You are on page 1of 7

C.

MATERI
KONSEP DASAR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pengertian

Pemberdayaan

Masyarakat

sebenarnya

mengacu

pada

kata

Empowerment, yaitu sebagai upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh
masyarakat. Lebih lanjut payne (1997 : 266). Dalam pengertian yang lebih luas,
pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat
agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam
memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka
panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable
development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat
diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan
secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. Melalui upaya pemberdayaan, warga
masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya yang
dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi,
sosial dan ekologinya.
Prijono dan Pranaka menyatakan bahwa pemberdayaan mengandung dua arti. Pertama
adalah to give power or authority dan to give ability to or enable. Pemaknaan pengertian
pertama meliputi memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan
otoritas kepada pihak yang kurang berdaya. Di sisi lain pemaknaan pengertian kedua adalah
memberikan kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain
untuk melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Sumodiningrat menyatakan : Pemberdayaan
sebenarnya merupakan istilah yang khas di Indonesia daripada Barat yang menerjermahkan
sebagai empowerment, dan istilah itu benar tapi tidak tepat. Pemberdayaan yang dimaksud
adalah memberi daya bukan kekuasaan. Empowerment dalam khasanah barat lebih
bernuansa pemberian kekuasaan daripada pemberdayaan itu sendiri.
B. Teori Pemberdayaan Masyarakat
Gagasan pembangunan yang mengutamakan pemberdayaan masyarakat perlu untuk
dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan
politik masyarakat. perubahan struktur yang sangat diharapkan adalah proses yang
berlangsung secara alamiah, yaitu yang menghasilkan dan harus dapat dinikmati bersama.

begitu pula sebaliknya, yang menikmati haruslah yang menghasilkan. proses ini diarahkan
agar setiap upaya pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat
(capacity building) melalui penciptaan akumulasi modal yang bersumber dari surplus yang
dihasilkan, yang mana pada gilirannya nanti dapat pula menciptakan pendapatan yang
akhirnya dinikmati oleh seluruh rakyat. dan proses transpormasi ini harus dapat digerakan
sendiri oleh masyarakat.
Menurut

Sumodiningrat

(1999

134),

mengatakan

bahwa

kebijaksanaan

pemberdayaan masyarakat secara umum dapat dipilah dalam tiga kelompok yaitu : pertama,
kebijaksanaan yang secara tidak langsung mengarah pada sasaran tetapi memberikan dasar
tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. kedua,
kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan ekonomi kelompok
sasaran. ketiga, kebijaksanaan khusus yang menjangkau masyarakat miskin melalui upaya
khusus. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, menurut kartasasmita (1996:159-160), harus
dilakukan melalui beberapa kegiatan : pertama, menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). kedua, memperkuat potensi atau
daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). ketiga, memberdayakan mengandung
pula arti melindungi. di sinilah letak titik tolaknya yaitu bahwa pengenalan setiap manusia,
setiap anggota masyarkat, memiliki suatu potensi yang selalu dapat terus dikembangkan.
artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak berdaya, karena kalau demikian akan
mudah punah.
C. Landasan Pemberdayaan Masyarakat
Landasan merupakan suatu dasar yang digunakan untuk melakukan kegiatan serta untuk
mengkokohan kegiatan yang sedang berlangsung. Sebuah landasan digunakan ketika
landasan tersebut sudah diketahui kebenaran dan keabsahannya agar landasan yang
digunakan bisa tepat guna dan menghasilkan tujuan yang sesuai. Terdapat 4 landasan dalam
pemberdayaan masyarakat
1. Landasan Psikologis
Para peneliti dan praktisi organisasi telah mengidentifikasikan pemberdayaan
psikologis sebagai konstruk yang perlu memperoleh perhatian kritis. Meluasnya minat
terhadap masalah pemberdayaan psikologis muncul pada saat persaingan global dan
perubahan organisasi marak terjadi sehingga organisasi mengharuskan anggotanya
lebih inisiatif dan inovatif (Spreitzer, 1995). Menurut Meyerson (2008) pemberdayaan

psikologis adalah keyakinan seorang individu akan kemampuannya untuk melakukan


kegiatan kerja terkait dengan keterampilan dan kompetensi. Lebih jauh Meyerson
menjelaskan bahwa pemberdayaan psikologis berkaitan dengan bagaimana orangorang yang kompeten atau mampu merasa diberdayakan di lingkungan kerjanya.
Mereka yang merasa lebih kompeten tentang kemampuan mereka dan berhasil
diberdayakan atau memiliki tingkat pemberdayaan psikologis lebih tinggi seharusnya
akan: a. merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka; b. akan lebih berkomitmen
untuk organisasi mereka; c. memiliki niat yang lebih rendah untuk berhenti
organisasi; d. menunjukkan kinerja yang lebih positif. Conger dan Kanungo (1988;
pada Spreitzer, 1995) mendefinisikan pemberdayaan psikologis sebagai konsep
motivasional tentang pemenuhan diri, yang secara lebih spesifik dapat dinyatakan
sebagai meningkatnya motivasi tugas intrinsik (intrinsic task motivation) yang
terwujud dalam serangkaian kognisi yang mencerminkan orientasi individu pada
peran kerjanya. Sedangkan konsep pemberdayaan psikologis menurut Thomas dan
Velthouse (1990) ini dimanifestasikan dalam empat kognisi yang merefleksikan
orientasi individu atas peran kerjanya yaitu arti (meaning), kompetensi (competence),
pendeterminasian diri (self determination), dan pengaruh(impact).
2. Landasan Ekologis
Krisis lingkungan hidup (ekologi) yang membuat para pemikir Green untuk mencari
alternatif alternatif radikal. Dari perspektif Green, perubahan bukanlah sesuatu yang
mewah sehingga dapat ditunda sampai waktunya tepat; masalah masalah yang ada
demikian dekat dan mendesak, dan kegagalan bertindak dapat menempatkan
peradaban manusia masa depan, yaitu kehidupan umat manusia itu sendiri, berada
dalam bahaya. Krisis itu mencakup polusi udara, laut, sungai dan tanah; kandungan
racun dalam rantai makanan; penurunan sumber daya alam bumi; penipisan lapisan
ozon; pemanasan global; kepunahan jenis flora dan fauna; hilangnya wilayah
wilayah alam liar; erosi lapisan atas tanah; desertifikasi; deforestasi; limbah nuklir;
dan krisis populasi (Brown, 1994; Ehrlich & Ehrlich, 1990; Meadows, Meadows &
Randers, 1992; Suzuki & McConnell, 1997; Van Der Veer & Pierce, 1998; McKibbin,
1990). Secara bersama, masalah masalah itu menunjukan suatu krisis menyeluruh
dengan skala yang luar biasa, dan hanya jika masalah masalah itu dipertimbangkan
secara bersama maka keseriusan dari krisis lingkungan hidup dapat diapresiasi secara
penuh.
3. Landasan Sosiologis

