efisiensi kunyahnya lebih besar.
praktikum
ini,
langkah
pertama
yang
dilakukan
adalah
18
apakah orang coba dapat melakukan dengan baik seluruh gerakan sesuai dengan
instruksi operator.
Setelah itu orang coba diinstruksikan untuk mengunyah permen karet
dengan perlahan. Periksa gerakan lidah saat dilakukan pengunyahan. Lalu
mencatat secara rinci gerakan yang timbul.
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil, adanya keadaan normal pada
tekstur, bentuk, serta ukuran pada saat orang coba melakukan pergerakan yang
sesuai dengan instruksi operator.
3.2 Pemeriksaan proses menelan
3.2.1 Pemeriksaan Palpasi pada saat Menelan
Langkah pertama yang dilakukan adalah meminta orang coba
untuk berdiri tegak. Kemudian menginstruksikan orang coba untuk
minum. Lalu melakukan inspeksi dan palpasi pada leher bagian atas,
apa yang telah dirasakan ketika orang coba melakukan penelanan dan
bagaimana pola gerakannya. Pada pemeriksaan palpasi pada saat
menelan pola gerakan orang coba saat minum air adalah kontraksirelaksasi yaitu dari atas ke bawah yang menunjukkan kemampuan
menelan yang normal pada orang coba yaitu laring, trakea, tiroid akan
naik pada saat menelan.
3.2.2 Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan
Pada praktikum ini langkah pertama yang dilakukan adalah
orang coba diinstruksikan untuk mengunyah nasi dengan perbandingan
1 : 1. Kemudian memijat bagian pipi (disekitar kelenjar parotis) sambil
terus mengunyah. Jika sudah lima belas kali pengunyahan, instruksikan
kepada orang coba untuk menelan. Kemudian mencatat respon orang
coba terhadap kemudahan menelan yang dirasakan. Setelah itu
mengulangi percobaan tersebut tanpa melakukan pemijatan terlebih
dahulu. Lalu membandingkan kemudahan menelan antara menelan
dengan pemijatan dan tanpa pemijatan yang dirasakan oleh orang coba.
19
mengunyah
dilakukan
pemijatan,
kerja
dari
otot-otot
membuka mulut.
20
tonsil dan
posterior
lidah
merupakan
daerah
pemicu
21
proses
makan
terlibat
beberapa
fungsi
penting
seperti
pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salivasi. Selain itu dalam
proses makan juga terdapat mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh
terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh yang masuk
melalui faring, laring maupun trakea yang disebut dengan refleks muntah
(gagging reflex).
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi dan lebar permukaan rongga
mulut. Lebar permukaan rongga mulut laki-laki lebih besar daripada
perempuan. Hal ini yang menyebabkan perbedaan kekuatan gigit
maksimal pada laki-laki dan perempuan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhartini. 2015. Modul Mastikasi dan Modalitas Rasa dalam Rongga
Mulut. Jember : FKG Universitas Jember
2. Ganong, W.F. 1983. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta :
EGC
3. Guyton, Arthur dan John Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 9. Jakarta : EGC
4. Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta :
Gramedia
5. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
6. Tortora GJ, Anagnostakos NP. 1987. Principles of Anatomy and
Physiology 5th Edition. Philadelphia : Harper & Row Publisher
7. Ludman H. 1996. Petunjuk Penting pada Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan. Jakarta : Hipokrates
23
24