You are on page 1of 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketidakpatuhan Pasien


Ketidakpatuhan merupakan suatu sikap dimana pasien tidak disiplin atau tidak
maksimal dalam melaksanakan pengobatan yang telah diinstruksikan oleh dokter
kepadanya. Berdasarkan hasil dari suatu survei yang telah dilakukan menyebutkan
bahwa lima puluh juta orang amerika mempunyai tekanan darah tinggi, 68% dari
ini mengetahui diagnosisnya, 53% mendapat terapi dan hanya 27% terkontrol.
Penyebab kontrol yang tidak baik ini antara lain karena banyak pasien yang tidak
meminum obat yang diresepkan. Pada kebanyakan survei, kira-kira 25-50%
pasien-pasien

yang

mulai

meminum

obat

antihipertensi

kemudian

menghentikannya dalam 1 tahun (Irmalita, 2003). Oleh karena itu, sangat penting
memberikan edukasi akan manfaat pengontrolan penyakit dalam jangka panjang
yang pada akhirnya akan sangat berguna untuk mencapai terapi yang diinginkan
(Kaplan, 2001).
Banyak faktor yang mendorong pasien penderita hipertensi untuk tidak
patuh dan disiplin dalam meminum obatnya sehingga penyakit pasien tersebut
tidak terkontrol dengan baik. Faktor tersebut antara lain :
1). Pengalaman pengguna obat terhadap efek samping dan kenyamanan
obat. Beberapa efek samping terkadang dirasa cukup mengganggu sehingga
mengakibatkan keengganan mengkonsumsi obat tersebut. Efek samping yang
biasanya dirasakan oleh penderita hipertensi disaat setelah meminum obatnya
seperti hidung mampat dan mulut kering, jantung berdebar-debar, rasa letih dan
lesu, gangguan lambung dan usus (mual, diare), gangguan penglihatan, kadang
impotensi. Sedangkan kenyamanan menggunakan obat berhubungan dengan
bentuk, rasa, dan kemudahan memakainya.
2). Pengalaman pasien terhadap kemanjuran obat atau tingkat kesembuhan
yang telah dicapai. Semua konsumen obat berharap bahwa obat yang digunakan
akan secepatnya dapat dirasakan manfaat dan kemanjurannya. Obat-obat yang
dirasakan lambat atau tidak memberikan efek, akan mendorong mereka tidak lagi
merasakan membutuhkan obat tersebut.

Universitas Sumatera Utara

3). Komunikasi antara pasien dengan dokter atau apoteker. Komunikasi yang
baik bisa memperjelas informasi mengenai penyakit maupun obatnya dan
sekaligus memberikan motivasi untuk menaati penggunaan obat yang benar, dan
akan terjadi sebaliknya jika komunikasi berjalan buruk.
4). Pengaruh teman atau keluarga akan memberikan sikap yang positif atau
negatif bagi pengguna obat. Sikap orang yang dekat ini akan memiliki arti yang
besar terhadap kepatuhannya dalam menggunakan obat.
5). Faktor ekonomi. Kepatuhan menggunakan obat kadang dirasakan sebagai
sebuah pemborosan atau sangat membebani secara ekonomi, sehingga pasien
hanya membeli sebahagian obat saja dari yang seharusnya.
6). Kepercayaan/persepsi pasien terhadap penyakit dan pengobatannya.
Yaitu besarnya harapan untuk sembuh dari sakit dan kepercayaan bahwa obat
yang digunakannya akan memberikan kesembuhan. Orang-orang yang telah putus
asa terhadap kesembuhan penyakitnya atau terhadap obat yang ia gunakan, akan
lebih sulit bersikap patuh, begitu pula sebaliknya.
7). Faktor kebosanan dalam menggunakan obat terus-menerus akibat
lamanya pasien tersebut telah menderita penyakit hipertensi. Pengobatan
jangka panjang yang berlangsung bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup,
mungkin akan membuat pasien merasa bosan sehingga tidak mempedulikan lagi
aturan yang benar.
Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obatnya akan mengakibatkan
kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan aturan yang benar. Kesalahankesalahan tersebut antara lain :
1). Kelebihan dosis (Overdosis)
a. Menggunakan obat lebih dari dosis yang dianjurkan untuk satu kali pakai.
b. Menggunakan obat lebih dari aturan yang telah dianjurkan untuk satu hari
pakai.
c. Menggunakan obat tidak mengikuti aturan waktu yang telah ditetapkan.
2). Kurangnya dosis (underdosis)
a. Menggunakan obat kurang dari jumlah yang dianjurkan untuk sekali pakai.
b. Mengabaikan satu/lebih dosis.
c. Menghentikan pemakaian sebelum waktunya.

