Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
kompleks, berpusat di medulla oblongata dan melibatkan aktivitas somatic dan sistem
saraf otonom visceral yang terkoordinasi dengan baik. Hal ini berbeda dengan regurgitasi
yang terjadi secara pasif dan tidak melibatkan aktivitas reflek. (2)
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 1: The vomiting center dan jaras aferen serta jaras eferennya (Guyton AC, 1996)
oleh kontraksi post RGC di usus halus bagian distal dengan amplitudo yang lebih lemah.
RGC menyebabkan refluks ke lambung, namun belum menimbulkan muntah.
RGC dan post RGC dipersarafi oleh eferen vagal tetapi mekanisme kontrol
keduanya berbeda. RGC dipengaruhi jaras vagal dengan neurotransmitter asetilkolin.
Asetikolin dapat memblok RGC tetapi tidak untuk kontraksi post RGC. Relaksasi
lambung proksimal dipengaruhi oleh non-adrenergik non-kolinergik vagal (NANC
vagal), dengan neurotransmitter yang berperan kemungkinan adalah vasoactive intestinal
polypeptid (VIP) atau nitrit oxyde. Persarafan motorik retroperistaltik dan lambung
bagian proksimal diatur oleh aferen vagal dan ditransmisikan ke SSP melalui nukleus
tractus solitarius. Gangguan motilitas lambung pada manusia terbukti mempunyai
keterkaitan dengan rasa mual. Walaupun pola motilitas yang abnormal tersebut tidak
secara langsung menyebabkan mual, tetapi memperkuat sensasi yang telah ada, dan ini
memerlukan obat-obat gastrokinetik dengan efek minimal di chemoreceptor trigger zone
(CTZ).
esophagus bagian atas membuka saat retching, keadaan yang sebaliknya terjadi antara
dua retching.
Muntah ditandai dengan kontraksi yang kuat dari otot - otot abdominal dan
diafragma, dengan akibat meningkatnya tekanan intrathorakal dan intraabdominal sampai
100mmHg, otot faring berkontraksi menutup glottis, sfingter esophagus bagian atas
relaksasi sehingga isi lambung terdorong keluar.
3. Fase Post-Ejeksi
Fase post ejeksi ditandai dengan meredanya mual dan gejala sisa akibat muntah,
seperti kehilangan cairan dan elektrolit, letargi, kelemahan otot dan kemungkinan
hilangnya panas tubuh. Muntah dapat terjadi terus menerus dengan melalui fase pre
ejeksi dan ejeksi yang berulang. Muntah yang berkepanjangan akan menimbulkan
komplikasi yang serius dan memperburuk kondisi pasien.
lain. Nukleus yang bertanggung jawab atas semua aspek mual dan muntah belum dapat
diidentifikasi secara pasti. (3)
Muntah merupakan reflek kompleks yang terintegrasi dengan 3 komponen utama
yaitu : (3)
Detektor emetik
Mekanisme integratif
Gambar 3: Lokasi pada otak yang berhubungan dengan mual dan muntah : Vomiting Center,
Chemoreceptor Trigger Zone, Area Postrema, Nucleus of the Solitary Tract.(Guyton AC,1996)
Reseptor-reseptor visceral
Tingkatan kedua dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap toksin
adalah kemoreseptor dan mekanoreseptor di traktus gastrointestinal. Stimulus
kimiawi atau mekanik terhadap reseptor di mukosa akan mencetuskan kontraksi
retrograde duodenal dan antral. Nervus vagus merupakan persarafan utama (80%
- 90%) aferen dari organ visceral abdomen, dan stimulus listrik pada saraf ini
akan mengakibatkan mual dan muntah. Beberapa kemoreseptor untuk glukosa,
asam amino, osmotik (hipo maupun hiperosmotik) dapat diaktifkan oleh
rangsangan asam atau basa, larutan NaCl hipertonik, dan zat iritan seperti
tembaga sulfat. Kontraksi dan distensi usus mengaktifkan mekanoreseptor pada
dinding usus, yang akan meneruskan impuls ke nukleus dorsalis motorik vagus.
