You are on page 1of 4

Penatalaksanaan dispepsia

FARMAKOLOGI
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan
tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan
penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam
lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg
triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2. Sering digunakan adalah gabungan Aluminium
hidroksida dan magnesium hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi
dan penurunan fosfat; magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang
sering digunakan adalah seperti Mylanta, Maalox, merupakan kombinasi Aluminium
hidroksida dan magnesium hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal
kronik karena bisa menyebabkan

hipermagnesemia, dan aluminium bisa menyebabkan

kronik neurotoksik pada pasien tersebut (Fauci, 2008).


2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif (Greenburger, 2008).
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial
seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain
simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin (Fauci, 2008).
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses
sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol,
lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ; jadi, bisa dimakan antara 2
dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi

penghasilan maksimal, digunakan sebelum makan yaitu sebelum sarapan pagi kecuali
omeprazol (Fauci, 2008).
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain
bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat
berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa,
serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar
lesi mukosa saluran cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini jarang, bisa menyebabkan
konstipasi (23%). Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis standard adalah 1 g
per hari (Fauci, 2008).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis
dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
(Greenburger, 2008).
7. Antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori
Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada sebagian pasien
dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin (Amoxil), clarithromycin
(Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin) (Talley, 2005).
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti- depresi dan
cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Talley, 2005).
Terapi non farmakologis (Talley, 2005):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hindari makanan pencetus serangan


Psikoterapi
Menghindari stress
Stop merokok & alkohol
Stop kafein (stimulan asam lambung)
Menghindari makanan dan minuman soda
Menghindari makan malam

PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit dispepsia yaitu (Glenda, 2006) :

1. Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang
pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis
makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah
dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
2. Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa
dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.
3. Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat
lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam
lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama
terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah,
terutama bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang
dapat membantu untuk berhenti merokok.
4. Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan
dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu
mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
5. Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke,
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit.
Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan
pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya
adalah mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat
yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
6. Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan OAINS, obatobat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat
peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang
mengandung acetaminophen.
7. Ikuti rekomendasi dokter.

Talley N, Vakil NB, Moayyedi P. 2005. American Gastroenterological Association technical


review: evaluation of dyspepsia. Gastroenterology;129:1754
Greenburger NJ. Dyspepsia. 2008. The Merck Manuals Online Medical Library. Available
from: http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.
Glenda NL. 2006. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC;.h.417-19.
Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al. 2008. Peptic
ulcer disease. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th.Mc Graw-Hills;.p.287.

You might also like