Universitas Sumatera Utara

d. Tidak menggunakan obat sama sekali dalam satu hari.


3). Lain-lain
a. Menggunakan obat tidak pada waktunya seperti yang telah dianjurkan.
b. Salah cara menggunakan obat.
c. Tidak mengambil/menebus obat.
d. salah dalam teknik penggunaan obat..
Akibat dari ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat dapat
menyebabkan:
a. Kegagalan pengobatan, dimana obat sama sekali atau kurang berarti bagi
penanganan penyakitnya.
b. Meningkatkan biaya perawatan. Hal ini bisa disebabkan karena penyakit
tidak membaik atau justru semakin bertambah parah, mungkin juga karena
keracunan (toksik) dan efek samping obat lainnya. Ini dapat memperlama
perawatan dan menaikkan biaya.
c. Memerlukan perawatan tambahan. Tidak efektifnya obat bisa menaikkan
tingkat keparahan penyakit yang akan memerlukan perawatan tambahan.
d. Resiko terhadap keracunan obat. Terutama bila takaran obatnya berlebih
atau overdosis (Widodo, 2004).
Suatu hasil penelitian lain menyebutkan bahwa sukarnya sarana
transportasi dapat menyebabkan pasien tidak teratur melakukan pengobatan ke
tempat pelayanan kesehatan. Penelitian tersebut memaparkan, dengan adanya
sarana transportasi yang mudah didapatkan maka seorang pasien mempunyai
kemungkinan 3 kali untuk teratur dan patuh melakukan pengobatan dibandingkan
pasien yang menyatakan sukar mendapatkan sarana transportasi (Senewe, 2002).
Oleh karena itu faktor ketidakpatuhan ini sangat penting untuk ditekan
seminimal mungkin untuk tidak terjadi sehingga tujuan pengobatan yang
diinginkan dapat tercapai.

2. 2 Defenisi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on detection,
education, and treatment of high blood pressure (JNC VII), hipertensi adalah
suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140

Universitas Sumatera Utara

mmHg dan tekanan diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg (Rahmawati,
2006).
Hipertensi merupakan faktor resiko untuk banyak kasus koroner. Dari
kelompok penyakit kardiovaskuler, hipertensi paling banyak ditemui. Antara 1015% orang dewasa menderita kelainan ini. Penting sekali untuk dokter mencoba
mengenali dan mengobati penderita-penderita hipertensi pada masyarakat (Tagor,
1996).
Namun demikian, tekanan darah dapat diturunkan melalui terapi yang tepat,
sehingga menurunkan resiko stroke, kejadian koroner, gagal jantung dan ginjal.
Patogenesis hipertensi melibatkan banyak faktor. Termasuk diantaranya
peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer, vasokonstriksi dan
penurunan vasodilatasi. Ginjal juga berperan pada regulasi tekanan darah melalui
kontrol sodium dan ekskresi air, dan sekresi renin, yang mempengaruhi tekanan
vaskular dan ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme neuronal seperti sistem
saraf simpatis dan sistem endokrin juga terlibat pada regulasi tekanan darah. Oleh
karena itu, system-sistem tersebut merupakan target untuk terapi obat untuk
menurunkan tekanan darah (Gormer, 2007).

2.2.1 Penyesuaian jantung terhadap hipertensi


Jantung harus menyesuaikan diri untuk dapat memompakan darah melawan
tahanan pembuluh yang meningkat dengan jalan hipertrofi. Tujuan penyesuaian
adalah untuk mengurangi regangan (stress) dinding. Hipertrofi menyebabkan
penebalan dinding akibat penambahan dalam ukuran sel-sel miokard dan bukan
karena hiperplasia sel-sel otot miokard.
Terdapat beberapa persoalan dengan hipertrofi ini :
a. Penambahan dalam sintesis kolagen sehingga jantung mempunyai potensi
untuk menjadi alat yang kurang efesien sesuai dengan ukurannya.
b. Mempertahankan penyediaan oksigen yang cukup. Dengan adanya perfusi
yang berat di subendokard dapat berkurang
c. Hipertensi dapat mempercepat pengkapuran pembuluh koroner dan ini
dapat mengurangi aliran darah miokardium dan penyediaan oksigen.