CTZ sangat berkaitan dengan muntah yang disebabkan oleh opioid, obat
dopaminergik (apomorfin, L-dopa, bromocriptine), uremia, motion sickness, dan
radiation sickness. Perubahan arah atau gerakan dari tubuh yang berlangsung
cepat akan menstimuli reseptor di labirin yang diteruskan melalui nukleus
vestibularis di cerebelum, kemudian ke CTZ dan akhirnya ke pusat muntah.
Ablasi dari CTZ dengan pusat muntah yang tetap intak akan memblok emetik
efek yang ditimbulkan oleh apomorfin, opiat dan agonis dopamin serta mencegah
muntah akibat motion sickness uremia dan fase awal radiation sickness.
Gambar 5: http://www.google.co.id/imglanding?q=postoperative%20nausea%20and
%20vomiting&imgurl=http://archive.student.bmj.com/issues=0
Nukleus traktus solitarius adalah reseptor utama nervus vagus dan aferen
simpatis. Dari nukleus traktus solitarius informasi diteruskan ke nukleus motorik
dorsalis, yang juga menerima impuls parasimpatis, kemudian ke nukleus ambigus
10
Gambar 6: http://www.google.co.id/imglanding?q=postoperative%20nausea%20and
%20vomiting&imgurl=http://archive.student.bmj.com/issue=2
CTZ
pada
mamalia
mengandung
beberapa
neurotransmitter.
dopamin,
norepinephrin,
somatostatin,
VIP,
11
Sistem vestibuler
Komponen vestibuler berperan dalam PONV melalui beberapa faktor,
diantaranya muntah yang disebabkan oleh perubahan posisi, opioid, N2O dan
operasi telinga. Beberapa kondisi patologis juga merangsang vestibular untuk
mencetuskan
mual
muntah,
seperti
labirinitis,
penyakit
Meniere,
dan
labirintektomi unilateral.
12
13
dengan adekuat, perubahan posisi pasien serta faktor pasien sendiri seperti riwayat
motion sickness dan PONV sebelumnya, umur, obesitas, gender dan siklus menstruasi.
14
5. Premedikasi
Atropine dosis 0,6mg IM dapat memperlambat pengosongan lambung sehingga
meningkatkan resiko PONV. Pasien yang memperoleh analgetik opioid preoperative lebih
sering terjadi PONV. Efek emetic dari opioid berhubungan dengan stimulasi reseptor di
area postrema.
6. Teknik dan obat anestesi
Ventilasi dengan facemask meningkatkan resiko PONV karena kemungkinan
terjadinya distensi lambung. Insiden PONV turun pada penggunaan induksi anestesi
intravena dengan thiopental, midazolam, dan propofol dibandingkan dengan agent
inhalasi, tetapi insiden PONV tinggi pada penggunaan ketamin dan etomidate. Pemakaian
infus propofol selama 25 menit sebagai pemeliharaan anestesi akan menurunkan insiden
PONV. TIVA dengan alfentanil dan propofol dibandingkan anestesi dengan N 2O dan
enflurane, terdapat perbedaan yang bermakna dalam menurunkan kejadian PONV. Secara
umum zat anestesi volatile mensupresi lambung dan motilitas usus melalui mekanisme
vagal, yaitu dengan mengurangi tonus kolinergik vagal atau meningkatkan aktivitas
inhibitor NANC vagal. Penggunaan neostigmin berhubungan dengan peningkatan insiden
PONV oleh karena stimulasi terhadap motilitas lambung atau melalui aktivasi langsung
jaras kolinergik sentral. N2O dilaporkan meningkatkan insiden PONV, teori yang dapat
menerangkan ini kemungkinan adalah karena efeknya terhadap tekanan telinga bagian
tengah, menimbulkan emetic melalui mekanisme vestibular; difusi gas ke lambung dan
usus yang akan menyebabkan distensi dan memprovokasi muntah; peningkatan aktivitas
simpatis oleh N2O juga memberi kontribusi terhadap kejadian PONV.
15
7. Jenis Operasi
Mata
Beberapa teoti menyatakan tingginya insiden PONV (sampai dengan 80%) karena
tarikan tarikan pada otot-otot eksentrik mata, stimulasi terhadap mekanisme
vestibuler oleh adanya distorsi visual, efek vagal dari oculo-cardiac reflex,
intraokuler mismatch antara mata yang normal dan mata yang dikoreksi akan
menstimulasi vestibular menyebabkan motion sickness like syndrome.