Pemberdayaan masyarakat dikatakan mempunyai landasan atau dasar sosiologis


(sociologische grondsIag) apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan
umum atau kesadaran hukum masyarakat. Kondisi dan kenyataan ini dapat berupa
kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan dan harapan
masyarakat. Dengan memperhatikan kondisi semacam ini pemberdayaan masyarakat
diharapkan dapat diterima oleh masyarakat dan mempunyai daya laku secara Efektif.
Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu
untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut
meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka
lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh
masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta
melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang
dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki
4. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis merupakan merupakan landasan yang berkaitan dengan dasar atau
ideologi negara, yaitu nilai-nilai (cita-cita hukum) yang terkandung dalam pancasila.
Selain itu landasan filosofis juga dipandang sebagai ide pokok yang melandasi
seluruh isi peraturan perundang-undangan. Pencapaian kebahagian rakyat atau
kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama negara dalam konsepsi negara hukum
modern (welfare state) yang dianut oleh hampir semua negara, tidak terkecuali Negara
Republik Indonesia (NKRI). Tujuan luhur bernegara tersebut secara yuridis formal
dituangkan ke dalam konstitusi (UUD 1945). Di dalam pembukaan UUD 1945 alinea
keempat secara tegas dinyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Pancasila pada sila keempat mengandung filosofi adanya musyawarah mufakat untuk
menyelesaikan suatu masalah. Sehingga lembaga pemberdayaan masyarakat menjadi
sarana untuk memberdayakan masyarakat sesuai dengan asas kebersamaan, keadilan,
dan persatuan. Pemberian peran serta dalam penyelenggaraan pemerintahan
merupakan salah satu upaya memberdayakan masyarakat agar turut membangun
negara berdasarkan ideologi pancasila. Member peran serta untuk ikut serta juga
merupakan kewajiban pemerintah sebagai implementasi dari asas-asas umum
pemerintahan yang baik (AAUPB).

D. Model Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum
nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang
bersifat "people-centered, participatory, empowering, and sustainable" (Chambers, 1995).
Dalam kerangka pikiran itu, upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga model.
Pertama, Model Pemberdayaan untuk menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah
pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena, kalau
demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan
mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya
serta berupaya untuk mengembangkannya.
Kedua, Model Pemberdayaan untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain
dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata,
dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam
berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf
pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi
seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa
pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar baik fisik, seperti
irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang
dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembagalembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, di mana terkonsentrasi penduduk
yang keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat
yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua, tidak selalu
dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi
juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat,
keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini.

Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam


kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Sungguh penting di sini
adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut
diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya
dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi. Friedman (1992) menyatakan
The empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, places the
emphasis on autonomy in the decision-marking of territorially organized communities, local
self-reliance (but not autarchy), direct (participatory) democracy, and experiential social
learning.
Ketiga, Model Pemberdayaan untuk memberdayakan mengandung pula arti
melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah
lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,
perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep
pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari
interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.
Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.Pemberdayaan masyarakat bukan
membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity).
Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang
hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan
diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung.

D. PENUTUP
Para pelaku program pemberdayaan, harus profesional dan komitmen untuk
mewujudkan seluruh prinsip pemberdayaan ke dalam setiap kegiatan aksi program. Dalam
upaya ini perlu dilibatkan semua lapisan masyarakat, baik pemerintah maupun dunia usaha
dan lembaga sosial dan kemasyarakatan, serta tokoh-tokoh dan individu-individu yang
mempunyai kemampuan untuk membantu. Dengan demikian, programnya harus bersifat
nasional, dengan curahan sumber daya yang cukup besar untuk menghasilkan dampak yang
berarti.

Untuk itu demi mewujudkan profesionalisme dalam bidang pemberdayaan


masyarakat, peserta didik diwajibkan untuk ikut serta dalam kegiatan pemberdayaan yang
dilakukan di tempat tinggal masing-masing. Diharapkan dengan hubungan peserta didik
dengan lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dapat membentuk karakter siswa dari
segi afektif serta psikomotorik.

- DAFTAR PUSTAKA

Jamasy, Owin.2004 Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan. Bumi


Putera:Jakarta.
Payne .1997.Empowerment seeks.London.
Moelyarto.1999.Pendekatan

pengelolaan

sumber

masyarakat.Erlangga:Jakarta.
Pranarka dan Vidhyandika.1996. Proses pemberdayaan

daya

lokal

yang

berbasis

You might also like