Universitas Sumatera Utara

Para peneliti menemukan bukti-bukti secara ekokardiografi, bahwa adanya


penambahan masa ventrikel kiri 23-28% pada penderita hipertensi. Gangguan
fungsi jantung pertama kali terjadi pada penyakit jantung hipertensi timbul pada
saat diastolik. Sejak bertahun-tahun telah diketahui bahwa EKG (Ekokardiogram)
dapat menunjukkan bukti-bukti kelainan atrium sebagai salah satu tanda gangguan
fungsi jantung. Akan tetapi ekokardiogram telah dengan jelas melukiskan
kelainan-kelainan ini.
Bila jantung mulai hipertrofi, penyesuaian menurun dan pengisian
ventrikel kiri menjadi lebih sukar. Gambaran klinik EKG menunjukkan adanya
hipertrofi atrium kiri. Dari ekokardiogram dapat kita ketahui beberapa kelainan
yang berhubungan dengan penyesuaian yang menurun ini, yaitu : relaksasi
isovolemik, pengisian ventrikel yang lambat, tergangunya indeks pengosongan
atrium kiri (Tagor, 1996).

2.2.2 Klasifikasi Tekanan Darah


Menurut Rahmawati, 2006, JNC VIII mengklasifikasi hipertensi untuk usia >
18 tahun , klasifikasi hipertensi tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.1. berikut:
Tabel 2.1. klasifikasi Hipertensi untuk usia 18 Tahun
Klasifikasi

Tekanan Sistolik

Tekanan Diastolik

( mmHg )

( mmHg )

Normal

<120

<80

Pre Hipertensi

120-139

80-89

Stadium I

140-159

90-99

Stadium II

160

100

2.3.Patofisiologi
2.3.1 Tekanan darah arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam
millimetermerkuri(mmHg). Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur,
tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh
selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik
jantung diisi. Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara

Universitas Sumatera Utara

potensial dalam terbentuknya hipertensi, faktor-faktor tersebut adalah (Anonima,


2006).
Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi
diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respon terhadap stress
psikososial,

produksi

berlebihan

hormon

yang

menahan

natrium

dan

vasokonstriktor, asupan natrium (garam) berlebihan, tidak cukupnya asupan


kalium dan kalsium, meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan
meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron, defisiensi vasodilator
seperti prostasiklin, nitrogen oksida (NO), dan peptide natriuretik, abnormalitas
tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal,
diabetes mellitus,resistensi insulin, obesitas, perubahan reseptor adrenergik yang
mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus
vaskular, dan berubahnya transpor ion dalam sel.

2.4 Etiologi Hipertensi


Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol. kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder
dapat diidentiikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara
potensial (Anonima, 2006).

2.4.1 Hipertensi Primer ( Essensial)


Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,
disebut juga hipertensi idiopatik. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
genetik, lingkungan, hiperaktivasi susunan saraf simpatis, sistem reninangiotensin, efek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Cl intraseluler, dan
faktor-faktor yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Hipertensi Sekunder


Hipertensi sekunder dapat diketahui penyebab spesifiknya, dan digolongkan
dalam 4 kategori :
a. Hipertensi Kardiovaskuler biasanya berkaitan dengan peningkata kronik
resistensi perifer total yang disebabkan oleh ateroslerosis.
b. Hipertensi renal (ginjal) dapat terjadi akibat dua defek ginjal : oklusi
parsial arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal itu sendiri.
1). Lesi aterosklerotik yang menonjol ke dalam lumen arteri renalis atau
kompresi eksternal pembuluh oleh suatu tumor dapat mengurangi aliran darah ke
ginjal. Ginjal berespons dengan mengaktifkan jalur hormonal yang melibatkan
angiotensin II. Jalur ini meningkatkan retensi garam dan air selama pembentukan
urin, sehingga volume darah meningkat untuk mengkompensasi penurunan aliran
darah ginjal. Ingatlah bahwa angiotensin II juga merupakan vasokontriktor kuat.
Walaupun kedua efek tersebut (peningkatan volume darah dan vasokontriksi
akibat angiotensin) merupakan mekanisme kompensasi untuk memperbaiki aliran
darah ke arteri renalis yang menyempit, keduanya juga menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri keseluruhan.
2). Hipertensi renal juga terjadi jika ginjal sakit dan tidak mampu
mengeleminasi beban garam normal. Terjadi retensi garam yang menginduks i
retensi air, sehingga volume plasma bertambah dan timbul hipertensi.
c. Hipertensi endokrin terjadi akibat sedikitnya dua gangguan endokrin dan
sindrom cronn
1).

Feokromositoma

adalah

suatu

tumor

medula

adrenal

yang

mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah yang berlebihan.