THT
Ini disebabkan karena iritasi darah terhadap kemoreseptor di traktus
gastrointestinal, stimulasi terhadap aferen nervus trigeminal selama pembedahan
dan penggunaan analgetik opioid post operasi. Operasi pada telinga bagian tengah
meningkatkan insiden PONV kemungkinan karena stimulasi dari vestibular,
cabang auricular dari nervus vagus bertanggungjawab terhadap emesis yang
berhubungan dengan stimulus tympanic.
Abdominal
Ini karena stimulasi mekanik pada usus akan merangsang aferen vagal dan
splannic yang akan diteruskan ke SSP. Selain itu stimulasi mekanik juga akan
meningkatkan pelepasan 5HT yang mengaktivasi dan meningkatkan sensitisasi
jaras emetic.
Ginekologi
Hal ini karena stimulasi pada uterus, ligament - ligamen dan cervix yang akan
menimbulkan proyeksi aferen terhadap medulla spinalis sepanjang hipogastrik
dan saraf-saraf daerah pelvis.
16
Type of surgery
1) Intraabdominal
2) Intracranial
3) Middle ear
4) Laparoscopy
5) Abdominal hysterectomy
6) Eye (especially strabismus)
7) Testicular
Drugs
1) Narcotics
2) Anticholinesterase
3) Etomidate>pentothal>propofol (by incidence)
4) Isoflurane
5) Regional anesthesia level above Th 5
6) Nitrous oxyde
Others
1) Hypotension
2) Hypoglycemia
3) Bowel obstruction
4) Swallowed blood
17
Antimuskarinik
Organ vestibular dan nucleus traktus solitarius merupakan organ yang kaya akan
reseptor muskarinik dan histaminik. Antagonis reseptor muskarinik efektif
mencegah emesis yang berhubungan dengan stimulasi vestibular. Scopolamin
merupakan antiemetik yang efektif, tetapi penggunaannya terbatas oleh karena
efeknya yang pendek, efek samping sedasi, agitasi dan delirium. Sediaan
berbentuk transdermal patch memberikan serum level obat yang konsisten
sampai 3 hari. Kontraindikasi pada pasien dengan glaucoma dan urinary
obstruction.
18
Antihistamin
Obat golongan antihistamin ini mempengaruhi jaras saraf di labirin vestibular,
sehingga dapat menghambat efek emetic yang disebabkan oleh perubahan posisi.
Sebagai contoh adalah : piperazine hydroxyzine, meclizine, diphenhydramine,
dimenhydrinate, promethazine. Efek sedasi dari obat - obat golongan ini dapat
menyebabkan prolonged emergence. Pada geriatri dapat meningkatkan resiko
terjadinya dizziness dan hipotensi, sehingga obat ini bukan merupakan pilihan
untuk PONV.
19
Antidopaminergik
Obat golongan ini bekerja terutama pada reseptor D2 dengan mendepresi CTZ
dan sekunder dengan menghambat impuls aferen otonom yang berjalan sepanjang
nervus vagus ke pusat muntah.
1)
Droperidol (5)
Merupakan golongan butyrophenon, efektif memblok reseptor D2
tetapi relatif sedikit afinitas terhadap reseptor H1 dan muskarinik. Efek
samping termasuk hipotensi, drowsiness, delayed recovery, disforia, dan
extra pyramidal syndrome. Dosis 5g/kg efektif pada dewasa dan anak>11
tahun. Dikatakan pada operasi strabismus lebih efektif untuk memberikan
droperidol IV segera sesudah induksi anestesi, sebelum manipulasi ocular
dibandingkan dengan memberikan pada saat akhir operasi
2)
Metocloperamide (5)
Metocloperamide
merupakan
antagonis
dopaminergik
yang
memiliki efek antiemetik sentral, pada dosis tinggi juga memblok reseptor
5-HT3. metokloperamide juga meningkatkan pengosongan lambung dan
tonus LES (Lower Esophageal Sphincter). Efek antiemetik dari obat ini
tampaknya merupakan hasil dari antagonisnya terhadap resptor dopamin
sentral dan perifer. Dopamin menyebabkan mual dan muntah dengan
merangsang CTZ oleh agen like I-dopa atau apomorfin yang telah
diketahui meningkatkan level dopamin. Metokloperamide mempunyai
20
efek samping sedasi dan extra pyramidal. Dosis pada dewasa 10-20 mg IV
cukup efektif untuk menurunkan angka kejadian PONV.