Peningkatan abnormal kadar kedua hormon ini mencetuskan peningkatan curah
jantung dan vasokontriksi umum, keduanya menimbulkan hipertensi yang khas
untuk penyakit ini.
2). Sindrom conn berkaitan dengan peningkatan pembentukan oleh korteks
adrenal. Hormon ini adalah bagian dari jalur hormonal yang menyebabkan retensi
garam dan air oleh ginjal. beban garam dan air yang berlebihan di dalam tubuh
akibat peningkatan kadar aldosteron menyebabkan tekanan darah meningkat.
d. Hipertensi neurogenik terjadi akibat lesi saraf .

Universitas Sumatera Utara

1). Masalahnya mungkin adalah kesalahan kontrol tekanan darah akibat


defek di pusat kontrol kardiovaskuler atau di baroreseptor.
2). Hipertensi neurogenik juga dapat terjadi sebagai respon kompensasi
terhadap penurunan aliran darah otak. Sebagai respon terhadap ganguan ini,
muncullah suatu refleks yang meningkatkan tekanan darah sebagai usaha untuk
mengalirkan darah kaya oksigen ke jaringan otak secara adekuat (Sherwood,
2001).

2.5 Diagnosis Hipertensi dan Gejala Klinis


2.5.1 Diagnosis Hipertensi
Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan
hipertensi. Akurasi cara pengukuran tekanan arah dan alat ukur yang digunakan,
serta ketepatan waktu pengukuran . pengukuran tekanan darah dianjurkan
dilakukan pada posisi duduk setelah beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok
dan kafein (Prodjosudjadi, 2000).
Pengukuran tekanan darah posisi berdiri atau berbaring dapat dilakukan
pada keadaan tertentu. Sebaiknya alat ukur yang dipilih adalah sfigmamonometer
air raksa dengan ukuran cuff yang sesuai. Balon di pompa sampai 20-30 mmHg
diatas tekanan sistolik yaitu saat pulsasi nadi tidak teraba lagi, kemudian dibuka
secara perlahan-lahan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari auscultatory gap
yaitu hilangnya bunyi setelah bunyi pertama terdengar yang disebabkan oleh
kekakuan arteri (Prodjosudjadi, 2000).
Pengukuran ulang hampir selalu diperlukan untuk menilai apakah
peninggian tekanan darah menetap sehingga memerlukan intervensi segera atau
kembali ke normal sehingga hanya memelukan kontrol yang periodik. Selain itu
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menilai faktor resiko kardiovaskuler lain
seperti hiperglikemi atau hiperlipidemi yang dapat dimodifikasi dan menemukan
kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah seperti hipertrofi ventrikel
kiri atau retinopati hipertensi pada funduskopi. Tentu saja sebelum melakukan
pemeriksaan fisik diperlukan anamnesis yang baik untuk menilai riwayat
hipertensi dalam keluarga, riwayat penggunaan obat antihipertensi atau obat lain,

Universitas Sumatera Utara

gejala yang berhubungan dengan gangguan organ target, kebiasaan dan gaya
hidup serta factor psikososial (Prodjosudjadi, 2000).

2.5.2 Gejala Klinis


Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala
sampai bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer.
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan,
eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat
akan mengalami edema pupil.
Corwin, (2000), menyebutkan bahwa sebahagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun (Rohaendi, 2008) :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranial
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
c. Ayunan langkah yang tidak mantap akibat susunan saraf pusat telah rusak
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,
muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk
terasa pegal dan lain-lain.

2.6 Kemungkinan Penyakit Komplikasi Akibat Hipertensi


1). Penyakit jantung dan pembuluh darah
Dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi
yaitu penyakit jantung koroner (PJK) dan penyakit jantung hipertensi. Hipertensi
merupakan penyebab paling umum dari hipertrofi ventrikel kiri. Waktu yang lama
dan naiknya tekanan darah tidak mutlak sebagai timbulnya hipertrofi ventrikel
kiri, karena adanya faktor-faktor lain selain peninggian tekanan darah yang
penting untuk perkembangannya.
2). Penyakit hipertensi serebrovaskuler

Universitas Sumatera Utara

Hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk timbulnya stroke karena
pendarahan atau eteroemboli.
3). Ensefalopati hipertensi
Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahanperubahan neurologis mendadak atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan
arteri yang meningkat, dan kembali normal bila tekanan darah kembali
diturunkan.
Enselofati hipertensi biasanya ditandai oleh rasa sakit kepala hebat,
bingung, lamban dan sering disertai dengan muntah-muntah, mual dan gangguan
penglihatan.

2.7 Penatalaksanaan Hipertensi


2.7.1 Terapi Nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus
melakukan perubahan gaya hidup Disamping menurunkan tekanan darah pada
pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi
berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah
prehipertensi (Anonima, 2006).
Pengobatan non-farmakologik yang utama terhadap hipertensi adalah
pembatasan garam dalam makanan, pengawasan berat badan, dan membatasi
minuman alkohol. Intervensi terhadap faktor di atas dapat digunakan sendirisendiri atau dalam kombinasi. Pengobatan ini mungkin benar-benar berguna bila
tekanan darah diastolik antara 90-95 pada penderita dengan usia <50 tahun yang
tidak mempunyai faktor faktor resiko kardiovaskuler lkainnya seperti :
hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, laki-laki, kulit hitam, riwayat keluarga,
atau bukti-bukti adanya kerusakan organ target. Pengobatan non-farmakologi
diberikan sebagai tambahan pada penderita-penderita yang mendapat terapi
dengan obat-obat (Tagor, 1996).

Universitas Sumatera Utara

2.7.1.1 Pembatasan Garam Dalam Makanan


Pada beberapa orang dengan hipertensi ada yang peka terhadap garam (
salt-sensitive ) dan ada yang resisten terhadap garam. Penderita penderita yang
peka terhadap garam cenderung menahan natrium, barat badan bertambah dan
menimbulkan hipertensi pada diet yang tinggi garam. Sebaliknya, penderita yang
resisten terhadap garam cenderung tidak ada perubahan dalam berat badan atau
tekanan darah pada diet garam rendah atau tinggi. Reaksi terhadap garam ini
menerangkan mengapa beberapa orang yang mempunyai panurunan tekanan
darah yang tidak sesuai pembatasan garam dalam makanan, sedang pada orang
lain tekanan darah tetap tidak berubah.
Dari penelitian diketahui bahwa diet yang mengandung 1600-2300 mg
natrium/ hari, dapat menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 9-15
mmHg dan tekanan diastolik sebesar 7-16 mmHg. Pembatasan garam sekitar 2000
mg natrium/ hari dianjurkan untuk pengelolaan diet pada kebanyakan penderita
hipertensi.

2.7.1.2 Mengurangi Berat Badan


Insiden hipertensi meningkat 54 sampai 142 % pada penderita-penderita yang
gemuk. Penerunun berat badan dalam waktu yang pendek dalam jumlah yang
cukup besar biasanya disertai dengan penurunan tekanan darah. Beberapa peneliti
menghitung rata-rata penurunan tekanan darah sebesar 20,7 sampai 12,7 mmHg
dapat mencapai penurunan berat badan rata-rata sebesar 11,7 Kg. terdadapat
hubungan yang erat antara perubahan berat badan dan perubahan tekanan darah
dengan ramalan tekanan darah sebesar 25/15 mmHg setiap kilogram penurunan
berat badan.

2.7.1.3 Pembatasan Alkohol


Orang-orang yang minum 3 atau lebih minuman alkohol per hari
mempunyai tingkat tekanan darah yang tinggi. Sekarang diperkirakan bahwa
hipertensi yang berhubungan dengan alkohol mungkin merupakan salah satu
penyebab sekunder paling banyak dari hipertensi, kira-kira sebanayak 5-12% dari

Universitas Sumatera Utara

kasus mengurangi minum alkohol dapat menurunkan tekanan darah ( Tagor,


1996).
Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti
rasionalitas intervensi diet (Anonima, 2006):
a. Hipertensi 2 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang
dengan berat badan ideal
b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat
menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga
prekursor

dari

hipertensi

dan

sindroma

resisten

insulin

yang

dapat berlanjut ke DM tipe 2.


e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.
f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam,
kebanyakan pasien

mengalami penurunaan tekanan darah sistolik

dengan pembatasan natrium.


JNC VII menyarankan pola makan dengan diet yang kaya dengan
buah,sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak
jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur
paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan
pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang,
jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.
Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.
Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana
yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok
merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien
hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang
dapat diakibatkan oleh merokok.

Universitas Sumatera Utara

2.7.2 Terapi Farmakologi


Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim
konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan
antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama . Obat-obat ini baik
sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien
dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini.
Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium)
mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam
mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, ,
penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat alternatif pada
pasien-pasien tertentu disamping obat utama.
Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti
terbaik yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar,
jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek
evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu berdasarkan data
yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau
kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadar
menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalam
seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obat
yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin
(ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis
kalsium (CCB).

Universitas Sumatera Utara

You might also like