Ondansetron (6)
Adalah suatu derivate carbazolone yang secara struktural mirip dengan
serotonin dan memiliki sifat antagonis spesifik terhadap reseptor 5-HT3,
tanpa mempengaruhi reseptor dopamine, histamine, adrenergic atau
cholinergic. Efek samping dari ondansetron yang pernah dilaporkan adalah
headache, diare dan peningkatan sementara kadar enzim transaminase
liver, serta aritmia jantung.
Ondansetron 4-8 mg enzim transaminase liver, serta aritmia jantung, yang
diberikan 2-5 menit segera sebelum induksi anestesi, efektif untuk
menurunkan insiden PONV pada operasi laparoskopi ginekologi rawat
jalan.
2)
Granisetron (6)
Adalah antagonis reseptor 5-HT3 yang sangat selektif, tidak berikatan
dengan reseptor serotonin yang lain. Pemberian dosis rendah granisetron
0.04 mg/kg IV mencegah mual muntah yang disebabkan oleh kemoterapi,
21
dosis yang sama juga dinyatakan efektif dalam mencegah PONV. Waktu
paruh granisetron adalah 9 jam sehingga jarang memerlukan dosis
ulangan. Dosis tunggal granisetron efektif selama 24 jam
3)
Dolasetron (6)
Adalah antagonis resptor 5-HT3 yang selektif dan sangat poten untuk
mencegah mual muntah pada kemoterapi. Dosis tunggal dolasetron 1,8 mg
IV ekuivalen dengan ondansetron 32 mg IV dan granisetron 3 mg IV.
Segera
setelah
pemberian,
dolasetron
dimetabolisme
menjadi
Kortikosteroid (5)
Dalam hal ini yang dianjurkan adalah pemberian Dexamethasone dengan dosis
0,2 mg/kg BB IV. Diduga berhubungan dengan hambatan terhadap sintesis
prostaglandin sehingga menurunkan level 5-HT3 di Sistem Saraf Pusat, atau
dengan efek anti inflamasi pada tempat operasi. Beberapa efek samping yang
diakibatkan adalah perut kembung, miopati proksimal, tukak lambung, gejala
endokrin.
22
23
BAB III
KESIMPULAN
Mual muntah pasca operasi (PONV) merupakan komplikasi yang sering terjadi
setelah suatu tindakan anestesi dan pembedahan dengan insiden berkisar 12%67% dengan angka rata - rata sebesar 30%.
Faktor - faktor yang mempengaruhi PONV sangat banyak mulai dari persiapan
pre operatif, puasa yang tidak adekuat, kondisi pasien dan penyakit penyerta,
teknik anestesi dan obat yang digunakan, teknik operasi, penggunaan opioid,
nyeri, perubahan posisi yang mendadak dan faktor individual pasien.
Reseptor - reseptor yang telah teridentifikasi pada beberapa regio otak yang
mempengaruhi reflek muntah meliputi reseptor terhadap asetilkolin (muskarinik),
dopamin (D2), histamin (H1), dan serotonin (5-HT3). Obat - obat antiemetik
mempunyai mekanisme kerja pada reseptor - reseptor tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Watcha MF, White PF. Postopoerative nausea and vomiting: Its etiology,
treatment and prevention. Anesthesiology 1992.
2. Orkin FK. What do patients want? Preferences for immediate
postoperative recovery. Anesth Analg 1992.
3. Craigo PA, Torsher LC. Obstetric anesthesia: outside the labor and
delivery unit. Anesthesiol Clin 2008.
4. Loewan P. management of Postoperative Nausea and Vomiting. March
2003.
5. Wallenborn J, Gelbrich G, et al. 2006. Prevention of PONV by
Metoclopramide Combine with Dexamethasone : randomized double blind
multicentre trial.
6. Baguey WA, Hay WT, et al. 1997. cardiac Dysrithmias Associated with
the Intravenous Administration of Ondansetron and Metoclopramide.
25